Anda di halaman 1dari 4

Penerapan Paham Foucault dalam konteks komunikasi Visual

Konsep Foucault
Berdasarkan Maki (2020) dalam jurnalnya diceritakan bahwa Michel Foucault sendiri
merupakan salah satu tokoh yang membumikan paham postmodernisme. Analisis wacana yang
digunakan oleh Foucault yaitu untuk mengkritisi fenomena modernisme yang dianggap
menghilangkan identitas masyarakat dan kegagalan modernisme dalam menanggulangi
problematika yang sudah menjalar di berbagai penjuru dunia. Pendekatan lingusitik yang
digunakan oleh Foucalt ini berupaya untuk menilisik lebih jauh bagaimana bahasa diproduksi
dan dihegemoni oleh kepentingan individual sehingga yang ditekankan dalam analisis ini
bukanlah isi dari teks yang tersirat saja, melainkan apa orientasi yang ingin diraih oleh pencipta
teks tersebut (Eriyanto, 2012, h. 31).
Sedangkan Umanailo (2019), cenderung menjabarkan bahwa konsep Foucault banyak
berpendapat tentang kekuasaan, menurut Foucault, kekuasaan lah yang selama ini menjustifikasi
sesuatu itu benar atau salah. Kebenaran merupakan hasil dari kekuasaan dan pengetahuan itu
sendiri. Kekuasaan menghasilkan kebenaran subyektif, karena melibatkan pengetahuan, maka
kebenaran tersebut menjadi bersifat disipliner. Setiap pengetahuan pasti terbentuk dan terikat
dalam kondisi sosio-historis yang konkrit, dalam kesementaraan, dan tidak pernah
mentransformasikan diri menjadi kebenaran-kebanaran obyektif dan universal.
Kekuasaan menjadi pusat perhatian utama dalam pemikiran Foucault, hampir semua
pemikirannya berkaitan dengan kekuasaan. Foucault berpendapat bahwa wacana dapat
diidentifikasikan dan dibedah dengan lembaga atau aspek yang lain dalam masyarakat. Secara
sederhana wacana juga dapat dimaknai otoritas (kekuasaan) untuk mendeskripsikan sesuatu yang
dipropagandakan oleh suatu institusi. Foucault merupakan salah satu metode analisis teks media
untuk membedah bagaimana cara media mengkonstruksi sebuah wacana. Analisis wacana
Foucault adalah analisis wacana yang menyejarah. Tetapi sejarahnya dipengaruhi oleh pemikiran
sejarah baru yang menolak pemisahaan antara fungsi ilmu manusia (human science) dengan
sejarah. Dalam pendekatan sejarah lama, yang pertama hanya untuk menganalisis hal “yang
sinkroni” dan hal yang tidak berubah (misalnya teks) sementara “sejarah” adalah untuk
menganalisis dimensi yang berubah (konteks) (Foucault, Lotringer & Hochhroth, 1996, hal. 20).
Foucault menyatakan bahwa kuasa itu tidak hanya terkait dengan lembaga tertentu, kuasa
justru terdapat dimana-mana. Dimana-mana kita temukan aturan-aturan, sistem regulasi yang
menentukan bagaimana kuasa bekerja (pada hubungan sosial, seksualitas, media komunikasi,
pendidikan, dan pengetahuan) (Lubis, 2014:178). Kekuasaan dalam pemikiran Foucault bukan
dipahami sebagai hak istimewa yang digenggam oleh negara atau sekelompok kecil masyarakat.
Kekuasaan menurut Foucault artikan dalam satu dimensi relasi. Dimana ada relasi, di situ ada
kekuasaan.

Studi Kasus Foucault


Berdasarkan hasil penelitian oleh Maki (2020), unsur representasi media masa terhadap
kaum difabel berdasarkan persepektif analisis wacana kritis Foucault. Menurut Foucault dalam
sebuah wacana (media masa) terdapat sebuah dominasi kekuasaan yang dirasa terkesan
eksploitatif dan deskriminatif sehingga dalam sasaran objek wacana adalah siapa yang
membentuk wacana serta pengaruh apa saja yang hendak disampaikan oleh media masa
(Foucault, 2002, hal. 81).

1. Difabel Sebagai Objek Inspirasi dan Eksploitasi


2. Mengeksploitasi difabel untuk menaikan rating
3. Diskriminasi Difabel Menggunakan Istilah Disabilitas Secara Intens
4. Diskriminasi Difabel Sebagai Manusia Tidak Berdaya

Seperti yang sudah dikatakan Foucault, bahwa media massa yang memiliki kekuatan
untuk mempengaruhi publik ingin menciptakan narasi-narasi diskriminasi kepada masyarakat
mengenai kaum minoritas dalam hal ini difabel. Bahwa difabel yang seolah-olah tidak dapat
berbuat apa-apa mampu melakukan kebaikan, kenapa tidak dengan orang-orang normal. Dalam
hal ini terjadi kontruksi negatif kepada masyarakat mengenai difabel sehingga sampai kapanpun
difabel tidak bisa disetarakan dengan orang-orang normal lainnnya.
Dari hasil penelitan ini peneliti menemukan empat data dari berbagai objek yang berbasis
media masa diantaranya IDN Times, Kompas.com, Trans7, dan CNN. Keempat media ini
mewakili bagaimana media massa merepresentasikan difabel dalam sebuah media baik itu yang
berbasis online maupun elektronik belum bisa menyikapi secara humanis dan netral atau normal.
Hal ini diperkuat oleh adanya kesimpulan berdasarkan analisis wacana kritis milik Michael
Foucault, bahwa keempat representasi yang dilakukan media massa selama ini kurang
menguntungkan bagi keberadaan difabel. Perkara ini bisa kita lihat dari isi pemberitaan yang
dibawakan oleh media massa, yaitu :

1. Kompas.com, yang ingin membentuk konstruk dan mengkampanyekan orang-orang


difabel hanya sebagai sarana objek inspirasi. Pesan yang disampaikan oleh
Kompas.com adalah bahwa difabel merupakan seorang yang sangat hebat dan patut
untuk ditiru, karena mampu untuk melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh
difabel lain dengan narasi supercrip atau mengherosiasi.
2. Trans7, bahwa terdapat dua misi yang ingin disampaikan oleh Trans7 dalam acara
Hitam Putih. Pertama ingin menjadikan objek inspirasi dari dua narasumber tersebut
dimana kedua kakak-beradik ini mampu menjadi tulang punggung keluarga,
meskipun mereka memiliki keterbatasan fisik. Hal tersebut direpresntasikan dalam
acara hitam putih yang berjudul “Kakak adik difabel tulang punggung keluarga”.
Kedua mengeksploitasi difabel untuk menaikan rating. Dalam industri pertelevisian
persaingan sangat kompetitif maka kualitas chanelpun haru terpecaya sehingga
membuat konten yang memiliki unsur sensasi seperti mengahadarikan difabel untuk
menggugah hati publik agar dapat melihat konten setasiun berita tersebut .
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Foucault, bahwa media secara tidak sadar
ingin menyampaikan sasaran objek wacana adalah siapa yang membentuk wacana
serta pengaruh apa saja yang hendak disampaikan oleh media masa.
3. IDN Times, dalam judul berita menggunakan istilah diabilitas, bukan difabel yang
secara tidak langsung mendeskriminasi para difabel dengan istilah tersebut. Secara
tidak langsung juga IDN Times dalam isi tulisan mengistilahkan orang yang
berkelainan khusus dengan kata disabilitas secara intens. Hal ini merupakan bukti
IDN TIMES bernarasi kepada khalayak umum, bahwa orang yang memiliki
kekurangan baik fisik maupun psikis diistilahkan sebagai orang yang tidak mampu
untuk menggunakan seluruh anggota tubuhnya secara sempurna sehingga dari
anggapan ini, bahwa orang-orang difabel harus dikasihani dengan perhatian yang
khusus.
4. CNN, judul yang disuguhkan oleh CNN ingin mengkontruksikan kepada masyarakat,
bahwa orang difabel yang tidak memiliki kapasitas dan potensi untuk menggunakan
semua anggota tubuhnya dapat menolong seorang kucing yang nyaris jatuh ke
selokan. Seperti yang sudah dikatakan Foucault, bahwa media massa yang memiliki
kekuatan untuk mempengaruhi publik ingin menciptakan narasi-narasi diskriminasi
kepada masyarakat mengenai kaum minoritas dalam hal ini difabel. Bahwa difabel
yang seolah-olah tidak dapat berbuat apa-apa mampu melakukan kebaikan, kenapa
tidak dengan orang-orang normal. Dalam hal ini terjadi kontruksi negatif kepada
masyarakat mengenai difabel sehingga sampai kapanpun difabel tidak bisa
disetarakan dengan orang-orang normal lainnnya.

Daftar Pustaka

Dhona, H. R. (2019). Analisis Wacana Foucault Dalam Studi Komunikasi. Journal


Communication Spectrum: Capturing New Perspectives in Communication, 9(2), 189-
208.http://jurnal.bakrie.ac.id/index.php/Journal_Communication_spectrum/article/view/2
026

Foucault M., Lotringer, S. & Hochhroth, L. (1996). Foucault Live (Interviews 1961-1984).
Semiotexte.

Umanailo, M. C. B. (2019). PEMIKIRAN MICHEL FOUCAULT. https://osf.io/preprints/h59t3/

MakiA. (2020). REPRESENTASI MEDIA MASSA TERHADAP DIFABEL DALAM


PEMBERITAAN BERDASARKAN ANALISIS WACANA KRITIS MICHEL
FOUCAULT. Voxpop, 2(1), 55-63. https://doi.org/10.33005/voxpop.v2i1.82

Anda mungkin juga menyukai