Anda di halaman 1dari 22

PERSON CENTER MENURUT CARL ROGERS

DOSEN PENGAMPU:

Dyta Setiawati H, M.Psi, Psikolog

Kelompok 1 :

Aulia Rahmita 1773201110002


Ayu Inderiyanti 1773201110003
Muhammad Hidayat 1773201110019
Via Yulandari 1773201110021

S1 PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

2018
DAFTAR ISI

Halaman Sampul Depan .............................................................................. 1

Daftar Isi...................................................................................................... 2

Bab I Pendahuluan .................................................................................. 3

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 3

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 3

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................... 3

1.4 Manfaat ......................................................................................... 4

Bab II Pembahasan................................................................................... 5

2.1 Hakekat Pribadi Fenomenologis ................................................... 5

2.2 Struktur Kepribadian ..................................................................... 9

2.3 Dinamika Kepribadian .................................................................. 10

2.4 Perkembangan Kepribadian .......................................................... 15

2.5 Aplikasi ......................................................................................... 18

Bab III Penutup ......................................................................................... 21

3.1 Kesimpulan ................................................................................... 21

3.2 Saran ............................................................................................. 21

Daftar Pustaka ............................................................................................. 22

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendekatan fenomenologis dari Rogers bersifat konsisten menekankan
pandangan bahwa tingkah laku manusia hanya dapat dipahami dari
bagaimana dia memandang realita secara subjektif. Pendekatan ini
berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk menentukan
nasibnya sendiri, bahwa hakekat yang terdapat dari manusia adalah sifatnya
yang bertujuan, dapat dipercaya, dan mengejar kesempurnaan diri. Rogers
sangat kuat memegang asumsinya, bahwa manusia itu bebas, rasional, utuh,
mudah berubah, subjektif, proaktif, heterostatis, dan sukar dipahami.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulisan rumusan masalah ini


yang akan dipaparkan dalam makalah ini adalah:

1) Apa saja hakekat pribadi fenomenologis?


2) Bagaimana struktur kepribadian menurut Rogers?
3) Bagaimana dinamika kepribadian dalam teori menurut Rogers?
4) Bagaimana perkembangan kepribadian menurut Rogers?
5) Bagaimana mengaplikasi teori person center?

1.3 Tujuan Penulisan

Setiap sesuatu pasti mempunyai tujuan, begitupun dengan makalah ini,


kelompok ini menuliskan dengan tujuan:

1) Untuk mengetahui dan memahami mengenai hakekat pribadi


fenomenologis.
2) Untuk mengetahui dan memahami struktur kepribadian yang
dikemukakan dalam teori dari Rogers.

3
3) Untuk mengetahui dan memahami bagaimana dinamika kepribadian
dalam teori menurut Rogers.
4) Untuk mengetahui dan memahami bagaimana perkembangan
kepribadian menurut Rogers dalam teorinya.
5) Untuk mengetahui dan memahami bagaimana mengaplikasi teori person
center menurut Rogers.

1.4 Manfaat

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, serta tujuan penulisan di


atas, manfaat kelompok kami menuliskan makalah ini adalah dengan harapan
agar penulis serta pembaca bisa lebih mengetahui dan memahami mengenai
Teori Person Center yang dikemukakan oleh Carl Rogers.

4
BAB II

PEMBAHASAN

MENURUT CARL ROGERS

2.1 Hakikat Pribadi Fenomenologis

Pendekatan humanistik sangat menghargai individu sebagai organisme


yang potensial. Setiap orang memiliki potensi untuk berkembang mencaoai
aktualisasi-diri. Rogers mengemukakan 19 rumusan mengenai hakekat
pribadi (self) sebagai berikut:

1. Organisme berada dalam dunia pengalaman yang terus-menerus berubah


(phenomenal field), di mana dia menjadi titik pusatnya. Pengalaman
adalah segala sesuatu yang berlangsung dalam diri individu pada saat
tertentu, meliputi proses psikologik, kesan-kesan sensorik, dan aktivitas-
aktivitas motorik. Hanya sebagian dari duni pengalaman yang disadari
(consciousness) yakni pengalaman yang disimbolkan (dalam bentuk
image dan verbal). Sisanya bersifat prasadar (preconscious) yang siap
disadari kalau dikehendaki. Medan fenomenal ini bersifat private, hanya
dapat dikenali isi sesungguhnya dan selengkapnya oleh diri sendiri.
Karena itu sumber terbaik dari memahami seseorang adalah orang itu
sendiri. Inilah konsep laporan diri (self-report) dari terapi berpusat klien.
2. Organisme menanggapi dunia sesuai dengan persepsinya. Realita sebatas
persepsi ini disebut realita subyektif (subjective reality), yang mungkin
berbeda dengan fakta yang sebenarnya. Pemicu yang menggerakkan
tingkahlaku bukan stimulus, tetapi persepsi subjektif atau realita
subjektif orang mengenai stimulus itu.
3. Organisme mempunyai kecenderungan pokok yakni keinginan untuk
mengaktulisasikan-memelihara-meningkatkan diri (self actulization-
maintain-enchance). Pada mulanya aktulisasi diri mengikuti garis

5
hereditas, namun kemudian mengalami diferensiasi sehingga pada orang
dewasa aktualisasi menjadi bersifat otonom dan sosial.
4. Organisme mereaksi medan fenomena secara total (gestalt) & berarah-
tujuan (goal directed).
5. Pada dasarnya tingkahlaku merupakan usaha yang berarah tujuan untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhan mengaktualisasikan-
mempertahankan-memperluas diri, dalam medan fenomenanya.
6. Emosi akan menyertai tingkah laku yang berarah-tujuan, sehingga
identitas (kekuatan) emosi itu tergantung kepada pengamatan subjektif
seberapa penting tingkah laku itu dalam usaha aktualisasi-memelihara-
mengembangkan diri.
7. Jalan terbaik untuk memahami tingkahlaku seseorang adalah dengan
memakai kerangka pandangan orang itu sendiri (internal freme of
reference); yakni persepsi, sikap, dan perasaan yang dinyatakan dalam
suasana yang bebas atau suasana yang terapi berpusat klien. Teknik
laporan diri cukup baik, walaupun tetap tidak dapat memberi gambaran
lengkap mengenai individu. Teknik laporan diri itu jauh lebih baik
daripada teknik asesmen memakai tes psikologi-angket-observasi yang
semuanya termasuk kerangka eksternal (external frame of reference).
8. Sebagian dari medan fenomenal secara berangsur mengalami
diferensiasi, sebagai proses terbentuknya self. Self adalah kesadaran
dalam keberadaan dan fungsi diri, yang diperoleh melalui pengalaman di
mana diri (I atau me) terlibat di dalamnya sebagai objek atau subjek.
9. Struktur self terbentuk sebagai hasil interaksi organisme dengan medan
fenomenal, terutama interaksi evaluatif dengan orang lain. Struktur self
adalah suatu pola pengamatan yang bersifat utuh/bulat, teratur, mudah
bergerak (fluid), dan konsisten dengan gambaran I atau me dan nilai-nilai
lingkungan. Dari pengalamannya, anak belajar bahwa dirinya adalah
salah satu objek yang berbeda dengan objek lain dalam lingkungan.
Selanjutnya pengalaman yang sesuai dengan dirinya akan dinilai positif
dan dinilai sesuai dengan dirinya. Sebaliknya nilai yang negatif

6
ditempatkan di lingkungan (di luar dirinya). Proses penilaian ini akan
terus berlanjut menyusun struktur-self dan mempertegas hubungannya
dengan lingkungan. Nilai-nilai yang dipergunakan tidak lagi terbatas
pada gambaran diri yang telah dimiliki, tetapi kemudian juga
memasukkan (introjection & assimilation) nilai-nilai dari orang lain
(misalnya dari orang tua).
10. Apabila terjadi konflik antara nilai-nilai yang sudah dimiliki dengan
nilai-nilai baru yang akan diintrojeksi, organisme akan meredakan
konflik itu dengan (1) merevisi gambaran dirinya, serta mengaburkan
(distortion) nilai-nilai yang semula ada dalam dirinya, atau dengan (2)
mendistorsi nilai-nilai baru yang akan diintrojeksi/diasimilasi.
11. Pengalaman yang terjadi dalam kehidupan seseorang akan diproses oleh
kesadaran dalam tingkatan-tingkatan yang berbeda, sebagai berikut:
Disimbolkan (symbolized): diamati dan disusun dalam hubungannya
dengan self.
Dikaburkan (distorted): tidak ada hubungannya dengan struktur self.
Diingkari atau diabaikan (denied atau ignore): pengalaman itu
sebenarnya disimbolkan tetapi diabaikan karena kesadaran tidak
memperhatikan pengalaman itu atau diingkari karena tidak konsisten
dengan struktur self.
12. Umumnya tingkah laku konsisten dengan konsep self. Kalau premis ini
benar, maka cara yang dilakukan untuk mengubah tingkah laku adalah
mengubah konsep self, sebagaimana dilakukan Rogers dalam terapinya.
13. Tingkah laku yang didorong oleh kebutuhan organis yang tidak
dilambangkan, bisa tidak konsisten dengan self. Tingkah laku smecam
itu biasanya dilakukan untuk memelihara gambaran diri (self-image), dan
tidak diakui sebagai milik/bagian dari dirinya.
14. Salah suai psikologis (Psychological maladjusment) akibat adanya
tension, terjadi apabila organisme menolak menyadari pengalaman
sensorik yang tidak dapat disimbolkan dan disusun dalam kesatuan
struktur-selfnya.

7
15. Penyesuaian psikologis (Psychological adjusment) terjadi apabila
organisme dapat menampung/mengatur semua pengalaman sensorik
sedemikian rupa dalam hubungan yang harmonis dalam konsep diri.
16. Setiap pengalama yang tidak sesuai dengan struktur self akan diamati
sebagai ancaman (threat). Semakin kuat/rigid struktur selfnya, maka
semakin banyak pengalaman yang dianggap ancaman karena tidak sesuai
dengannya, sehingga semakin kuat pula sikap mempertahankan diri
dengan menolak pengalaman masuk kekesadaran. Semakin sering ini
dipakai, self menjadi tidak saling suai (incongruence): kehilangan
hubungan dengan pengalaman nyata. Pertentangan antara self dan realita
semakin meningkatkan ketegangan psikologik yang menimbulkan
salahsuai.
17. Dalam kondisi tertentu, khususnya dalam kondisi bebas dari ancaman
terhadap struktur self (suasana terapi berpusat klien), pengalaman-
pengalaman yang tidak konsisten dengan self dapat diamati dan diuji
(dicari konsisitensinya dengan self), dan struktur self direvisi untuk dapat
mengasimilasi pengalaman-pengalaman itu.
18. Apabila organisme mengamati dan menerima semua pengalaman
sensoriknya ke dalam sistem integral dan konsisten, maka dia akan lebih
mengerti dan menerima orang lain sebagai individu yang berbeda. Orang
yang defensif dan mengingkari perasaannya sendiri cenderung iri dan
benci kepada orang lain; yang merusak hubungan sosialnya.
19. Semakin banyak individu mengamati dan menerima pengalaman
sensorik ke dalam stuktur selfnya, kemungkinan terjadi introjeksi/revisi
nilai-nilai semakin besar. Ini berarti terjadi proses penilaian yang
berlanjut terus menerus (continuing valuing process) terhadap sistem
struktur self. Struktur nilai yang membuat hubungan dengan lingkungan
secara tetap kaku tidak efektif. Sebaliknya struktur yang fleksibel akan
mempermudah adjusment. Evaluasi dan perubahan nilai ini tidak akan
menimbulkan anarki sosial, karena didasarkan pada kebutuhan yang
sama, yakni kebutuhan untuk diterima dan diakui orang lain.

8
2.2 Struktur Kepribadian

Organism

Pengertian organism mencakup 3 hal :

a. Makhluk hidup: organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik


dan psikologiknya. Organism adalah tempat semua pengalaman, segala
sesuatu secara potensial terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni
persepsi seseorang mengenai event yang terjadi didalam diri dan dunia
ekternal.
b. Realitas subyektif: organisme menanggapi dunia seperti yang diamati
atau dialaminya. Realita adalah medan persepsi yang sifatnya subjektif,
bukan fakta benar salah. Realita subyektif semacam itulah yang
menentukan/membentuk tingkah laku.
c. Holisme: organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubhaan
pada saat bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan
memiliki makna pribadi dan bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi,
mempertahankan, dan mengembangkan diri.

Medan Fenomena (Phenomenal Field)

Keseluruhan pengalaman itu, baik yang internal maupun eksternal,


disadari maupun tidak disadari dinamakan medan fenomena. Mean fenomena
adalah seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnyaa didunia,
sebagaimana persepsi subjektifnya. Beberapa deskripsi berikut menjelaskan
pengertian medan fenomena :

1. Meliputi pengalaman internal (persepsi mengenai diri sendiri) dan


pengalaman eksternal (persepsi mengenai dunia luar).
2. Meliputi pengalaman yang: disimbolkan (diamati dan disusun daam
kaitannya dengan diri sendiri), disimbolkan tetapi diingkari/dikaburkan
(karena tidak konsisten dengan struktur dirinya), dan tidak disimbolkan
atau diabaikan (karena diamati tidak mempunyai hubungan dengan
struktur diri). Pengalaman yang diingkari dan diabaikan tidak disadari.

9
3. Semua persepsi bersifat subjektif, benar bagi dirinya sendiri.
4. Medan fenomena seseorang tidak dapat diketahui oleh orang lain kecuali
melalui inferensi empatik,itupun pengetahuan yang diperoleh tidak bakal
sempurna.

Self

Konsep pokok dari teori kepribadian Rigers adalah self, sehingga dapat
dikatakan self merupakan satu-satunya struktur kepribadian sebenarnya.
Beberapa penjelasan menegnai self dapat disimpulkan dari 19 rumusan
Rogers :

1. Self terbentuk melalui diferensiasi medan fenomena.


2. Self juga terbentuk melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu dan dari
distorsi pengalaman.
3. Self bersifat integral dan konsisten.
4. Pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur self dianggap sebagai
ancaman.
5. Self dapat berubah sebagai akibat kematangan biologis dan belajar.

Jadi konsep self itu mungkin kumpulan dari perangkat-perangkat


persepsi yang menggambarkan berbagai peran, misalnya diri sebagai ayah,
suami, siswa, pekerja, mandor, atlet, musisi, dan artis sekaligus.

Tanpa kesadaran, struktur-self dan self ideal tidak pernah ada. Rogers
membatasi kesadaran sebagai “represensi simbolik dari bagian-bagian
pengalaman” bisa dalam ujud simbol verbal atau simbol-simbol lainnya.

2.3 Dinamika Kepribadian

Penerimaan Positif (Positive Regard)

Bayi mengembangkan konsep self dengan membedakan dan kemudian


menginternalisasi pengalaman eksternal yang memuaskan aktualisasi diri
bawaannya. Pengalaman ini dinilai apakah dapat memberi kepuasan atau
tidak, mula-mula secara fisik, namun kemudian berkembang menjadi

10
kepuasan emosional dan sosial. Akhirnya konsep self itu mencangkup
gambaran siapa dirinya, siapa seharusnya dirinya, dan siapa kemungkinan
dirinya. Kesadaran memiliki konsep diri kemudian mengembangkan
penerimaan positif. Penerimaan positif dari ibu akan memuasankan bayi,
sebaliknya tanpa penerimaan positif itu bayi menjadi frustasi dan menarik
diri. Penerimaan positif yang dibutuhkan bayi bukan sikap positif ibu
terhadap bayi yang bertingkahlaku manis (seperti yang dikehendaki ibu),
tetapi penerimaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard) : cinta
tanpa syarat, menerima bayi dan tingkahlakunya (yang dikehendaki atau tidak
dikehendaki) sebagai pribadi yang utuh.

Perkembangan pengalaman menempatkan regard positif timbal balik.


Ketika regard positif itu diinternalisasi, orang dapat memperoleh kepuasan
dari menerima dirinya sendiri, atau menerima diri positif. Konsep penerimaan
positif dari Rogers ini pada hakekatnya bertentangan dengan konsep super-
ego dari freud. Prinsip super-ego adalah konsensia (baik-buruk) dan ego ideal
(performansi terbaik), yang menghadiahi dan menerima tingkahlaku yang
memenuhi syarat “baik” dan menghukum atau menolak tingkahlaku yang
“buruk,” sehingga disebut penerimaan positif bersyarat (conditional positive
regard) atau syarat kebaikan (conditions of worth). Mendidik anak dengan
pendekatan penerimaan positif bersyarat adalah menegmbangkan super ego,
yang berarti memaksa anak menginternalisasi norma orang tuanya, dimana
hanya berarti memaksa anak dapat menyesuaikan diri dengan norma itu dia
akan merasa berharga. Anak terpasa menghambat perkembangan berbagai
potensinya (yang tidak sesuai dengan norma orang tuanya), mereka menjadi
tidak boleh bebas dan terhambat dalam mengembangkan aktualisasi dirinya.

Konsistensi dan Salingsuai Self (Self Consistency dan Congruence)

Menurut Rogers, organisme berfungsi untuk memelihara konsistensi


(kaejegan=keadaan tanpa konflik) dari persepsi diri, dan kongruen
(salingsuai) antara persepi self dengan pengalaman. Apabila ada deskrepansi
antara struktur self dengan pengalaman aktual, orang akan merasa

11
inkongruen. Misalnya, orang yang memandang dirinya cerdas mengalami
event diri kelihatan bodoh. Akibat dari diskrepansi dan inkongruen itu adalah:

1. Individu menyadari dan mengizinkan pengalaman itu masuk


kekesadaran. Keadaan tak-salingsuai atau inkongruen itu akan
menimbulkan ketegangan dan kebingungan.
2. Individu yang tidak menyadari keadaan inkongruen-nya, dia
rentanmengalami anxienty akibat inkongruen itu.
3. Individu tidak mengizinkan pengalaman masuk ke kesadaran. Individu
juga mengalami kecemasan masuknya diskrepansi ke kesadaran.
4. Individu berusaha mempertahankan konsep sel-nya denga pertahanan
(defense); mengaburkan makna asli suatu pengalaman (distorrion) atau
mengingkari pengalaman yang pernah masuk ke kesadaran (denia)

Aktualisasi Diri (Self Actualization)

1. Pemeliharaan (maintenance): kebutuhan yang timbul dalam rangka


memuaskan kebutuhan dasar seperti makanan, udara, dan
keamanan,serta kecenderungan untuk menolak perubahan dan
mempertahankan keadaan sekarang. Pemeliharaan bersifat konservatif,
dalam bentuk keinginan untuk mempertahankan konsep diri yang dirasa
nyaman. Orang melawan ide baru, mengaburkan pengalaman yang tidak
sesuai dengan self, karena takut dengan perkembangan dan perubahan
akan menimbulkan bahaya yang menyakitkan.
2. Peningkatan diri (enhancement): walaupun ada keinginan yang kuat
untuk mempertahankan keadaan tetap seperti apa adanya (status quo),
orang tetap ingin belajar dan berubah. Kebutuhan untuk menjadi lebih,
untuk berkembang, dan untuk mencapai tujuan dinamakan kebutuhan
peningkatan diri. Kebeutuhan peningkatan diri, diekspresikan dalam
berbagai bentuk, termasuk: rasa ingin tau, kegembiraan, eksplorasi diri,
kemasakan, dan persahabatan.
3. Penerimaan positif dari orang lain (positive regard of others): ketika
kesadaran self muncul, bayi mulai mengembangkan kebutuhan untuk

12
dicintai, atau diterima oleh orang lain disekitarnya. Kebutuhan untuk
diterima-positif ada pada semua manusia, dan tepat menjadi motivasi
yang kuat sepanjang hayat. Orang menilai tinggi pengalaman-
pengalamanyang memuaskan kebutuhan penerimaan-positif. Bahkan
nilai penerimaan positif itu jauh lebih kuat dibanding kepuasan yang
dapat diperoleh dari pemenuhan kebutuhan organismik. Misalnya, anak
yang kuat dengan anjing besar (dorongan keamanan organismik),
diperintahkan ayahnya, “tunjukkan kepada saya berani kamu, ayo maju
dan sentuh anjing itu.” Anak kemungkinan besar akan mengesampingkan
rasa takutnya dalam rangka memperoleh pujian Ayahnya (penerima-
positif).
4. Penerimaan positif dari diri sendiri (self regard) : bersama dengan
berkembangnya penerimaan positif dari orang lain, anak juga
mengembangkan penerimaan positif dari diri sendiri. Penerimaan ini
merupakan akibat dari pengalaman kepuasan/frustasi dari kebutuhan
penerimaan-positif dari orang lain. Pada contoh anak dan anjing diatas,
ketika anak menerima pujian dari ayah untuk tingkahlakunya yang
berani, kalau anak itu tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh orang
tuanya, dia akan mengembangkan penerimaan-diri-negatif. Sebaliknya
kalau anak menerima dirinya sendiri terbebas dari sikap ayahnya kepada
dirinya, dia akan menerima dirinya secara positif. Menurut Rogers,
penerimaan diri positif mencakup perasaan kepercayaan diri dan
keberhargaan diri.

Pada mulanya, kebutuhan penerimaan diri tergantung kepada persepsi


bawaan orang lain, (khususnya orang tua) memperhatikan, mengasihi,
menghadiahi, atau menilai tinggi dirinya. Kalau orang itu merasa dirinya
dicintai atau disenangi orang lain, maka kebutuhan diterima positif orang lain
dapat terpenuhi. Orang mengemmbangkan perasan diri penting dalam
lingkup sosialnya. Konsep ini mirip dengan hirarki Malow, bahwa orang

13
harus memuaskan kebutuhan dicintai orang lain, baru kemudian memuaskan
kebutuhan esteem (harga diri).

Aktualisasi diri berlangsung mengikuti apa yang digariskan keturunan.


Ketika organisme itu masak, dia menjadi semakin berada dengan orang lain,
semakin luas, otonom, dan tersosialisasi. Rogers menganggap pendekatan
analitik terhadap drive/motive yang memandang motiv lapar, seks, rasa aman,
hubungan sosial, bekerja sendiri-sendiri, masing-masing sebagai penentu
tingkahlaku yang khas, tidak ada untungnya, bahkan menghalangi pandangan
integral terhadap tingkahlaku manusia. Kecenderungan aktualisasi
merupakan sumber tunggal enerji kehidupan. Secara alami kecenderungan
aktualisasi itu akan menunukkan diri melalui rentangan luas tingkahlaku,
yakni:

1. Tingkah laku yang berakar pada proses fisiologik, termasuk kebutuhan


dasar (air, makan, udara), kebutuhan mengembangkan dan memerinci
fungsi tubuh serta regenerasi.
2. Tingkah laku yang berkaitan dengan motivasi psikologik untuk menjadi
diri-sendiri, proses aktif untuk menjadi sesuatu, bermain-mencipta-
memulai-mengeksplorasi-menghasilkan perubahan lingkungan,
menggerakkan organisme kearah perluasan otonomi dan self-
supfficiency.
3. Tingkahlaku yang tidak meredakan tegangan tetapi justru meningkatkan
tegangan, yakni tingkahlaku yang motivasinya untuk berkembang dan
menjadi lebih baik; tingkah laku yang dikendalikan oleh proses
pertumbuhan merealisasi semua potensi dan kapasitas yang dimiliki.

Tingkah laku yang membuat orang bisa lebih berfungsi misalnya :

Memperoleh skor tinggi mendapat promosi jabatan

Berjuang untuk independen membantu penderita AIDS

Belajar berjalan (anak) petenis latihan serve

14
Profesor menerbitkan buku pegolf latihan putting

Pada dasarnya Rogers mengasumsikan bahwa adanya peluang di


semua tingkah laku manusia yang diarahkan atau bertujuan meningkatkan
kompetensinya, yang berarti mengaktualisaikan dirinya. Pengalaman
tingkahlaku yang meningkat dan mengembangkan self dinilai positif,
sebaliknya pengalaman yang menghalangi aktualisasia dinilai negatif.
Aktualisasi diri merupakan tujuan ideal, dimana tidak sorangpun mampu
mencapai aktualisasi potensinya secara tuntas. Rogers percaya, tidak ada
seorangpun yang dapat mencapai aktualisasi diri penuh sehingga tidak
membutuhkan motivasi lagi. Menurutnya, akan selalu ada bakat yang harus
dikembangkan, keterampilan yang harus dikuasai, atau dorongan biologik
yang dapat lebih dipuaskan secara lebih efisien.

2.4 Perkembangan Kepribadian

Rogers tidak membahas teori pertumbuhan dan perkembangan, dan


tidak melakuakan riset jangka panjang yang mempelajari hubungan anak
dengan orang tuanya. Namun dia yakin adanya kekuatan tumbuh pada semua
orang yang secara alami mendorong proses organisme menjadi semakin
kompleks, ekspansi, otonom, sosial, dan secara keseluruhan seakin
aktualisasi diri.

Pribadi yang Berfugsi Utuh (Fullly Functioning Person)

Menurut Roger tujuan hidup adalah untuk mencapai aktualisasi diri,


atau memiliki ciri-ciri kepribadiaan yang membuat kehidupan semakin
menjadi sebaik-baiknya (good life).

Berfungsi utuh adalah istilah yang dipakai Rogers untuk


mengambarkan indvidu yang memakai kapasitas dan bakatnya, merealisasi
potensinya, dan bergera menuju pemahaman yang lengkap mengenai dirinya
sendiri dan seluruh rentang pengalamanya. Rogers merinci 5 ciri kepribadiaan
orang yang berfungsi sepenuhnya, sebagai berikut:

15
1. Terbuka untuk mengalami (Openess to experience): adalah kebalikan
dari sifat bertahanya (defensiveness) . orang yang terbuka untuk
mengalami mampu mendengar dirinya sendiri, merasakan mendalam
pengalaman viscarel, sensori, emosional, dan kognitif dalam dirinya
tanpa merasa terancam.
2. Hidup menjadi (Existential living): kecendrungan untuk hidup
seepenuhnya dan seberisi mungkin pada setiap eksistensi. Setiap
pengalam dipandang baru dan unik berada denga yang pernah terjadi,
berkembang tanpa diawali perasangka dari harapan sebelumnya
3. Keyakinan organismik (Organismic trusting): Orang mengambil
keputusan berdasarkan pengalaman organismiknya sendiri,
mengerjakan apa yang “didasarinya benar” sebagai bukti kompoten dan
keyakinan untuk mengarahkan tingkahlaku yang memuaskan.
4. Pengalaman kebebasan (Experiantal freedom): Pengalaman hidup
bebas dengan cara yang diinginkan/dipilih sendiri, tanpa perasaan
tertekan atau terhambat. Organisme mempunyai pilihan bebas, apa
yang terjadi pada orgamisme itu tergantung kepada dirinya sendiri.
5. Kreativitas (Creativity): Merupakan kemasakan psikologi yang
optimsl. Orang dengan good life berkemungkinan untuk memunculkan
produktif kreatif (idea, project, action) dan hidup kretif.

Perkembangan Psikopatologi

Menurut Rogers, orang maladjusmen sepertinya tidak sadar dengan


perasaan yang mereka ekspresikan (yang ditangakap jelas oleh orang luar).
Mereka juga tidak sadar dengan pernyataan yang bertentangan dengan
selfnya dan berusaha menolak ekspresi yang dapat mengungkapkan hal itu.
Hubungan akrab dipandang sebagai ancaman, dan keterlibatan dengan orang
lain dihindari.

a. Tak Saling Suai (Incongruence)


Orang secara psikologik sangat sehat pun secara tetap dihadapkan
dengan pengalaman yang mengancam konsep dirinya yang memaksa

16
untuk mendistoris atau mengingkari pengalamannya. Jadi, siapapun
memiliki pertahanan untuk menangani kecemasan ringan denga cara
bertingkah laku yang dapat menguangi kecamasan.

b. Kecemasan dan Ancaman

Jika vulnerabilita mucul akibat dari orang tidak menyadari ketidak


kesesuaian dalam diri-selfnya, kecemasan dan ancaman muncul akibat dari
orang yang sangat sadar dengan ketidak sesuaian. Sedikit saja orang
menyadari bahwa perbedaan antara pengalaman organismik antara konsep
diri yang tidak muncul kesadaraan, telah membuatnya merasakan
kecemasan. Rogers mendefinisikan kecemasan sebagai “keadaan
ketidaknyamanan atau ketegangan yang sebabnya tidak diketahui”.

c. Tingkah laku Bertahan (Defensiveness)

Deskripsinya mirip dengan mekanisme pertahanan diri dari Freud.


Rogers hanya mengklasifikasikan dua tingkahlaku bertahan, yakni
distordsi dan denial (distortion dan denial).

1. Distorsi: pengalam diiterprestasiakan secara salah satu dalam rangka


menyesuaikan dengan aspek yang ada didalam konsep self. Distorsi
dapat menimbulakan bermacam disfense dan tingkahlaku salah suai.
2. Denial: orang menolak menyadari suatu pengalam, atau paling tidak
menghalangi beberapa bagian dari pengalaman untuk disimbolisasi.
Pengingkaran itu dilakukan terhadap pengalaman yang tidak kogren
dengan konsep diri.
d. Disorganisasi

Disorganisasi kepribadiaan dapat terjadi mendadak atau brangsur-


angsur, namun sumbernya sama, yakni defense yang tidak dapat
dioperasikan, dan struktur self yang pecah. Jadi, tingakh laku disorganisasi
adalah akibat dari ketidak kongruen antar self dengan pengalaman. Namun

17
disorganisasi kepribadiaan itu dapat disembuhkan/dikoreksi denga terapi
yang menberinya penerimaan positif tanpa syarat.

2.5 Aplikasi

Teknik Riset

Rigers menjadi pelopor riset ilmiah dalam konseling dan psikoterapi.


Pendekatan yang dipakainya, content analysis, rating scale, dan Q-
techniques.analis isi (content analysis) yaitu prosedur menganalisis
verbalisasi klien (merekam, mengklasifikasi, menghitung pernyataan klien)
unruk menguji berbagai hipotesis atau proposisi mengenai hakekat
kepribadian, atau meneliti perubahan konsep diri yang terjadi dalam terapi.
Rating dilakukan oleh klien secara bebas menurut apa yang dirasakannya. Q-
techniques adalah model asesmen untuk meneliti pandangan orang mengenai
dirinya sendiri. Q-sprt atau Q techniques adalah self rating, sehingga mungkin
sekali timbul defensiveness; usaha tampil yang dapat diterima, yang baik,
dimata dirinya sendiri dan orang lain.

Psikoterapi

Roger menamakan teknik terapinya : Terapi berpusat pada klien. Terapi


ini dikemukakan dalam paparan yang sederhana, namun dalam praktik sulit
diaplikasikan. Secara singkat, pendekatan berpusat klien berpendapat, agar
orang yang rentan dan cemas dapat mengembangkan jiwanya, mereka harus
mengadakan kontak dengan terapis yang kongruen, dan dapat diciptakan
suasana enerimaan tanpa syarat dan empati yang akurat. Namun di sinilah
letak kesulitannya, konselor yang kongruen, menerima –positif tanpa syarat,
dan pemahaman empatik tidak mudah ditemukan.

Konseling berpusat klien dapat dideskripsikan dalam bentuk jika-maka:


jika kondisi terapis kongruen, menerima positif tanpa syarat-dan empati dapat
diciptakan, maka proses terapi akan berjalan lancar. Jika proses terapi
berjalan lancar, maka dapat diharapkan hasilnya dapat mengembangkan klien

18
ke arah yang dikehendaki. Jadi, terapi Rogers dapat dijelaskan melalui 3
faktor : kondisi, proses, dan hasil.

Kondisi

Menurut Rogers, agar proses teraputik dapat berlangsung, dibutuhkan


3 kondisi yang harus ada dalam bentuk yang memenuhi syarat:

1. Klien yang mengalami kecemasan atau kerentanan memiliki motivasi


mendatangi terapi untuk mencari bantuan.
2. Terapis dapat menunjukkan kepada klien bahwa konsep dirinya
kongruen, menerima positif klien tanpa syarat, dan bersikap empatik.
Klien harus dpat menangkap0mempersepsi karakteristik-karakteristik
terapi (kongruen, menerima positif tanpa syarat, empatik) yang ditujukan
kepadanya.
3. Kontak antara klien dengan terapis dalam suasana kongruen, penerimaan
positif tanpa syarat, dan empatis itu berlangsung dalam waktu yang
panjang.

Dua kondisi, yakni kondisi 1 dan 3 (motivasi klien untuk mendapatkan


bantuan dan waktu terapi yang panjang) pada dasarnya merupakan syarat dari
semua pendekatan terapi. Kondisi 2 (konselor yang kongruen, menerima
positif tanpa syarat, empatik) menjadi kondisi yang unnik dan revolusioner
dari terapi berpusat klien.

Proses

Rogers menemukan beberapa karakteristik proses teraputiknya. Proses


perbaikan kepribadian dapat diletakkan dalam suatu kontinum dari sangat
defensif menjadi sangat integratif, yang dibagi dalam tujuh tahapan :

1. Tahap pertama: klien tidak mau mengkomunikasikan dirinya.


2. Tahap kedua: sikap kakunya berkurang, mereka membahas kejadian-
kejadian ekternal dan orang lain, tetapi masih belum menyadari perasaan-
perasaannya sendiri.

19
3. Tahap ketiga: klien semakin bebas membicarakan dirinya sendiri, masih
sebagai obyek.
4. Tahap keempat: klien mau bicara tentang perasaannya secara mendalam
tetapi bukan perasaannya sekarang.
5. Tahap kelima: klien mulai mengalami perubahan oertumbuhan yang
penting.
6. Tahap keenam: ditandai dengan pertumbuhan yang dramatis.
7. Tahap ketujuh: terjadi diluar suasana teraputik, klien mencapai fungsi
seutuhnya.

Hasil

Jika proses perubahan terputik bisa berlangsung, hasil-hasil yang dapat


diamati bisa diharapkan. Tentu tidak semua bisa mencapai hasil yang optmal,
karena masalah yang dihadapi klien sangat bervariasi dalam jenis
masalahnya, tingkat keparahan masalah, dantingkat kerumitan atau
kompleksitas masalah. Rogers mengemukan terapi yag berhasil akan
menggerakan klien untuk berubah menjadi :

1. semakin kongruen
2. semakin kurang defensif
3. menjadi semakin terbuka untuk mengalami
4. semakin realitistis dalam memandang dunia
5. mengembangkan penerimaan diri positif
6. mengurangi jarak antara self-ideal dengan self-nyata
7. semakin tidak rentan dengan ancaman
8. semakin hilang kecemasaanya
9. berusaha memiliki pengalamannya sendiri
10. menjadi semakin bisa meneria orang lain.
11. menjadi semakin kongruen dalam berhubungan dengan orang lain.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam teori Rogers yang berpusat pada pribadi ini, dibahas bahwa
individu dapat dipahami melalui bagaimana pandangan diri sendiri terhadap
realita dan subjektif. Menuurut Regers manusia memiliki kemampuan untuk
menentukan dan memilih nasibnya sendiri, menyesuaikan dengan konsep diri
yang dimiliki berdasarkan pengalaman-pengalaman yang didapatkannya
dalam proses perkembangan kepribadiannya.

3.2 Saran

Dengan selesainya penulisan makalah ini, maka kelompok kami


mengharapkan kepada pembaca sekiranya menemukan kesalahan pada
makalah ini untuk memperbaikinya. Kelompok kami bukanlah seseorang
yang sempurna yang tidak lepas dari sifat kekeliruan maupun kesalahan dan
jika ada sesuatu yang biasa dijadikan bahan kajian oleh pembaca makalah ini
maka kelompok kami akan merasa termotivasi.

Saran dan kritik dari pembaca makalah ini yang sifatnya


membangun semangat kelompok kami akan selalu ditunggu oleh para
pembaca.

21
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol, Edisi Revisi 2014. Psikologi Kepribadian. Jakarta 2004

Feist Jess, Feist Gregory J. 2012. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika

Pervin, Lawrence A, Daniel Cervone dan Oliver P. John. 2012. Psikologi


Kepribadian Teori & Penelitian. Jakarta: Kencana

22

Anda mungkin juga menyukai