Mass society theory (teori masyarakat Massa) dikembangkan oleh William Kornhauser (Locher,
2002: 249). Pada tahun 1959, Kornhauser menerbitkan sebuah tulisan yang diberi judul The
Politics of Mass Society. Kornhauser melalui Mass society theory berpandangan bahwa
organisasi suatu masyarakat menyebabkan kategori perilaku tertentu dari anggota dan pemimpin.
Suatu masyarakat dimana banyak dari warganya merasa terasing (alienated)—yang banyak
memiliki pengaruh langsung atas para elit dan para pemimpinya—memiliki potensi untuk
menjadi mass society (masyarakat massa). Mass society theory memfokuskan perhatiannya
terhadap gerakan massa (mass movement) yakni suatu gerakan populer yang beroperasi di luar
dan terhadap suatu tatanan sosial. Gerakan massa ini cenderung mengkonsumsi seluruh
masyarakat (tend to consume an entire society). Perilaku mereka dapat menjadi merusak
(destructive). Suatu masyarakat massa (mass society) adalah rentan terhadap gerakan politik
destruktif yang bertujuan untuk menghilangkan kebebasan.
1) Atomization (Atomisasi):
Atomisasi mengacu kepada orang-orang yang merasa terisolir secara sosial dan merasa tidak
berdaya dalam masyarakat. Sebagian besar sosiolog menyebut istilah atomization dengan
alienation (keterasingan).
2) Access (Akses):
Menurut Kornhauser, access dimaksudkan sejumlah pengaruh langsung yang dimiliki oleh
warga negara yang melebihi para pemimpinnya.
3) Availability (Ketersediaan):
Adalah kesiapan (ketersediaan) warga untuk dipengaruhi oleh para pemimpin. Warga yang
terlalu banyak memiliki kemampuan untuk dipengaruhi oleh pemimpin maka sangat mudah
untuk dimanipulasi.
4) Intermediate Groups (Kelompok Menengah):
Kornhauser berpendapat bahwa dalam keadaan lemahnya kekuatan, maka kelompok mediasi
(intermediate groups) mempunyai kecenderungan memperbesar karakteristik ini.
5) Mass Movements (Gerakan Massa):
Suatu masyarakat yang ditandai oleh adanya atomization, access, availability, dan intermediate
groups adalah termasuk mass society.
6) Crisis Politics (Krisis Politik):
Kornhauser menyatakan bahwa perspektif masyarakat massa (mass society perpective) sangat
tepat digunakan dalam menganalisis respons ekstrim terhadap krisis politik.
7) Culture and Personality (Kepribadian dan Kultur):
Faktor-faktor kultur dan kepribadian individu keduanya merupakan factor penting dalam
perkembangan suatu gerakan massa (mass movement), karena legitimasi kultur (cultural
legitimacy) dan dukungan psikologis (psychological support) memberikan kekuatan terhadap idé
dan gerakan.
8) Cultural legitimacy (Legitimasi kultur):
Standar massa bersifat umum dan dapat dengan cepat berubah tanpa alasan yang jelas.
9) Psychological support (Dukungan psikologis):
Kornhauser melihat bahwa kurangnya koneksitas dari intermediate groups menyebabkan orang-
orang merasa tidak memiliki kemampuan untuk bisa partisipasi dalam dunia sosial mereka.
Beberapa penelitian awal mengenai media massa dipengaruhi oleh teori masyarakat massa,
terutama dari Mazhab Frankfurt: bahwa penonton dianggap relativf terdiferensiasi dan mudah
dipengaruhi (atau dimanipulasi) oleh programprogram. Menurut Macionis (2009: 496),
masyarakat massa (mass society) adalah suatu masyarakat dimana kemakmuran dan birokrasi
telah melemahkan ikatan sosial tradisional. Masyarakat massa (mass society) yakni suatu
gambaran yang dihubungkan dengan masyarakat modern, masyarakat era industri (industrial
era). Tonnies, Durkheim, dan Weber menggambarkan ide tentang pemahaman modernitas
sebagai kemunculan masyarakat massa melalui pendekatan fungsionalisme-struktural (the
structural-functional approach). Istilah modernitas (modernity) menggambarkan atribut tertentu
masyarakat modern. Banyak pemikiran sosiologi didasarkan pada asumsi mengenai pembagian
tajam antara masyarakat pra-moderen dan modern. Ada banyak perdebatan mengenai kualitas
kedua jenis masyarakat itu serta mengenai kapan masyarakat Barat menjadi modern. Modernitas
dibedakan berdasarkan aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya. Sebagai contoh, masyarakat
modern biasanya memiliki ekonomi kapitalis industrial, organisasi politik demokrasi, dan
struktur sosial berupa pembagian ke dalam kelas-kelas sosial. Studi mengenai gambaran
masyarakat sebagai massa dapat dilacak sebagai berikut: Pada awal abad ke-19 para teoritisi
politik (political theorist) seperti Alexis de Tocqueville menggunakan terminologi mass society
dengan memusatkan perhatian terhadap elit dalam proses pergantian susunan politik (body
politic) pada masyarakat Barat ketika revolusi Perancis (the French Revolution) terjadi.
Selanjutnya, pada akhir abad ke-19, Emile Durkheim menghubungkan masyarakat sebagai massa
melalui konsep atomistic individuals.
2. Masyarakat Massa (Mass Society) dan Teori tentang Politik Massa (The
Theory of Mass Politics)
Menurut Gusfield (1962: 20), para analis masyarakat massa (mass society analysts) memandang
sistem sosial modern secara signifikan berbeda dari masyarakat awal dan masyarakat non-
industrial. Namun terdapat kesamaan secara umum ketika menggambarkan tentang intisari (core)
dari masyarakat massa (mass society), yakni menunjukkan lemahnya asosiasi-asosiasi primer dan
kelompokkelompok lokal. Para eksponen politik massa (mass politics) memberikan gambaran
tentang keadaan modernitas Barat, masyarakat industrial sebagai masyarakat dimana seseorang
tidak memiliki keterikatan dengan asosiasi-asosiasi primer atau sekunder. Hannah Arendt
menulis bahwa karakteristik dari para pemimpin masyarakat massa bukanlah kebrutalan atau
keterbelakangan, namun lebih karena adanya isolasi dan hilangnya hubungan sosial yang normal.
Sejak diperkenalkan oleh Marx, pengertian sosiologis alienasi kehilangan telah digunakan untuk
menggambarkan beragam fenomena. Termasuk di antaranya: perasaan terpisah dan gelisah
terhadap masyarakat; perasaan bahwa ada keterpurukan moral dalam masyarakat; perasaan
ketidakberdayaan di hadapan kukuhnya lembaga sosial, sifat organisasi sosial birokratik
berskala besar yang impersonal dan nirkemanusiaan.