Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ATRIBUSI PERSONAL DAN

PENGALAMAN PERILAKU AGRESI

Di susun oleh :

Kelompok 11
1. Firdayanti
2. Nur Asima
3. Erwin Ariwin

PRODI PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas

berkat rahmat dan hidyahnya kelompok kami dapat menyelesaikan

makalah ini dengan waktu yang telah ditentukan, adapun tujuan kami

membuat makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas kuliah pada Mata

kuliah Psikoogi Pendidikan. Tak lupa pula kami mengucapkan banyak

terimah kasih kepada pihak-pihak yang mendukung kami dalam

proses penyusunan makalah ini.

Dalam hal ini kami sadar bahwa setiap manusia tak ada

yang sempurnah dan tak luput dari kesalahan, dengan ini kami

memohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan kalimat, dan

berharap kritik atau saran dari pembaca untuk menyempurnahkan

makalah kami.

Makassar, 4 Oktober 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................. 2

Daftar isi....................................................................................................... 3

BAB I Pendahuluan...................................................................................... 4

A. Latar belakang.................................................................................. 4

B. Rumusan masalah............................................................................ 5

C. Tujuan.............................................................................................. 5

D. Manfaat............................................................................................ 5

BAB II Pembahasan.................................................................................... 6

A. Pengertian Atribusi secara umum.................................................... 6

B. Pengertian prilaku agresi................................................................. 7

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku agresi............................ 8

D. Cara mengatasi prilaku agresi.......................................................... 17

BAB III....................................................................................... 20

A. Kesimpulan...................................................................................... 20

B. Saran ............................................................................................... 20

Daftar Pustaka.............................................................................................. 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Atribusi adalah memperkirakan apa yang menyebabkan orang lain itu


berperilaku tertentu. Attribution theory (teori sifat,) merupakan posisi tanpa
perlu disadari pada saat melakukan sesuatu menyebabkan orang-orang yang
sedang menjalani sejumlah tes bisa memastikan apakah perkataan-perkataan
dan perbuatan-perbuatan orang lain dapat merefleksikan sifat-sifat karakteristik
yang tersembunyi dalam dirinya, atau hanya berupa reaksi-reaksi yang
dipaksakan terhadap situasi tertentu.
Kata psikologi berasal dari bahasa Yunani Purba, yaitu dari kata Psyche
(jiwa) dan logos (kajian mengenai sesuatu). Jadi kata psikologi bisa diartikan
sebagai suatu kajian mengenai sesuatu yang memberikan kesan kepada jiwa
seseorang. Atau dapat juga dikatakan bahwa psikologi merupakan studi tentang
tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan
sistematika dan metode ilmiah, sehingga teorinya itu lebih objektif. Tingkah
laku yang totalitas sesuai dengan aspek kejiwaan individu itu dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu faktor interen maupun eksteren sehingga seseorang
tersebut memiliki sebuah kepribadian, karakteristik, sifat ataupun watak.
Tindakan sosial merupakan perilaku suatu individu yang terjadi di dalam
suatu masyarakat dimana dalam psikologi sering disebut dengan pendekatan
behavioristic, karena fokus utamanya itu bahwa setiap perilaku manusia itu
sebagai hasil interaksi memiliki orientasi tertentu, sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh para pelaku tindakan tersebut.
Dalam bertindak, manusia pasti berfokus atas gagasan tentang apa yang
dipikirkan dan diyakini kebenarannya sehingga manusia harus mencari sebuah
kendali untuk itu. Dalam dunia sosial banyak manusia yang pengontrolan
terhadap dirinya sendiri masih sangat kurang apalagi ketika dihadapkan pada
suatu masalah sehingga perilaku-perilaku yang kurang baik atau mungkin aneh.

4
Perilaku tersebut dikenal dengan perilaku agresi, yaitu suatu perilaku seseorang
dengan merusak suatu benda ataupun menyakiti fisik atau perasaan orang lain.
Contoh perilaku agresi adalah tindakan bully di sekolah ataupun di kampus,
kekerasan dalam rumah tangga, dll.
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, dalam makalah ini penulis
membahas mengenai perilaku agresi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah


sebagai berikut:
1. Apa pengertian atribusi secara umum?
2. Apa pengertian agresi?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi agresi?
4. Bagaimana cara mengatasi perilaku agresi?

C. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Memaparkan pengertian atribusi
2. Memaparkan pengertian agresi dari berbagai sumber
3. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi agresi
4. Menjelaskan cara mengatasi perilaku agresi

D. Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk memperluas pengetahuan


pembaca mengenai perilaku agresi sehingga bisa mencegah ataupun
mengurangi perilaku agresi itu sendiri.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Atribusi Secara Umum

Atribusi adalah memperkirakan apa yang menyebabkan orang lain itu


berperilaku tertentu. Attribution theory (teori sifat,) merupakan posisi tanpa
perlu disadari pada saat melakukan sesuatu menyebabkan orang-orang yang
sedang menjalani sejumlah tes bisa memastikan apakah perkataan-perkataan
dan perbuatan-perbuatan orang lain dapat merefleksikan sifat-sifat karakteristik
yang tersembunyi dalam dirinya, atau hanya berupa reaksi-reaksi yang
dipaksakan terhadap situasi tertentu.
Beberapa buku mengatakan, bahwa atribusi adalah kesimpulan atau atau
inferensi yang di ambil orang tentang apa yang menjadi penyebab suatu
kejadian dan perilaku diri sendiri maupun orang lain. Atribusi penting untuk di
pelajari dalam psikologi sosial karena hal ini dapat menerangkan pada kita
bagaimana orang menjelaskan suatu perilaku. Dengan mempelajari atribusi,
kita juga dapat melihat kebiasaan-kebiasaan yang terjadi ketika seseorang
menjelaskan perilaku orang lain, yang kemudian, pada gilirannya,
mempengaruhi perilaku mereka sendiri.
Atribusi juga dapat diartikan dengan upaya kita untuk memahami penyebab
dibalik perilaku orang lain, dan dalam beberapa kasus juga penyebab perilaku
kita sendiri. Untuk mengetahui tentang orang-orang yang ada di sekitar kita
dapat melalui beberapa macam cara:
1. Melihat apa yang tampak (fisik). Misalnya cara berpakaian, cara penampilan
diri.
2. Menanyakan langsung kepada yang bersangkutan, misalnya tentang
pemikiran, tentang motif.
3. Dari perilaku yang bersangkutan. Hal ini merupakan sumber yang penting.

6
Proses atribusi telah menarik perhatian para pakar psikologi sosial
dan telah menjadi objek penelitian yang cukup intensif dalam beberapa
dekade terakhir. Cikal bakal teori atribusi berkembang dari tulisan Fritz
Heider (1958) yang berjudul “Psychology of Interpersonal relations).
Dalam tulisan tersebut Heider menggambarkan apa yang disebutnya
“native theory of action”, yaitu kerangka kerja konseptual yang digunakan
orang untuk menafsirkan, menjelaskan, dan meramalkan tingkah laku
seseorang. Dalam kerangka kerja ini, konsep intensional (seperti
keyakinan, hasrat, niat, keinginan untuk mencoba dan tujuan) memainkan
peran penting.

B. Pengertian Perilaku Agresi

Pengertian agresi dari beberapa sumber, diantaranya:


1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agresi adalah perasaan marah atau
tindakan kasar akibat kekecewaan atau kegagalan dalam mencapai pemuasan
atau tujuan yang dapat diarahkan kepada orang atau benda; perbuatan
bermusuhan yang bersifat penyerangan fisik ataupun psikis terhadap pihak lain.
2. Menurut Wikipedia Indonesia (2013): Dalam psikologi dan ilmu sosial
lainnya, pengertian agresi merujuk pada perilaku yang dimaksudkan untuk
membuat objeknya mengalami bahaya atau kesakitan
3. Pengertian agresi menurut beberapa ahli, diantaranya adalah:
a. Buss mengemukakan bahwa agresi adalah suatu perilaku yang dilakukan untuk
menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu, objek-objek
yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik secara fisik atau verbal dan
langsung atau tidak langsung.
b. Atkinson mengemukakan bahwa agresi adalah perilaku yang dimaksudkan
untuk melukai orang lain atau merusak harta benda.
c. Goble mengemukakan bahwa agresi adalah suatu reaksi terhadap frustrasi atau
ketidakmampuan memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis dasar dan
bukan naluri.

7
d. Baron dan Bryne mengemukakan bahwa agresi sebagai suatu bentuk perilaku
yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak
menginginkan datangnya perilaku tersebut.
e. David O. Sars mengemukakan bahwa agresi adalah setiap perilaku yang
bertujuan menyakiti orang lain, dapat juga ditujukan kepada perasaan ingin
menyakiti orang lain dalam diri seseorang.
f. Murry mengemukakan bahwa agresi adalah cara untuk melawan dengan sangat
kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain.

Dari beberapa pendapat para tokoh diatas bahwa perilaku agresi dapat
dicondongkan pada 4 sandaran pokok, yakni:
1. Agresi merupakan perilaku. Dimana segala aspek perilaku itu juga terdapat di
dalam agresi, terutama emosi.
2. Adanya unsur kesengajaan.
3. Sasaran utamanya adalah manusia
4. Bertujuan untuk menyakiti dan menghancurkan orang lain

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa agresi


adalah suatu tindakan secara sadar yang dilakukan oleh seseorang dengan
merusak suatu benda ataupun merugikan orang lain dengan cara menyakiti atau
membahayakan orang tersebut baik secara fisik maupun psikologi.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresi

Banyak teori agresi yang mengatakan sebab utama yang menyebabkan


munculnya perilaku agresi adalah frustrasi (Hanurawan,2005). Dijelaskan di
sini, perilaku agresif muncul karena terhalangnya seseorang dalam mencapai
tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu.
Watson, Kulik dan Brown (dalam Soedardjo dan Helmi,1998) lebih jauh
menyatakan bahwa frustrasi yang muncul disebabkan adanya faktor dari luar
yang begitu kuat menekan sehingga muncul perilaku agresi. Bandura (dalam
Baron dan Byrne. 1994) menyatakan bahwa perilaku agresi merupakan hasil
dari proses belajar sosial melalui pengamatan terhadap dunia sosial.

8
Media, baik cetak maupun elektronika tidak kalah penting dalam
mendukung terbentuknya perilaku agresi. Media yang menyuguhkan adegan
kekerasan seperti Smack Down, UFC atau sejenisnya. Tayangan ini akan
menimbulkan rangsangan dan memungkinkan individu yang melihatnya,
terlebih mereka yang berusia muda, meniru model kekerasan seperti itu.
Situasi yang setiap hari menampilkan kekerasan yang beraneka ragam
sedikit demi sedikit akan memberikan penguatan bahwa hal itu merupakan hal
yang menyenangkan atau hal yang biasa dilakukan (Davidof,1991). Dengan
menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadilah proses belajar dari model
yang melakukan kekerasan sehingga akan memunculkan perilaku agresi. Bila
perilaku seseorang membuat orang lain marah dan kemarahan itu mempunyai
intensitas yang tinggi, maka hal itu merupakan bibit munculnya tidak hanya
perilaku agresi pada dirinya namun juga perilaku agresi orang lain.
Ada penularan perilaku (Fisher dalam Sarlito,1992) yang disebabkan
seringnya seseorang melihat tayangan perilaku agresi melalui televisi atau
membaca surat kabar yang memuat hasil perilaku agresi, seperti pembunuhan,
tawuran masal, dan penganiayaan.
Zainun Mu’tadin, S.Psi., M.Si. http://www.e-
psikologi.com/remaja/100602.html menyebutkan beberapa faktor penyebab
perilaku agresi, sebagai berikut:
1. Amarah

Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas sistem saraf


parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat
yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah
atau mungkin juga tidak (Davidoff, Psikologi suatu pengantar 1991). Pada saat
marah, ada 3 perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau
melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal-hal
tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresi.
Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya agresi adalah suatu
respon terhadap marah. Kekecewaan, sakit fisik, penghinaan, atau ancaman
sering memancing amarah dan akhirnya memancing agresi. Ejekan, hinaan dan

9
ancaman merupakan pancingan yang jitu terhadap amarah yang akan
mengarah pada agresi. Anak-anak di kota seringkali saling mengejek pada saat
bermain, begitu juga dengan remaja biasanya mereka mulai saling mengejek
dengan ringan sebagai bahan tertawaan, kemudian yang diejek ikut membalas
ejekan tersebut, lama kelamaan ejekan yang dilakukan semakin panjang dan
terus-menerus dengan intensitas ketegangan yang semakin tinggi bahkan
seringkali disertai kata-kata kotor dan cabul. Ejekan ini semakin lama-semakin
seru karena rekan-rekan yang menjadi penonton juga ikut-ikutan memanasi
situasi. Pada akhirnya bila salah satu tidak dapat menahan amarahnya maka ia
mulai berupaya menyerang lawannya. Dia berusaha meraih apa saja untuk
melukai lawannya. Dengan demikian berarti isyarat tindak kekerasan mulai
terjadi. Bahkan pada akhirnya penontonpun tidak jarang ikut-ikutan terlibat
dalam perkelahian.
2. Faktor Biologis

Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi


(Davidoff, 1991):
a. Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang
mengatur perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang,
mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah dipancing amarahnya, faktor
keturunan tampaknya membuat hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis
lebih mudah marah dibandingkan betinanya.
b. Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau
menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Pada hewan sederhana
marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem limbik
(daerah yang menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul
hubungan timbal balik antara kenikmatan dan kekejaman. Prescott (Davidoff,
1991) menyatakan bahwa orang yang berorientasi pada kenikmatan akan
sedikit melakukan agresi sedangkan orang yang tidak pernah mengalami
kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman
dan penghancuran (agresi). Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk

10
menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu
hal yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan sewaktu bayi.
c. Kimia darah. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan
faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Dalam suatu
eksperimen ilmuwan menyuntikan hormon testosteron pada tikus dan beberapa
hewan lain (testosteron merupakan hormon androgen utama yang memberikan
ciri kelamin jantan) maka tikus-tikus tersebut berkelahi semakin sering dan
lebih kuat. Sewaktu testosteron dikurangi hewan tersebut menjadi lembut.
Kenyataan menunjukkan bahwa anak banteng jantan yang sudah dikebiri
(dipotong alat kelaminnya) akan menjadi jinak. Sedangkan pada wanita yang
sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan
progresteron menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa
perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. Selain
itu banyak wanita yang melakukan pelanggaran hukum (melakukan tindakan
agresi) pada saat berlangsungnya siklus haid ini.

3. Kesenjangan Generasi

Adanya perbedaan atau jurang pemisah antara generasi anak dengan


orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin
minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orang tua dan
anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada
anak. Permasalahan generation gap ini harus diatasi dengan segera, mengingat
bahwa selain agresi, masih banyak permasalahan lain yang dapat muncul
seperti masalah ketergantungan narkotik, kehamilan diluar nikah, seks bebas,
dll.
4. Lingkungan

a. Kemiskinan

11
Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka
perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan (Byod McCandless
dalam Davidoff, 1991). Hal ini dapat kita lihat dan alami dalam kehidupan
sehari-hari di ibukota Jakarta, di perempatan jalan dalam antrian lampu merah
(Traffic Light) anda biasa didatangi pengamen cilik yang jumlahnya lebih dari
satu orang yang berdatangan silih berganti. Bila anda memberi salah satu dari
mereka uang maka anda siap-siap di serbu anak yang lain untuk meminta pada
anda dan resikonya anda mungkin dicaci maki bahkan ada yang berani
memukul pintu mobil anda jika anda tidak memberi uang, Terlebih bila mereka
tahu jumlah uang yang diberikan pada temannya cukup besar. Mereka juga
bahkan tidak segan-segan menyerang temannya yang telah diberi uang dan
berusaha merebutnya. Hal ini sudah menjadi pemandangan yang seolah-olah
biasa saja.
Bila terjadi perkelahian dipemukiman kumuh, misalnya ada pemabuk
yang memukuli istrinya karena tidak memberi uang untuk beli minuman, maka
pada saat itu anak-anak dengan mudah dapat melihat model agresi secara
langsung. Model agresi ini seringkali diadopsi anak-anak sebagai model
pertahanan diri dalam mempertahankan hidup. Dalam situasi-situasi yang
dirasakan sangat kritis bagi pertahanan hidupnya dan ditambah dengan nalar
yang belum berkembang optimal, anak-anak seringkali dengan gampang
bertindak agresi misalnya dengan cara memukul, berteriak, dan mendorong
orang lain sehingga terjatuh dan tersingkir dalam kompetisi sementara ia akan
berhasil mencapai tujuannya.
Hal yang sangat menyedihkan adalah dengan berlarut-larut terjadinya
krisis ekonomi & moneter menyebabkan pembengkakan kemiskinan yang
semakin tidak terkendali. Hal ini berarti potensi meledaknya tingkat agresi
semakin besar dan kesulitan mengatasinya lebih kompleks.
b. Anonimitas

Kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota besar lainnya
menyajikan berbagai suara, cahaya dan bermacam informasi yang besarnya
sangat luar biasa. Orang secara otomatis cenderung berusaha untuk beradaptasi

12
dengan melakukan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang berlebihan
tersebut. Terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi
sangat impersonal, artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi
saling mengenal atau mengetahui secara baik. Lebih jauh lagi, setiap individu
cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri). Bila seseorang
merasa anonim ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa
tidak lagi terikat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati pada orang
lain.
c. Suhu udara yang panas

Bila diperhatikan dengan seksama, tawuran yang terjadi di Jakarta


seringkali terjadi pada siang hari di terik panas matahari, tapi bila musim hujan
relatif tidak ada peristiwa tersebut. Begitu juga dengan aksi-aksi demonstrasi
yang berujung pada bentrokan dengan petugas keamanan yang biasa terjadi
pada cuaca yang terik dan panas tapi bila hari diguyur hujan aksi tersebut juga
menjadi sepi.
Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa suhu suatu lingkungan yang
tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan
agresivitas. Pada tahun 1968 US Riot Comision pernah melaporkan bahwa
dalam musim panas, rangkaian kerusuhan dan agresivitas massa lebih banyak
terjadi di Amerika Serikat dibandingkan dengan musim-musim lainnya (Fisher
et al, dalam Sarlito, Psikologi Lingkungan,1992)
5. Peran Belajar Model Kekerasan

Tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat ini anak-anak dan remaja banyak
belajar menyaksikan adegan kekerasan melalui televisi dan juga "games"
ataupun mainan yang bertema kekerasan. Acara-acara yang menampilan
adegan kekerasan hampir setiap saat dapat ditemui dalam tontonan yang
disajikan di televisi mulai dari film kartun, sinetron, sampai film laga. Selain
itu ada pula acara-acara TV yang menyajikan acara khusus perkelahian yang
sangat populer dikalangan remaja seperti Smack Down, UFC (Ultimate
Fighting Championship) atau sejenisnya. Walaupun pembawa acara berulang

13
kali mengingatkan penonton untuk tidak mencontoh apa yang mereka saksikan
namun diyakini bahwa tontonan tersebut akan berpengaruh terhadap
perkembangan jiwa penontonnya. Pendapat ini sesuai dengan yang diutarakan
Davidoff (1991) yang mengatakan bahwa menyaksikan perkelahian dan
pembunuhan meskipun sedikit pasti akan menimbulkan rangsangan dan
memungkinkan untuk meniru model kekerasan tersebut.
Model pahlawan di film-film seringkali mendapat imbalan setelah
mereka melakukan tindak kekerasan. Hal ini tentu membuat penonton akan
semakin mendapat penguatan bahwa hal tersebut merupakan hal yang
menyenangkan dan dapat dijadikan suatu sistem nilai bagi dirinya. Dengan
menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadi proses belajar peran model
kekerasan dan hal ini menjadi sangat efektif untuk terciptanya perilaku agresi.
Dalam suatu penelitian Aletha Stein (Davidoff, 1991) dikemukakan
bahwa anak-anak yang memiliki kadar agresi diatas normal akan lebih
cenderung berlaku agresif, mereka akan bertindak keras terhadap sesama anak
lain setelah menyaksikan adegan kekerasan dan meningkatkan agresi dalam
kehidupan sehari-hari, dan ada kemungkinan efek ini sifatnya menetap.
Selain model dari yang di saksikan di televisi belajar model juga dapat
berlangsung secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Bila seorang yang
sering menyaksikkan tawuran di jalan, mereka secara langsung menyaksikan
kebanggaan orang yang melakukan agresi secara langsung atau dalam
kehidupan bila terbiasa di lingkungan rumah menyaksikan peristiwa
perkelahian antar orang tua di lingkungan rumah, ayah dan ibu yang sering
cekcok dan peristiwa sejenisnya, semua itu dapat memperkuat perilaku agresi
yang ternyata sangat efektif bagi dirinya.
Model kekerasan juga seringkali ditampilkan dalam bentuk mainan yang
dijual di toko-toko. Seringkali orang tua tidak terlalu perduli mainan apa yang
di minta anak, yang penting anaknya senang dan tidak nangis lagi. Sebenarnya
permainan-permainan sangat efektif dalam memperkuat perilaku agresif anak
dimasa mendatang. Permainan-permainan yang mengandung unsur kekerasan
yang dapat kita temui di pasaran misalnya pistol-pistolan, pedang, model

14
mainan perang-perangan, bahkan ada mainan yang dengan model Goilotine
(alat penggal kepala sebagai hukuman mati di Perancis jaman dulu). Mainan
kekerasan ini bisa mempengaruhi anak karena memberikan informasi bahwa
kekerasan (agresi) adalah sesuatu yang menyenangkan. Permainan lain yang
sama efektifnya adalah permainan dalam video game atau play station yang
juga banyak menyajikan bentuk-bentuk kekerasan sebagai suatu permainan
yang mengasikkan.
6. Frustrasi

Frustrasi terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam


mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan
tertentu. Agresi merupakan salah satu cara berespon terhadap frustrasi. Remaja
miskin yang nakal adalah akibat dari frustrasi yang berhubungan dengan
banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya
kebutuhan yang harus segera terpenuhi tetapi sulit sekali tercapai, akibatnya
mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresi.
Frustrasi yang berujung pada perilaku agresi sangat banyak contohnya,
beberapa waktu yang lalu di sebuah sekolah di Jerman terjadi penembakan
guru-guru oleh seorang siswa yang baru di skorsing akibat membuat surat ijin
palsu. Hal ini menunjukan anak tersebut merasa frustrasi dan penyaluran agresi
dilakukan dengan cara menembaki guru-gurunya.
Begitu pula tawuran pelajar yang terjadi di Jakarta ada kemungkinan
faktor frustrasi ini memberi sumbangan yang cukup berarti pada terjadinya
peristiwa tersebut. Sebagai contoh banyaknya anak-anak sekolah yang bosan
dengan waktu luang yang sangat banyak dengan cara nongkrong di pinggir
jalan dan ditambah lagi saling ejek mengejek yang bermuara pada terjadinya
perkelahian. Banyak juga perkelahian disulut oleh karena frustrasi yang
diakibatkan hampir setiap saat dipalak (diminta uangnya) oleh anak sekolah
lain padahal sebenarnya uang yang di palak adalah untuk kebutuhan dirinya.

15
7. Proses Pendisiplinan yang Keliru

Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama


dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai
pengaruh yang buruk bagi remaja (Sukadji, Keluarga dan Keberhasilan
Pendidikan, 1988). Pendidikan disiplin seperti itu akan membuat remaja
menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan membeci orang
yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada
akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain.
Hubungan dengan lingkungan sosial berorientasi kepada kekuasaan dan
ketakutan. Siapa yang lebih berkuasa dapat berbuat sekehendak hatinya.
Sedangkan yang tidak berkuasa menjadi tunduk. Pola pendisiplinan tersebut
dapat pula menimbulkan pemberontakan, terutama bila larangan-larangan yang
bersangsi hukuman tidak diimbangi dengan alternative. Cara lain yang dapat
memenuhi kebutuhan yang mendasar (contoh: dilarang untuk keluar main,
tetapi di dalam rumah tidak diperhatikan oleh kedua orang tuanya karena
kesibukan mereka).

Menurut Kartono (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku


agresi pada remaja meliputi:
1. Kondisi pribadi remaja, yaitu kelainan yang dibawa sejak lahir baik fisik
maupun psikis, lemahnya kontrol diri terhadap pengaruh lingkungan, kurang
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kurangnya dasar
keagamaan.
2. Lingkungan rumah dan keluarga yang kurang memberikan kasih sayang dan
perhatian orang tua sehingga remaja mencarinya dalam kelompok sebayanya,
kurangnya komunikasi sesama anggota keluarga, status ekonomi keluarga yang
rendah, ada penolakan dari ayah maupun ibu, serta keluarga yang kurang
harmonis.
3. Lingkungan masyarakat yang kurang sehat, keterbelakangan pendidikan pada
masyarakat, kurangnya pengawasan terhadap remaja serta pengaruh norma-
norma baru yang ada diluar.

16
4. Lingkungan sekolah, seperti kurangnya fasilitas pendidikan sebagai tempat
penyaluran bakat dan minat remaja, kurangnya perhatian guru, tata cara
disiplin yang terlalu kaku atau norma-norma pendidikan yang kurang
diterapkan

D. Cara Mengatasi Perilaku Agresi

Terdapat beberapa strategi untuk mengendalikan dan mengurangi


perilaku agresi. Strategi-strategi tersebut adalah:

1. Hukuman

Menurut kaum behaviorisme, hukuman dapat dipakai untuk mengurangi


perilaku yang tidak diharapkan, yang dalam hal ini adalah perilaku agresi.
Namun agar dapat efektif mengurangi suatu tingkah laku, hukuman harus
memenuhi tiga syarat:
a. Diberikan sesegera mungkin setelah perilaku yang ingin dikurangi muncul
b. Setimpal dengan perilaku yang muncul
c. Diberikan setiap kali perilaku yang ingin dikurangi timbul.
2. Katarsis

Katarsis merupakan pelepasan ketegangan dan kecemasan dengan jalan


melampiaskannya dalam dunia nyata. Teori katarsis menyatakan bahwa
pemberian kesempatan kepada individu yang memiliki kecenderungan
pemarah untuk berperilaku keras (dalam aktivitas katarsis), tapi dalam cara
yang tidak merugikan, akan mengurangi tingkat rangsang emosional dan
tendensi untuk melakukan perilaku agresi. Sedikit bertentangan dengan teori
katarsis, Baron dan Byrne (dalam Hanurawan, 2004) menyatakan bahwa
katarsis bukanlah merupakan instrumen yang efektif untuk mengurangi agresi
yang bersifat terbuka. Penelitian Robert Arms dan kawan-kawan melaporkan
bahwa penonton sepak bola gaya Amerika, gulat, dan hoki ternyata malah
semakin menunjukkan sifat kekerasan setelah menonton pertandingan olahraga
itu dibanding sebelum menonton.

17
Pada konteks katarsis itu, partisipasi individu dalam aktivitas katarsis non
agresi ternyata hanya memiliki pengaruh yang bersifat sementara terhadap
rangsang emosional dan tendensi berperilaku agresi dalam dirinya. Setelah
melewati jangka waktu tertentu, rangsang dan tendensi itu kemudian akan
muncul kembali apabila individu itu bertemu atau berpikir tentang orang yang
sebelumnya menyebabkan dirinya marah.
3. Intervensi Kognitif: Permintaan Maaf

Pengakuan kesalahan-kesalahan yang meliputi permintaan ampun/maaf


dan mengatasi deficit kognitif salah satunya dengan preattribution yakni
mengatribusikan tindakan mengganggu yang dilakukan orang lain pada
penyebab yang tidak disengaja sebelum provokasi benar-benar terjadi (contoh:
Rudi menganggap Susi baru saja melakukan hal yang menyebalkan namun
Rudi mengingatkan dirinya sendiri bahwa Susi mungkin tidak bermaksud
membuat dirinya marah. Teknik lainnya adalah mencegah diri sendiri (atau
orang lain) terhanyut pada kesalahan sebelumnya baik yang nyata atau yang
diimajinasikan. Misalnya: dengan membaca, bermain puzzle, sehingga pikiran-
pikiran kita teralihkan.

4. Pengenalan Terhadap Model Non Agresif

Menurut teori belajar sosial Albert Bandura, pengenalan terhadap model


non agresif dapat mengurangi dan mengendalikan perilaku agresi individu.
Dalam penelitian Baron pada tahun 1972 (dalam Hanurawan, 2004) dan
penelitian Donnerstein dan Donnerstein pada tahun 1976 (dalam Hanurawan,
2004) ditemukan bahwa individu yang mengamati perilaku model non agresif
menunjukkan tingkat agresi yang lebih rendah daripada individu yang tidak
mengamati perilaku model non agresif.

5. Pelatihan Keterampilan Sosial

Pelatihan keterampilan sosial dapat mengurangi timbulnya perilaku


agresi. Pelatihan keterampilan ini dimaksudkan untuk mengurangi frustrasi
yang timbul akibat ketidakmampuan dalam mengekspresikan dan

18
mengomunikasikan keinginan kepada orang lain, gaya bicara yang kaku, dan
kurang sensitif terhadap simbol-simbol emosional orang lain.

6. Teknik Respon yang Tidak Tepat (incompatible response techniques)

Teknik ini mengurangi agresi di mana individu dipaparkan pada kejadian


atau stimulus yang menyebabkan mereka mengalami keadaan afeksi yang tidak
tepat dengan kemarahan atau agresi. Contoh: membuat diri sendiri tertawa
dengan mengingat hal yang lucu ketika merasa sedang marah.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Agresi adalah suatu tindakan secara sadar yang dilakukan oleh seseorang
dengan merusak suatu benda ataupun merugikan orang lain dengan cara
menyakiti atau membahayakan orang tersebut baik secara fisik maupun
psikologi.
2. Beberapa faktor penyebab perilaku agresi, sebagai berikut: 1. amarah, 2. faktor
biologis, yakni: gen, sistem otak, kimia darah, 3. kesenjangan generasi, 4.
lingkungan, yakni: kemiskinan, anonimitas, suhu udara yang panas, 5. peran
belajar model kekerasan, 6. Frustasi, dan 7. proses pendisiplinan yang keliru.
Sedangkan, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresi pada remaja
meliputi: kondisi pribadi, lingkungan rumah dan keluarga, lingkungan
masyarakat, dan lingkungan sekolah
3. Terdapat beberapa strategi untuk mengendalikan dan mengurangi perilaku
agresi, yaitu: hukuman, katarsis, intervensi kognitif, pengenalan terhadap
model non agresif, pelatihan keterampilan sosial, dan teknik respon yang
tidak tepat (incompatible response techniques)

B. Saran

Perilaku agresi harus dicegah ataupun diatasi dengan melaksanakan


strategi-strategi untuk mengendalikan ataupun mengurangi perilaku agresi itu
sendiri dengan cara hukuman, katarsis, intervensi kognitif, pengenalan
terhadap model non agresif, pelatihan keterampilan sosial, dan teknik respon
yang tidak tepat (incompatible response techniques) sehingga kerukunan
antarindividu dapat tercapai.

20
DAFTAR PUSTAKA

http://kamusbahasaindonesia.org/agresi KBBI Online


Faizal Nizbah, 2012. Pengertian dan Bentuk-bentuk Perilaku Agresif
http://faizalnizbah.blogspot.com/2013/06/pengertian-dan-bentuk-bentuk-
perilaku.html diakses pada 20 Maret 2014 pukul 12.30 WITA
Akhmad Basar, 2013. Perilaku Agresi
http://basyarakhmad.blogspot.com/2013_06_01_archive.html diakses pada 20
Maret 2014 pukul 13.10 WITA
Wikipedia, 2013. Agresi. http://id.wikipedia.org/wiki/Agresi diakses pada 20 Maret
2014 pukul 13.14 WITA
Anonim, 2012. Agresi. http://jambeekidul.blogspot.com/2012_05_01_archive.html
diakses pada 20 Maret 2014 pukul 13.16 WITA
Rudi, 2012. Agresi. http://anggurjiw4.blogspot.com/2012/02/bab-ii-pembahasan-
2_07.html diakses pada 20 Maret 2014 pukul 13.20 WITA
HL Manurung, 2011. Gambaran Perilaku Agresif Pada Suporter Sepak Bola Di Kota
Medan
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30260/4/Chapter%20II.pdf
diakses pada 20 Maret 2014 pukul 13.20 WITA
Annisa Avianto, 2010. Agresi: Sifat Dasar, Penyebab, dan Pengendaliannya
https://annisaavianti.wordpress.com/tag/cara-mengatasi-agresi/ diakses pada 20
Maret 2014 pukul 13.30 WITA

21

Anda mungkin juga menyukai