Anda di halaman 1dari 15

Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology)

5 (2) (2020): 108-122, DOI: https://doi.org/10.24114/antro.v5i2.14329

Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal


of Social and Cultural Anthropology)
Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/anthropos

Pendidikan Islam dan Multikulturalisme di Indonesia

Islamic Education and Multiculturalism in Indonesia


Sapirin
Kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri 3 Tapanuli Tengah, Indonesia
Diterima: 07-08-2019; Disetujui: 11-10-2019; Dipublish: 30-01-2020

Abstrak
Kemajemukan Masyarakat Indonesia dapat dilihat dari berbagai sisi baik dari sisi ras, etnik, budaya, agama,
golongan sosial ekonomi bahkan dari sisi orientasi politik. Keberagaman yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia
tersebut merupakan menjadi kekhasan tersendiri yang merupakan kekayaan yang tak ternilai harganya. Disisi
lain, walaupun keberagaman merupakan suatu hal yang sangat behargam, disisi lain hal tersebut dapat menjadi
potensi yang mendorong terjadinya konflik dan perpecahan. Konsep pendidikan multikulturalisme memiliki
masalah yang signifikan yaitu mementingkan pemahaman keagamaan. Jika hal ini yang menjadi penekanannya,
maka dalam pembelajaran agama islam yang diajarkan adalah yang berkenaan dengan nilai-nilai universal saja
sebagaimana yang dimiliki oleh semua agama. Sedangkan telah dipahami secara pasti bahwa dalam pendidikan
agama islam yang diajarkan adalah tauhid, fiqih, dan akhlakul karimah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
dalam pendidikan agama islam dilandasi sangat kuat dalam membina manusia yang beradab. Kalau diperhatikan,
pendidikan multikulturalisme tidak memiliki dasar pijakan yang kuat dalam mengkonsep tujuan pendidikannya.
Dibandingkan dengan pendidikan Islam jelas landasannya yaitu berdasarkan pada pada alquran, sunnah dan
Ijtihad pada ulama. Jadi jelaslah bahwa tujuan pendidikan islam adalah pembentukan sikap, sudah tentu pada
tataran sosial sudah bagian dari pendidikan multikulturalisme. Sikap disini adalah perilaku terpuji yang
merupakan cerminan dari pendidikan islam itu sendiri.
Kata Kunci: Pendidikan Islam, Multikulturalisme

Abstract
The plurality of Indonesian society can be seen from various sides in terms of race, ethnicity, culture, religion,
socioeconomic groups and even in terms of political orientation. The diversity that is owned by the people of Indonesia
is a distinct characteristic that is a priceless wealth. On the other hand, although diversity is a very prestigious thing,
on the other hand it can be a potential that drives conflict and division. The concept of multicultural education has a
significant problem that is concerned with religious understanding. If this is the emphasis, then in the teaching of
Islam the teachings are those that deal with universal values as possessed by all religions. While it is understood for
certain that in Islamic religious education taught is monotheism, jurisprudence, and morality karimah. Thus it can be
understood that in Islamic religious education is very strongly based in fostering civilized humans. If we pay attention,
multiculturalism education does not have a strong foundation in conceptualizing its educational goals. Compared to
Islamic education the foundation is clearly based on the Koran, Sunnah and Ijtihad on the ulama. So it is clear that the
goal of Islamic education is the formation of attitudes, of course at the social level it is part of multiculturalism
education. The attitude here is praiseworthy behavior which is a reflection of Islamic education itself.
Keywords: Islamic Education, Multiculturalism

How to Cite: Sapirin. (2020). Pendidikan Islam dan Multikulturalisme di Indonesia, Anthropos: Jurnal
Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology) 5 (2): 108-123
*Corresponding author: ISSN 2460-4585 (Print)
E-mail: sapirinnasution@gmail.com ISSN 2460-4593 (Online)

108
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology)
5 (2) (2020): 108-123

PENDAHULUAN Akibat konsep pendidikan agama islam


Kemajemukan Masyarakat Indonesia selama ini masih bersifat normatif dan
dapat dilihat dari berbagai sisi baik dari doktrinal maka multikulturalisme di
sisi ras, etnik, budaya, agama, golongan lembaga pendidikan Islam khususnya
sosial ekonomi bahkan dari sisi orientasi masih mendapat kritikan. Padahal jika
politik. Keberagaman yang dimiliki oleh ditilik secara mendalam tentang konsep
masyarakat Indonesia tersebut merupakan multikulturalisme, maka didapatkan
sesuatu yang menjadi kekhasan tersendiri secara gamblang penjelasannya.
yang merupakan kekayaan yang tak Diantaranya ayat alquran QS. Ar-rum: 23
ternilai harganya. Disisi lain, walaupun
keberagaman merupakan suatu hal yang ۡ‫ار ۡ َۡوٱبتِغَا ٓ ُؤكُم ۡ ِمن‬ ِۡ ‫َو ِمنۡ ۡ َءا َٰيَ ِت ِۡهۦ ۡ َمنَا ُم ُكمِۡۡبٱلَّي‬
ِۡ ‫ل ۡ َۡوٱلنَّ َه‬
sangat beragam, namun hal tersebut dapat
ۡ ۡ٢٣ۡ َ‫ت ِۡلقَو ٖمۡيَس َمعُون‬ ٖ َ‫فَض ِل ِ ٓهۡۦۡ ِإ َّنۡفِيۡ َٰذَلِكَ ََۡل ٓ َٰي‬
menjadi potensi yang mendorong 22. dan di antara tanda-tanda
terjadinya konflik dan perpecahan. Dengan kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit
demikian, perlunya suatu kesadaran bagi dan bumi dan berlain-lainan bahasamu
setiap elemen masyarakat yang bernegara dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada
untuk mewujudkan suatu ikatan persatuan yang demikan itu benar-benar terdapat
dan kesatuan. Salah satu pengikat tanda-tanda bagi orang-orang yang
kekuatan persatuan dalam keberagaman mengetahui.
adalah dengan politik sentralisasi yang Ayat tersebut di atas memberikan
berpusat pada kekuasaan pemerintah. gambaran bahwa dalam Islam sangat
Tetapi hal demikian tidak relevan lagi menghargai adanyaperbedaan yang
diterapkan pada masa sekarang, karena merupakan keniscayaan. Dalam hal ini,
hal tersebut merupakan hal yang khususnya bangsa Indonesia yang
dilakukan pada masa lampau. beraneka ragam, pendidikan agama
Untuk saat sekarang ini yang menjadi memberikan kontribusi yang positif
suatu alternatif sebagai wadah untuk dengan memberikan pengetahuan yang
menghindari disintegrasi bangsa dan bernuansa multikulturalisme yang
memelihara persatuan dan berlandaskan bagaimana seorang individu
kesatuanintegrasi nasional adalah hidup yang humanis dan pluralis.
multikulturalisme yang salah satu
pengembangan konsepnya adalah melalui
pendidikan Islam di lembaga pendidikan.

109
Sapirin, Konseling Lintas Budaya dan Agama (Nilai-Nilai

PEMBAHASAN keberadaan tradisi beragama di kehidupan


Multikulturalisme Sebagai Realitas masayarakat merupakan sesuatu yang
Sosial (Statistik Multikulturalisme Di
tidak dapat dihindari lagi. Masing-masing
Indonesia)
bagian dari keberagaman tersebut
mempunyai hak yang sama dan
mempertahankan tradisi dan identitasnya
masing-masing.
Jika dilihat dari data BPS tahun 2010

Indonesia merupakan salah satu ditemukan bahwa negara Indonesia

negara multikultural terbesar dengan memiliki jumlah pulau sekitar 17.504

kondisi sosio kultural maupun geografis pulau besar dan kecil dengan jumlah

yang beragam dan luas. Jika dilihat dari populasi penduduk lebih dari 200 juta

data, Negara Indonesia memiliki jumlah jiwa. Indonsesia memiliki 300 suku dengan

pulau sekitar 13.000 pulau besar dan kecil menggunakan hampir 200 bahasa yang

dengan jumlah populasi penduduklebih berbeda, kelompok suku terbesar di

dari 200 juta jiwa. Indonsesia memiliki Indonesia yaitu suku Jawa dengan jumlah

300 suku dengan menggunakan hampir mencapai (40,2%), suku sunda (15,5%),

200 bahasa yang berbeda, dilain hal suku Batak (3,58%), suku Madura

indonesia juga memiliki keberagaman (3,03%), suku Betawi 2.88%), suku

keyakinan yaituIslam, Katolik, Kristen Minangkabau (2,73%), suku Bugis

Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta (2,69%), suku Melayu (2,27%), suku Arab

sebagai macam aliran kepercayaan. (2,10%), suku Banten (1,97%), suku

Walaupun multikultural dan multireligius Banjar(1,74%), suku Bali (1,67%), suku

merupakan suatu kekayaan bangsa, tidak Sasak (1,34%), suku Dayak (1,27%), suku

bisa dipungkiri juga bahwa hal tersebut Tionghoa (1,20%), suku Makasar (1,13%),

akan melahirkan persoalan sosial suku Cirebon (0,79%). (BPS, 2010.)

keagamaan. Kompleksitas hubungan sosial Indonesia juga memiiliki

baik antar umat beragama maupun dengan keberagaman agama, karena agama

budaya berbeda sangat dirasakan oleh memegang peranan penting dalam

seluruh elemen dalam masyarakat, mulai kehidupan masyarakat. Masyarakat agama

dari politisi, guru, tokoh agama dan yang heterogin itu diikat oleh sebuah

bahkan sampai orang tua di rumah. Hal ini worldview yang dijadikan kesepakatan

tidak dapat dinafikan lagi bahwa bersama, yaitu sila “Ketuhanan Yang Maha

110
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology)
5 (2) (2020): 108-123

Esa”. Menurut hasil Sensus Penduduk berbagai tingkatan, sebagai wadah untuk
Indonesia 2010, dari 237.641.326 mengkader peserta didik untuk mencapai
penduduk Indonesia, penduduk terbesar tujuan pendidikan bangsa. Secara historis,
pertama adalah agama Islam sebanyak pendidikan multikultural muncul pada
87,18% sekaligus merupakan negara lembaga-lembaga pendidikan diwarnai
dengan penduduk muslim terbanyak di oleh sistem pendidikan. kelompok suku
dunia. Protestan 6,96%. Katolik 2,9%. terbesar di Indonesia dengan jumlah
Hindu 1,69% . Buddha 0,72%. konghucu mencapai (41,7%) dari total populasi, suku
0,05% . Kepercayaan lainnya , 0,13%. sunda (15,41%), suku Tionghoa Indonesia
Karena Indonesia merupakan suatu berjumlah sekitar (3,7%), suku melayu
negara yang terdiri dari keberagaman (3,4%), suku Madura (3,3%), suku Batak
tersebesar di dunia, maka Indonesia (3,0%), suku Minagkbau (2,7%), suku
berdasarkan konferensi yang diadakana betwi (2,5%), suku Bugis (2,5%), suku
tahun 1979 di kota Vatikan Roma, maka Arab-Indonesia (2,4%), suku Banten
Indonesia dijadikan sebagai negara (2,1%), suku Banjar(1,7%), suku Bali
percontohan dalam kehidupan toleransi (1,5%), suku Sasak (1,3%), suku Makasar
antar umat beragama. Bahkan Paus Paulus (1,0%), suku Cirebon
II memberikan apresiasi kepada Indonesia (0,9%)(NaimdanSauqi, 2008).
bahwa meskipun terdiri dari beragam Karena Indonesia merupakan suatu
suku bangsa dan agama namun hidup negara yang terdiri dari keberagaman
dalam kerukunan dan toleransi (Naim, tersebesar di dunia, maka Indonesia
2008). berdasarkan konferensi yang diadakana
Salah satu cara untuk tahun 1979 di kota Vatikan Roma, maka
mempertahankan tradisi dan identitas Indonesia dijadikan sebagai negara
keagamaan adalah dengan jalur percontohan dalam kehidupan toleransi
pendidikan (Abdullah, 2005). Pendidikan antar umat beragama. Bahkan Paus Paulus
merupakan suatu sarana yang paling tepat II memberikan apresiasi kepada Indonesia
dan efektif untuk melanjutkan dan bahwa meskipun terdiri dari beragam
melanggengkan suatu tradisi dari generasi suku bangsa dan agama namun hidup
ke generasi selanjutnya. Pendidikan dalam kerukunan dan toleransi (Abdullah,
merupakan salah satu media yang paling 2005). Jadi pendidikan multikultural
efektif untuk melahirkan generasi merupakan strategi yang menjadikan latar
Lembaga-lembaga pendidikan dari belakang kebudayaan peserta didik

111
Sapirin, Konseling Lintas Budaya dan Agama (Nilai-Nilai

sebagai usaha untuk meningkatkan masyarakat plural yang terdiri dari


pembelajaran yang dijadikan sebagai kelompok-kelompok kulturalyang ebih
penunjang memperluas konsep-konsep membentuk penciptaan kolektif yang
budaya, perbedaan, kesamaan dan mencerminkan dan menegaskan
demokrasi (A. Suradi, 2018). perspektif-perspektif khas mereka; 5)
Hal ini berarti pendidikan islam yang Multikulturalisme kosmopolitan,
berbasis multikultural menggunakan merupakan masyarakat plural yang
pendekatanprogresif agar dapat berusaha menghapus batas-batas kultural
bertransformasi pendidikan dan budaya sama sekali untuk menciptakan sebuah
masyarakat secara menyeluruh. Konsep masyarakat tempat setiap individu tidak
tentang multikulturalisme secara umum lagi terikat kepada budaya tertentu dan
dapat diterima oleh masyarakat indonesia secara bebas berinteraksi terlibat dalam
secara positif karena realitas masyarakat percobaan-percobaan interkultural dan
Indonesia merupakan masyarakat sekaligus mengembangkan kehidupan
majemuk. Ada lima konsep tentang model kultural masing-masing.
multikulturalisme (Azra, 2007): 1) Multikulturalisme terdiri dari tiga
Multikulturalisme isolasionis, merupakan komponen yaitu kebudayaan, pluralitas
masyarakat yang terdiri dari berbagai kebudayaan, dan cara tertentu untuk
kelompok kultural yang menjalankan merespons pluralitas (Imron, 2009). Pada
hidupnya secara otonom yang berinteraksi dasarnya multikulturalisme bukanlah
minimal satu sama lain; 2) doktrin politik pragmatik tetapi cara
Multikulturalisme akomodatif, merupakan pandang kehidupan manusia (Najmina,
masyarakat yang terdiri dari kultur 2018). Dalam pandangan masyarakat
dominan yang menyesuaikan diri dengan awam realitas multikulturalisme
akomodasi-akomodasi tertentu bagi merupakan asumsi problematis yang
kebutuhan kultur kaum minoritas; 3) penting dipahami. Demikian juga halnya
Multikulturalisme otonomis, merupakan dalam pendidikan agama yang
masyarakat plural yang terdiri dari mengajarkan agama yang melibatkan
kelompok-kelompok kultural pendekatan historis dan komperatif
yangberusaha mewujudkan kesetaraan daripada mengajarkan tentang agama yang
dengan budaya dominan dalam kerangka melibatkan indoktrinasi dogmatif.
politik kolektif bisa diterima; 4) Pendekatan yang kedua ini dalam
Multikulturalisme interaktif, merupakan realitasnya tidak mampu menyediakan

112
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology)
5 (2) (2020): 108-123

sarana untuk menentukan kurikulum (Naim, 2008): 1) Pendidikan


agama mana yang dapat diterima dan multikulturalisme berprinsip pada
mana yang harus ditolak (Zakiyuddin, demokrasi; 2) Pendidikan multikultural
2007). Hal inilah yang meberikan berorientasi kepada kemanusiaan; 3)
pemahaman tentang pentingnya Pendidikan multikulturalisme
paradigma multikultural menjadi landasan mengembangkan sikap mengakui dan
utama penyelenggaraan pendidikan. menghargai
Pendidikan agama membutuhkan Pendidikan multikultural merupakan
perubahan perspektif keagamaan fonomena dan gejala baru di dalam
pandangan multikulturalis dan pergaulan umat manusia yang
mempertahankan pandangan dan sikap mendambakan persamaan hak, termasuk
inklusif dan pluralis. hak untuk mendapatkan pendidikan yang
Konsep pendidikan agama sama untuk semuaorang (“education for
berwawasan multikultural menjadikan all”). Pendidikan multikultural harus
pendekatan dialogis dalam memupuk berjalan saling bergandengan tangan
kesadaran dalam kehidupan keberagaman. dengan proses demokratisasi di dalam
Dengan demikian pendidikan berwawasan kehidupan masyarakat. Proses
multikultural didasarkan pada gagasan demokratisasi yang memberlakukan
sosial dan persamaan hak dalam multikulturalisme dipicu oleh pengakuan
pendidikan tidak akan pernah terhadap hak asasi manusia yang tidak
berseberangan dengan doktrin Islam. membedakanperbedaan-perbedaan
Islam memberikan gambaran tentang manusia atas warna kulit, agama dan
penghargaan terhadap ilmu pengetahuan gender. Pendidikan multikultural sudah
yang merupakan rahmatal lil’lamin. merupakan suatu kebutuhan yang harus
Sehingga dengan hal ini multikulturalisme menjadi bagian dari masyarakat yang
memberikan pengakuan akan martabat menyangkut berbagai aspek di masyarakat
manusia dalam komunitasnya dengan modern karena ia dapat merupakan alat
kebudayaan beragam. Keberagaman ini untuk membina
disatukan melalui pemahaman dunia yang aman dan sejahtera, dimana
multikulturalisme, jadi secara garis besar suku bangsa dalam suatu negara atau
pendidikan berwawasan bangsa-bangsa di dunia dapat duduk
multikulturalisme mempunyai bersama, saling menghargai, dan saling
karakteristiknya adalah sebagai berikut membantu.

113
Sapirin, Konseling Lintas Budaya dan Agama (Nilai-Nilai

Pendidikan multikultural diperlukan pendidikan adalah ujung tombak dari


untuk meluaskan pandangan seseorang pelaksanaan untuk membentuk
bahwa kebenaran merupakan milik bagi mahasiswa yang menghargai. Disamping
seluruh keberagaman dalam masyarakat itu mahasiswa juga sebagai agent of
dan tidak dimonopoli oleh dirinya sendiri change untuk membangun kemajuan
atau kelompoknya sendiri tetapi untuk kepentingan berbangsa dan
kebenaran dapat pula dimiliki oleh bernegara. Kondisi seperti ini akan
kelompok yang lain. Pada dasarnya tujuan menjadi lebih merupakan potensi yang
pendidikan multikultural adalah untuk besar bila diarahkan untuk membentuk
berupaya mengajak generasi masyarakat karakter yang baik. Olehsebab itu agenda-
untuk menerima perbedaan. Yang ada agenda prodi yang tertuang di dalam misi
pada sesama manusia sebagai hal-hal yang dan visi suatu lembaga pendidikan, yang
alamiah (natural sunnatullah). bias diaplikasikan dalam berbagai
Menanamkan kesadaran kepada pembelajaran baik di kelas ataupun di luar
mahasiswa akan keragaman (plurality), kelas, sangat menentukan karkater dari
kesetaraan (equality), Kemanusiaan peserta didik.
(humanity), keadilan (justice) dan nilai-
Kaitan Realitas Multikulturalisme dengan
nilai demokrasi (democration values) yang
Pendidikan Islam
diperlukan dalam beragam aktivitas sosial.
Ketika mengaktualisasikan tentang
Lembaga pendidikan yang menganut
gagasan pendidikan Islam berwawasan
pendidikan multikulturalisme adalah
multikulturalisme maka tidak lepas dari
sebuah lembaga formal dalam pendidikan
konteks sosial politikdan gagasan
yang mencetak perserta didik yang masih
pluralisme agama dengan berbagai
sangat rentan (Suharyanto, 2013). Di sisi
dimensinya (Sjadjali, 1993). Bangsa
lain pihak peserta didik (mahasiwa) adalah
Indonesia merupakan bangsa yang plural
manusia yang masih bergejolak untuk
dan multikultural sehingga kondisi ini
menunjukkan identitasnya dilain pihak
sangatrentan konflik sosial dan konflik
mahasiswa juga diberi tanggung jawab
sosial, hal ini disebabkan pemahamannya
untuk melakukan perubahan.
terhadap ajaran bersifatliteral sehingga
Maka dengan kondisi seperti ini
menjadi kaku dan tertutup
banyak mahasiswa merupakan yang
(SofyandanMadjid, 2003). Dalam Islam
dijadikan kepentingan kelompok yang
pelaksanaan kehidupan sebenarnya sudah
mengatasnamakan agama. Setiap lembaga
diterapkan Nabi Muhammad saw. dengan
114
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology)
5 (2) (2020): 108-123

konsep madani yang dikenal dengan untuk saling mengakui sekaligus


piagam madinah. Dalam tatanan menghargai, menghormati, memelihara,
masyarakat Madani menjunjung tinggi dan bahkan menolak pluralisme sama
semangat kebersamaan dengan halnya menolak sunnatullah. Sebagai
kemajemukan dalam segala segmen realitas yang ada di dalam masyarakat
kehidupan. maka pluralisme ini tidak seorangpun yang
Konsep multikulturalisme tujuannya dapat mengelak dari keberadaaannya.
adalah untuk mewujudkan toleransi Pluralisme yang ada menyangkut
beragama dalam makna yang lebih keberagamaman agama, etnis, suku dan
substansial dan tidak berhenti pada wujud ras. Mengikuti konstruksi sosial Berger,
toleransi semu. Islam yang merupakan realitas pluralis terpelihara dengan
agama mayoritas di Indonesia akan terbahasakan dalam Al-quran, hadist,
berdampak dalam bentuk tindakan dan buku-buku/manuskrip ulama yang
cara berperilaku masyarakat. Dengan terpelihara hingga kini, sehingga banyak
demikian maka perlu kesadaran untuk yang menyakini kebenaran keberadaannya
menampilkan tindakan Islam dalam di tengah-tengah masyarakat. Hal ini
memberi pengakuan sebatas hak masing- karena tidak lain bahwa pluralisme ini juga
masing untuk bereksistensi dengan disosialisasikan mulai dari tingkat
kebebasan menjalankan agamanya masyarakat yang paling bawah sampai
masing-masing (Tolak, 2018). pada masyarakat yang paling atas,
Sejak pluralisme diekternalisasikan sehingga tidak ada satu elemen
oleh para pemikir seperti Nurcholis Madjid masyarakatpun yang mampu
yang mengungkapkan pemikirkannya mengelak dari keberadannya pluralime itu
bahwa pluralisme adalah sesuatu sendiri.
kenyataan yang ada di masyarakat bahkan Sosialisasi tentang pluralis terus
dikatakan bahwa pluralisme adalah dilakukan seiring dengan
sunahtullah, maka pluralisme di kemajuanmasyarakat, berbagai bentuk
desain oleh Allah untuk dinamika sosialisasinya. Realitas subyektif ituterus
kehidupan manusia (Madjid, 1999). diekternalisasikan dalam kehidupan
Dengan demikian pluralis bukan sekedar sehari-hari, karena pluralis memiliki
fakta yang bersifat plural, jamak, atau makna yang sangat luas, sehingga dapat
banyak. Lebih dari itu, pluralisme secara dieksternalisasikan dalam setiap detik dan
substansial termanifestasikan dalam sikap ruang kehidupan mahasiswa. Disamping

115
Sapirin, Konseling Lintas Budaya dan Agama (Nilai-Nilai

itu mahasiswa juga menjalin komunikasi Konsep tentang wawasan


yang intens, bersikaf ramah dengan multikulturalisme dan pluralisme agama
masyarakat, menghargai pendapat, yang bertitik tolak pada pemahaman
menghargai kekurangan dan kelebihan makna Islam secara umum telah
masing-masing, sampai akhirnya mengaburkan identitas keagamaan masing
mahasiswa juga menjadi lebih peka masing manusia. Konsep inilah yang
terhadap apa yang menjadi persoalan yang menjadi kritik terhadap konsep
ada di masyarakat tersebut untuk segara multikulturalisme oleh pemeluk agama
mendapatkan solusinya. Islam, dan hal inilah yang perlu
Konsep multikulturalisme diklarifikasikan lagi agar konsep
pendidikan agama Islam dapat multikulturalisasi tetap diterima dan
menumbuhsuburkan dialog intern agama makna islam tidak hilang. Disinilah peran
maupun antar umat beragama. Melalui pendidikan Islam dalam mencetak
konsep ini maka bermuara pada konsep generasi penerus untuk melestarikan
pluralisme agama yang cakupan manusia tradisi hidup dinamis masyarakat muslim
muslim bukan hanya terbatas pada dan dapat menerima pemikiran-pemikiran
pemeluk agama Islam, melainkan setiap lain di luar tradisi Islam. Dengan demikian
orang yang menyerahkan hatinya. Dalam tujuan dari pendidikan berwawasan
mengartikulasikan gagasan ini ditunjukkan multikulturalisme agar makna Islam dalam
adanya kekuatan penguasaan terhadap masyarakat muslim tidak berwujud dalam
khazanah intelektual klasik Islam dan pemikiran yang tertutup, walau menerima
modern. Multikulturalisme dan pluralisme keberagaman tetapi tidak menghilangkan
agama merupakan suatu keharusan yang identitas islam itu sendiri.
melibatkankan berbagai aspek, yang lebih Pluralisme Agama dan
berperan adalah pendidikan. Pendidikan multikulturalisme dalam tataran
Islam tidak dapat berjalan dengan suatu kehidupan sosial memiliki tujuan dan
kelompok saja, karena umat Islam hidup ideologi yang sama yang selanjutnya
dengan berbagai keragaman. Dengan masuk dalam ranah pendidikan (Aly,
demikian pendidikan Islam harus 2011). Pendidikan multikulturalisme ingin
memformulasi konsep pendidikan yang mencarititik temuteologis dengan
menghasilkan pesera didik yang dapat membandingkan konsep ideal yang
menerima keberagaman. dimiliki oleh masing-masing agama. Dalam
hal ini berarti pendidikan

116
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology)
5 (2) (2020): 108-123

multikulturalisme tidak hanya menyentuh peserta didik dengan berbagai


bagian dari sosial kultur saja. Peserta didik latarbelakang dan memberikan mediasi
diharapkan dapat melakukan pemahaman untuk mengekspresikankarakteristikyang
terhadap agama lain sehingga menambah mereka miliki sehingga merasa adanya
wawasan intelektual sehingga tidak serta kebersamaan; d) Adanya diberi
merta menolak kehadiran masyarakat kesempatan untukberkembangnya
yang berberda tetapi menerima dengan terhadap pandanga untuk diri sendiri
tetap berpegang teguh pada keyakinannya. kepada setiap anak didik.
Dalam konteks Indonesia, dengan
pendidikan multikulturalisme diharapkan Respon Pendidikan Islam Terhadap
akan melestarikan keragaman budayadan Multikulturalisme
agama di Indonesia. Untuk merealisasikan Yang menjadi objek orientasi
konsep tersebut maka diperlukan untuk pendidikan agama Islam berbasis
membentuk konsep pendidikan yang multikulturalisme dengan menerapkan
berbasis multikulturalisme (Mahfud, konsep religiositas. Dalam hal ini persepsi
2011). Hal ini berati perlu membangun yang dikembangkan bukanlah to have
wacana tentang pendidikan multikultural religion tetapi being religious. Maksudnya
pada pelaksana pendidikan dan pakar adalah peresepsi yang diperankan
yang merupakan pelaku pendidikan merupakan formalisme agama dan
multikultural yang mampu menanamkan penghayatan terhadap aktualisasi
nilai-nilai pluralisme dan demokrasi. substansi nilai-nilai dari agama itu sendiri
Berdasarkan uriaian di atas maka ada (Naim, 2008). Jadi dalam hal ini, terjadi
beberapa konsep yang dapat adanya perbedaan antara agama dan
dikembangkan dari dalam pendidikan keberagamaan. Kalau agama bersifat
Islam multikulturalisme yaitu (Yaqin, absolut, sedangkan keberagamaan dalam
2005): a) Menghargai dan mengayomi hal ini masi memberikan peluang adanya
berbagai bentuk keragaman dengan tujuan kebenaran lain. Dalam konsep pendidikan,
akan menimbulkan kearifan oleh peserta multikuturalisme akan membangun
didik dengan berbagai keberagaman; b) pemahaman terhadap nilai-nilai universal
Perlu adanya usaha sistematis agar dalam berbagai agama. Diharapkan dalam
membangun pemahaman dan kesadaran pemahaman ini, dapat memberikan
peserta didik terhadap multikulturalisme; kesadaran bahwa meskipun memiliki
c) Yang paling penting adalah menerima kebenaran masing-masing agama tetapi

117
Sapirin, Konseling Lintas Budaya dan Agama (Nilai-Nilai

diharapkan akan mempunyai wacana Perubahan yang diharapkan dalam


keberagamaanyang inklusif dan konteks pendidikan multikultur ini tidak
demokratis sehingga akan menumbuhkan terletak pada justifikasi angka atau
rasa memahami dan menghargai agama statistik dan berorientasi kognitif ansich
orang lain. sebagaimana lazimnya penilaian
Revitalisasi pendidikan yang berbasis keberhasilan pelaksanaan pendidikan.
pluralis dan multikultur, disamping itu Namun, lebih dari itu, terciptakan kondisi
pentingnya revitalisasi pendidikan yang nyaman, damai, toleran dalam
multikultur dilembaga pendidikan Islam kehidupan masyarakat, dan tidak selalu
adalah untuk mengatasi konflik. muncul konflik yang disebabkan oleh
Disampaing itu pentingnya revitalisasi perbedaan dan SARA. Demikian melalui
pendidikan multikultur adalah agar pendidikan multikultural ini peserta didik
mahasiswa tidak tercerabut dari akar diberi penyadaran akan pengetahuan yang
budaya dalam menghadapi kebudayaan beragam, sehingga mereka memiliki
eraglobalisasi. Sebab dalam era yang kompetensi yang luas akan pengetahuan
menglobal seperti sekarang ini, pertemuan global, termasuk
antar budaya menjadi hal yang harus aspek kebudayaan. Dengan demikian
diwaspadai karena akan mengancam mahasiswa tidak akan menganggap
budaya lokal. Dengan. Hal ini dilandasi budaya yang dimiliki merupakan budaya
karena kultur masyarakat Indonesia yang yang kuno yang tidak perlu dipertahankan,
amat beragam menjadi tantangan bagi lalu mengadopsi budaya yang datangnya
dunia pendidikan guna mengolah dari luar tanpa memfilternya, apakah hal
perbedaan tersebut menjadi suatu aset, itu sesuai dengan dirinya atau tidak.
bukan sumber perpecahan. Dengan Sehingga budaya-budaya yang dimiliki
demikian pendidikan multikultur yang ada yang seharusnya terjaga seperti sikap
di Perguruan Tinggi Islam saling untuk menumbuhkan toleransi
dapat dikatakan berhasil bila terbentuk terhadap perbedaan akan memuadar
pada mahasiswa sikap hidup saling seiring dengan masuknya budaya global.
toleran, tidak bermusuhan dan tidak Oleh sebab itu pendidikan mutikultural
berkonflik yang disebabkan oleh sangat diperlukan di
perbedaan budaya, suku, bahasa, adat berbagai pendidikan tidak saja pada
istiadat ataulainnya. perguruan tinggi namun juga diterapkan
pada pendidikan dasar.

118
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology)
5 (2) (2020): 108-123

Makna konsep menghargai disini memberikan tekanan bahwa setiap


adalah hanya pada tataran sosiologis saja, individu merupakan sumber nilai paling
maksudnya adalah nilai-nilai umum yang tinggi dengan mengembangkan kreatifitas
terdapat dalam masing-masing agama dan perkembangan moral individu secara
yang menjadi penerimaan dalam rasional sehingga akan melawan pekanan
kehidupan sosial. Sedangkan pada tataran pada kebebasan manusia (Ali, 2003).
nilai-nilai khusus tidak menjadi dalam Pernyataan ini memberikan pengertian
ranah multikulturalisme, dengan ini akan bahwa, multikulturalisme akan
membangun konsep keberagaman dan mengarahkan setiap individu untuk hidup
persatuan. Dalam konsep ini adanya rasa dalam bingkai kebersamaan yang
penghargaan pada agama lain dan tidak didasarkan tujuan hidup kemanusiaan
menyalahkan agama lain. Yang menjadi dengan mengesampingkan ras, etnik dan
permasalahan disini adalah dalam agama.
pendidikan Islam jika hal ini menjadi Perlu dipahami adalah tentang
konsep yang baku maka akan berdapak doktrin kemajemukan yang dikembangkan
pada peserta didik karena akan oleh kelompok multikulturalisme yang
menjauhkannya dari formalisme agama dimasukkan dalam dalam pembelajaran
Islam maksudnya adalah akan mendoktrin agama islam. Di sisi kognitif tujuannya
peserta didik bahwa agamanya bukanlah adalah agar peserta didik terbentuk
satu-satunya agama yang paling bernar. wawasan humanisme, sedangkan di segi
Disinilah yang perlu diperbincangkan lagi afektif tertanam nilai-nilai humanisme,
agar pendidikan Islam berbasis sehingga disisi pisikomotorik peserta didik
multikultural tetap terjalankan tetapi diharapkan dapat mengamalkan doktrin
makna Islam itu sendiri tidak hilang. humanisme secara utuh. Intinya adalah
Perlunya modifikasi konsep multikultura dengan paham ini akan mengajak siswa
secara Islam bukan konsep yang untuk berpikir sekuler (Zarkasi, 2012).
ditawarkan para pemikir sekuler. Jadi yang menjadi konsep utama dalam
Pendidikan multikultural dalam hal doktrin ini dalam pembelajaran agama
ini akan membimbing peserta didik pemisahan agama sehingga akan
menjadi berubah dalam memandang membunuh agama itu sendiri. Menurut
dirinya dan orang lain atau lebih tepatnya pendidikan multikulturalisme
disebut dengan pemahaman humanisme. pembelajaran agama merupakan suatu
Humanisme merupakan pahama yang usana untuk membentuk perilaku peserta

119
Sapirin, Konseling Lintas Budaya dan Agama (Nilai-Nilai

didik yang multikulturalis dengan penggunaannya pada studi agama (Naim,


mengarahkan tujuan pembelajarannya 2008). Tampaknya kelompok
kepada tiga ranah yaitu kognitif, afektif, multikulturalisme mempunyai
dan psikomotorik. Pendekatan yang kepentingan untuk mengarahkan
digunakan dalam pendidikan pemahaman siswa agar meyakini
multikulturalisme ini adalah pendekatan kebenaran agama lain selain agamanya
induktif partisipatif dengan tujuan agar sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam
terbangun pemahaman untuk memahami menggunakan pendekatan induktif
keragaman dengan tidak hanya memahami partisipatif sebagai pendekatan dalam
ajaran agama yang sakral dan normatif. pembelajran agama. Jadi pada intinya
Hal yang lebih penting lagi adalah adalah pendidikan multikulturalisme
meyakini kebenaran agama lain dan dalam Islam tidak dipermasalahkan
mengakui keberadaannya dengan selama masih dalam konsep Islam, karena
memahami perbedaannya (Abdullah, islam sudah lebih dahulu mengamalkan
2000). Dengan hal ini akan menumbuhkan konsep ini ketika nabi membangun kota
rasa simpati terhadap orang lain, madinah.
keberagamaan seperti inilah yang menjadi Mengenai masalah konsep Tuhan
tujuan pembelajaran Agama dalam dalam kajian Islam bersifat khas dan tidak
pendidikan multikulturalisme. bisa disamakan dengan agama lain dan
Dengan konsep pendidikan tidak dapat ditolerir lagi. Karena dalam
multikulturalisme ini akan melahirkan islam mengenai tuha bersifat otentik dan
peserta didik yang mengeksplorasikan sudah final dan didasarkan pada wahyu
potensinya secara secara bebas dan kritis ilahi. Sedangkan konsep pendidikan
dan tidak dikekang ajaran agam yang multikulturalisme memiliki masalah yang
bersifat normatif. Ada beberapa kesalahan signifikan yaitu mementingkan
yang dilakukan kelompok pemahaman keagamaan. Jika hal ini yang
multikulturalisme dengan menggunakan menjadi penekanannya, maka dalam
pendekatan induktif partisipatif yang pembelajaran agama islam yang diajarkan
digunakan dari pada deduktif normatif adalah yang berkenaan dengan nilai-nilai
yaitu pada penggunaannya. Pada universal saja sebagaimana yang dimiliki
prinsipnya pendekatan induktif oleh semua agama (Alqosimi, 2011).
partisipatif penggunaannya pada kajian Sedangkan telah dipahami secara pasti
ilmu sosial, sedangkan deduktif normatif bahwa dalam pendidikan agama islam

120
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology)
5 (2) (2020): 108-123

yang diajarkan adalah tauhid, fiqih, dan nilai akhlak alkarimah sebagai tolak ukur
akhlakul karimah. Dengan demikian dapat hasil pendidikan.
dipahami bahwa dalam pendidikan agama
SIMPULAN
Islam dilandasi sangat kuat dalam
Pada dasarnya konsep pendidikan
membina manusia yang beradab.
multikulturalisme memiliki masalah yang
Kalau diperhatikan, pendidikan
signifikan yaitu mementingkan
multikulturalisme tidak memiliki dasar
pemahaman keagamaan. Dengan demikian
pijakan yang kuat dalam mengkonsep
jika hal ini yang menjadi penekanannya,
tujuan pendidikannya. Dibandingkan
maka dalam pembelajaran agama Islam
dengan pendidikan Islam jelas
yang diajarkan adalah yang berkenaan
landasannya yaitu berdasarkan pada pada
dengan nilai-nilai universal saja
al-Qur’an, sunnah dan Ijtihad pada ulama.
sebagaimana yang dimiliki oleh semua
Jadi jelaslah bahwa tujuan pendidikan
agama. Sedangkan telah dipahami secara
islam adalah pembentukan sikap, sudah
pasti bahwa dalam pendidikan agama
tentu pada tataran sosial sudah bagian dari
Islam yang diajarkan adalah tauhid, fiqih,
pendidikan multikulturalisme. Sikap disini
dan akhlakul karimah. Dapat dipahami
adalah perilaku terpuji yang merupakan
bahwa dalam pendidikan agama Islam
cerminan dari pendidikan islam itu sendiri.
dilandasi sangat kuat dalam membina
Pengenalan dan pengakuan terhadap
manusia yang beradab. Kalau
realitas ilmu yang menghantarkan
diperhatikan, pendidikan
manusia kepada tuhan. Dengan demikian,
multikulturalisme tidak memiliki dasar
untuk mengantisipasi akibat dari konsep
pijakan yang kuat dalam mengkonsep
pendidikan multikulturalisme yang
tujuan pendidikannya. Perspektif
diwacanakan dalam pendidikan Agama
multikkulturalisme, tujuan pendidikan
Islam, maka solusi dalam hal ini adalah
Islam dipahami bahwa pembentukan
konsep ta’dib. Konsep ini adalah sangat
sikap, sudah tentu pada tataran sosial
cocok untuk dijadikan konsep pengajaran
sudah bagian dari pendidikan
yang komprehensif. Konsep tersebut
multikulturalisme. Sikap disini adalah
sudah mencakup pendidikan dan
perilaku terpuji yang merupakan cerminan
pengajaran, yang teristimewa dalam
dari pendidikan Islam itu sendiri.
konsep ini adalah bahwa pendidikan
berbasis adab dengan mendahulukan nilai-

121
Sapirin, Konseling Lintas Budaya dan Agama (Nilai-Nilai

DAFTAR PUSTAKA Naim, N. (2008). Pendidikan Multikultural, Konsep


dan Aplikasi, Yogyakarta: Arruzz Media
A. Suradi. (2018). Pendidikan Berbasis Group.
Multikultural dalam Pelestarian Kebudayaan Najmina, N. (2018). Pendidikan Multikultural
Lokal Nusantara di Era Globalisasi. JUPIIS: Dalam Membentuk Karakter Bangsa
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 10 (1): Indonesia. JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-
77-90. Ilmu Sosial, 10 (1): 52-56.
Abdullah, M.A. (2005). Pendidikan Agama Era Sauqi, N.N. & Achmad. (2008). Pendidikan
Multikultural-Multireligius, Jakarta: PSAP. Multikultural Konsep dan Aplikasi,
Ali, M. (2003). Teologi Pluralis–Multikultural; Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.
Menghargai Kemajemukan Menjalin Sjadzali, M. (1993). Islam dan Tata Negara: Ajaran,
Kebersamaan. Jakarta: Kompas Media Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: UI Press.
Nusantara. Sofyan, A.A. & Madjid, R. (2003) Gagasan Cak Nur
Alqosimi, J. (2011). Buku Putih Ihya Ulumuddin tentang Negara dan Agama, Yogyakarta:
Imam Al-Gozali, terj Asmuni, Bekasi: Darul Titian Ilahi Press.
Falah. Suharyanto, A., (2013). Peranan Pendidikan
Aly, A. (2011). Pendidikan Islam Multikultural di Kewarganegaraan Dalam Membina Sikap
Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Toleransi Antar Siswa, JPPUMA: Jurnal Ilmu
Arifin, S. (2009). Studi Agama, Perspektif Sosial dan Pemerintahan dan Sosial Politik UMA (Journal
Isu-Isu Kontemporer, Malang. Universitas of Governance and Political UMA), 2 (1): 192-
Muhammadiyah Malang. 203
Azra, A. (1999). Identitas dan Krisis Budaya, Tolak, T. (2018). Peneguhan Masyarakat
Membangun Multikulturalisme Indonesia, Multikultural Indonesia melalui Aktualisasi
Jakarta: FE UI. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Data Sensus Penduduk 2010 - Badan Pusat Statistik JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 10
Republik Indonesia. Diakses tanggal 19-05- (1): 21-30.
2019. Yaqin, M.A. (2005). Pendidikan Multikultural Cross-
Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. Cultural Understanding Untuk Demokrasi
Diakses tanggal 19-05-2019. dan Keadilan, Yogyakarta: Pular Media
Imron, M. (2009). Pendidikan Agama Islam Dalam Zakiyuddin, B. (2007). Pendidikan Agama
Persepektif Multikulturalisme, Jakarta: Balai Berwawasan Multikultural, Jakarta:
Litbang Agama. Erlangga.
Madjid, N. (1999). Wacana Keagamaan dan Politik, Zarkasyi, H.F. (2012). Misykat, Refleksi Tentang
Jakarta: Persada. Westernisasi, Liberalisasi danIslam, Jakarta:
Mahfud, C. (2011). Pendidikan Multikultural, INSISTS-MIUMI.
Yogyakarta. Pustakan Pelajar

122

Anda mungkin juga menyukai