Anda di halaman 1dari 31

V.

DAYA TARIK SOSIAL


Pengertian.
Pengertian daya tarik sering diartikan terlalu
sempit, terbatas pada daya tarik fisik. Pada hal
daya tarik fisik hanya merupakan salah satu
bagian daya tarik. Namun ada baiknya bila hal ini
dijadikan contoh untuk mengembangkan
pemahaman tentang daya tarik.
Seseorang yang menarik wajahnya biasanya
akan diberi penilaian yang baik. Orang yang
memberi penilaian baik ini berarti mempunyai
sikap yang positif. Oleh karena itu ketertarikan
didefinisikan sebagai sikap positif terhadap orang
lain.
FAKTOR PENGARUH
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketertarikan ada
empat, yaitu; 1) karakteristik aktor; 2) faktor
penerima; 3) variabel-variabel interpersonal; dan 4)
faktor kondisi yang ada atau yang menyertai.

Karakteristik Aktor.
Yang dimaksud aktor disini adalah orang yang
menjadi obyek penilaian. Beberapa karakteristik yang
biasanya menimbulkan penilaian positif bagi pihak
lain.

1. Daya tarik fisik.


Daya tarik fisik, khususnya kecantikan dan
ketampanan, sering berasosiasi dengan berbagai hal
positif lain. Asosiasi positif ini muncul karena
munculnya kepuasan tersendiri bila seseorang
memandang wajah yang cantik atau tampan.
Pada dasarnya segala sesuatu yang berhubungan dengan
masalah hubungan sosial, untuk mencapai sukses daya tarik
fisik ini memberi kontribusi yang cukup signifikan. Aristoteles
sendiri pernah mengatakan: beauty is a greater
recommendation than any letter of introduction. Tidak
mengherankan bila ada dua pilihan dengan karakteristik
yang hampir berimbang, tetapi yang satu lebih menonjol
dalam hal kecantikan, maka yang lebih cantik memiliki
peluang lebih besar untuk dipilih. Bukan berarti bahwa faktor
ini merupakan faktor yang mendominasi masalah lain.

2. Kompetensi
Kompetensi seperti kecerdasan, kemampuan, skil yang
tinggi, prestasi dan seterusnya merupakan kualitas tersendiri
yang tidak semua orang memilikinya dalam tahap
memuaskan.
Ada perbedaan antara pria dan wanita dalam hal menilai
kompetensi dan daya tarik fisik sebagai dasar mencari
pasangan. Bagi wanita, daya tarik fisik pasangan sedikit
kurang penting dibanding pria, tetapi kompetensi menjadi
lebih penting dalam mencari pasangan bagi wanita
dibanding bagi pria. Dalam hal ini tampaknya ada perasaan
takut tersaingi bila pria mencari pasangan yang sederajat
atau lebih tinggi dalam kompetensi dibanding dirinya.

3. Karakteristik menyenangkan
Apabila orang yang cantik atau tampan dinilai
menyenangkan, maka orang yang mengerjakan sesuatu
yang menyenangkan juga memiliki daya tarik tersendiri, be
nice or do something nice.
Orang yang lucu, ramah, santun, penolong, sabar dan
memiliki berbagai karakter menyenangkan lain terbukti
memiliki lebih banyak teman atau mendapat lebih banyak
simpati. Sebaliknya, orang pada umumnya kurang suka
berteman dengan orang yang kasar, kurang ajar, urakan dan
berbagai sifat negatif lain.

Faktor Penilai
Setiap individu memiliki kriteria tertentu, terutama yang
bersifat subyektif, dalam memberi penilaian pada orang lain.
Latar belakang sosial, ekonomi, budaya, maupun yang bersifat
pribadi ikut berpengaruh dalam menilai.
Dari berbagai faktor dalam diri penilai, diperkirakan
bahwa kondisi afektif merupakan faktor yang besar
peranannya dalam menilai. Secara umum bahwa suasana hati
yang baik akan ditunjukkan pula dalam memberi penilaian.
Sebaliknya, orang yang dalam kondisi kalut, marah, sedih,
sakit serta kondisi kurang baik lainnya, cenderung memberi
penilaian yang tidak tepat dan biasanya mengarah ke negatif
Dalam konteks penilaian terhadap daya tarik, keadaan seperti
ini juga pada umumnya berlaku, meskipun ada beberapa
pengecualian. Contoh pengecualian tersebut adalah pada
beberapa orang lelaki yang merasa bahwa perasaan sakit,
tidak bergairah, marah, akan reda bila berhadapan dengan
wanita cantik.
Pengalaman juga merupakan faktor yang tidak bisa
diabaikan begitu saja dalam memberi penilaian daya tarik.

Variabel-variabel Interpersonal
Bahwa ketertarikan bisa muncul di awal hubungan maupun
pada saat sudah terjalinnya hubungan. Ketertarikan yang
muncul pada awal hubungan biasanya dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang lahiriah sifatnya.
Sedangkan ketertarikan yang terjadi ketika hubungan itu
sudah terjadi pada umumnya lebih banyak disebabkan oleh
faktor-faktor psikologis. Beberapa variabel interpersonal
yang mempengaruhi ketertarikan sebagai berikut;
1. Kesamaan.
Penelitian mensinyalir bahwa banyak pasangan suami-
isteri yang ternyata mempunyai kemiripan wajah. Memang
ada kecendrungan bahwa seseorang akan memilih
pasangan yang mempunyai level daya tarik fisik yang relatif
sama dengan dirinya. Gejala seperti ini biasa disebut
sebagai matching hypothesis. Pada awalnya orang
cenderung untuk mencari pasangan setampan atau secantik
mungkin, tetapi setelah terjadi kontak dengan banyak orang,
responden akhirnya menjadi lebih realistis dengan jalan
menentukan pilihan pasangan yang mempunyai level daya
tarik yang setingkat.
Kriteria lain dari kesamaan yang sering dituntut oleh
seseorang adalah kesamaan nilai-nilai dan keyakinan. Dalam
hal ini bukan kesamaan secara mutlak yang dicari tetapi
kesamaan pada sebagian besar dari nilai-nilai dan
keyakinannya.
Untuk menjalin hubungan sosial yang lebih intens
masalah kesamaan ini sering diantisipasi oleh pihak yang
bersangkutan sedini mungkin. Terlihat pada saat awal orang
berkenalan ada usaha untuk saling menjajagi pandangan
lawan bicaranya. Kesamaan sikap dan pandangan terhadap
berbagai hal banyak juga dijumpai pada persahabatan atau
berteman, juga pada organisasi atau kelompok hobi.
Kecenderungan semacam ini juga ada pada kelompok-
kelompok yang cenderung destruktif seperti para peminum
alkohol.
2. Komplemen
Ada sebagian orang yang mencari pasangan yang
berbeda dengan dirinya agar saling melengkapi dalam
kehidupan merka kelak. Keinginan seperti ini akan bisa
terujud untuk masalah-masalah yang tidak esensial. Dengan
kata lain masih diperlukan adanya kesamaan-kesamaan
untuk berbagai hal mendasar, sedangkan untuk hal-hal yang
perifer terkadang justru diperlukan untuk memelihara variasi.
Biasanya orang-orang yang berpandangan luas lebih bisa
menerima perbedaan seperti ini, tetapi untuk mereka yang
berpandangan sempit masalah ini bisa menjadi sumber
perpecahan.
3. Sama-sama Suka
Orang akan menyukai atau tertarik pada yang lain bila
ada hubungan timbal balik. Dengan demikian apabila tidak
ada respon dari partner, maka akan sulit untuk menjalin
hubungan lebih lanjut. Saling menyukai merupakan hal yang
tidak bisa diadakan dalam proses ketertarikan. Faktor
kesamaan, masalah kesamaan, kesukaan juga menjadi
penting sebagai faktor yang menjembatani atau juga bisa
menghalangi. Menurut konsep keseimbangan dari Newcomb
yang dikenal dengan Balance Theory, hubungan antara dua
orang sangat dipengaruhi oleh adanya pihak ketiga dan
sikap kedua orang tersebut terhadap pihak ketiga itu. Dari
hubungan segitiga itu akan muncul pola-pola hubungan yang
seimbang, kurang seimbang, dan tidak seimbang.
Faktor Situasi
Situasi yang dimaksud dalam pembicaraan ini bisa
situasi sesaat atau temporer, bisa juga situasi yang
berlangsung lama. Situasi yang temporer, seperti pada
proses psikologis umumnya, psikis manusia sulit untuk
bekerja sekaligus untuk berbagai aspek. Contoh, otak tidak
mungkin memikirkan sekaligus dua hal secara bersamaan.
Dua hal bisa dikerjakan secara hampir bersamaan dengan
selisih waktu yang relatif singkat, tetapi untuk berlangsung
secara serempak adalah sulit.
Pengaruh Faktor Situasi yang berjangka waktu lama
sudah banyak diteliti, meskipun efeknya tidak selalu sama.
Dalam kehidupan sehari-hari terlihat bahwa banyak
pasangan yang terbentuk karena situasi.
DINAMIKA KETERTARIKAN
Ada tiga konsep yang bisa menerangkan proses
ketertarikan. Pertama, konsep reward / reinforcement,
kemudian pertukaran sosial (sosial exchange) dan akhirnya
konsep tentang equity.
a. Hadiah dan Pengukuh (Reward and Reinforcement)
Menurut konsep ini segala stimulasi yang menyenangkan
akan menimbulkan perasaan senang sehingga subyek yang
terkena mengharapkan terulangnya stimulasi tersebut.
Dalam proses ketertarikan, stimulasi yang menyenangkan itu
bisa berupa wajah yang cantik, tampan, senyum atau yang
lain. Stimulasi ini mendorong seseorang untuk bisa
mengalami lagi, berarti pula mendorong orang yang
bersangkutan berusaha sesuatu agar dapat memandaang
lagi orang tadi. Kesan awal ini sangat besar artinya untuk
tindak lanjut.
b. Pertukaran Sosial
Kondisi ini bisa merupakan lanjutan dari tahap
terdahulu. Ketika stmulasi yang menyenangkan tersebut
akan muncul reaksi yang kemungkinan besar juga
menyenangkan. Misalnya, senyuman dibalas dengan
senyuman. Hal ini berarti terjadi pertukaran. Dengan adanya
pertukaran ini, maka akan terjadi hubungan timbal balik.
Pada saat seperti ini proses sudah berjalan lebih jauh, dari
yang awalnya belum kenal akan timbul perkenalan yang
kemungkinan akan dilanjutkan dengan berbincang-bincang.
c. Ekuitas
Apabila tidak terjadi pertukaran, maka proses
ketertarikan akan terhenti atau terhambat sampai tahap
reward. Selanjutnya dalam proses pertukaran itu masing-
masing individu yang terlibat akan mengadakan penilaian
tentang proses itu sendiri. Ada proses pertukaraan tidak
seimbang, mis, dalam percakapan terjadi ketidak seimbangan
karena tingkat pendidikannya terpaut jauh atau topik yang
diminati oleh masing-masing tidak sejalan.
Sesudah sampai pada tahap ekuitas (equity), berarti
individu sudah merasa cocok dengan pasangannya. Apabila
pasangan ini adalah pria dan wanita, maka akan besar
kemungkinan untuk menjalin hubungan lebih lanjut dengan
jalan membangun suatu hubungan yang lebih terarah.
EFEK DAYA TARIK
Daya tarik yang ada pada seseorang berdampak baik
terhadap kepribadiannya maupun terhadap perilaku
sosialnya. Contoh, pada artis yang sangat populer. Akibat
dari popularitasnya itu, beberapa artis sulit menjalin
kehidupan secara wajar. Mereka sering justru merasa
tersiksa karena popularitasnya, kemana ia pergi, penggemar
selalu mengikuti. Kondisi yang demikian menyebabkan
kepribadiannya di satu sisi kurang berkembang sewajarnya,
disisi lain bisa menumbuhkan kepercayaan diri yang lebih
kuat. Dalam kehidupan sehari-hari, efek daya tarik bagi pria
dan bagi wanita sering tidak sama, meskipun pada kedua
daya tarik itu sendiri dipengaruhi oleh bagaimana mereka
berhubungan sosial. Dari beberapa penelitian disimpulkan
adanya beberapa ciri yang ada pada orang yang memiliki
daya tarik dan yang kurang menarik, baik pria maupun
wanita sbb.
Pria yang menarik;
- Menghabiskan lebih banyak waktu untuk berhubungan
dengan wanita.
- Merasa memiliki kualitas hubungan sosial yang lebih baik.
- Lebih asertif dan lebih rendah perasaan takut ditolak dalam
berhubungan sosial.

Wanita yang menarik;


- Menghabiskan waktu yang sama baik dalam berhubungan
dengan pria maupun dengan wanita.
- Merasa memiliki kualitas hubungan sosial yang lebih baik.
- Kurang mempercayai pria
-Kurang asertif
Pria yang kurang menarik;
- Waktu yang digunakan untuk berhubungan sosial dengan
wanita lebih singkat.
- Merasa memiliki kualitas hubungan sosial yang rendah.
- Kurang asertif dan takut ditolak oleh wanita.

Wanita yang kurang menarik;


- Mempercayai waktu yang seimbang untuk bergaul dengan
pria maupun dengan sesama jenis.
- Merasa memiliki kualitas hubungan sosial yang lebih
rendah.
- Lebih mempercayai pria.
VI. PERILAKU PROSOSIAL
Ada fenomena yang dikenal dengan kin selection yang
merupakan lawan dari individual selection. Darwin
menyebutkan bahwa untuk bisa melangsungkan kehidupan
maka harus bisa lolos dari persaingan (seleksi individu/
individual selection). Sedangkan kin selection menekankan
bahwa untuk mempertahankan kelangsungan hidup harus
ada kerjasama antar individu dan dengan sekitarnya terutama
keluarga dan komunitas.
Perilaku menolong dan altruisme merupakan pemberian
pertolongan pada orang lain tanpa mengharap adanya
keuntungan pada diri orang yang menolong. Pembicaraan
tentang perilaku menolong lebih banyak digunakan istilah
perilaku prososial.
Pengertian perilaku prososial sedikit berbeda dengan
altruisme, yaitu dengan lebih menekankan pada adanya
keuntungan pada pihak yang diberi pertolongan. Perilaku
prososial didefinisikan sebagai perilaku yang memiliki
konsekuensi positif pada orang lain. Bentuk yang paling jelas
dari prososial adalah perilaku menolong.

TAHAP-TAHAP PEMBERIAN PERTOLONGAN


Menurut Latane dan Darley (1970), ada empat tahap yang
dilalui seseorang sebelum sampai pada keputusan dan
berbuat menolong orang lain.
(1) adalah tahap perhatian. Orang tidak mungkin akan
menolong bila dia tidak tahu adanya orang lain yang perlu
ditolong. Untuk sampai pada perhatian terkadang sering
terganggu oleh adanya hal-hal lain seperti kesibukan,
ketergesaan, mendesaknya kepentingan lain dan
sebagainya.
(2) adalah interpretasi situasi. Seorang yang tergeletak ditepi
jalan bisa diinterpretasi sebagai gelandangan, pemabuk,
korban kecelakaan atau yang lain. Apabila ternyata
pemerhati ini menginterpretasikan gelandangan atau
pemabuk, maka tidak akan muncul suatu perbuatan.
Sebaliknya, bila pemerhati menginterpretasikannya sebagai
sesuatu yang membutuhkan pertolongan, misalnya dengan
adanya darah, erangan atau permintaan tolong, maka
kemungkinan besar akan diinterpretasikan sebagai korban
yang perlu pertolongan.
(3) muncul tidaknya asumsi bahwa hal itu merupakan
tanggung jawab personal atau tanggung jawab pemerhati.
Apabila tidak muncul asumsi ini, maka korban akan dibiarkan
saja, tanpa memberikan pertolongan. Apabila muncul
perasaan bahwa peristiwa atau kondisi diatas merupakan
sebagian dari taanggung jawab pemerhati, maka muncul
tahap ke (4)
(4) Pengambilan keputusan untuk menolong atau tidak.
Meskipun sudah sampai tahap ketiga, pemerhati merasa
bertanggung jawab memberi pertolongan pada korban,
masih ada kemungkinan ia memutuskan tidak memberi
pertolongan. Berbagai kekhawatiran bisa timbul yang
menghambat terlaksananya pemberian pertolongan. Ini
berbeda dengan bila ada keputusan bahwa ia memang
harus menolong. Dengan adanya keputusan seperti itu,
maka akan ada tindakan pertolongan. Dengan demikian
untuk sampai pada perbuatan menolong, maka diperlukan
keempat tahap secara berurutan.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERIAN
PERTOLONGAN

1. Situasi Sosial
Ada korelasi negatif antara pemberian pertolongan
dengan jumlah pemerhati. Makin banyak orang yang melihat
suatu kejadian yang memerlukan pertolongan makin kecil
munculnya dorongan untuk menolong. Dalam keadaan
sendirian, seorang yang melihat satu korban, ia akan merasa
bahwa dirinya bertanggung jawab penuh untuk menolong
korban tersebut. Sebaliknya, bila ada beberapa orang yang
menyaksikan peristiwa itu, maka masing-masing
beranggapan bahwa apabila ia tidak menolong, maka orang
lain akan memberi pertolongan. Kondisi ini dikenal sebagai
diffusion of responsibility yaitu kondisi dimana masing-
masing orang merasa bahwa memberi pertolongan adalah
bukan tanggung jawabnya sendiri.
a. Biaya menolong.
Dengan keputusan memberi pertolongan berarti akan ada
cost tertentu yang harus dikeluarkan untuk menolong itu.
Pengeluaran untuk menolong bisa berupa materi (biaya,
barang), tetapi yang lebih sering adalah pengeluaran
psikologis (memberi perhatian, ikut sedih dan lainnya). Tidak
hanya pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk menolong
(cost of helping) yang menjadi pertimbangan, tetapi juga
pengeluaran yang harus ditanggung oleh korban kelak atau
pengeluaran untuk mengembalikan ke kondisi semula (victim
cost).
b. Norma.
Hampir di semua golongan masyarakat ada norma bahwa
memberi pertolongan kepada orang yang membutuhkan
adalah suatu keharusan. Gejala ini disebut norma tanggung
jawab sosial (norm of social responsibility). Meskipun ada
norma semacam itu, tidak berarti setiap orang suka
membantu orang lain. Dalam hal ini ada hal-hal lain yang
tidak bisa diabaikan yaitu norm of reciprocity (norma
keuntungan timbal balik). Norma yang terakhir ini mencakup
juga harapan bahwa dengan memberi pertolongan suatu
saat akan diberi pertolongan, terutama oleh orang yang
pernah ditolongnya.
2. Karakteristik Orang-orang yang Terlibat
Kesamaan antara penolong dengan korban. Makin
banyak kesamaan antara kedua belah pihak, makin besar
peluang untuk munculnya pemberian pertolongan. Dengan
adanya kesamaan tersebut, berarti jarak sosial pada
keduanya makin sedikit, sehingga mendorong munculnya
dorongan untuk memberi pertolongan.
Kedekatan hubungan. Orang pada umumnya akan
lebih disukai oleh orang lain. Selanjutnya ada kecendrungan
bahwa orang lebih senang memberi pertolongan pada orang
yang disukai. Disamping hubungan yang tidak langsung
tersebut, ada kecenderungan bahwa orang lebih suka
memberi pertolongan pada orang yang memiliki daya tarik
tinggi karena ada tujuan tertentu di balik pemberian
pertolongan tersebut.
3. Mediator Internal
Mood. Meskipun hasil-hasil penelitian belum
menunjukkan konsistensi tentang pengaruh mood terhadap
pemberian pertolongan, lebih banyak penelitian yang
menunjukkan adanya pengaruh mood terhadap perilaku
membantu (Myers, 2002). Ada kecenderungan bahwa orang
yang baru melihat kesedihan lebih sedikit memberi bantuan
daripada orang yang habis melihat hal-hal yang
menyenangkan.
Empati. Ada hubungan antara besarnya empati
dengan kecenderungan menolong. Hubungan antara empati
dengan perilaku menolong secara konsisten ditemukan pada
semua kelompok umur. Artinya, anak, remaja dan orang
dewasa yang merasa empati akan terdorong untuk
menolong.
Arousal. Ketika melihat suatu kejadian yang
membutuhkan pertolongan orang dihadapkan pada dilema
menolong atau tidak menolong. Salah satu pertimbangan
yang menjadi pertimbangan untuk menolong atau tidak
menolong adalah biaya untuk menolong dibanding biaya
tidak menolong. Pertimbangan ini meliputi situasi saat
terjadinya peristiwa, karakteristik orang-orang yang ada
disekitar, karakteristik korban, dan kedekatan hubungan
antar korban dengan penolong.

4. Latar Belakang Kepribadian


Perilaku menolong tidak hanya tergantung pada situasi
dan kondisi kejadian, tetapi juga dipengaruhi oleh latar
belakang kepribadian penolong. Kedua faktor tersebut
berkaitan erat satu dengan lainnya.
MENINGKATKAN PERILAKU PROSOSIAL

Menghilangkan Ketidakjelasan Identitas


Dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan antara
lain disimpulkan bahwa orang yang tidak cepat memberi
pertolongan adalah karena ada gejala kekaburan tanggung
jawab. Berkaitan dengan ketidakjelasan tanggung jawab ini
ada juga kekaburan identitas. Orang yang tidak memberi
pertolongan ketika terjadi kecelakaan tidak akan merasa
bersalah apabila identitasnya tidak diketahui. Sebaliknya
orang yang sudah dikenal baik oleh suatu lingkungan
tertentu apabila melihat suatu keadaan yang membutuhkan
pertolongan, ia dengan segera akan melakukannya. Hal ini
biasanya berkaiatan dengan usaha untuk menjaga nama
baik.
Pemberian Atribut
Seperti yang disebutkan diatas, bahwa orang yang
sudah dikenal lebih sulit menghindar dari tanggung jawab
menolong, apabila kalau orang tersebut memiliki atribut
sebagai orang yang suka menolong. Atribut yang pada
mulanya merupakan atribut eksternal, lama kelamaan akan
menjadi atribut internal. Atribut internal sangat efektif untuk
memunculkan perilaku menolong.

Sosialisasi
Disamping pemberian atribut, melalui sosialisasi akan
juga menumbuhkan sifat suka menolong pada seseorang.
Sosialisasi biasanya diawali dengan perintah. Disamping itu,
salah satu cara yang efektif adalah dengan modeling.
Efektivitas modeling terlihat dengan adanya kecenderungan
pada saat ada yang memulai memberi pertolongan, maka
akan diikuti oleh banyak orang untuk ikut menolong.
KERJASAMA DAN KOMPETISI
Kerjasama atau kooperasi merupakan salah satu bentuk
perilaku prososial dimana orang-orang yang terlibat sama-
sama mendapatkan keuntungan dari perilaku tersebut.
Hubungan yang demikian juga disebut sebagai hubungan
yang mutualis. Disisi lain ada perilaku pada beberapa orang
sekaligus dengan tujuan yang sama, tetapi tidak ditempuh
dengan jalan bekerja sama, justru dengan jalan masing-
masing saling berusaha untuk bisa mencapai tujuan paling
cepat dan paling baik. Keadaan yang terakhir ini disebut
sebagai kompetisi.
Situasi dimana individu yang merasa bahwa sukses dari
anggota kelompok akan ikut menambah peluang kesuksesan
dirinya disebut cooperative reward structure.
Sebaliknya, ada suasana dimana orang merasa bahwa
kesuksesan orang lain mengurang peluangnya untuk
berhasil yang disebut competitive reward structure.
Ada juga suasana dalam suatu kelompok dimana
anggotanya merasa lebih bebas untuk bekerjasama atau
berkopetisi sesuai dengan pilihannya, kondisi ini disebut
sebagai individualistic reward structure. Suasana tersebut
akan mempengaruhi anggota kelompok yang ada
didalamnya. Suasana kompetitif akan cenderung
menumbuhkan motif untuk berkompetisi, suasana kooperatif
lebih mendorong orang untuk bekerjasama.

Anda mungkin juga menyukai