Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN KOMUNISME


Komunisme adalah sebuah ideologi. Penganut paham ini berasal dari Manifest
der Kommunistischen yang ditulis oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, sebuah
manifesto politik yang pertama kali diterbitkan pada 21 Februari 1848 teori mengenai
komunis sebuah analisis pendekatan kepada perjuangan kelas (sejarah dan masa
kini) dan ekonomi kesejahteraan yang kemudian pernah menjadi salah satu gerakan
yang paling berpengaruh dalam dunia politik.
Komunisme pada awal kelahiran adalah sebuah koreksi terhadap paham
kapitalisme di awal abad ke-19, dalam suasana yang menganggap bahwa kaum buruh
dan pekerja tani hanyalah bagian dari produksi dan yang lebih mementingkan
kesejahteraan ekonomi. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, muncul
beberapa faksi internal dalam komunisme antara penganut komunis teori dan
komunis revolusioner yang masing-masing mempunyai teori dan cara perjuangan
yang berbeda dalam pencapaian masyarakat sosialis untuk menuju dengan apa yang
disebutnya sebagai masyarakat utopia.
Istilah komunisme sering dicampuradukkan dengan komunis internasional.
Komunisme atau Marxisme adalah ideologi dasar yang umumnya digunakan oleh
partai komunis di seluruh dunia. sedangkan komunis internasional merupakan racikan
ideologi ini berasal dari pemikiran Lenin sehingga dapat pula disebut "Marxisme-
Leninisme".
Dalam komunisme perubahan sosial harus dimulai dari pengambil alihan alat-alat
produksi melalui peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan sosial
dimulai dari buruh atau yang lebih dikenal dengan proletar (lihat: The Holy Family
[1]
), namun pengorganisasian Buruh hanya dapat berhasil dengan melalui perjuangan
partai. Partai membutuhkan peran Politbiro sebagai think-tank. Dapat diringkas
perubahan sosial hanya bisa berhasil jika dicetuskan oleh Politbiro.
Komunisme sebagai anti-kapitalisme menggunakan sistem partai komunis sebagai
alat pengambil alihan kekuasaan dan sangat menentang kepemilikan akumulasi modal
pada individu. pada prinsipnya semua adalah direpresentasikan sebagai milik rakyat
dan oleh karena itu, seluruh alat-alat produksi harus dikuasai oleh negara guna
kemakmuran rakyat secara merata, Komunisme memperkenalkan penggunaan sistem
demokrasi keterwakilan yang dilakukan oleh elit-elit partai komunis oleh karena itu
sangat membatasi langsung demokrasi pada rakyat yang bukan merupakan anggota
partai komunis karenanya dalam paham komunisme tidak dikenal hak perorangan
sebagaimana terdapat pada paham liberalisme.
Secara umum komunisme berlandasan pada teori Materialisme Dialektika dan
Materialisme Historis oleh karenanya tidak bersandarkan pada kepercayaan mitos,
takhayul dan agama dengan demikian tidak ada pemberian doktrin pada rakyatnya,
dengan prinsip bahwa "agama dianggap candu" yang membuat orang berangan-angan
yang membatasi rakyatnya dari pemikiran ideologi lain karena dianggap tidak
rasional serta keluar dari hal yang nyata (kebenaran materi).

2.2. PERBEDAAN IDEOLOGI PANCASILA DENGAN IDEOLOGI


KOMUNIS
1) Ideology Pancasila
Pancasila dianggap sebagai sebuah ideologi karena Pancasila
memiliki nilai-nilai filsafat mendasar juga rasional. Pancasila telah
teruji kokoh dan kuat sebagai sebuah landasan dalam mengatur
kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu juga, Pancasila
merupakan wujud dari konsensus nasional, itu semua karena
negara bangsa Indonesia ini adalah sebuah sketsa negara moderen
yang telah disepakati oleh para pendiri negara Republik Indonesia
kemudian nilai-nilai dari kandungan Pancasila itu sendiri
dilestarikan dari generasi ke generasi.
ideologi pancasila sendiri adalah suatu pemikiran yang
beracuan Pancasila. Pancasila dijadikan ideologi dikerenakan,
Pancasila memiliki nilai-nilai falsafah mendasar dan rasional.
2) Ideology Komunis
Komunisme adalah salah satu ideologi di dunia.Komunisme
sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai
alat kekuasaan sebagai Prinsip semua adalah milik rakyat dan
dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata.
Komunisme pada awal kelahiran adalah sebuah koreksi
terhadap faham kapitalisme di awal abad ke-19an, dalam suasana
yang menganggap bahwa kaum buruh dan pekerja tani hanyalah
bagian dari produksi dan yang lebih mementingkan kesejahteraan
ekonomi. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, muncul
beberapa faksi internal dalam komunisme antara penganut komunis
teori dengan komunis revolusioner yang masing-masing
mempunyai teori dan cara perjuangannya yang saling berbeda
dalam pencapaian masyarakat sosialis untuk menuju dengan apa
yang disebutnya sebagai masyarakat utopia.
Secara umum komunisme berlandasan pada teori Dialektika
materi oleh karenanya tidak bersandarkan pada kepercayaan
agama dengan demikian pemberian doktrin pada rakyatnya,
dengan prinsip bahwa “agama dianggap candu” yang membuat
orang berangan-angan yang membatasi rakyatnya dari pemikiran
ideologi lain karena dianggap tidak rasional serta keluar dari hal
yang nyata (kebenaran materi).
Komunisme merupakan ideologi yang menghendaki
penghapusan pranata kaum kapitalis serta berkeinginan
membentuk masryarakat kolektif agar tanah dan modal (faktor
produksi) dimiliki secara sosial dan pertentangan kelas serta sifat
kekuatan menindas dari negara tidak berlangsung lagi. Dalam
setiap upaya-upaya untuk menanamkan ideologinya itu, Paham
komunis berusaha mengambil jalan pintas yakni dengan jalan
revolusi dengan metode kekerasan. Hal inilah yang menyebabkan
antipati masyarakat dunia terhadap paham ini. Kalau kita membuka
lembaran sejarah berikutnya, Afganistan yang pernah berada di
bawah jajahan Unisoviet mengalami tragedi kemanusiaan yang
panjang akibat cara-cara kekerasan yang dilakukan Penganut
paham komunis tersebut.

2.3. PERSAMAAN PANCASILA DENGAN PAHAM KOMUNIS


Menurut Pasal 28 UUD 1945 bahwa “Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
ditetapkan dengan undang-undang”. Kemerdekaan berserikat ini
tidak dinyatakan hanya berlaku untuk orang Jawa saja, atau orang
beragama saja, atau orang pemilik perusahaan saja. Kemerdekaan
berserikat itu terbuka bagi semua warganegara dengan tidak
mempersoalkan apakah ia berasal dari suku bangsa apa, beragama
apa, menjadi tuan tanah atau kaum tani, buruh atau majikan.
Semua warganegara merdeka untuk berserikat.
Ini sesuai dengan Pasal 27 UUD 1945 yang menyatakan setiap
warga negara bersamaan kedudukannya di depan hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya. Tidak boleh dilakukan diskriminasi,
misalnya persamaan di depan hukum dan pemerintahan itu hanya
berlaku bagi kaum kapitalis saja, tetapi tidak berlaku bagi kaum
buruh; hanya berlaku bagi tuan tanah saja, dan tidak berlaku bagi
kaum tani; hanya berlaku bagi kaum intelektual saja dan tidak
berlaku bagi rakyat biasa.
Menurut pidato Bung Karno dalam Lahirnya Pancasila dikatakan
bahwa yang dimaksud bangsa lndonesia, natie-Indonesia, bukan
lah sekedar satu golongan orang yang hidup dengan ” le Desir
d’ettre-nya ensemble di atas daerah yang kecil seperti
Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda atau Bugis,
tetapi bangsa lndonesia ialah seluruh manusia-manusia Indonesia
yang menurut geo politik yang telah ditentukan Allah SWT tinggal
di kesatu- annya pulau-pulau Indonesia dari ujung utara Sumatera
sampai ke Irian seluruhnya.
Kita mendirikan negara lndonesia, kata Bung Karno, yang kita
semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan kristen
buat indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan
Hadikusumo buat Indonesia, bukan van Eyck buat Indonesia, bukan
Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi lndonesia buat
Indonesia–semua buat semua. Kalau saya peras yang lima menjadi
tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapat lah saya perkataan
indonesia yang tulen, yaitu gotongroyong. Negara Indonesia yang
kita dirikan adalah harus negara gotong-royong.

Mengenai sila ke tiga dari Pancasila Bung Karno mengatakan adalah


dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara
Indonesia bukan negara untuk satu orang, bukan negara untuk
satu golongan, walau pun golongan yang kaya. Tapi kita
mendirikan negara “semua buat semua, satu buat semua, semua
buat satu”. Syarat mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah
permusyawaratan, perwakilan….

Dalam perwakilan nanti ada perjuangan sehebat-hebatnya. Tidak


ada satu staat yang hidup betul-betul hidup, jikalau didalam badan
perwakilannya tidak seakan-akan bergolak mendidih kawah
Candradimuka kalau tidak ada perjuangan paham didalamnya…

Allah SWT memberi pikiran kepada kita, agar supaya dalam


pergaulan kita sehari-hari, kita selalu bergosok, seakan-akan
menumbuk membersihkan gabah, supaya keluar dari padanya
beras, dan beras itu akan menjadi nasi Indonesia yang sebaik-
baiknya. Demikian antara lain Bung Karno.
Jelas sekali, Pancasila membuka kesempatan perjuangan “paham”
atau ideologi dalam badan-badan perwakilan rakyat. Perjuangan
antara paham kaum buruh dengan paham kapitalis, paham kaum
tani dengan paham tuan tanah ( feodal), paham mustadhaafin
(yang tertindas dan miskin) dengan paham mustakbirin (angkuh
dan kaya), paham islam dengan paham Kristen dan sebagainya.
Perjuangan paham bukan hanya untuk perjuangan paham,
melainkan perjuangan paham, seperti dikatakan Bung Karno
seakan-akan menumbuk membersihkan gabah, supaya keluar
beras dan beras itu akan menjadi nasi Indonesia yang sebaik-
baiknya.

Mengenai paham kaum buruh adalah marxisme, itu sudah ditulis


Bung Karno 19 tahun sebelum lahirnya Pancasila yaitu melalui
tulisan beliau,yang di tulis pada tahun l926, yang berjudul
“Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme”. Dalam perkembangannya
kemudian menjadi Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis ).

Hanya kaum yang anti-Pancasila yang tidak menghendaki


berlangsungnya perjuangan paham dalam badan-badan perwakilan
rakyat.

Jadi, baik UUD 1945, maupun Pancasila memberikan hak hidup


(termasuk kepada kaum buruh), paham marxisme atau komunisme
di bumi Indonesia. Artinyas adalah diragukan kesetiannya pada
UUD 1945 dan Pancasila bila mereka mengatakan “kecuali kaum
komunis” boleh lahir di Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan
mereka itu sesungguhnya atas nama UUD 1945 dan Pancasila
hendak melumpuhkan UUD 1945 dan Pancasila itu sendiri.

2.4. HUBUNGAN ANTARA PANCASILA DENGAN PAHAM


KOMUNISME
Dalam melihat kaitan antara Pancasila, HAM dan komunisme,
ada baiknya kita menelaah nilai-nilai Marxisme. Dalam melihat
perkembangan HAM, Marx pernah melontarkan Kritik yang cukup
tajam. Akan tetapi kita harus peka saat melihat kritik yang
disampaikan oleh Marx, kita sebaiknya tidak lupa dengan konteks
jaman pada abad ke-17 hingga ke 18. Dalam masa itu, HAM
berkembang dimulai dari sebuah tuntutan yang di munculkan oleh
Thomas Jefferson, salah seorang pendiri Amerika Serikat. Tuntutan
tersebut adalah agar manusia mendapatkan kembali hak-haknya
yang tidak dapat dicabut sejak Bill of Rights.
Dalam masa perang dingin-bahkan sampai saat ini-, muncul
isu yang menjadi senjata untuk menyerang salah satu pihak
dengan mengatakan bahwa Marxsisme telah menjadikan hukum
dapat diabaikan dan HAM adalah ilusi dari kaum borjuis saja. Tentu
saja, tuduhan tersebut menjadi sangat naif jika kita melihat lebih
jauh sumbangan dari pemikiran Marx lebih jauh dalam
perkembangan HAM. Geoffrey Robertson QC secara gamblang
mengatakan bahwa pada tataran teorities, dunia telah berutang
pada Marx pada penghapusan hak-hak alami.
Perlu diketahui bahwa Marx mengkritik tentang HAM yang
berkembang pada masa itu. Kritik tersebut ditulis dalam sebuah
esai yang berjudul On the Jewish Question (1844). Ia menolak
dengan membuat pernyataan;
“Bahwa apa yang disebut dengan HAM … itu tidak apa-apanya.
Kecuali hak asasi manusia yang egois, yaitu manusia yang terpisah
dari manusia lainnya atau dari komunitasnya.”
Kritik ini telah mengantarkan para pemikir Marxis pada jaman
berikutnya telah mencirikan bahwa HAM adalah sarana universilasi
kapitalisme terutama kebebasan tanpa tanggung jawab sosial.
Dalam waktu yang sama, kaum sosialis maupun Marxis tetap
berupaya untuk menghilangkan hak untuk kepemilikan. Perlu
dipahami, pada masa abad ke-19, kepemilikan dipahami sebagai
produksi, distribusi dan pertukaran atau kekuatan atas yang
lainnya. kerja produksi dan dunia ekonomi dalam masyarakat harus
dirasional dan dikontrol oleh publik. Oleh karena itu, hak kekayaan
individu dapat diterima namun hak untuk kekayaan demi tujuan
individu harus dibatasi bahkan dihilangkan.
Sebenarnya, dibalik itu Marx mendukung deklarasi tentang
hak warga negara. Dalam pandangannya, hak komunal ini sebagai
sumber daya baru yang dapat mengantar kita ke transformasi
sosial. Dalam inti pemikiran Marx dapat kita ditemukan gagasan
yang sangat tajam dan sangat relevan pada masa itu-bahkan
hingga saat ini- tentang hak sosial dan ekonomi dari warga negara
atas kesejahteraan seperti hak atas pendidikan, perumahan, dan
pekerjaan.
Dalam beberapa tulisannya, ide tersebut terlihat dengan
jelas. Dalam sebuah tulisannya yang terkenal Communist Manifesto
(1848), Marx sebenarnya tidak secara langsung menyerang pada
paham kapitalisme melainkan pada masyarakat tradisional,
kepercayaan salah yang berasal dari abad pertengahan, feodalisme
dan kekuasaan yang lalim (tirani). Dalam tulisan tersebut, Marx
mengungkapkan bahwa dalam menegakkan demokrasi, kaum
protelar harus menjadi kelas yang berkuasa. Dalam kekuasan itu,
kaum proletar akan menggunakan kekuatan politiknya untuk
mendorong sentralisasi kapital dan segala instrumen produksi di
tangan negara. Ini kemudian dipahami sebagai perjuangan kelas.
Selain itu, dalam tulisannya tersebut Marx menyampaikan sepuluh
pokok pikirannya, beberapa diantaranya sangat kental nuansa
HAM. Salah satunya adalah pendidikan gratis bagi semua anak di
sekolah publik. Marx juga menekankan bahwa sepuluh pokok
pikirannya tentunya bisa berbeda di setiap negara.
Selanjutnya, dalam Inagural Address of The Working Men’s
International Association (1864), Marx menyampaikan beberapa
yang permasalahan dihadapi oleh kaum pekerja. Meningkatnya
produksi dan keuntungan dari proses produksi tidak diikuti oleh
perbaikan kondisi para kelas pekerja. Dipaparkan bahwa kondisi
kesehatan kelas pekerja terus menurun. Lebih jauh lagi, Marx
melihat bahwa kaum feodal dan pemodal menggunakan
keistimewaan mereka untuk melakukan monopoli yang jelas-jelas
merugikan kaum proletar.
Marx kemudian lebih tajam lagi dalam dua tulisannya yaitu
Instructions for Delegates to the Geneva Conggres (1866) dan ,
Critique of the Gotha Programme (1891). Dalam tulisan
pertamanya, Marx menegaskan bahwa harus ada pembatasan hari
kerja bagi para pekerja. Perhatiannya pada permasalahan anak
mulai terlihat dengan penekanan bahwa negara harus
memperhatikan para pekerja anak dan buruh anak, baik
perempuan maupun laki-laki.
Selanjutnya, Marx lebih spesifik lagi mengangkat beberapa
permasalahan. Pertama, negara harus menyediakan pendidikan
dasar secara meluas dan setara. Biaya pendidikan harus diambil
dari pajak pendapatan kelas atas. Sebagai penegasan dari tulisan
sebelumnya, Marx melihat bahwa kelas pekerja membutuhkan hari
kerja yang normal. Artinya, harus ada jangka waktu kerja yang
jelas. Khususnya bagi para pekerja perempuan, harus dilakukan
pembatasan yang jelas. Pembatasan dalam hal ini bukan
merupakan bentuk diskriminasi melainkan pembatasan bagi
perempuan tidak boleh bekerja pada ruang kerja yang
membahayakan perempuan secara mental dan fisik. Perkembangan
pemikiran Marx tentang hak anak sendiri mulai tampak. Ini tampak
dari pengasan bahwa harus ada pelarangan pekerja anak.
Marx sekali mengaskan tentang pentingnya pengawasan yang
ketat dari negara untuk pabrik, tempat kerja dan usaha domestik.
Selanjutnya, negara juga harus menjamin penegakan hukum. Ini
muncul dari sebuah kenyataan bahwa sering terjadi penyimpangan
yang dilakukan oleh kebijakan pabrik. Yang tidak pernah terpikir
bahkan terbayang oleh penulis bahwa Marx dengan meminta-
walaupun itu tidak terlalu ditekankan-agar negara membuat
peraturan yang jelas bagi para narapidana yang dipekerjakan.
Mereka harus diperlakukan sama sesuai dengan hak pekerja yang
umum dan tidak boleh diperlakukan secara sewenang-wenang.
Terlepas dari itu semua, HAM adalah sebuah kemajuan
sejarah yang sangat penting dalam sebuah upaya umat manusia.
Mari kita lihat beberapa teori yang sangat terkait dengan HAM dan
bahkan dapat dikatakan telah terbukti dalam perjalanannya yang
disumbangkan oleh pemikiran sosialisme.
1. Tujuan dari Marxsisme adalah humanisme sosialis, dimana
manusia dapat bebas berkembang, tidak teralineasi serta menjadi
individu yang penuh kesadaran dan saling berhubungan dengan
individu lain dalam kerangka sosial yang membuka kesempatan
penuh untuk mengembangkan kapasitas dan potensi masing-
masing individu.
2. Ketika hukum yang berlaku di masa lalu serta elaborasi doktrin
HAM telah memperlihatkan tanda bahwa isi dan fungsinya hanya
diberikan kepada kelas sosial tertentu, sosialisme mencoba belajar
dari kondisi tersebut. Walaupun masih sangat terbatas dan tidak
jelas dalam penjelasan dan pelaksanaanya, sosialisme tetap
mengakui terhadap hak mendasar manusia sebagai komunitas
manusia yang harus dihormati dan umat manusia yang sepenuhnya
merdeka
3. Hak dan kebijakan tidak dapat disederhanakan secara abstrak.
Lebih detil lagi dalam pandangan sosialisme, lingkungan politik
tidak dapat dipisahkan pada masalah sosial ekonomi. Hak
seharusnya tidak hanya dilihat sebagai sebuah asal kebebasan
namun sebagai sebuah kebebasan.
Selain itu, terdapat beberapa hal penting lainnya yang muncul
dalam proses pembacaan penulis terhadap beberapa bahan, yaitu;
1. Kontribusi pemikiran sosialisme-dimana diwakili oleh Karl Marx-
dalam perkembangan konsep HAM telah meletakkan landasan
tentang hak ekonomi, sosial dan budaya.
2. Negara, sebagai fungsi kontrol sosial harus menjamin
pemenuhan terhadap hak tersebut bagi warga negaranya.
3. Sangat jelas sekali hak warga negara atas kesejahteraan
bersama harus dipenuhi oleh Negara. Pertama adalah hak warga
negara atas pekerjaan dan dalam bekerja. Hak warga negara atas
pendidikan yang layak dan dijamin penuh oleh negara. Terakhir,
hak warga negara atas kesehatan, baik itu akses maupun
pelayanannya.
Jadi sangat jelas, beberapa hal yang tersebut yang diatas
merupakan nilai universal dalam melihat dunia ini lebih humanis
secara universal. Jika kita coba kaitkan dengan nilai yang
terkandung dalam beberapa butir sila di pancasila, akan terlihat
jelas penghayatan dari; Kemanusiaan yang adil dan Beradab dan
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

2.5. KOMUNIS INTERNASIONAL

Komunis internasional sebagai teori ideologi mulai diterapkan setelah


meletusnya Revolusi Bolshevik di Rusia tanggal 7 November 1917. Sejak saat itu
komunisme diterapkan sebagai sebuah ideologi dan disebarluaskan ke negara lain.
Pada tahun 2005 negara yang masih menganut paham komunis adalah Tiongkok,
Vietnam, Korea Utara, Kuba dan Laos. Komunis internasional adalah teori yang
disebutkan oleh Karl Marx.
Ideologi komunisme di Tiongkok agak lain daripada dengan Marxisme-
Leninisme yang diadopsi bekas Uni Soviet. Mao Zedong menyatukan berbagai
filsafat kuno dari Tiongkok dengan Marxisme yang kemudian ia sebut sebagai
Maoisme. Perbedaan mendasar dari komunisme Tiongkok dengan komunisme di
negara lainnya adalah bahwa komunisme di Tiongkok lebih mementingkan peran
petani daripada buruh. Ini disebabkan karena kondisi Tiongkok yang khusus di mana
buruh dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari kapitalisme.
Indonesia pernah menjadi salah satu kekuatan besar komunisme dunia.
Kelahiran PKI pada tahun 1920an adalah kelanjutan fase awal dominasi komunisme
di negara tersebut, bahkan di Asia. Tokoh komunis nasional seperti Tan Malaka
misalnya. Ia menjadi salah satu tokoh yang tak bisa dilupakan dalam perjuangan di
berbagai negara seperti di Cina, Indonesia, Thailand, dan Filipina. Bukan seperti
Vietnam yang mana perebutan kekuatan komunisme menjadi perang yang luar biasa.
Di Indonesia perubuhan komunisme juga terjadi dengan insiden berdarah dan
dilanjutkan dengan pembantaian yang banyak menimbulkan korban jiwa. Dan tidak
berakhir disana, para tersangka pengikut komunisme juga diganjar eks-tapol oleh
pemerintahan Orde Baru dan mendapatkan pembatasan dalam melakukan ikhtiar
hidup mereka.
2.6. KEADAAN INDONESIA SECARA UMUM
Kondisi Di Indonesia
Kaum petani menderita akibat penjajahan Belanda dalam
banyak segi, yang pertama dan paling berat adalah mereka
menedita akibat diterapkannya bentuk perpajakan. Ironisnya,
beban pajak menjadi lebih berat pada zaman diterapkannya
kebijakan “etis” (liberal), yang diadopsi oleh administrasi kolonial
pada pergantian abad ke-20, ketika dibangun infrastruktur yang
dibiayi pajak. Kebijakan tanam paksa yang mengharuskan petani
menanam tanaman keras merupakan beban lain yang ditanggung
petani dan memusnahkan kebebasan petani (kebijakan ini
kemudian dihapuskan). Sewaktu itu petani terpaksa menjadikan
sepertiga sampai setengah tanah mereka tersedia untuk dipakai
perkebunan gula. Karena dipaksa bayar pajak, makin banyak tanah
dipakai, dan petani makin terpuruk dalam kemiskinan dan makin
tergantung pada sistem kapitalis.
Borjuasi kecil pribumi di perkotaan sangat lemah, sebagian
besarnya pedagang (banyak keturunan Tionghoa), dan bagian kecil
pegawai. Tanpa industri yang berkembang, kaum buruh kecil
sekali. Buruh terpusat di sektor pemerintahan dan transportasi
yang dimiliki oleh swasta, yaitu kereta api dan trem.
Dengan tidak adanya oposisi politik yang berarti sebelum
perang dunia pertama, kekuasaan Belanda sempat bertindak agak
liberal, tetapi bersifat paternalistik, meskipun kebebasan pers dan
berorganisasi senantiasa tidak mutlak. Ketika perjuangan mulai
timbul di kaum petani, buruh dan kelas menengah, segala
kebebasan ini langsung dicabut.
Kemelaratan dan represi politik, hanya dibungkus oleh tabir
toleransi liberal yang tipis, merupakan ciri utama rakyat Indonesia
pada tahun-tahun awal abad ini. Hampir seluruh rakyat buta huruf,
dan berbagai penyakit tersebar luas mayoritas rakyat berada di
bawah pengaruh kuat agama (Islam) dan kebudayaan tradisionil.
Feodalisme yang ada sebelum penjajahan diidolakan. Bersamaan
dengan itu kapitalisme dan pengalaman pejuangan kelas mulai
merubah sikap kaum muda, dan khususnya kaum buruh.
Pendidikan modern mengajarkan kelas menengah untuk
mempersoalkan kekuasaan Belanda Tetapi untuk merekrut anggota
sebanyak mungkin ke dalam suatu organisasi ternyata relatif tidak
semudah yang diperkirakan. Walaupun minimal secara teori
memihak jelata, tetapi bagaimanapun juga komunisme masih
terkesan asing karena berasal dari Barat, tepatnya oleh dua orang
Jerman yaitu Karl Marx dan Friedrich Engels. Ini mungkin sulit
dicerna oleh bangsa Indonesia yang berbangsa dan bernorma
Timur, minimal pada saat itu.
Indonesia adalah negara agraris. Jauh sebelum bangsa ini
merdeka, sumber daya pertanian selalu menjadi komoditas utama.
Oleh karena itu, tidak bisa dipungkiri apabila dikatakan bahwa
sebagian besar masyarakat Indonesia adalah petani. Mengenai
klasifikasi sosial petani, menurut keadaan pertanian di Jawa dapat
dibedakan menjadi beberapa kelas sosial, yakni Petani Kaya, Petani
Sedang, Petani Miskin, dan Buruh Tani.  Laporan Dr. J. W. Meyer
Rannet tahun 1925 tentang kemakmuran rakyat yang diambil dari
penyelidikan di sejumlah daerah di Jawa, melihat petani
berdasarkan penghasilan penduduk menurut pembagian golongan
pekerjaan. Data itu melaporkan bahwa golongan petani tak
bertanah berjumlah 37,8% dari seluruh penduduk. Dan bila
dijumlahkan dengan penduduk miskin, maka jumlahnya menjadi
65% dari seluruh penduduk desa.
Perjuangan di Indonesia pada waktu itu lebih banyak melalui
pendekatan politik, banyak berdiri organsiasi – organisasi
kepemudaan yang memperjuangkan nasib rakyat melalui politik,
seperti Budi Utomo, Sarekat Islam dsb. Banyak organisasi islam
dan nasionalis. Pemimpin yang terkenal pada waktu itu adalah
pemimpin nasionalis. Tetapi walaupun banyak organisasi yang
berdiri ternyata tidak banyak memberikan kontribusi yang bersifat
langsung terhadap kondisi rakyat pada saat itu. Nasib rakyat tidak
kunjung berubah.
2.7. MASUKNYA KOMUNISME KE INDONESIA
Berdirinya ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging)
Faham komunis masuk ke Indonesia oleh HFJ Sneevliet (1883-1942)
tahun 1913. Sebagaimana di negeri-negeri lain, yang tertarik pada faham komunis
umumnya adalah kaum jelata karena memang faham ini konon untuk membela kaum
jelata dan menjadikan kaum elit sebagai musuh. Adapun basis pendukungnya adalah
buruh dan tani. Di Indonesia, jelas faham komunis mendapat lahan yang subur.
Tatanan kolonial menjadikan bangsa Indonesia sengsara di negeri sendiri, selain
miskin juga tertindas. Sneevliet membentuk organisasi bernama ISDV (Indische
Sociaal Democratische Vereeniging) tahun 1914.
Atas prakarsa Sneevliet pada tahun 1914 didirikan Persatuan Sosial Demokrat
Indonesia (ISDV), yang pada awalnya terdiri dari 85 anggota dua partai sosialis
Belanda (Partai Buruh Sosial Demokrat yang berbasis massa di bawah kepemimpinan
reformis, dan Partai Sosial Demokrat yang merupakan cikal bakal Partai Komunis,
terbentuk setelah perpecahan politik dengan SDAP di tahun 1909)
Sejak mulanya tendensi revolusioner mengendalikan ISDV, sikapnya militan
terhadap isu-isu lokal (misalnya, kampanye mendukung seorang jurnalis Indonesia
yang diadili karena melanggar hukum pengendalian pers, dan juga mengadakan rapat
umum menentang persiapan perang yang dilakukan oleh pemerintah Belanda) dan
selain itu ISDV juga melibatkan diri dalam pergerakan nasional. Pada tahap itu orang
Eropa anggota ISDV Belanda boleh masuk Insulinde sebagai anggota individual.
Pimpinan Insulinde dan Sarekat Islam bersifat kelas menengah, tetapi senang dan
bersyukur menerima bantuan dari ISDV, dan hanya kaum sosialis siap membantu
pada saat itu.
Namun demikian, tak terelakkan konflik mulai timbul antara kepemimpinan
ISDV dan Insulinde, dan juga di dalam ISDV sendiri. ISDV menegaskan bahwa
pejuangan melawan penjajahan Belanda harus didukung kaum sosialis, dan
menyatakan bahwa hal ini mencakup perjuangan melawan sistem kaptialis. Pimpinan
kelas menegah Insulinde (seperti para pemimpin SI kemudian) secara naluriah
menolak dengan keras pikiran itu, dan mengedepankan “teori dua tahapan”. Dalam
ISDV sendiri aliran refomis meninggalkan partai itu di tahun 1916 dan mendirikan
Partai Sosial Demokrat Indonesia (ISDP), yang dalam waktu singkat langsung dekat
dengan pemimpin kelas menengah nasionalis. Di sisi lain, ISDV makin digemari dan
dihormati kaum militan Indonesia karena berani dan berprinsip dalam hal politik
lokal. Walaupun diserang para pemimpin nasionalis karena banyak yang
berketurunan Belanda, hal ini tidak merupakan rintangan dalam perjuangan
membangun organisasi revolusioner, dan merebut dukungan massal.
Banyak masalah sulit yang dihadapi oleh ISDV di periode awal bangkitnya
gerakan politik massa ini. Pada 1915-18 penguasa Belanda menanggapi gerakan
massa yang tumbuh dengan mendirikan semacam “Volksraad” yang bertujuan
membendung militansi massa. ISDV – berlawanan dengan pimpinan nasionalis dan
ISDP – pada mulanya memboikot badan ini, tetapi kemudian membatalkan keputusan
itu ketika mulai jelas bahwa Volksraad itu dapat dimanfaatkan sebagai medan
propaganda revolusioner.
Sneevliet juga memegang peran penting dalam Serikat Staf Kereta Api dan
Trem (VSTP), pada saat itu kecil saja, dan sebagian besar anggotanya berkulit putih.
Sneevliet mengarahkan VSTP kepada bagian besar buruh yang pribumi, dan pada
saat bersamaan berusaha menguatkan struktur organisasinya dengan menegaskan
pentingnya pengurusan cabang cabang yang baik, juga konperensi tahunan, penarikan
sumbangan anggota, dsb. Dalam jangka waktu singkat anggota serikat ini menjadi
dua kali lipat, dan sebagian besar pribumi. Kesuksesan VSTP meraih hormat bagi
gerakan sosialis, dan memungkinkan Sneevliet merekrut para aktivis buruh ke dalam
ISDV. Yang terpenting di antaranya adalah Semaun, seorang pemuda buruh
perusahaan kereta api yang pada tahun 1916 (saat berusia 17 tahun), menjadi kepala
Serikat Islam di Semarang, dan di kemudian hari menjadi tokoh penting dalam PKI.
Liberalisme Belanda tidak mendorong perjuangan buruh. Pemogokan dibalas
dengan PHK massal, pembuangan para aktivis ke pulau-pulau terpencil, dan tindakan
apa saja yang perlu untuk menghancurkan gerakan buruh. Dalam periode itu jarang
sekali pemogokan buruh menemui kesuksesan, dan tidak mungkin berhasil
memengaruhi perjuangan luas. Dilawan oleh majikan yang kuat, terbatas
kemungkinan memajukan kondisi kaum buruh lewat perundingan.
Meskipun demikian gerakan serikat buruh bertahan dan berkembang.
Kenyataan ini hanya bisa diterangkan dengan kekuatan dan daya tahan kaum buruh,
dengan tumbuhnya jumlah dan pengalaman kaum buruh, dan di pihak lain,
diterangkan oleh kenyataan bahwa perjuangan serikat buruh] tidak dapat dipisahkan
dari perjuangan yang lebih luas yang dilakukan oleh rakyat Indonesia dalam melawan
penindasan dan penghisapan pemerintah Belanda.
Sebagian besar kaum petani tetap mengikuti adat dan agama, kelihatannya
pasif kalau ditindas, petani pada waktu itu pandangannya terbatas oleh kepentingan
dan masalah kehidupan desa, tidak dapat diharapkan menunjang program sosialis
dengan pemikiran yang termaju. Kaum petani hanya bisa memihak segi program
sosialis yang merefleksikan kepentingan kaum tani sendiri, dan memihak perjuangan
militan yang membantu tuntutan itu. Namun dukungan seperti itu juga biasanya
sporadis, ekspolsif, dan tidak lengkap, selaras dengan karakter kaum tani sendiri –
yaitu suatu kelas yang heterogen, produsen kecil yang terisolir, dan yang menurut
kepentingan sendiri. Oleh karena itu kaum petani mungkin memihak kaum buruh,
tetapi juga mungkin memihak demagogi kaum nasionalis, mistik agama atau aliran
lain yang menawarkan pemecahan segera bagi persoalan kongkrit yang mereka
hadapi.
Dalam pengertian perspektif dan teoris, di satu sisi, sebagai organisasi kader
ISDV amat lemah. Pengusiran Sneevliet dari Indonesia pada tahun 1918
meninggalkan jurang tak terjembatani di pucuk pimpinan organisasi itu. Tidak ada
pemimpin, baik keturunan Belanda maupun pribumi, walaupun trampil sebagai
pejuang revolusioner, memiliki pengalaman dan pemandangan marxis yang cukup
luas untuk mengemudikan partai secara tepat saat menghadapi tikungan yang tajam
dan mendadak.
Potensi revolusioner ISDV yang gemilang pada era itu ditunjukkan tahun
1917-1918, saat partai itu segera mendukung Revolusi Rusia dan dengan cepat
menarik implikasi revolusi itu bagi revolusi di negara Eropa dan Indonesia sendiri.
Belajar dari pengalaman Rusia, ISDV mulai mengorganisir serdadu dan pelaut di
Indonesia, dan dengan usaha itu berhasil menarik pengikut sekitar 3,000 orang di
angkatan bersenjata Belanda.
Pada akhir tahun 1918, saat Belanda di ambang revolusi, pemerintah kolonial
bingung karena kelihatannya mungkin ada perebutan kekuasaan revolusioner di
Belanda, dan mungkin sesudahnya di Indonesia juga. Pada saat itu sosial demokrat
Belanda kehilangan keberaniannya. Pemerintah kolonial menjanjikan berberapa
perbaikan situasi, dan situasi revolusioner reda.
Situasi di Indonesia pada tahun 1918-1919 penuh gejolak, karena kisis
ekonomi menghantam para pekerja dan timbulkan perlawanan dengan kekerasan di
kalangan kaum tani. Kejadian ini melatarbelakangi pertumbuhan ISDV/PKI secara
massal, dan juga menyebabkan reaksi dari segi pemerintah.
2.8. PERKEMBANGAN PKI DI SUMTERA
2.8.1. Masuknya Komunisme Di Sumatera Barat
Dalam situasi Sumatera Barat yang pehuh pertentangan, Haji Datuk Batuah
membawa dan, menyebarkan paham komunis diaerah tersebut. Pada tahun 1923 ia
menanamkan ajaran komunis di kalangan pelajar-pelajar dan guru-guru muda
Sumatera Thawalib Padang Panjang. Sumatera Thawalib adalah suatu lembaga
pendidikan yang  dimiliki oleh kalangan pembaharu Islam di Sumatera Barat, dimana
haji Batuah  merupakan salah seorang pengajarnya.
Berawal dari Sumatera Thawalib Padang Panjang, paham komunis akhirnya
menyebar ke berbagai daerah Sumatera Barat dibawa oleh para lulusan sekolah
tersebut  ke daerah asalnya. Penyebaran ini terutama dilakukan di kalangan petani.
Oleh masyarakat setempat ajaran komunis ini disebut “ilmu kominih” (Schrieke,
1960: 155).  Ilmu ini menggabungkan ajaran Islam dengan ide anti penjajahan
Belanda, anti  imperialisme-anti kapitalisme dan ajaran Marxis.
Pada akhir tahun 1923 Datuk Batuah, bersama-sama dengan Nazar
Zaenuddin  mendirikan pusat Komunikasi Islam di Padang panjang. Dalam waktu
yang hampir  bersamaan Datuk Batuah menerbitkan harian “Pemandangan Islam”
dan dan Nazar  Zaenuddin menerbitkan “Djago-Djago”. Lembaga Pusat Komunikasi
Islam dan kedua  harian tersebut digunakan sebagai media penyiaran paham komunis.
2.8.2. Usaha-usaha Perluasan
Pada pagi 11 Nopember 1923 Datuk Batuah dan Nazar Zaenuddin ditangkap
pemerintah kolonial Belanda. Segera setelah itu pusat propaganda komunis berpindah
ke Padang ( Schreike, 1960: 60).  Pucuk kepemimpinan PKI Sumatera Barat
kemudian di ambil alih oleh Sutan Said  Ali. Pada waktu itu kegiatan orang-orang
komunis di seluruh nusantara menunjukkan  peningkatan yang pesat. Hal ini karena
pada akhir tahun 1923 Darsono, seorang tokoh,  komunis kembali di Hindia Belanda
dari Moskow atas perintah komintern untuk  mendampingi Semaun, Alimin dan
Muso.  Suatu hal yang menyebabkan pesatnya perkembangan komunis di Sumatera
Barat  adalah dileburnya Sarekat Rakyat Sumatera Barat ke dalam PKI. Sarekat
Rakyat ini  semula bernama Sarekat Islam Merah, suatu organisasi pecahan Sarekat
Islam yang  berorientesi kepada paham komunis, dimana di Sumetera Barat
mempunyai anggota yang  cukup banyak (Kahin, 1952: 70).
Dengan dileburnya Sarekat Rakyat ke dalam PKI, maka jumlah anggota inti PKI
Sumatera Barat meningkat berlipat ganda. Jika pada tanggal 1 Juni 1924 semua
anggota  inti PKI Sumatera Barat tercatat hanya berjumlah 158 Orang, maka pada
tanggal 31  Desember 1924 telah menjadi 600 orang, tiga bulan kemudian menjadi
884 orang.  Daerah-daearah yang tercatat sebagai basis PKI adalah: Kota Lawas,
pariaman, Sawah  Lunto, Tikalah, padang dan Silungkang.
2.8.3. Resolusi prambanan 1925
Mulai tahun 1925 tampaknya PKI telah jatuh ke tangan orang-orang yang 
berdarah panas. PKI mulai menghubungkan diri dengan orang-orang yang
dipandang  rendeh dalam masyarakat dan kumpulan teroris yang selalu dijumpai di
pinggiran  masyarakat Indonesia waktu itu (Arnold C. Bracham, 1970 : 22).
Sementara itu Hoskow memproses arah yang ditempuh oleh PKI, tetapi tidak 
berhasil (Ruth T.McVey,1965 : 158). Bahkan pada bulan Juni 1925, Alimin secara 
terbuka menganjurkan suatu revolusi. Semenjak itu rupanya pengawasan partai
berada di tangan komunis sayap kiri.
Sejalan dengan itu, pada bulan Desember 1925 di prambanan, Yogyakarta 
diadakan pertemuan partai yang dipimpin oleh Alimin. Pretemuan ini dihadiri oleh
tokoh-  tokoh PKI, diantaranya Budi Sucipto, Aliarcham, Sugono, Surat Hardjo,
Martojo, jatim, Sukirno, Suwarno, Kusno dan lain-lainnya. Sedang Said Ali,
pemimpin PKI cabang  Sumatera Barat pada pertemuan ini hadir mewakili seluruh
Sumatera ( H. J. Benda, dan Ruth T.MaVey, 1960: 115) Adapun hasil pokok dari
pertemuan ini adalah bahwa PKI akan mengadakan  pemberontakan pada bulan Juli
1926, dengan terlebih dulu diawali dengan aksi-aksi  pemogokan yang akan
diorganisir PKI.
Adapun hasil pokok dari pertemuan ini adalah bahwa PKI akan
mengadakan pemberontakan pada bulan Juli 1926, dengan terlebih dulu diawali
dengan aksi-aksi  pemogokan yang akan diorganisir PKI.  Sehubungan dengan
keputusan Prambanan tersebut pemimpin-pemimpin PKI Sumatera Barat menempuh
langkah-langkah guna mempersiapkan pemberontakan, yang  meliputi :
a. Sejalan dangan Surat Edaran Komite Pusat PKI No.221 maka PKI cabang
Sumatera Barat berusaha mengumpulkan senjata. Surat Edaran tersebut berisi
perintah kepada  cabang Padang supaya mengumpulkan uang derma yang
dimaksudkan untuk membeli  persenjataan yang akan digunakan untuk melakukan
aksi pemberontakan.
b. Mengadakan aksi-aksi ilegal. Ini terutama dilakukan dalam bentuk membangun
sel-sel PKI di derah-daerah pertanian dalam rangka memperkuat semangat
perlawanan. Dalam perkembangannya, organisasi-organisasi ilegal ini mempunyai
pengaruh cukup basar di Sumatera Barat, terutama Sarekat Jin yang bergerak di
Padang dan  Pariaman (Ruth T.Mc Vey, 1965: 194 ).
c. Memperkuat propaganda di kalangan buruh-buruh tani yang bekerja di
perkebunan-perkebunan.Tetapi gelagat akan terjadinya pemberontakan di Sumatera
Barat, terlebih dulu tercium Pemerintah kolonial Belanda. Oleh karena itu,
pemerintah kolonial Belanda  segera bertindak melakukan penangkapan-penangkapan
terhadap pemimpin-pemimpin  PKI Sumatera Barat. Berturut-turut Said Ali, Idrus,
Sarun, Yusup Gelar Radjo Kacik,  Datuk Bagindo Ratu dan Haji Baharuddin pada
akhir tahun 1926, kemudian ditangkap  dan dijebloskan ke penjara dengan tuduhan
hendak memberontak (Abdul Muluk Nasution, 1981: 91).
2.9. APAKAH KOMUNISME SUDAH HILANG ATAU MATI?
Banyak orang yang mengira komunisme 'mati' dengan bubarnya Uni Soviet di tahun
1991, yang diawali dengan keputusan Presiden Mikhail Gorbachev. Namun
komunisme yang murni belum pernah terwujud dan tak akan terwujud selama
revolusi lahir dalam bentuk sosialisme (Uni Soviet dan negara-negara komunis
lainnya). Dan walaupun komunis sosialis hampir punah, partai komunis tetap ada di
seluruh dunia dan tetap aktif memperjuangkan hak-hak buruh, pelajar dan anti-
imperialisme. Komunisme secara politis dan ekonomi telah dilakukan dalam berbagai
komunitas, seperti Kepulauan Solentiname di Nikaragua.
Seperti yang digambarkan Anthony Giddens, komunisme dan sosialisme sebenarnya
belum mati. Ia akan menjadi hantu yang ingin melenyapkan kapitalisme selamanya.
Saat ini di banyak negara, komunisme berubah menjadi bentuk yang baru. Baik itu
Kiri Baru ataupun komunisme khas seperti di Kuba dan Vietnam. Di negara-negara
lain, komunisme masih ada di dalam masyarakat, namun kebanyakan dari mereka
membentuk oposisi terhadap pemerintah yang berkuasa.

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

3.1. SIMPULAN
Komunisme adalah sebuah ideologi. Penganut paham ini berasal dari Manifest
der Kommunistischen yang ditulis oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, sebuah
manifesto politik yang pertama kali diterbitkan pada 21 Februari 1848 teori mengenai
komunis sebuah analisis pendekatan kepada perjuangan kelas (sejarah dan masa
kini) dan ekonomi kesejahteraan yang kemudian pernah menjadi salah satu gerakan
yang paling berpengaruh dalam dunia politik.
Komunisme pada awal kelahiran adalah sebuah koreksi terhadap paham
kapitalisme di awal abad ke-19, dalam suasana yang menganggap bahwa kaum buruh
dan pekerja tani hanyalah bagian dari produksi dan yang lebih mementingkan
kesejahteraan ekonomi. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, muncul
beberapa faksi internal dalam komunisme antara penganut komunis teori dan
komunis revolusioner yang masing-masing mempunyai teori dan cara perjuangan
yang berbeda dalam pencapaian masyarakat sosialis untuk menuju dengan apa yang
disebutnya sebagai masyarakat utopia.
Pancasila dianggap sebagai sebuah ideologi karena Pancasila
memiliki nilai-nilai filsafat mendasar juga rasional. Pancasila telah
teruji kokoh dan kuat sebagai sebuah landasan dalam mengatur
kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu juga, Pancasila
merupakan wujud dari konsensus nasional, itu semua karena
negara bangsa Indonesia ini adalah sebuah sketsa negara moderen
yang telah disepakati oleh para pendiri negara Republik Indonesia
kemudian nilai-nilai dari kandungan Pancasila itu sendiri
dilestarikan dari generasi ke generasi.
Ideologi pancasila sendiri adalah suatu pemikiran yang beracuan
Pancasila. Pancasila dijadikan ideologi dikerenakan, Pancasila
memiliki nilai-nilai falsafah mendasar dan rasional.

1. Komunis lahir saat kondisi di Hindis Belanda ( Indonesia ) sedang mangalami


ketertindasan akibat system yang diterapkan oleh Belanda à Belanda
mencerminkan praktek Kapitalisme dan Feodalisme à Menindas kaum kecil
seperti buruh dan petani
2. Pada awalnya Komunis hendak menghancurkan belanda dan islam, tetapi
melihat begitu besarnya rakyat yang beragama islam yang itu bisa
dimanfaatkan sebagai massa pro komunis, akhirnya mereka juga menerapkan
ide yang awalnya ditentang oleh mereka ( ide untuk tidak menghancurkan
islam tapi justru memanfaatkannya dating dari Tan Malaka, ia menganggap
dalam menerapkan teori komunis harus melihat konteks wilyah )
3. Di awal – awal lahirnya, massa yang dibidik adalah buruh, tetapi seiring
dengan berjalannya waktu mereka juga melihat bahwa petani bisa dijadikan
basis massa yang lebih solid dari pada buruh, akhirnya mereka pun
mengalihkan perhatiannya kepada kaum petani dan juga masyarakat islam.
4. Faktor yang turut berpengaruh terhadap besarnya organisasi ini adalah apa
yang mereka tawarkan kepada petani, buruh serta kamuflase nilai komunis
yang disamakan dengan nilai islam. Hal ini karena kondisi saat itu benar –
benar kondisi yang berat dan menekan kaum kecil seperti buruh dan petani.
Dengan propaganda mereka yang dianggap pro rakyat kecil, mereka pun
mendapatkan simpati yang cukup besar.

3.2. SARAN
Praktek komunisme harus disesuaikan dengan keadaan di Indonesia, jangan
dibiasakan menjiplak begitu saja pengaruh dari luar. Tan Malaka misalnya tidak
setuju dengan faham atheis, doktrin “agama adalah candu” tidak masuk akal baginya.
Kaum petani menderita akibat penjajahan Belanda dalam banyak segi, yang
pertama dan paling berat adalah mereka menderita akibat diterapkannya bentuk
perpajakan. Ironisnya, beban pajak menjadi lebih berat pada zaman diterapkannya
kebijakan “etis” (liberal), yang diadopsi oleh administrasi kolonial pada pergantian
abad ke-20, ketika dibangun infrastruktur yang dibiayi pajak.
Negara ada untuk membantu manusia mewujudkan tujuan dan cita-citanya.
Penyelenggaraan negara harus membawa manfaat bagi manusia. Tugas manusia
adalah bertanggungjawab rasa kepentingan bersama warganya. Negara harus
melindungi hak-hak warganya dan menetapkan kewajiban-kewajibannya sebagai
warga negara. Ia juga harus menciptakan kehidupan bersama yang dilandasi oleh
semangat cinta kasih, keadilan, dan perdamaian. Warga negara mempunyai hak dan
kewajiban, antara hak dan kewajiban harus berjalan seimbang. Misalnya, kewajiban
membela negara dari segala ancaman dan gangguan baik dari dalam maupun luar
negeri.

Paham komunis seharusnya bukan hanya mengoposisikan masyarakat


kalangan kebawah, seperti halnya buruh, petani dan lain sebagainya. Di negara lain,
adapun paham komunismenya dalah bukan hanya dioposisikan untuk kalangan
miskin. Namun, juga dioposisikan untuk kalangan penguasa.

Sebagaimana penerus bangsa hendaknya kita lebih  menjaga dan mencintai


negara kita. Ada pun beberapa hal yang dapat kita lakukan  untuk menunjukkan hal
tersebut misalnya meningkatkan kebangaan dan rasa memiliki bangsa Indonesia
dalam diri setiap warga negara, membangun saling pengertian dan pengahargaan
antarsesama warga yang memiliki latar belakang kepentingan yang berbeda dan etnik
yang berbeda, para pemimpin negara sebaiknya menjalankan roda pemerintahan
secara efektif dan efisien, dan memperkuat unsur-unsur yang menjadi alat pertahanan
negara, seperti TNI.

DAFTA PUSTAKA
1.       http://id.wikipedia.org/wiki/Komunisme
2.       http://oktafitrifauzi.blogspot.com/2009/09/perbedaan-ideologi-
pancasila-komunis.html
3.       http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila
4.       http://ideologipancasila.wordpress.com/

Anda mungkin juga menyukai