16/399313/SP/27446
Tugas Literasi Media:
Pentingnya Literasi Media di Era Post-Truth
PENDAHULUAN
Tatkala orang ramai berbicara tentang hoax atau berita bohong, ada fenomena lain yang
tak kalah menarik untuk diperhatikan, yakni keriuhan orang untuk bersaing mengklaim
kebenaran. Tiap-tiap orang merasa dirinya benar dan orang lain salah-tidak ada niat baik untuk
sesekali mencoba memakai sepatu orang lain. Tiap kelompok masyarakat mengonstruksi
kebenaran menurut versi masing-masing, sesuai kepentingan masing-masing, dan
menenggelamkan fakta di dasar laut. Yang ditonjolkan adalah opini dan tafsir terhadap fakta.
Apakah kita sedang hidup di era post-truth?
Kamus Oxford menjadikan post-truth sebagai “Word of the Year” tahun 2016.
Berdasarkan keterangan editornya, jumlah penggunaan istilah tersebut di tahun 2016
meningkat 2000 persen bila dibandingkan 2015. Sebagian besar penggunaan istilah post-truth
merujuk pada dua momen politik paling berpengaruh di 2016: keluarnya Inggris Raya dari Uni
Eropa (Brexit) dan terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat.
Istilah post-truth menurut penjelasan Kamus Oxford digunakan pertama kali tahun
1992. Istilah itu diungkapkan Steve Tesisch di majalah The Nation ketika merefleksikan kasus
Perang Teluk dan kasus Iran yang terjadi di periode tersebut. Tesich menggarisbawahi bahwa
“kita sebagai manusia yang bebas, punya kebebasan menentukan bahwa kita ingin hidup di
dunia post-truth.” Dilansir melalui Remotivi.or.id, Ralph Keyes dalam bukunya Post-truth Era
(2004) dan komedian Stephen Colbert mempopulerkan istilah yang berhubungan dengan post-
truth yaitu truthiness yang kurang lebih sebagai sesuatu yang seolah-olah benar, meski tidak
benar sama sekali.
Indonesia telah memasuki era post-truth, ditandai dengan merebaknya berita hoax di
media sosial, kebimbangan media dan jurnalisme khususnya dalam menghadapi pernyataan-
pernyataan bohong dari politisi. Fenomena post-truth terkait mudahnya informasi dibuat oleh
siapapun dan menyebar di media sosial, mengikuti kecenderungan emosi masyarakat. Hoax
dan tuduhan tak berdasar sering menyebar dan viral. Celakanya, pernyataan bohong dari
politisi pun sering menjadi headline berita di media online. Pembaca yang belum memliki
literasi media yang baik akan mudah untuk tertipu. Butuh langkah serius agar kita tidak terbawa
arus post-truth.
PEMBAHASAN
Apakah Literasi Media Itu?
Literasi media adalah istilah yang makin populer di Indonesia untuk menyebut berbagai
aktivitas yang terkait dengan sikap kritis terhadap media. Menurut James Potter, literasi media
adalah “A set of perspectives that we actively expose ourselves to the media to interpret the
meaning of the messages we encounter. We build our perspectives from knowledge structures.
To build our knowledge structures, we need tools, raw materials, and willingness. The tools
are our skills. The raw material is information from the media and the real world. The
willingness comes from our personal locus.” (Potter, 2013:23)
Melalui definisi tersebut dapat dipahami bahwa literasi media adalah “alat”, sementara
kumpulan informasi atau pesan adalah “bahan mentahnya”, dan “kemauan” adalah lokus
personal kita, yaitu seberapa besar niat dan usaha kita untuk memproses informasi yang kita
dapat.
Silverblatt (1995) menekankan pengertian literasi media pada beberapa elemen, di
antaranya: (1) kesadaran akan pengaruh media terhadap individu dan sosial; (2) pemahaman
akan proses komunikasi massa; (3) pengembangan strategi untuk menganalisis dan
mendiskusikan pesan media; (4) kesadaran bahwa isi media adalah teks yang menggambarkan
kebudayaan dan diri kita sendiri pada saat ini; dan (5) mengembangkan kesenangan,
pemahaman, dan penghargaan terhadap isi media.
Terdapat tujuh kecakapan atau kemampuan yang diupayakan muncul dari kegiatan
literasi media (Potter, 2013:19), yaitu:
1. Menganalisis: kemampuan menganalisis struktur pesan.
2. Evaluasi: mampu menghubungkan informasi yang ada di media massa dengan kondisi
dirinya, dan membuat penilaian mengenai keakuratan, dan kualitas relevansi informasi itu
dengan dirinya.
3. Pengelompokkan: menentukan setiap unsur yang sama dalam beberapa cara; menentukan
setiap unsur yang berbeda dalam beberapa cara.
4. Induksi: menyimpulkan suatu pola dari rangkaian elemen kecil. Mampu menarik pola
generalisasi untuk semua elemen dalam himpunan tersebut.
5. Deduksi: menggunakan prinsip-prinsip umum guna menjelaskan sesuatu secara khusus.
6. Sintesis: merakit unsur-unsur menjadi strutktur baru.
7. Abstraksi: menciptakan gambaran yang tepat secara singkat dan jelas tentang esensi dari
pesan dalam kata-kata yang lebih sedikit dibanding pesan aslinya.
Literasi media bersifat multidimensional dengan perkembangan kognitif, emosional,
aestetik, dan moral. Literasi media terdiri dari tiga hal dasar: lokus personal, struktur
pengetahuan, dan kemampuan. Orang yang memiliki literasi media tinggi dapat melihat lebih
banyak makna dari suatu pesan. Mereka lebih sadar terhadap tingkatan makna dari pesan
tersebut. Hal ini meningkatkan pemahaman mereka akan pesan tersebut. Mereka lebih mampu
untuk membentuk sendiri mental code-nya. Mereka mampu mengontrol informasi apa yang
mereka dapatkan dari pesan tersebut. Mereka yang memiliki literasi media tingkat tinggi dapat
memenuhi tujuan dari pemahaman, kontrol dan apresiasi atas pesan.
Referensi
Dhani, Arman. (2017). 5 Jam Terjebak Pengepungan Gedung YLBHI. Diakses dari
https://tirto.id/5-jam-terjebak-pengepungan-gedung-ylbhi-cwSB. Tanggal akses 28
Agustus 2018.
KEMKOMINFO. 2013. ““Kominfo : Pengguna Internet di Indonesia 63 Juta Orang”. [Online].
Diakses
dari https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3415/Kominfo+%3A+Pengguna+I
nternet+di+Indonesia+63+Juta+Orang/0/berita_satker. Tanggal akses 28 Agustus
2018.
Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel. (2012). Blur: Bagaimana Mengetahui Kebenaran di Era
Banjir Informasi. Jakarta: Dewan Pers (dikerjakan bersama Yayasan Pantau).
Malinda, Septiana. (2018). Efek Post Truth di Media Sosial terhadap Demokrasi Indonesia.
Diakses dari https://www.bulaksumurugm.com/2018/03/21/efek-post-truth-di-media-
sosial-terhadap-demokrasi-indonesia/. Tanggal akses 28 Agustus 2018,
Potter, W. James. (2013). Media Literacy. Sixth Edition. London: Sage.
Silverblatt, Art. (1995). Media Literacy: Keys to Interpreting Media Messages. London:
Praeger
Utomo, Wisu Prasetya. (2017). Selamat Datang di Era Post-Truth. Diakses dari
http://www.remotivi.or.id/kabar/345/Selamat-Datang-di-Era-Post-Truth. Tanggal
akses 28 Agustus 2018.
Widhana, Dieqy Hasbi. (2017). Menit-menit Peristiwa Penyerbuan & Evakuasi di LBH
Jakarta. Diakses dari https://tirto.id/menit-menit-peristiwa-penyerbuan-amp-evakuasi-
di-lbh-jakarta-cwQw . Tanggal akses 28 Agustus 2018.