Anda di halaman 1dari 18

BELAJAR SOSIAL

MENURUT ALBERT BANDURA

DOSEN PENGAMPU:

Dyta Setiawati H, M.Psi, Psikolog

Kelompok 1 :

Aulia Rahmita 1773201110002


Ayu Inderiyanti 1773201110003
Muhammad Hidayat 1773201110019
Via Yulandari 1773201110021

S1 PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

2018
DAFTAR ISI

Halaman Sampul Depan............................................................................... 1

Daftar Isi...................................................................................................... 2

Bab I Pendahuluan................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang............................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 3

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................ 3

1.4 Manfaat.......................................................................................... 4

Bab II Pembahasan................................................................................... 5

2.1 Struktur Kepribadian...................................................................... 5

2.2 Dinamika Kepribadian................................................................... 11

2.3 Perkembangan Kepribadian...........................................................

2.4 Aplikasi..........................................................................................

Bab III Penutup..........................................................................................

3.1 Kesimpulan....................................................................................

3.2 Saran..............................................................................................

Daftar Pustaka..............................................................................................

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bagi Bandura, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan
meramalkan tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan dua fenomena
penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme. Pertama,
Bandura berpendapat bahwa manusia dapat berpikir dan mengatur tingkah
lakunya sendiri. Kedua, Bandura menyatakan, banyak aspek fungsi
kepribadian melibatkan interaksi orang satu dengan orang lain.
Teori belajar sosial dari Bandura , didasarkan pada konsep saling
menentukan, tanpa penguatan, dan pengaturan diri/berpikir.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulisan rumusan masalah


ini yang akan dipaparkan dalam makalah ini adalah:

1) Bagaimana struktur kepribadian dalam teori belajar sosial dari


Bandura?
2) Bagaimana dinamika kepribadian menurut Bandura?
3) Bagaimana perkembangan kepribadian dalam teori belajar sosial dari
Bandura?
4) Bagaimana pengaplikasian teori belajar?

1.3 Tujuan Penulisan

Setiap sesuatu pasti mempunyai tujuan, begitupun dengan makalah


ini, kelompok ini menuliskan dengan tujuan:

1) Untuk mengetahui dan memahami struktur kepribadian menurut


Bandura.
2) Mengetahui dan memahami bagaimana dinamika kepribadian dalam
teori belajar sosial.
3) Mengetahui dan memahami perkembangan kepribadian dalam teori
belajar sosial.

3
4) Untuk mengetahui dan memahami pengaplikasin teori belajar dari
Bandura.

1.4 Manfaat

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, serta tujuan penulisan


di atas, manfaat kelompok kami menuliskan makalah ini adalah dengan
harapan agar penulis serta pembaca bisa lebih mengetahui dan memahami
mengenai Teori Belajar Sosial dari Albert Bandura, baik dari struktur,
dinamika, perkembangan dan aplikasi dari teori ini.

BAB II

PEMBAHASAN

4
PSIKOLOGI EKSISTENSIAL

2.1 Struktur Kepribadian

Sistem Self (Self System)

Bandura yakin bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh self sebagai


salah satu determinan tingkah laku tidak dapat dihilangkan tanpa
membahayakan penjelasan dan kekuatan peramalan. Dengan kata lain, self
diakui sebagai unsur struktur kepribadian. Saling determinis menempatkan
semua hal saling berinteraksi, di mana pusat atau pemulanya adalah sistem
self. Sistem self itu bukan unsur psikis yang mengontrol tingkah laku, tetapi
mengacu ke struktur kognitif yang memberi pedoman mekanisme dan
seperangkat fungsi-fungsi persepsi, evaluasi, dan pengaturan tingkah laku.
Pengaruh self tidak otomatis atau mengatur tingkah laku secara otonom,
tetapi self menjadi bagian dari sistem interaksi resiprokal.

Regulasi Diri

Manusia mempunyai kemampuan berpikir, dan dengan kemampuan


itu mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi perubahan
lingkungan akibat kegiatan manusia. Balikannya dalam bentuk determinis
resiprokal berarti orang dapat mengatur sebagian dari tingkah lakunya
sendiri. Menurut Bandura, akan terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam
regulasi diri. Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika
tujuan hampir tercapai strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih
tinggi. Orang memotivasi dan membimbing tingkah lakunya sendiri melalui
strategi proaktif, menciptakan ketidakseimbangan, agar dapat memobilisasi
kemampuan dan usahanya berdasarkan antisipasi apa saja yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan. Ada tiga proses yang dapat dipakai untuk
melakukan pengaturan diri: memanipulasi faktor eksternal, memonitor dan
mengevaluasi tingkahlaku internal. Tingkahlaku manusia adalah hasil
pengaruh resiprokal faktor eksternal dan faktor internal itu.

5
Faktor Eksternal dalam Regulasi Diri

Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan dua cara, pertama


faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingkahlaku. Faktor
lingkungan berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi, membentuk
standar evaluasi diri seseorang. Melalui orang tua dan guru anak-anak
belajar baik-buruk, tingkahlaku yang dikehendaki dan tidak dikehendaki.
Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas anak
kemudian mengembangkan standar yang dapat dipakai untuk menilai
prestasi diri.

Kedua, faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk


penguatan (reinforcement). Hal intrinsik tidak selalu memberi kepuasan,
orang membutuhkan insentif yang berasal dari lingkungan eksternal.
Standar tingkah laku dan penguatan biasanya bekerja sama; ketika orang
dapat mencapai standar tingkahlaku tertenu, perlu penguatan agar tingkah
laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi.

Faktor Internal dalam Regulasi Diri

Faktor eksternal berinteraksi dengan faktor internal dalam pengaturan


diri sendiri. Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal:

1) Observasi diri (self observation): dilakukan berdasarkan faktor kualitas


penampilan, kuantitas penampilan, orisinalitas tingkahlaku diri, dan
seterusnya. Orang harus mampu memonitor performansinya, walaupun
tidak sempurna karena orang cenderung memilih beberapa aspek dari
tingkahlakunya dan mengabaikan tingkahlaku lainnya. Apa yang
diobservasi seseorang tergantung kepada minat dan konsep dirinya.
2) Proses penilaian atau mengadili tingkah laku (judgmental process):
adalah melihat kesesuaian tingkahlaku dengan standar pribadi,
membandingkan tingkahlaku dengan norma standar atau dengan
tingkah laku orang lain, melalui berdasarkan pentingnya suatu aktivitas,
dan memberi atribusi performasi.

6
Standar pribadi bersumber dari pengalaman mengamati model misalnya
orang tua atau guru, dan menginterpretasi balikan/penguatan dari
performansi diri. Berdasarkan sumber model dan performansi yang
mendapat penguatan, proses kognitif, menyusun ukuran-ukuran atau
norma yang sangat pribadi, karena ukuran itu tidak selalu sinkron
dengan kenyataan. Standar pribadi ini jumlahnya terbatas. Sebagian
besar aktivitas harus dinilai dengan membandingkannya dengan ukuran
eksternal, bisa berupa norma standar perbandingan sosial, perbandingan
dengan orang lain, atau perbandingan kolektif. Orang juga menilai
suatu aktivitas berdasarkan arti penting dari aktivitas itu bagi dirinya.
Akhirnya, orang juga menilai seberapa besar dirinya menjadi penyebab
dari suatu performansi, apakah kepada diri sendiri dapat dikenai atribusi
(penyebab) tercapainya performansi, yang baik, atau sebaliknya justru
dikenai atribusi terjadinya kegagalan dan performansi yang buruk.
3) Reaksi-diri-afektif (self response): akhirnya berdasarkan pengamatan
dan judgement itu, orang mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif,
dan kemudian menghadiahi atau menghukum diri sendiri. Bisa terjadi
tidak muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat
keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi
kurang bermakna secara individual.

Efikasi Diri (Self Effication)

Bagaimana orang yang bertingkahlaku dalam situasi tertentu


tergantung pada resiprokal antara lingkungan dengan kondisi kognitif,
khususnya faktor kognitif yang berhubungan dengan keyakinannya bahwa
dia mampu atau tidak mampu melakukan tindakan yang memuaskan.
Bandura menyebut keyakinan atau harapan diri ini sebagai efikasi diri, dan
harapan hasilnya disebut ekspektasi hasil.

1. Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self effication – efficacy


expectation) adalah “Persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri
dapat berfungsi dalam situasi tertentu.” Efikasi diri berhubungan

7
dengan keyakinan bahwa diri memiliki melakukan tindakan yang
diharapkan.

2. Ekspektasi hasil (outcome expectations): perkiraan atau estimasi diri


bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil
tertentu.

Efikasi dalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang


baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai
dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita),
karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat
dicapai), sedangkan efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri.
Orang bisa memiliki ekspektasi hasil yang realistik (apa yang diharapkan
sesuai dengan kenyataan hasil), atau sebaliknya ekspektasinya tidak realistik
(mengharap terlalu tinggi dari hasil nyata yang dapat dicapai). Orang yang
ekspektasi efikasinya tinggi (percaya bahwa dia dpaat mengerjakan sesuai
dengan tuntutan situasi) dan harapan hasilnya realistik (memperkira-kan
hasil sesuai kemampuan diri), orang itu akan bekerja keras dan bertahan
mengerjakan tugas sampai selesai.

Sumber Efikasi Diri

Perubahan tingkah laku, dalam sistem Bandura kuncinya adalah


perubahan ekspektasi efikasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan
kebiasaan diri itu dapat diubah, diperoleh, ditingkatkan atau diturunkan
melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni:

Pengalaman Performansi

Adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu.
Sebagai sumber, performansi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yang
paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan
ekspektasi efikasi, sedang kegagalan akan menurunkan efikasi. Mencapai

8
keberhasilan akan memberi dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung
proses pencapaiannya:

1. Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin


tinggi.

2. Kerja sendiri, lebih meningkatkan efikasi dibanding kerja kelompok,


dibantu orang lain.

3. Kegagalan menurunkan efikasi, kalau orang sudah merasa berusaha


sebaik mungkin.

4. Kegagalan dalam suasana emosional/stress, dampaknya tidak seburuk


kalau kondisinya optimal.

5. Kegagalan sesudah orng memiliki efikasi diri yang kuat, dampaknya


tidak seburuk kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang keyakinan
efikasinya belum kuat.

6. Orang yang biasa berhasil, sesekali gagal tidak memperngaruhi efikasi.

Pengalaman Vikarius

Dipengaruhi melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika


mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika
mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya
ternyata gagal. Kalau figur yang diamati beda dengan diri sipengamat,
pengaruh vikarius tidak besar. Sebaliknya ketika mengamati figur yang
setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang
pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang
lama.

Persuasi Sosial

9
Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat, atau dilemahkan melalui
pesuasi sosial. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang
tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu
adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa
yang dipersuasikan.

Keadaan Emosi

Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi


efikasi di bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, akut, cemas, stress, dapat
mengurangi efikasi diri. Namun bisa terjadi, peningkatan emosi (yang tidak
berlebihan) dapat meningkatkan efikasi diri.

Perubahan tingkahlaku akan terjadi kalau sumber ekspektasi


efikasinya berubah. Perubahan efikasi diri banyak dipakai untuk
memperbaiki kesulitan dan adaptasi tingkah laku orang yang mengalami
berbagai masalah behavioral.

Efikasi Diri sebagai Prediktor Tingkahlaku

Menurut Bandura, sumber pengontrol tingkahlaku adalah resiprokal


antara lingkungan, tingkahlaku, dan pribadi. Efikasi diri merupakan variabel
pribadi yang penting, yang kalau digabung dengan tujuan-tujuan spesifik
dan pemahaman mengenani prestasi, akan menjadi penentu tingkahlaku
mendatang yang penting. Setiap individu mempunyai efikasi diri yang
berbeda-beda pada situasi yang berbeda, tergantung kepada:

1. Kemampuan yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu.

2. Kehadiran orang lain, khususnya saingan dalam situasi itu.

3. Keadaaan fisiologis dan emosional; kelelahan, kecemasan, apatis,


murung.

10
Efikasi yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan
yang responsif atau tidak responsif, akan menghasilkan empat kemungkinan
prediksi tingkah laku.

Efikasi Lingkungan Prediksi Hasil Tingkahlaku

Sukses, melaksanakan tugas yang sesuai


Tinggi Responsif
dengan kemampuannya.

Depresi, melihat orang lain sukses pada


Rendah Tidak responsif
tugas yang dianggapnya sulit.

Berusaha keras mengubah lingkungan


menjadi responsif, melakukan protes,
Tinggi Tidak responsif
aktivitas sosial, bahkan memaksakan
perubahan.

Orang menjadi apatis, pasrah, merasa


Rendah Responsif
tidak mampu.

Efikasi Kolektif (Collective Efficacy)

Keyakinan masyrakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama


dapat menghasilkan perubahan sosial tertentu, disebut efikasi kolektif. Ini
bukan ‘jiwa kelompok’ tetapi lebih sebagai efikasi pribadi dari banyak orang
yang bekerja bersama. Bandura berpendapat, orang berusaha mengontrol
kehidupan dirinya bukan hanya melalui efikasi diri individual, tetapi juga
melalui efikasi kolektif. Efikasi diri dan efikasi kolektif bersama-sama
saling melengkapi untuk mengubah gaya hidup manusia. Efikasi kolektif
timbul berkaitan dengan masalah-masalah perusakan hutan, kebijakan
perdagangan internasional, perusakan ozone, kemajuan teknologi, hukum
dan kejahatan, birokrasi, perang, kelaparan, bencana alam, dan sebagainya.

2.2 Dinamika Kepribadian

11
2.3 Perkembangan Kepribadian

Belajar Melalui Observasi


Menurut Bandura, kebanyakan belajar terjadi tanpa reinforsemen yang
nyata. Dalam penelitianya, ternyata orang dapat mempelajarinya respon
baru dengan melihat respon orang lain. Melalui observasi orang dapat
memperoleh respon yang tidak terhingga banyaknya, yang mungkin diikuti
dengan hubungan atau penguatan.
 Peniruan (Modelling)
Inti dari belajar melalui observasi adalah modeling. Peniruan atau
meniru sesungguhnya tidak tepat untuk menganti kata mdelling, karena
modelling bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang
dilakukan orang model (orang lain), tetapi modelling melibatkan
penambahan dan pengurangan tingkahlaku yang teramati,
menggineralisir berbagai pengamatan sekaligus.
 Modelling Tingkahlaku Baru
Melalui modelling orang dapat memperoleh tingkah laku baru. Ini
dimungkinkan karena adanya kemampuan kognitif. Stimuli berbentuk
tingkahlaku model ditrensformasi menjadi ganbaran menatal, dan yang
lebih penting lagi ditranformasi menjadi simbol verbal yang dapat
diingat kembali suatu saat nanti.
Modelling Mengubah Tingkahlaku Lama
Disamping dampak mempelajari tingkahlaku baru, modelling
mempunyai dua macam dampak terhadap tingkahlaku lama. Pertama,
tingkahlaku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat repon
yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkah sudah dimiliki pengamat.
Kedua, tingkahlaku model yang tidak diterima secara sosial dapat
memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingakah laku
yang tudak diterima secara sosial.

12
 Modeling simbolik
Dewasa ini sebagian besar modeling berbentuk simbolik. Film dan
televisi menyajikan contoh tingkahlaku modelling yang tak terhitung
yang mungkin mempengaruhi pengamatan.
 Modeling Kondisioning
modeling dapat digabung dengan kondisioning klasik menjadi
kondisioning klasik vikarius (vicarious classical conditioning).
Modeling semacam ini banyak dipakai untuk mempelajari respon
emosional.
Faktor-faktor Penting dalam Belajar Melalui Observasi
Menurut Bandura, ada empat proses yang penting agar belajar melalui
observasi dapat terjadi, yakni:
a. Perhatian (attention process): Sebelum meniru orang lain, perhatian
harus dicurahkan ke orang lain.
b. Representasi (representation process): Tingkahlaku yang akan ditiru,
harus disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk vebal
maupun dalan bentuk gambaran/imajinasi.
c. Peniruan tingkahlau model (behavior production provess): Sesudah
mengamati dengan penuh perhatian, dan memasukkan kedalam ingatan,
orang lalu bertingkahlaku.berkaitan dengan kebenaran, hasil belajar
melalui observasi tidak dinilai berdasaran kemiripan respon tingkahlaku
yang ditiru, tetapi lebih pada tujuan belajar dan efikasi dari belajar.
d. Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process): belajar
melalui pengamatan menjadi lebih efektif kalau belajar memiliki
motivasi yang tinggi untuk dapat melakukan tingkahlaku modelnya.
Motivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian antara karakteristik
pribadi pengamatan dengan karakteristik modelnya.ciri-ciri model seperti
usia, status sosial, seks, keramahan, dan kemampuan, penting dalam
menentukan tingkat imitasi.
Dampak Belajar

13
Setiap kali respon dibuat, akan diikuti dengan berbagai konsekuensi,
ada yang konsekuensinya menyenagkan, ada yang tidak menyenangkan, ada
yang tidak masuk kesadaran senhingga dampaknya sangat kecil.
Konsekuensi dari suatu respon mempunyai tiga fungsi:
a. Pemberian informasi: memberi iinformasi mengenai dampak dari
tingkahlaku, informasi itu ini dapat disimpan untuk dipakai
membimbing tingkahlaku pada masa yang aka datang.
b. Memotivasi tingkahlaku yang akan datang: Menyajikan data sehingga
orang dapat membayangkan secara sibolik hasil tingkahlaku yang akan
diakukanya, dan bertingkah laku sesuai dengan peramalan-peramalan
yang dilakukan.
c. Penguatan tingkahlaku: Keberhasilan akan menjadi penguat sehingga
tingkahlaku menjadi berpeluang diulangi, sebaliknya kegagalan akan
membuat tingkah laku cenderung tidak diulangi.
2.4 Aplikasi

Psikopatologi

Bandura sependapat dengan Eysenck dan Wolpe bahwa terapi tingkah


laku dapat efektif mengurangi reaksi kecemasan. Dia tidak percaya bahwa
tekanan emosional menjadi elemen kunci penyebab reaksi takut yang
berlebihan, sehingga harus dihilangkan agar tingkahlaku dapat berubah.
Menurutnya, masalah pokoknya adalah orang percaya bahwa dirinya tidak
dapat menangani situasi tertentu secara efektif. Karena itu perlu
dikembangkan self-efficacy, agar terjadi perubahan tingkah laku. Konsep
diterminis resiprokal menganggap tingkahhlaku dipelajari sebagai akibat
dari interaksii antara pribadi-tingkahlaku-lingkungan, termasuk tingkahlaku
yang menyimpang. Tingkahlak patologis itu dipengaruhi oleh faktor
kkognitif, proses neurofisiologis, pengalaman masa lalu yang mendapt
penguatan, dan nilai fasilitas dari lingkungan.

1. Reaksi Depresi: Standar pribadi dan penetapan tujuan yang terlalu


tinggi, membuat orang rentan mengalami kegagalan, dan akan berakibat

14
orang mengalami depresi. Sesudah dalam keadaan deprisi orang
cenderung menilai rendah prestasi dirinya, sehingga “’keberhasilan”
tetap dipandang sebagai kegagalan. Akibatnya, terjadi kesengsaraan
kronis, merasa tidak berharga, tidak mempunyai tujuan, dan depresi
yang mendalam. Dalam proses penilaian, penderita deprisi memasang
standar yang sangat tinggi sehingga apapun pencapaian yang
diperolehnya dinilai sebagai kegagalan, bahkan ketika orang lain
memandang dia sangat berhasil, dia tetap menghina prestasinya sendiri.
Penderita menempatkan standar dan tujuan terlalu tinggi di atas
kesadaran efikasi dirinya. Ketika melakukan reaksi-diri, penderita
depresi mengadili dirinya secara kasae, buruk, lebih-;ebih terhadap
dirinya. Mereka menghukum dirinya sendiri secara berlebihan terhadap
ferformasi diri yang kurang baik.
2. Fobia : perasaan takut yang sangat kuat dan mendalam, sehingga
berdampak buruk terhadap kehidupan sehari-hari seseorang. Bandura
mengemukakan bahwa media seperti televisi dan surat kabar tanpa
sengaja menciptakan fobia. Cerita seram perkosaan, kekejaman
perampok, pembunhan berantai, meneror masyarakat sehingga mereka
(yang sebagian besar tidak tidak pernah mengalami hal itu) tetap merasa
tidak aman walaupun pintu-pintu rumah telah terkunci rapat. Fobia
yang dipelajari dari pengamatan lingkungan, menjadi eksis akibat
efikasi diri yang rendah, orang merasa tida mampu menangani suatu
masalah yang mengancam sehingga muncul peraasaan takut yang
kronis.
3. Agresi: menurut bandura,agresi diperoleh melalui pengamatan,
pengalaman langsung dengan renforsemen positif dan negatif, latihan
atau perintah, dan keyakinan yang ganjil (bandigkan dengan Freud dan
kawan-kawannya yang menganggap agresi adalah dorongan bawaan).
Agresi yang ekstrim menjadi disfungsi atau salahsuai psikologis. Dari
penelitian yang dilakukan Bandura, observasi terhadap perilaku agresi
akan menghasilkan respon peniruan yang berlebih. Pengamatan akan
bertingkahlaku lebih agresif dibanding modelnya.

15
Psikoterapi

Secara umum, terapi yang dilakukan Bandura adalah terapi kognitif-


sosial. Tujuannya untuk memperbaiki regulasi self, melalui pengubahan
tingkahlaku dan mempertahankan perubahan tingkahlaku yang terjadi. Ada
tiga tingkatan keefektifan suatu tritmen yakni:

1. Tingkat Induksi perubahan : Tritmen dikatakan efektif kalau dapat


mengubah tingkahlaku. Misalnya terapi kehilangan takut ketinggian
penderita akrofobia, sehingga dia berani naik tangga yang tinggi.
2. Tingkat Generalisi : tritmen yang lebih tinggi, memungkinkan
terjadinya generalisasi. Penderita akrofobia itu bukan hanya berani naik
tangga, dia juga berani nail lift, naik kapal terbang, dan membersihkan
kaca gedung yang bertingkat.
3. tingkat Pemeliharaan : sering terjadinya tingkahlaku positif hasil terapi
berubah kembali menjadi tingkahlaku negatif (khususnya pada
tingkahlaku habit negatif, merokok, alkoholik, narkotik). Terapi
mencapai tingkat efektif yang tertinggi kalau hasil induksi dan
genneralisasi dapat terpelihara, tidak berubah menjadi negatif.

Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan tritmen, yakni;

1. latihan penguasaan (desensitisasi modeling)


2. modeling terbuka (modeling partisipan)
3. modeling simbolik

Metodologi

Bandura banyak meneliti masalah dunia nyata dalam laboratorium,


seperti masalah agresi, fobia, penyembuhan dari serangan jantung,
perolehan kemampuan matematika pada anak. Tujuan pokoknya adalah
untuk menyatukan kerangka konseptual yang dapat mencakup hal yang
mempengaruhi perubahan tingkahlaku.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menurut Bandura, teori belajar sosial didasarkan pada konsep yang


saling menentukan, tanpa penguatan, dan pengaturan diri/berpikir. Sistem
self, regulasi diri, dan efikasi diri menurut Bandura merupakan hal yang
membentuk struktur kepribadian. Dengan kemampuan yang ada dalam
struktur kepribadianlah manusia dapat belajar melalui observasi, meskipun
hanya dengan melihat tanpa melakukan perilaku tersebut.

3.2 Saran

Dengan selesainya penulisan makalah ini, maka kelompok kami


mengharapkan kepada pembaca sekiranya menemukan kesalahan pada
makalah ini untuk memperbaikinya. Kelompok kami bukanlah seseorang
yang sempurna yang tidak lepas dari sifat kekeliruan maupun kesalahan dan
jika ada sesuatu yang biasa dijadikan bahan kajian oleh pembaca makalah
ini maka kelompok kami akan merasa termotivasi.

Saran dan kritik dari pembaca makalah ini yang sifatnya


membangun semangat kelompok kami akan selalu ditunggu oleh para
pembaca.

17
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol, Edisi Revisi 2014. Psikologi Kepribadian. Jakarta 2004

Feist Jess, Feist Gregory J. 2012. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika
Olson, Matthew H., B.R. Hergenhahn. 2013. Pengantar Teori-Teori Kepribadian.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Pervin, Lawrence A, Daniel Cervone dan Oliver P. John. 2012. Psikologi


Kepribadian Teori & Penelitian. Jakarta: Kencana

18

Anda mungkin juga menyukai