Abstrak
Berbicara mengenai studi analisis wacana, bukan hanya sekedar mengenai pernyataan, tetapi juga
struktur dan tata aturan wacana. Terbentuknya bangunan wacana dan struktur analisis wacana
tentunya tidak terlepas dari keterkaitan atau hubungan antara wacana dengan kenyataan. Kenyataan
atau realitas dipahami sebagai seperangkat konstruksi sosial yang dibentuk melalui wacana.
Analisis wacana yang dimaksud dalam penulisan ini, akan memberikan pemahaman mendasar
bahwa wacana tidak dipahami semata-mata sebagai objek studi bahasa saja, akan tetapi memaknai
wacana sebagai praktik sosial yang bertujuan. Wacana tidak serta merta hadir begitu saja,
melainkan hadir dengan tujuan tertentu yang ingin disampaikan kepada khalayak penikmatnya.
Dalam melakukan analisis wacana, tidak cukup hanya menganalisis unsur kebahasaannya, akan
tetapi juga harus memperhitungkan konteks yang membangun wacana tersebut. Melalui analisis
wacana kritis tidak hanya menganalisis bahasa dalam arti studi linguistik atau aspek kebahasaan
semata, melainkan bahasa tersebut dianalisis dengan menghubungkannya pada konteks. Konteks
di sini bermaksud bahwa bahasa tersebut dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu.
Kata kunci: wacana, analisis wacana, analisis wacana kritis, pengkajian wacana.
1. PENDAHULUAN
Sebuah Wacana akan dilihat sebagai Suatu Wacana dipahami sebagai unit-unit dan
teks yang merupakan objek dan data yang bentuk-bentuk tuturan dari interaksi yang
selalu terbuka bagi pembacaan dan penafsiran menjadi bagian dari perilaku linguistis sehari-
yang beragam. Teks diterima dan dipahami hari, tetapi dapat muncul secara sama dalam
oleh pembacanya dan lingkungan budaya lingkungan institusional. Wacana merupakan
dimana teks tersebut diproduksi dan teks yang berada dalam situasi tuturan.
dikonsumsi. Jadi, teks bersifat intertekstual dan Sementara itu, menurut van Dijk, wacana
sekaligus subjektif atau dengan kata lain, teks adalah teks “dalam konteks”. Dalam wacana
bersifat intersubjektif. Artinya teks tergantung terkandung makna konteks yang lebih luas.
pada bagaimana penafsiran-penafsiran yang Dalam konteks teori perilaku linguistis, adalah
diajukan orang lain dalam kode-kode dan penting untuk menentukan “teks”, yang
konvensi-konvensi suatu komunitas, dan materinya dibuat dalam teks, dipisahkan dari
dengan demikian disahkan atau ditolak situasi tuturan umum yang hanya sebagai
(Cavallaro, 2004, hlm. 109-111). perilaku reseptif pembaca, dasar umumnya
dipahami dalam makna sistematis, bukan Wacana secara sistematis dalam ide, opini,
makna historis. Dalam teks, perilaku ujaran konsep dan pandangan hidup, dibentuk dalam
memiliki kualitas pengetahuan dalam melayani konteks tertentu, sehingga mempengaruhi cara
transmisi, serta disimpan untuk penggunaan berpikir dan bertindak (Foucault, 2011, hlm.
sesudahnya dalam bentuk tertulis yang 401- 406).
konstitutif dan untuk penggunaan istilah Ciri lain yang tidak kalah pentingnya dalam
sehari-hari. Jadi, teks lebih dipandang sebagai pembacaan wacana Foucault adalah ciri utama
fenomena linguistis yang berdiri sendiri dan wacana yaitu kemampuannya untuk menjadi
terpisah dari situasi tuturan. satu himpunan yang berfungsi membentuk dan
Kedua istilah yaitu teks dan wacana, secara melestarikan hubungan-hubungan kekuasaan
bergantian digunakan dalam analisis wacana. dalam suatu masyarakat.
Kress (1985) mengungkap tentang istilah teks Analisis wacana kritis merupakan teori
dan wacana cenderung digunakan tanpa untuk melakukan kajian empiris tentang
perbedaan yang jelas. Kajian teks lebih hubungan-hubungan antara wacana dan
menekankan pada persoalan matrialitas, bentuk, perkembangan sosial budaya, memiliki
dan struktur bahasa, sedangkan kajian wacana wawasan dan berfungsi membentuk
lebih menekankan pada persoalan isi, fungsi, pengetahuan dalam konteks yang spesifik, juga
dan makna sosial dalam penggunaan bahasa. menghasilkan interpretasi dengan memandang
Diskusi-diskusi dengan dasar dan tujuan yang efek kekuasaan dari wacana-wacana kritis
lebih linguistis cenderung menggunakan istilah tanpa menggeneralisasikan pada konteks lain.
teks. Brunner & Grafaen (dalam Wodak, 1996,
hlm. 13) mengemukakan bahwa istilah wacana 2. PEMBAHASAN
berakar pada sosiologi, sementara istilah teks 2.1 Memahami Wacana
berakar pada filologi dan sastra (Darma, 2009, Wacana adalah rentetan kalimat yang
hlm.70). berkaitan, sehingga membentuk makna yang
Michel Foucault adalah salah satu pemikir serasi di antara kalimat-kalimat tersebut.
yang mengembangkan teori wacana. Dalam Syamsuddin (2011, hlm. 7), menjelaskan
studinya, memperlihatkan bahwa manusia bahwa pengertian dari wacana adalah sebagai
muncul karena susunan kata-kata dan benda rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang
yang diubah-ubah. Lebih lanjut dijelaskan mengungkapkan suatu hal (subjek) yang
bahwa, sepenggal masa yang disebut disajikan secara teratur dan sistematis dalam
modernitas, menghasilkan susunan yang satu kesatuan yang koheren, serta dibentuk dari
memberi tempat istimewa pada diri manusia unsur segmental maupun nonsegmental
yang sadar diri. Susunan yang dimaksudkan bahasa.
Foucault adalah keretakan hubungan subyek Berdasarkan pengertiannya, Syamsuddin
(kata-kata) dan obyek (benda-benda) yang (2011, hlm. 8) mengidentifikasi ciri dan sifat
karena suatu hal diutuhkan kembali. Suatu hal sebuah wacana, sebagai berikut.
yang membuat keretakan hubungan subyek a. Wacana dapat berupa rangkaian kalimat
dan obyek di utuhkan kembali adalah ujar secara lisan dan tulisan atau rangkaian
kekuasaan, dan kekuasaan itu diproduksi oleh tindak tutur;
wacana. Bagaimana wacana diproduksi, siapa b. Wacana mengungkapkan suatu hal (subjek);
yang memproduksi dan apa efek produksi c. Penyajiannya teratur, sistematis, koheren,
wacana? yang bisa menjawab pertanyaan lengkap dengan semua situasi
diatas adalah konsep wacana Michel Foucault. pendukungnya;
Dalam konsepnya Foucault tidak memandang d. Memiliki satu kesatuan misi dalam
wacana sebagai serangkaian kata atau preposisi rangkaian itu;
dalam teks, tetapi memproduksi yang lain, e. Dibentuk oleh unsur segmental dan
yaitu sebuah gagasan, konsep atau efek. nonsegmental.
2 METAMORFOSIS
Analisis Wacana Kritis Diana Silaswati
dalam Pengkajian Wacana
Dalam hal ini, wacana dapat disebut sebagai a. Wacana ekspresif, apabila wacana itu
rekaman kebahasaan yang utuh tentang bersumber pada gagasan penutur atau
peristiwa komunikasi, dan komunikasi penulis sebagai sarana ekspresif, seperti
merupakan alat interaksi sosial, yaitu hubungan wacana pidato.
antara individu atau kelompok dengan individu b. Wacana fatis, apabila wacana itu bersumber
atau kelompok lainnya dalam proses sosial. pada saluran untuk memperlancar
Berkomunikasi dapat menggunakan medium komunikasi, seperti wacana perkenalan
verbal (lisan dan tulis) maupun medium dalam pesta.
nonverbal (isyarat dan kinesik). Perwujudan c. Wacana informasional, apabila wacana itu
medium verbal adalah wacana yang merupakan bersumber pada pesan atau informasi,
produk komunikasi verbal. Wacana seperti wacana berita dalam media massa.
mengasumsikan adanya penyapa (pembicara d. Wacana estetik, apabila wacana itu
atau penulis) dan pesapa (pendengar atau bersumber pada pesan dengan tekanan
pembaca). Dalam proses berbahasa, penyapa keindahan pesan, seperti wacana puisi dan
menyampaikan pesan (pikiran, rasa, kehendak) lagu.
yang menjadi makna dalam bahasa (lingual) e. Wacana direktif, apabila wacana itu
untuk disampaikan kepada pesapa sebagai diarahkan pada tindakan atau reaksi dari
amanat (Sudaryat, 2011, hlm. 105-106). mitra tutur atau pembaca, seperti wacana
Menurut Tarigan (dalam Djajasudarma, khotbah.
1994, hlm. 5), wacana adalah satuan bahasa Ditinjau dari kelengkapan unsurnya, Darma
terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas (2009, hlm.3) mengemukakan, bahwa wacana
kalimat atau klausa dengan koherensi dan merupakan unit bahasa yang paling lengkap
kohesi tinggi yang berkesinambungan, serta unsurnya, tidak hanya didukung oleh unsur
mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata. nonsegmental dan suprasegmental, seperti yang
Sementara itu, Djajasudarma (1994, hlm. 15) dikemukakan Harimurti Kridalaksana dalam
berpendapat mengenai wacana dan komunikasi kamus linguistiknya, yang dikutip oleh Darma,
serta fungsinya, bahwa wacana dengan unit bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap
konversasi memerlukan unsur komunikasi dalam hierarkis gramatikal berupa satuan
berupa sumber (pembicara dan penulis) serta gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana
penerima (pendengar dan pembaca). Lebih direalisasikan dalam bentuk karangan yang
lanjut, dijelaskan pula olehnya bahwa semua utuh seperti novel, buku, seri ensiklopedia, dll.
unsur komunikasi berhubungan dengan fungsi Wacana merupakan proses komunikasi
bahasa, yang meliputi: (1) fungsi ekspresif, menggunakan simbol-simbol yang berkaitan
menghasilkan jenis wacana berdasarkan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa di
pemaparan secara ekspositoris, (2) fungsi fatik dalam suatu sistem kemasyarakatan yang luas.
(pembuka konversasi), menghasilkan dialog Melalui pendekatan wacana, pesan-pesan
pembuka, (3) fungsi estetik, menyangkut unsur komunikasi seperti kata-kata, tulisan, gamba,
pesan sebagai unsur komunikasi, dan (4) fungsi dan pesan-pesan komunikasi lainnya, tidak
direktif, berhubungan dengan pembaca atau bersifat netral atau steril. Pada dasarnya wujud
pendengar sebagai penerima isi wacana secara dari bentuk wacana tersebut dapat dilihat dalam
langsung dari sumber. beragam buah karya pembuat wacana.
Dengan merujuk pada fungsi bahasa tersebut Eksistensinya ditentukan oleh orang-orang
di atas, maka pengklasifikasian dari wacana yang menggunakannya, konteks peristiwa yang
dapat mengacu pada pendapat Leech (1974) berkenaan dengannya, situasi masyarakat luas
dalam Kushartanti dan Lauder (2008, hlm. 91) yang melatarbelakangi keberadaannya, dapat
yang menyatakan bahwa wacana dapat berupa nilai, ideologi, emosi, kepentingan-
diklasifikasikan seperti berikut ini. kepentingan, dll.
4 METAMORFOSIS
Analisis Wacana Kritis Diana Silaswati
dalam Pengkajian Wacana
Analisis terhadap wacana pada mulanya e. analisis wacana diarahkan kepada masalah
dipelopori oleh Zellig Harris pada tahun 1952 memakai bahasa secara fungsional
dengan menuliskan sebuah artikel yang (functional use of language - menurut
berjudul Discourse Analysis yang dimuat pada Coulthard).
jurnal Language. Para linguist pada era tersebut Selanjutnya menurut Syamsuddin, ciri-ciri
disibukkan dengan analisis kebahasaan pada dasar lainnya masih dapat diramu dari
tataran morfologi dan sintaksis saja yang hanya beberapa ahli lain seperti Merritt, Sclegloff dan
mengkaji bahasa sampai pada tataran kalimat. Sacls Fraser, Searle, Richard, Halliday and
Harris dalam artikelnya menuliskan tentang Hasan, serta Horn, antara lain sebagai berikut.
perlu dilakukannya analisis yang lebih a. Analisis wacana bersifat interpretasi
komperehensif terhadap bahasa yang tidak pragmatis, baik bentuk bahasanya maupun
berhenti pada tataran internal kebahasaan saja maksudnya (form and notion);
(kalimat), akan tetapi mengkaji lebih lanjut b. Analisis wacana banyak bergantung pada
tataran eksternal yang menyelimuti tataran interpretasi terhadap konteks, dan
pengetahuan yang luas (interpretation is
internal tersebut, yakni keterkaitan antara teks
dependent upon context and knowledge of
dengan kontesksnya.
world);
Analisis wacana mulai banyak dilakukan
c. Semua unsur yang terkandung di dalam
oleh para ahli pada tahun 1960-an. Renkema wacana dianalisis sebagai suatu rangkaian;
(2004, hlm. 1) mendefinisikan analisis wacana d. Wujud bahasa dalam wacana itu lebih jelas
sebagai disiplin ilmu yang mengkaji hubungan karena didukung oleh situasi yang tepat (All
antara bentuk dan fungsi dalam komunikasi materials used in ‘real’, that is, actually
verbal. Brown & Yule (1983, hlm. 1) dalam having occured in appropriate situation);
bukunya yang berjudul Discourse Analysis e. Khusus untuk wacana dialog, kegiatan
menjelaskan bahwa analisis wacana berarti analisis terutama berkaitan dengan
melakukan analisis terhadap bahasa yang pertanyaan, jawaban, kesempatan berbicara,
digunakan. Begitu pula dengan van Dijk (1988, penggalan percakapan dan lain-lain.
hlm. 24) dalam karyanya News as Discourse, Kehadiran konteks yang dihubungkan
menjelaskan bahwa analisis wacana merupakan dengan faktor kebahasaan ternyata tidak cukup
proses analisis terhadap bahasa dan penggunaan memuaskan bagi proses analisis wacana.
bahasa dengan tujuan memperoleh deskripsi Pengaruh paradigma kritis menghadirkan
yang lebih eksplisit dan sistematis mengenai terobosan yang disebut analisis wacana kritis.
apa yang disampaikan. Paradigma kritis menggambarkan dunia
Syamsuddin (2011, hlm.8-9), mengemuka- sebagai suatu sistem yang tidak seimbang,
kan ciri dan sifat wacana dari segi analisisnya, yang mengandung dominasi, eksploitasi,
sebagai berikut: pengorbanan, penindasan dan kekuasaan.
a. Analisis wacana membahas kaidah memakai Kaum kritis berusaha untuk memperlihatkan
bahasa di dalam masyarakat (rule of use - kesalahan yang muncul pada keadaan
menurut Widdiwson); masyarakat. Mereka cenderung tertarik dengan
b. Analisis wacana merupakan usaha kelompok yang didominasi dibandingkan
memahami makna tuturan dalam konteks, dengan siapa yang melakukan dominasi
teks, dan situasi (Firth); tersebut (Johnstone, 2002, hlm. 26).
c. Analisis wacana merupakan pemahaman Para ahli wacana kritis mendefiniskan
rangkaian tuturan melalui interpretasi wacana dengan tema yang lebih luas lagi.
semantik (Beller); Wodak (dalam Darma, 2009, hlm. 70)
d. Analisis wacana berkaitan dengan merumuskan wacana sebagai totalitas interaksi
pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa dalam ranah tertentu. Wacana itu dikuasai
(What is said from what is done - menurut secara sosial dan dikondisikan secara sosial.
Labov);
Konsistensi teoretis menuntut agar analisis ini, bahasa digunakan untuk menganalisis teks
wacana mempertimbangkan dan membuat jelas dan tidak dipandang dalam pengertian
posisinya terhadap wacana tertentu yang dikaji linguistik tradisional. Bahasa dalam analisis
dan mengakses kemungkinan-kemungkinan wacana kritis, selain pada teks, juga pada
konsekuensi yang timbul dari kontribusinya konteks bahasa sebagai alat yang dipakai untuk
kepada pemroduksian kewacanaan. Teori tujuan dan praktik tertentu termasuk praktik
wacana digunakan untuk memahami fenomena ideologi.
sosial sebagai pengonstruksian kewacanaan,
karena pada prinsipnya semua fenomena sosial 2.3 Karakteristik dan Fungsi Analisis
bisa dianalisis menggunakan piranti analisis Wacana Kritis
wacana. Penggunaan bahasa merupakan Analisis wacana kritis (AWK) melihat
fenomena sosial yang diciptakan melalui pemakaian bahasa tutur dan tulisan sebagai
konvensi, negosiasi, dan konflik dalam praktik sosial. Praktik sosial dalam analisis
konteks-konteks sosial untuk mencapai kondisi wacana kritis dipandang menyebabkan
bahwa struktur makna itu tetap dan tertantang hubungan dialektis antara peristiwa diskursif
(Jorgensen, 2007, hlm. 42-45). tertentu dengan situasi, istitusi, dan struktur
Untuk tujuan analisis wacana, harus dilihat sosial. Konsep ini dipertegas oleh Fairclough
dari tiga dimensi wacana secara simultan, dan Wodak yang melihat praktik wacana bias,
meliputi (1) teks-teks bahasa, baik lisan maupun menampilkan efek ideologis, yang artinya
tulisan, (2) praksis kewacanaan, yaitu produksi wacana dapat memproduksi hubungan
teks dan interpretasi teks, (3) praksis kekuasaan yang tidak imbang antara kelas
sosialkultural, yaitu perubahan-perubahan sosial, laki-laki dan perempuan, kelompok
masyarakat institusi dan budaya yang mayoritas dan minoritas, dimana perbedaan
menentukan bentuk serta makna sebuah tersebut direpresentasikan dalam praktik
wacana. Dalam menganalisis sebuah wacana sosial. Fairclough dan Wodak berpendapat
secara kritis, pada hakikatnya adalah bahwa analisis wacana kritis adalah bagaimana
menganalisis tiga dimensi wacana tersebut bahasa menyebabkan kelompok sosial yang
secara integral sebagai aplikasi dialektis ada bertarung dan mengajukan ideologinya
Fairclough (dalam Darma, 2009, hlm. 69-70). masing-masing.
Eriyanto (2012, hlm. 7) mengungkapkan Habermas (dalam Darma, 2009, hlm. 53)
melalui wacana sebagai contoh, bahwa mengemukakan pendapatnya tentang analisis
keadaan yang rasis, seksis, maupun wacana kritis (AWK), bahwa analisis wacana
ketimpangan dari suatu kehidupan sosial, kritis bertujuan membantu menganalisis dan
dipandang sebagai sebuah common sense dan memahami masalah-masalah sosial dalam
sebagai suatu kewajaran atau alamiah. hubungannya antara ideologi dan kekuasaan.
Menurutnya analisis wacana kritis melihat Tujuan analisis wacana kritis adalah untuk
bahasa sebagai faktor penting, yaitu bagaimana mengembangkan asumsi-asumsi yang bersifat
bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan ideologis yang terkandung dibalik kata-kata
kekuasaan yang terjadi dalam masyarakat. dalam teks atau ucapan dalam berbagai bentuk
Analisis wacana yang dimaksudkan tersebut kekuasaan.
adalah merupakan upaya pengungkapan Analisis wacana kritis dipakai untuk
maksud tersembunyi dari subjek (penulis) yang mengungkapkan tentang hubungan ilmu
mengemukakan suatu pernyataan. pengetahuan dan kekuasaan. Selain itu juga,
Dalam studi analisis wacana (discourse dapat digunakan untuk mengeritik. Analisis
analysis), pengungkapan seperti tersebut di wacana kritis dalam konteks sehari-hari
atas, dimaksudkan dalam kategori analisis digunakan untuk membangun kekuasaan, ilmu
wacana kritis (critical discourse analysis/ pengetahuan baru, regulasi, dan normalisasi,
CDA). Pemahaman dasar dari CDA adalah serta hegemoni (Pengaruh satu bangsa terhadap
bahwa wacana tidak dipahami semata-mata bangsa lain). Analisis wacana kritis juga
hanya sebagai obyek studi bahasa. Dalam hal digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu,
6 METAMORFOSIS
Analisis Wacana Kritis Diana Silaswati
dalam Pengkajian Wacana
menerjemahkan, menganalisis dan mengeritik Fokus dari analisis wacana kritis adalah
kehidupan sosial yang tercermin dalam teks pada cara-cara struktur wacana memberlaku-
atau ucapan, yaitu suatu teks yang diproduksi kan, mengkonfirmasi, dan mereproduksi
dengan ideologi tertentu yang disampaikan hubungan-hubungan tentang kekuasaan dan
pada khalayak pembacanya. dominasi di masyarakat. Lebih khusus lagi,
Lebih lanjut Darma (2009, hlm. 53-54) diidentifikasi oleh Fairclough & Wodak (dalam
menyimpulkan bahwa analisis wacana kritis Tannen, 2001, hlm. 353) sebagai berikut:
(AWK) dibentuk oleh struktur sosial (kelas, Summarize the main tenets of CDA as
status, identitas etnik, zaman, dan jenis follows: 1. CDA addresses social problems; 2.
kelamin), budaya, serta wacana (bahasa yang Power relations are discursive; 3. Discourse
digunakan). AWK mencoba mempersatukan constitutes society and culture; 4. Discourse
dan menentukan hubungan antara teks aktual, does ideological work; 5. Discourse is
historical; 6. The link between text and society
latihan diskursif (proses ini melibatkan is mediated; 7. Discourse analysis is
mencipta, menulis, ujaran, dan menyimak), interpretative and explanatory; 8. Discourse is
serta konteks sosial yang berhubungan dengan a form of social action.
teks dan latihan diskursif (Fairclough, 2000). Fairclough dan Wodak mengidentifikasi
Dengan lebih rincinya, dikatakan bahwa teks karakteristik dari analisis wacana kritis dan
adalah peristiwa tempat sesuatu diceritakan. meringkas tentang ajaran utamanya, bahwa
Latihan diskursif merujuk pada aturan, norma, analisis wacana kritis (Critical discourse
perasaan, sosialisasi yang spesifik dalam analysis): (1) memberi perhatian pada masalah-
hubungannya dengan penerima pesan dan masalah sosial; (2) mengungkap bahwa relasi-
penerjemah pesan. Hal ini berguna untuk relasi kekuasaan adalah bersifat diskursif; (3)
menentukan bagaimana individu belajar percaya bahwa wacana berperan dalam
berfikir, bertindak dan berbicara dalam pembentukan masyarakat dan budaya; (4)
berbagai posisi kehidupan sosial. Konteks percaya bahwa wacana berperan dalam
sosial adalah tempat dimana wacana terjadi (di membangun ideologi; (5) percaya bahwa
pasar, ruang kelas, tempat bermain, gereja, wacana bersifat historis atau sejarah; (6)
mesjid, dan ruang konferensi). Analisis wacana memediasikan hubungan antara teks dan
kritis selalu melibatkan kekuasaan dan ideologi, masyarakat sosial; (7) bersifat interpretatif dan
seperti konteks masa lalu yang dihubungkan eksplanatif; (8) percaya bahwa wacana
dengan konteks masa sekarang (sejarah). merupakan suatu bentuk aksi sosial.
Analisis wacana kritis dapat diinterpretasi Teun A. Van Dijk mengemukakan bahwa
berlainan, tergantung latar belakang, analisis wacana kritis digunakan untuk meng-
pengetahuan, dan posisi-posisi kekuasaan analisis wacana-wacana kritis, di antaranya
seseorang. politik, ras, gender, kelas sosial, hegemoni, dan
Tugas utama analisis wacana kritis menurut lain-lain. Van Dijk (dalam Tannen, 2001, hlm.
van Dijk adalah menguraikan relasi kuasa, 352) memberi definisi analisis wacana kritis
dominasi dan ketimpangan yang diproduksi (CDA) sebagai berikut:
dalam wacana (Tannen dkk, 2001). Sependapat Critical discourse analysis (CDA) is a type
dengan van Dijk, Renkema (2004, hlm. 282) of discourse analytical research that primarily
dalam bukunya Introduction to Discourse studies the way social power abuse, dominance,
and inequality are enacted, reproduced, and
Studies mengungkapkan, bahwa wacana
resisted by text and talk in the social and
merupakan refleksi relasi kuasa yang terdapat political context. With such dissident research,
dalam masyarakat. Menurutnya, analisis critical discourse analysts take explicit
wacana kritis dilakukan dengan tujuan untuk position, and thus want to understand, expose,
mendeteksi masalah-masalah sosial, terutama and ultimately resist social inequality.
masalah diskriminasi, selain itu juga, melihat Dari definisi tersebut, tampak bahwa agenda
bahasa sebagai faktor penting dalam utama dari analisis wacana kritis (CDA) adalah
perwujudan kuasa pihak tertentu. mengungkap bagaimana kekuasaan, dominasi
dan ketidaksetaraan dipraktikkan, direproduksi penutur dan mitra tutur (fungsi interpersonal),
atau dilawan oleh teks tertulis maupun serta menyajikannya secara koherensif dan
perbincangan dalam konteks sosial dan politis. memadai melalui teks (fungsi tekstual).
Dengan demikian analisis wacana kritis Mereka menerapkan analisis terhadap tiga
(Critical discourse analysis/CDA) mengambil fungsi bahasa tersebut, untuk membedah
posisi non-konformis atau melawan arus ideologi yang ada pada wacana. Analisis hanya
dominasi dalam kerangka besar untuk melawan dilakukan terhadap tataran teks, yaitu
ketidakadilan sosial. menganalisis elemen pilihan kosakata,
Hubungan atau keterkaitan antara bahasa, nominalisasi dan kalimat yang digunakan pada
teks, dan konteks sosial dalam analisis wacana teks (Fowler, Roger, et al. 1979, hlm. 188).
kritis. Bahasa sebagai semiotik sosial Analisis wacana kritis (Critical discourse
merupakan salah satu dari sejumlah sistem analysis) dalam perkembangannya, telah
makna, seperti tradisi, mata pencaharian, dan melahirkan beragam teori dengan pendekatan
sistem sopan santun yang secara bersama yang juga beragam, yang digunakan oleh para
membentuk budaya manusia. Dalam proses ahli dalam penelitiannya. Van Leeuwen (2008)
sosial, konstruk realitas tidak dapat dipisahkan dalam bukunya yang berjudul Discourse and
dari konstruk sistem semantik di tempat Practice menggunakan pendekatan eksklusi
realitas itu dikerjakan. Pada tingkatan yang dan inklusi, untuk menganalisis bagaimana
sangat konkret, bahasa tidak berisi kata-kata, aktor-aktor dalam wacana ditampilkan dan
klausa-klausa atau kalimat-kalimat, tetapi apakah aktor tersebut ditampilkan secara utuh,
berisi teks atau wacana berkaitan dengan apa hanya sebagian atau bahkan dihilangkan.
yang secara aktual dilakukan, dimaknai, dan Eksklusi merupakan pengeluaran atau
dikatakan oleh masyarakat dalam situasi nyata. penghilangan aktor dari suatu wacana. Proses
Dalam konteks interpersonal, konteks eksklusi direalisasikan melalui tiga strategi,
tempat makna dipertahankan, sama sekali yaitu pasivasi (penghilangan aktor dalam
bukan tanpa nilai-nilai sosial. Melalui tindakan wacana yang paling umum dilakukan dengan
makna sehari-hari, masyarakat memerankan menggunakan kalimat pasif untuk menjabar-
struktur sosial, menegaskan status dan peran kan suatu peristiwa), nominalisasi (proses
yang dimilikinya, serta menetapkan dan mengubah verba menjadi nomina) dan peng
mendefinisikan sistem nilai dan pengetahuan. gantian anak kalimat. Berlawanan dengan
Halliday (1978, hlm. 40) menyatakan bahwa eksklusi, inklusi berkaitan dengan bagaimana
teks adalah suatu pilihan semantis data konteks aktor dimasukkan atau dihadirkan dalam
sosial, yaitu suatu cara pengungkapan makna wacana. Proses inklusi direalisasikan melalui
melalui bahasa lisan atau tulisan. Dalam hal ini enam strategi, yaitu diferensiasi-indiferensiasi
ada empat catatan mengenai teks, bahwa teks (menghadirkan aktor atau peristiwa lain
pada hakikatnya adalah (1) sebuah unit sebagai pembanding), objektivasi-abstraksi,
semantik, (2) dapat memproyeksikan makna nominasi-kategorisasi, nominasi-identifikasi,
pada level yang lebih tinggi, (3) sebuah proses determinasi-indeterminasi, dan asimilasi-
sosiosemantis, dan (4) ditentukan faktor individualisasi. Jenis pendekatan ini memung-
situasi. kinkan untuk meninjau lebih dalam dan
Fowler, Hodge, Kress dan Trew (1979) terperinci tentang posisi aktor dalam wacana.
mengaplikasikan teori fungsional gramar Namun, untuk melihat bagaimana terbentuk-
Halliday dalam melakukan analisis wacana nya wacana secara utuh, masih belum bisa
kritisnya. Melalui aplikasi teori Halliday dikatakan terperinci, mengingat van Leeuwen
tersebut, menyatakan bahwa bahasa memiliki hanya melakukan analisis pada tataran teks
tiga fungsi utama, yaitu mengkomunikasikan saja (van Leeuwen, 2008, hlm. 28-29).
proses terjadinya peristiwa di dunia dan semua Sejalan dengan van Leeuweun, dapat dilihat
yang terlibat di dalamnya (fungsi ideasional), pada karya Mills (1997) yang berjudul
mengekspresikan sikap penutur terhadap Discourse. Analisis wacana kritis dilakukannya
proposisi yang sudah disusun dan relasi antara dengan memfokuskan pada bagaimana aktor-
8 METAMORFOSIS
Analisis Wacana Kritis Diana Silaswati
dalam Pengkajian Wacana
aktor ditampilkan pada wacana, bedanya dikaji pada tataran struktur mikro, yakni elemen
dengan van Leeuweun adalah dalam fokus sintaksis, semantis, stilistik dan retoris. Kognisi
kajian yang dilakukan. Mills yang lebih sosial hadir untuk menjembatani antara teks dan
terkenal dengan kajian wacana feminismenya, konteks. Kognisi sosial berkaitan dengan proses
mengkaji tentang bias media wacana dalam mental dan kognisi pembuat wacana dalam
menampilkan perempuan, sehingga terjadi proses produksi wacana. Adanya analisis
pemarjinalan di dalamnya. Model analisis terhadap kognisi sosial melalui daftar
wacana kritis Mills berusaha menghubungkan pernyaaan yang diajukan kepada pembuat
posisi aktor sosial dan posisi suatu peristiwa wacana akan lebih memperjelas bagaimana
untuk mengungkapkan adanya pemarjinalan. wacana diproduksi dan konteks seperti apa
Posisi subjek dan objek dalam suatu peristiwa yang mempengaruhinya. Untuk analisis
dikaji secara mendalam oleh Mills, untuk konteks sosial dilakukan melalui studi
melihat aktor mana yang memiliki posisi yang intertekstualitas, yakni mengkaitkan suatu
lebih tinggi dan memiliki kuasa untuk menentu- wacana dengan wacana terkait yng ada sebelum
kan wacana yang akan dilemparkan pada dan sesudahnya. Keterkaitan antara teks,
publik. Aktor yang berperan sebagai subjek, kognisi sosial, dan konteks sosial mencermin-
diasumsikan sebagai aktor yang memiliki kan kecenderungan suatu wacana. Kelebihan
kesempatan untuk mendefinisikan dan melaku- proses analisis wacana yang dilakukan van Dijk
kan pencitraan terhadap dirinya. Di sisi lain, adalah bagaimana menghubungkan antara teks
aktor yang menjadi objek adalah pihak yang dan konteks melalui kognisi sosial pembuat
didefinisikan dan digambarkan kehadirannya wacana.
oleh orang lain. Analisis terhadap posisi subjek- Senada dengan van Dijk, Fairclough dalam
objek, diyakini Mills mengandung muatan Eriyanto (2012, hlm. 289) melihat teks dalam
ideologi tertentu. Kelebihan pendekatan berbagai tingkatan. Sebuah teks bukan hanya
analisis wacana kritis yang dilakukannya menampilkan bagaimana suatu objek
adalah memperhitungkan posisi pembaca digambarkan, akan tetapi menampilkan juga
dalam teks. Wacana semata-mata bukanlah bagaimana hubungan antar objek yang
sebagai hasil produksi dari pembuat wacana, didefinisikan. Pada dasarnya, setiap teks
dan pembaca tidak serta merta ditempatkan menurut Fairclough dapat diuraikan dan
sebagai sasaran. Mills menganggap wacana dianalisis dari tiga unsur, untuk lebih jelasnya
sebagai hasil negoisasi antara pembuat wacana dapat dilihat melalui tabel di bawah ini:
dan pembacanya. Tabel 3.1
Berbeda dengan van Leeuwen dan Mills, Tiga Unsur yang dapat Diuraikan dan
pendekatan analisis wacana kritis van Dijk Dianalisis dari Setiap Teks (Sumber:
(1988), yang dikenal dengan pendekatan Fairclough dalam Eriyanto, 2012, hlm. 289)
kognisi sosial, menyertakan analisis terhadap
kognisi pembuat wacana dalam proses Unsur Yang Ingin Dilihat
pembentukan wacana dan juga melibatkan Bagaimana peristiwa, orang,
analisis kebahasaan secara lebih mendalam kelompok, situasi, keadaan,
untuk membongkar relasi kekuasaan dan Representasi atau apapun ditampilkan
dominasi yang diproduksi pada wacana. Dijk dan digambarkan dalam
teks.
mengklasifikasikan elemen wacana menjadi
tiga, yaitu teks, kognisi sosial dan konteks Bagaimana hubungan antara
sosial. Tataran teks dibagi menjadi tiga, yaitu: Relasi khalayak dan partisipan
wacana ditampilkan dan
struktur makro, berkaitan dengan struktur luar
digambarkan dalam teks.
pembentuk wacana, superstruktur berkaitan
dengan skematik wacana, dan struktur mikro Bagaimana identitas
mencakup elemen-elemen kebahasaan yang Identitas khalayak, dan partisipan
wacana ditampilkan dan
digunakan dalam wacana. Van Dijk digambarkan dalam teks.
menetapkan empat elemen kebahasaan yang
10 METAMORFOSIS