Oleh :
Ahmad Sayid Sabiq 1510138124 (NR)
Nanda Wahyu Irawan 1510133124 (NR)
Yogie Adam I.P 1510173124 (NR)
M. Asmaullah Al Husni 1510136124 (NR)
Ricardo P. Putro 1512351024 (R)
Di era milenial saat ini perkembangan teknologi dan informasi semakin pesat,
khususnya kemudahan dalam mengakses media sosial serta berbagai macam informasi
yang ada didalamnya. Media sosial menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan dari
kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai media yang memfasilitasi masyarakat
untuk mengakses informasi tentunya kebenaran informasi di media sosial tidak
sepenuhnya benar, ada kalanya sebuah informasi mengandung kebohongan atas
fenomena yang terjadi di masyarakat.
Meski pada saat itu, kebenaran bahwa Ahok benar-benar menodai agama Islam
belum terbukti karena hukum belum selesai, adanya kecenderungan emosi masyarakat
atas kasus tersebut dimaknai oleh masyarakat sesuai dengan pengaruh ataupun nilai
pribadi yang menjadi keyakinan dalam diri mereka masing-masing tanpa mencari tahu
fakta yang seungguhnya.
Kasus ini dikategorikan sebagai post-truth karena adanya opini publik yang
terbentuk hanya karena pembenaran sesuai perasaan yang timbul tanpa melihat alasan-
alasan lain yang lebih objektif. Post-truth yang dimaksud bukan masalah benar atau
tidaknya Ahok sehingga menjadi terdakwa, namun hal yang menjadi sorotan disini
adalah mudahnya persepsi masyarakat dapat dibentuk dengan mengungkapkan
kebencian seakan-akan Ahok benar-benar bersalah, padahal proses hukum yang ada
belum selesai.
Hal seperti inilah yang menggiring opini masyarakat di media sosial yang hanya
didasarkan atas alasan emosional tanpa adanya kajian objektif terlebih dahulu. Akibat
kemudahan pembuatan konten inilah yang akhirnya fakta-fakta obyektif kurang
berpengaruh dalam pembentukan opini publik dibandingkan dengan emosi dan
keyakinan pribadi. Masyarakat yang menutup pola pikirnya pasti akan mudah berpihak
terhadap media sosial yang menyuarakan kalimat provokatif yang mengklaim
pembenaran terhadap dirinya sendiri.
Ruang semu yang kebebasannya tidak lagi tidak sepenuhnya dapat terpantau
dan tak terkendali menjadi ancaman bagi semua golongan. Informasi yang hadir di
media sosial dan dikonsumsi publik menjadi kegelisahan bagi pengguna media sosial
sehingga sulit mencari kebenaran suatu berita. Salah satu solusi yang ditawarkan
dengan literasi media, yaitu pembenaman dalam diri pengguna internet kemampuan
untuk memahami, menganalisis dan mendekontruksi pencitraan media. Diharapkan
dengan cara ini agar ketika seseorang bersentuhan dengan internet ia melek terhadap
informasi yang diakses, sehingga tidak menjadi individu labil yang gagap dan mudah
dipengaruhi.
KESIMPULAN
SARAN
Bruns, Axel (2007) Produsage: Towards a Broader Framework for User-Led Content.
Creation. In Proceedings Creativity & Cognition 6, Washington, DC.