Anda di halaman 1dari 11

TEORI PERTUKARAN SOSIAL

Tugas Makalah

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi & Antropologi

Dosen Pengampu : Dr. H. Mawardi. J, M. Si

Di susun oleh :
Fakhrurrazi
NPM. 2170131007

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM


FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam masyarakat sederhana orang berusaha menjelaskan fenomena yang
terjadi di sekitarnya dengan menggunakan mitologi-mitologi atau kepercayaan-
kepercayaan tertentu. Pada masyarakat modern, mitologi-mitologi tidak mampu lagi
menjelaskan peristiwa-peristiwa sosial yang terjadi di sekitarnya. Dengan
menggunakan cara berpikir rasional, orang berusaha menjelaskan kejadian-kejadian
yang dialami manusia. Salah satu cara untuk menjelaskan fenomenafenomena
sosial itu adalah dengan berteori. Teori merupakan usaha untuk menjelaskan
kejadian-kejadian yang terjadi di sekitar kita dengan menggunakan daya nalar.
Dalam masyarakat yang stabil atau terisolir orang pada umumnya tidak
begitu gampang merubah asumsiasumsi teoritisnya. Mereka tidak ditantang untuk
menguji pengalaman-pengalaman yang dianggap sebagai kebenaran di dalam
masyarakat itu. Sebaliknya, dalam masyarakat yang terbuka, orang ditantang untuk
melihat kembali kepercayaan dan kebiasaannya. Akibatnya bisa positif dan negatif.
Akibat itu bisa positif kalau mereka tetap mempertahankan kebiasaan dan
kepercayaan mereka secara sadar karena telah mengujinya secara kritis. Tetapi
akibat itu bisa negatif kalau mereka menolak kebiasaan dan kepercayaan yang
mungkin memiliki kontribusi untuk perkembangan masyarakat itu semata-mata
hanya hanya karena mereka terpukau dengan hal-hal baru yang belum teruji
kontribusinya untuk kebaikan masyarakat tersebut. Karena itu tidak mengherankan
kalau banyak teori muncul dari lingkungan masyarakat yang terbuka dan ditandai
oleh perubahan sosial yang amat pesat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pemikiran/filsafat social yang mempengaruhi teori pertukaran
sosial?
2. Bagaimanakah substansi teori pertukaran social menurut Homans, Emerson
dan Peter M. Blau?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pemikiran/filsafat social yang mempengaruhi teori
pertukaran sosial
2. Untuk megetahui substansi teori pertukaran social menurut Homans,
Emerson dan Peter M. Blau

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemikiran/Filsafat Social Yang Mempengaruhi Teori Pertukaran Sosial
Teori pertukaran sosial berangkat dari asumsi do ut des, saya memberi
supaya engkau memberi. Menurut mereka semua kontak di antara manusia bertolak
dari skema memberi dan mendapatkan kembali dalam jumlah yang sama. “All
contacts among men rest on the schema of giving and returning the
equivalence”(Wallace & Wolf, 1980:163; 1995:280). Dengan asumsi seperti ini, para
pendukung teori ini mengemukakan bahwa ada begitu banyak pertukaran atau
tingkah laku yang dipertukarkan dalam kehidupan sosial. Dengan demikian
pendukung teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia didasarkan
pertimbangan untung dan rugi atau costs and rewards. Pada bagian berikut akan
diuraikan akar-akar intelektual teori pertukaran.

1. Akar Intelektual Teori Pertukaran


Para sosiolog tidak terlalu berminat membuat studi tentang teori pertukaran.
Satu-satunya sosiolog awal yang berminat mempelajari peri laku manusia adalah
George Simmel. Pertanyaan pokok untuk Simmel adalah mengapa dan bagaimana
manusia beralih dari isolasi diri kepada bermacam-macam kontak dengan orang
lain. Menurut Simmel, motivasi mereka yang utama adalah memenuhi kebutuhannya
dan mengejar tujuan-tujuan pribadi. Simmel juga berpendapat bahwa kendati
balasan yang diterima seseorang tidak seimbang, namun interaksi mereka selalu
bersifat timbal balik dan karena itu dipandang sebagai pertukaran. Peter M. Blau
kemudian mengembangkan gagasan dari George Simmel ini.
Namun demikian konsep Simmel tentang interaksi sebagai pertukaran tiadk
cukup dikembangkan atau tidak banyak digunakan oleh para sosiolog sesudah
Simmel. Pengaruh-pengaruh yang lebih besar terhadap pendukung teori pertukaran
datang dari ilmu sosial seperti antropologi, ekonomi, psikologi, dan teori permainan
(Wallace and Wolf, 1995:281-289)
Berikut ini beberapa pemikiran/filsafat social yang mempengaruhi teori
pertukaran sosial:

a. Antropologi dan Pentingnya Hadiah


Banyak antropolog abad 20 menaruh perhatian pada peran pertukaran di
dalam kehidupan sosial. Salah satu tokoh penting dalam bidang antropologi adalah
Bronislaw Malinowski (1884-1942) yang menghabiskan banyak waktu melakukan
penelitian di antara orang-orang Tobrian di kepulauan Melanesia. Menurut dia
masyarakat Tobriand dibangun di atas dasar prinsip pelayanan timbal balik yang
seimbang. Suku-suku atau klen-klen saling memberi dan menerima hadiah-hadiah.
Salah satu contoh yang paling baik dari pemberian yang bersifat timbal balik
ini nampak dalam seremoni yang disebut Kula. Dalam seremoni tersebut yang
dirayakan secara berkala, orang-orang dari suatu pulau mengunjungi pulau lain dan

2
menjumpai penduduknya lalu menukarkan gelang mereka dengan kalung yang
terbuat dari kerang. Gelang-gelang dan kalaung-kalung ini diberi harga yang sangat
mahal walaupun penggunaannya tidak terlalu jelas. Tetapi mereka akan menyimpan
barang-barang itu sampai dengan periode pertukaran berikutnya. Tradisi
pertukarang berlangsung bertahun-tahun dan disebut Kula Ring – Cincin Kula.
Para antropolog dan pendukung teori pertukaran berpendapat aspek penting
dari perukaran seperti itu adalah cara mereka mempersatukan masyarakat melalui
kewajiban yang bersifat timbal balik dan dengan demikian meningkatkan kohesi
sosial. Praktik seperti itu juga ditemukan dalam masyarakat modern seperti ketika
orang menukar hadiah pada perayaan natal. Sesungguhnya peran hadiah dalam
mempertahankan hubungan persahabatan ditunjukkan oleh kebiasaan setiap kali
kita melayani tamu dengan kopi.

b. Ekonomi-Keuntungan-Harga
Inti dari teori ekonomi yang dikembangkan oleh Adam Smith atau David
Ricardo bertolak dari premise tentang psikologi individu dan implikasinya bagi
tingkah laku di dalam pemasaran. Pendukung-pendukung teori pilihan rasional (teori
pertukaran) juga bertolak dari psikologi individu dan menerapkan premise yang
sama pada tingkah laku yang tidak mempunyai hubungan dengan perukaran
barang-barang material dengan uang atau produksi dengan penjualan. Sama seperti
ahli ekonomi para pendukung teori pilihan rasional (teori pertukaran) menekankan
betapa pentingnya bahwa kita tinggal dalam suatu dunia yang langka barang-barang
di mana kita tidak memiliki semua barang, status, atau dukungan emosional yang
kita inginkan. Para pendukung teori pilihan rasional (teori pertukaran)
memberlakukan empat proposisi dasar yang berasal dari dunia ekonomi (Wallace
and Wolf, 1995:284).
Individu-individu adalah orang-orang yang secara rasional ingin memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya dan mengambil keputusan berdasarkan selera dan
kesukaan-kesukaan.
• Semakin banyak yang dimiliki oleh seorang individu, maka semakin kurang
tertarik dia untuk memiliki lebih banyak lagi.
• Harga barang-barang dan jasa di pasaran ditentukan oleh selera pembeli
dan penjual.
• Semakin besar permintaan sebuah barang, maka semakin tinggi nilai dan
harganya.
• Sebaliknya semakin banyak penawaran sebuah barang, maka semakin
rendah nilai dan harganya.
• Barang-barang akan menjadi sangat mahal kalau barang-barang itu
disediakan oleh satu perusahan yang memonopli dibandingkan kalau
barang-barang itu disiapkan oleh beberapa perusahan berbeda sehingga
harganya bisa bersaing.

3
Dua asumsi yang pertama adalah asumsi-asumsi tentang psikologi dasar
manusia. Dua proposisi ini dapat digunakan untuk meramalkan perilaku-perilaku
walaupun tidak berlaku secara universal. Sementara dalam proposisi-proposisi
berikutnya terkandung hubungan timbal balik antara yang satu dengan yang lainnya.

c. Psikologi Behaviorisme
Psikologi behaviorisme mempunyai pengaruh yang sangat penting di dalam
perkembangan teori perukaran. Di dalam merumuskan teori pertukarannya George
C. Homans berpaling kepada pemikiran behaviorisme yang dipelopori oleh
sahabatnya B.F. Skinner. Dia menginginkan bukti-bukti langsung dan valid dari
proposisi yang dianggap sebagai asumsi-asumsi saja oleh para ahli ekonomi.
Psikologi perilaku menganut posisi bahwa dalam mempelajari tingkah laku orang
dapat menghindari hipotese-hipotese tentang fenomena-fenomena yang tidak bisa
diamati. Psikologi perilaku berusaha untuk menghindari diri dari membuat
pernyataan-pernyataan yang tidak jelas mengenai akal budi manusia yang tidak bisa
dibuktikan. Sebaliknya mereka berusaha membangun sebuah teori perilaku yang
memuaskan berkaitan dengan tanggapan-tanggapan yang bisa diamati dan yang
merupakan akibat dari rangsangan (stimuli) yang bisa diamati dan bukannya.
George Herbert Mead dan pendukung teori interaksionisme simbolik melawan teori
ini dan menekankan hal yang sebaliknya yaitu pentingnya persepsi dan makna yang
tidak bisa diamati.
Dalam kenyataannya, teori pertukaran membuat pernyataan tentang
fenomena-fenomena yang tidak bisa diamati khususnya mengenai nilai-nilai yang
ada pada orangorang. Bagi teori pertukaran, pentingnya proposisi-proposisi
psikologi perilaku adalah mereka sejalan dengan proposisipropoisi dalam dunia
ekonomi. Titik temu antara ekonomi dan psikologi memperkuat argumentasi teori
pertukaran bahwa prinsip-prinsip pertukaran berlaku dalam semua kehidupan sosial.
Karena itu menurut George Homans, proposisi-proposisi dari psikologi perilaku
merupakan proposisisi-proposisi bisa memberikan penjelasan umum tentang semua
ilmu pengetahuan sosial. Sejalan dengan hal itu, proposisi-proposisi bersangkutan
cukup umum juga di dalam ekonomi.

B. Teori Pertukaran Social Menurut Homans, Emerson Dan Peter M. Blau


1. Teori Pertukaran Social Menurut Homans
Teori pertukaran Homans bertumpu pada asumsi bahwa orang terlibat dalam
perilaku untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman. Teori ini dilandasi
oleh prinsip transaksi ekonomis dimana orang menyediakan barang atau jasa dan
sebagai imbalannya adalah memperoleh barang atau jasa yang diinginkan. Adapun
asumsi teori ini adalah interaksi sosial itu mirip dengan transaksi ekonomi. Namun
bagi teori pertukaran, pertukaran sosial tidak hanya dapat diukur dengan uang saja
karena hal-hal yang dipertukarkan adalah hal yang nyata dan tidak. Seseorang
misalnya bekerja di sebuah perusahaan tidak hanya mengharapkan ganjaran

4
ekstrinsik berupah upah tetapi juga ganjaran instrinsik berupa kesenangan,
persahabatan dan kepuasan kerja. Pemikiran teori ini dapat dilihat dari skema
berikut :

Gambar 1 : Skema Teori Pertukaran


Homans menjelaskan proses pertukaran dengan lima proposisi yaitu
proposisi sukses, stimulus, nilai, deprivasi satiasi, dan restu agresi. Dalam
merumuskan proposisi-proposisi tersebut ia mencoba saling mengkaitkan proposisi
itu dalam sebuah teori pertukaran sosial. Adapun kelima proposisi itu adalah
(Poloma, 2000 ;61-65).
1) Proposisi Sukses
Dalam setiap tindakan, semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh
ganjaran, maka kian kerap ia akan melakukan tindakan itu. Proposisi ini
menyatakan bahwa bila seseorang berhasil memperoleh ganjaran, maka ia
akan cenderung mengulangi tindakan tersebut. Seorang anak mendapatkan
nilai rapor yang bagus setelah ia belajar sungguh-sungguh dan tekun.
Proposisi ini menyangkut hubungan antara apa yang terjadi pada waktu silam
dengan yang terjadi pada waktu sekarang.
2) Proposisi Stimulus
Jika di masa lalu terjadi stimulus yang khusus, atau seperangkat stimuli
merupakan peristiwa dimana tindakan seseorang memperoleh ganjaran,
maka semakin mirip stimuli yang ada sekarang ini dengan yang lalu itu, akan
semakin mungkin seseorang melakukan tindakan serupa atau yang agak
sama. Proposisi ini menyangkut frekuensi ganjaran yang diterima atas
tanggapan atau tingkah laku tertentu dan kemungkinan terjadinya peristiwa
yang sama pada waktu sekarang. Makin sering dalam peristiwa tertentu
tingkah laku seseorang memberikan ganjaran terhadap tingkah laku orang
lain, makin sering pula orang lain itu mengulang tingkah lakunya itu. Sebagai
contoh dapat kita lihat pada mahasiswa meninginkan nilai yang baik dan
dengan kesadaran ia selalu mengikuti perkuliahan serta belajar sebelum
ujian. Ia merasakan manfaat dari belajar bersama sebelum ujian, maka ia
akan melakukan kembali belajar secara bersama dengan teman-temannya
untuk mendapatkan hasil ujian yang baik.
3) Proposisi Nilai
Semakin tinggi nilai suatu tindakan, maka kian senang seseorang melakukan
tindakan itu. Proposisi ini memberikan arti atau nilai kepada tingkah laku
yang diarahkan oleh orang lain terhadap aktor. makin bernilai bagi seseorang
sesuatu tingkah laku orang lain yang ditujukan kepadanya makin besar
kemungkinan atau makin sering ia akan mengulangi tingkahlakunya itu.

5
Sebagai contoh dapat dilihat pada tingkahlaku mahasiswa yang menganggap
bahwa ia mempunyai kesempatan untuk melihat suatu konser favoritnya dan
di saat yang sama ia harus mengenyampingkan perkuliahannya karena ia
masih dapat kuliah di hari yang lain. Ini artinya ia menganggap mana yang
lebih penting kuliah atau menikmati konser yang menyenangkan.
4) Proposisi Deprivasi Satiasi
Semakin sering di masa yang baru berlalu seseorang menerima suatu
ganjaran tertentu, maka semakin kurang bernilai bagi orang tersebut
peningkatan setiap unit ganjaran itu. Proposisi ini menjelaskan bahwa makin
sering orang menerima ganjaran dari orang lain, makin berkurang nilai dari
setiap tindakan yang dilakukan berikutnya. Misalnya seorang wanita, setiap
berulang tahun selalu diberikan hadiah boneka oleh teman prianya maka ia
merasa hadiah itu menjadi tidak menarik bagi dirinya karena ia merasa telah
jenuh atau bosan dengan bentuk hadiah yang selalu sama.
5) Proposisi restu Agresi
Bila tindakan seseorang tidak memperoleh ganjaran yang diharapkannya
atau menerima hukuman yang tidak diinginkannya maka ia akan marah. Ia
cenderung menunjukkan perilaku agresif dan hasil perilaku tersebut bernilai
baginya. Bila tindakan seseorang memperoleh ganjaran yang lebih besar dari
yang diperkirakan atau tidak memperoleh hukuman yang diharapkannya,
maka ia akan merasa senang. Proposisi ini melihat bahwa makin dirugikan
seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, makin besar
kemungkinan orang tersebut akan mengembangkan emosi seperti marah.

2. Teori Pertukaran Social Menurut Emerson


Emerson menerbitkan karya penting tentang hubungan antara “kekuasaan
dan ketergantungan”. Sepuluh tahun kemudian tepatnya pada 1972, Emerson
menulis dua esai penting yang menandai awal tahap baru perkembangan teori
pertukaran sosial. Pada tulisannya yang pertama Emerson coba menjelaskan tetang
psikologi pada pertukaran sosial dan pada tulisanya yang ke dua di tahun 1972
Emerson beralih ke tingkat makro, hubungan pertukaran dan struktur jaringan.
Kemudian ia membuat hubungan mikro-makro yang kian lebih tegas dengan
menempatkan struktur jaringan pada posisi yang penting dalam hubungannya antra
mikro-makro.(Amal, 2012 : 12)
Molm dan Cook melihat ada tiga faktor mendasar yang mendorong
terbentuknya gagasan Emerson, yaitu (Amal, 2012 : 11-12) :
1) Emerson telah tertarik pada teori pertukaran ketika menyusun naskah
tentang hubungan kekuasaan dan ketergantungan. Menurutnya, kekuasaan
adalah pusat perhatian teori pertukaran.
2) Emerson merasa dapat menggunakan behaviorisme sebagai basis teori
pertukarannya, namun dengan menghindarkan masalah yang menimpa
Homans, yakni teori pertukarannya.

6
3) berbeda dengan Blau, Emerson ingin menjelaskan struktur dan perubahan
sosial sosial dengan menggunakan “hubungan sosial dan jaringan sosial
sebagai blok bangunan yang merentang tingkatan analisis yang berbeda”.
Aktor menurut Emerson dapat berupa individual atau struktur sosial lebih
besar –walaupun struktur berfungsi melalui agen yang dipandang terlampau
reduksionistik dan aktor individual terlalu rasional.
Ada tiga intiasumsi teoritis penting yang coba di kemukakan Emerson yang
bertolak dari pemikiran individual behaviorisme sebagai acuan analisisnya. (Ritzer
dan Goodman, 2008 : 375), yaitu :
a. orang yang merasa persaingan bermanfaat baginya cenderung bertindak
secara rasional begitu persaingan itu terjadi.
b. Karena orang akhirnya merasa jemu dengan persaingan maka manfaat
persaingan itu akan semakin berkurang.
c. Manfaat yang didapatkan orang melalui proses sosial tergantung pada
manfaat yang mampu mereka berikan dalam pertukaran, memberi teori
pertukaran, pemusatan perhatianya pada aliran manfaat melalui interaksi
sosial.
Dalam perkembangan pemikiran Emerson, ia coba membangun teori
pertukaran sosial yang memperlakukan struktur sosial sebagai variabel yang saling
terpengaruh. Dalam tulisanya yang pertama, Emerson memusatkan perhatian pada
aktor tunggal yang terlibat dalam hubugnan pertukaran dengan lingkugnanya.
Sedangkan dalam tulisanya yang kedua ia kembali pada hubungan pertukaran
sosial dan ke jaringan pertukaran (exchange net wort). (Ritzer dan Goodman, 2008 :
375)
Hal penting yang coba di ungkap dalam teori pertukaran Emerson, yaitu
persoalan ketergantungan kekuasaan. Emerson mendefenisikan kekuasaan sebagai
tingkat biaya potensial yang menyebabkan seorang aktor dapat memaksa aktor lain
“Menerima”, sedangkan ketergantugan melibatkan tingkat biaya potensial yang
diterima seorang aktor dalam suatu relasi. Kekuasaan yang tidak seimbang dan
ketergantungan menyebabkan ketidaksimbangan dalam hubungan, tetapi melalui
perjalanan waktu ketimpangan ini akan bergerak menuju hubungan kekuasaan dan
ketergantugan yang semakin seimbang. (Amal, 2015 : 14).

3. Teori Pertukaran Social Menurut Peter M. Blau


Peter M. Blau menilai bahwa teori pertukaran yang dikemukakan Homans
cenderung ke arah reduksionisme psikologis yang menekankan bahwa perilaku
individu merupakan gambaran dari perilaku seluruh kelompok. Blau mengisyaratkan
para ilmuwan sosial agar waspada akan bahasa reduksionisme yang mengabaikan
kehadiran properti sosial dan struktural. Tekanan Blau atas kelahiran (emergence)
atau properti kelompok yang tak dapat diredusir pada psikologi beorientasi
individual. Hal ini membuat Peter Ekeh menggambarkan karya Blau sebagai suatu

7
‘tesis yang bersifat kolektivis strukturalis” yang dapat dibedakan dari teori
individualistik behavioris dari Homans”.
Konsep Blau mengenai teori pertukaran social terbatas terhadap tingkah laku
yang menghasilkan ganjaran atau sanksi social. Blau menyatakan bahwa terjadi
tarik – menarik yang mendasar antara pelaku – pelaku social tersebut yang
menyebabkan terjadinya teori pertukaran social, dan dia menggunakan paradigm
yang terdapat dalam karya Homans untuk menjelaskan mengenai ketimpangan
kekuasaan. Ketimpangan tersebt bias terjadi dikarenakan adanya
ketidakseimbangan ganjaran antara satu pihak dengan pihak yang lain. Blau
mengatakan bahwa ‘sementara yang lain dapat diganjar dengan cara yang memadai
melalui pengungkapan kepuasan telah menolongnya, maka pihak yang ditolong itu
tidak harus memaksa dirinya dan menghabiskan waktunya untuk membahas
pertolongan dari penolongnya.
Blau juga berpendapat bahwa reduksionisme dalam ilmu sosial akan
menghambat para ilmuwan sosial membahas fenomena yang emergent dan penting
seperti stratifikasi dan kekuasaan. Dia menolak pendapat Homans bahwa topik
demikian dapat dimengerti melalui prinsip –prinsip psikologi perilaku tentang
pertukaran. Apa yang dilakukan Blau dalam teorinya tidak lain adalah
memanfaatkan konsep pertukaran dari sosiologi mikro dan menyatukannya dengan
konsep kekusaan yang merupakan subyek usaha – usaha makro teoritis.
Sebagai hasilnya, Blau berhasil melahirkan karya monumental berjudul Exchange
And Power in Social Life (1964). Meski mengandung beberapa kelemahan karyanya
itu merupakan upaya penting untuk mengintegrasikan secara teoritis masalah
sosiologi berskala luas (makro) dan berskala kecil (mikro).
Pada tingkat mikro, Blau membedakan penghargaan yang intrinsik dan yang
ekstrinsik, di mana pertukaran dengan penghargaan intrinsik tunduk pada hambatan
– hambatan normatif tertentu yang menghalangi terjadinya tawar menawar mengeni
biaya dan imbalan dan yang mengurangi perhatian terhadap apa yang harus
dibayarkan oleh individu. Selain itu, Blau menunjuk pada paradoks di mana orang
menahan diri untuk mulai berinteraksi dengan mereka yang dapat memberikan
imbalan yang menarik karena mereka mau menhindarkan diri dari subordinasi yang
dapat terjadi dalam suatu hubungan seperti iu.
Apabila orang – orang tidak mampu atau tidak bersedia untuk menghindari
keadaan yang tidak seimbang dalam hubungan pertukaran, disana muncullah
struktur kekuasaan. Orang yang menyediakan penghargaan di mana orang yang
menerima itu menjadi tergantung dan mereka tidak dapat membalasnya, mampu
menuntut ketaatan dari mereka dalam pertukaran. Seseorang yang memiliki
kekuasaan atas orang lain dengan mengontrol sumber – sumber penghargaan di
mana mereka menjadi tergantung, mampu untuk membangun suatu garis tindakan
kelompok dalam hubungannya dengan orang atau kelompok lain atau dalam
mencapai suatu tujuan kelompok. Perkembangan garis tindakan kelompok iinilah
yang merupakan dasar munculnya struktur makro.

8
Ada beberapa sifat dasar yang muncul dalam struktur makro yang
membedakan dari struktur mikro, yakni terletak pada persoalan nilai dan norma
(konsensus nilai) yang ada dalam masarakat. Menurut Blau, konsensus nilai itu
mengganti pertukaran tak langsung dengan pertukaran langsung, sebagai contoh,
seorang anggota menyesuaikan diri dengn norma kelompok dan mendapat
persetujuan karena penyesuaian diri itu da mendapat persetujuan imlisit karena
kenyataan bahwa penyesuaian diri memberikan kontribusi atas pemeliharaan dan
stabilitas kelompok. Dengan kata lain, kelompok atau kolektivitas terlibat dalam
suatu hubungan pertukaran dengan individu.
Beberapa tipe yang berbeda mengenai nilai dan norma didiskusikan : nilai –
nilai yang memberikan legitimasi, nilai – nilai oposisi, nilai – nilai partikularistik, dan
nilai – niai universalistik. Dalam sistem yang besar dan kompleks seperti
masyarakat keseluruhannya, nilai – nilai abstrak seperti itu menjadi lebih penting
daripada penghargaan yang bersifat langsung, untuk mempertahankan pola – pola
yang sudah mapan. Ini disebabkan karena banyak dari pola – pola ini bersiat tidak
langsung meskipun bayaran orang secara pribadi itu selalu penting, orang sering
rela untuk membatalkan pemuasan yang langsung atas beberapa kebutuhannya
demi kepentinngan penyesuaian diri terhadap nilai – nilai dan norma – norma
bersama, dan memperoleh dukungan sosial yang merupakan hasil dari penyesuaian
diri itu. Pada umumnya dinamika – diamika sosial yang terkandung dalam proses
institusionalissi sangat penting untuk menjelaskan sistem makro yng lus ini.
Sebaliknya, proses – prose ini secara relatif kurang penting dibandingkan dengan
bayaran aau penghargan yang diberikan secara pribadi pada tingkat mikro dalam
pertemuan tatap muka.
Menurut Blau, beberapa orang tertarik untuk dapat membangun sebuah
asosiasi antar satu pihak dengan pihak yang lain. Begitu awal katan terjalin, maka
ganjaaran yang mereka berikan kepada sesamanya dapat berfungsi sebagai
penguat suatu ikatan atau justru juga dapat menjadikan hal itu sebagai perusak
hubungan ikatan yang terjalin tersebut yang dikarenakan ketidakseimbangan
ganjaran antara satu pihak dengan pihak yang lain. Dann lebih jauhnya, tidak hanya
memperlemah dan menghancurkan hubungan tersebut, namun juga akan
menimbulkan eksploitasi kekuasaan. Ganjaran yang dimaksud diatas adalah sebuah
hal yang bisa berupa instrinsik, seperti kasih, saying, afeksi, dan yng lainnya. Dan
juga dapat berupa hal yang bersifat ekstrinsik seperti uang, barang, dan bahan
material lainnya. Karena setiap kelompok tidak dapat memberikan ganjaran yang
sama/simbang, maka disitulah keetimpangan kekuasaan terjadi.
Blau (1964: 117) memberi batasan kekuasaan sesuai dengan pengertian
Weberian, yaitu “kemampuan orang atau kelompok memaksakan kehendaknya
pada pihak lain, walaupun terdapat penolakan melalui perlawanan, baik dalam
bentuk pengurangan pemberian ganjaran secara teratur maupun dalam bentuk
penghukuman, sejauh kedua hal itu ada, dengan memperlakukan sanksi negatif”…
Sedangkan untuk menjelaskan hubungan-hubungan ketergantungan-kekuasaan

9
(power-dependence), Blau (1964: 118) mengutip skema Richard Emerson sebagai
dasar untuk menganalisa ketimpangan kekuasaan yang terdapat di dalam dan di
antara kelompok-kelompok. Individu yang membutuhkan pelayanan orang lain harus
memberikan alternatif berikut ini:
1. Mereka dapat memberi pelayanan yang sangat ia butuhkan sehingga cukup
untuk membuat orang tersebut memberikan jasanya sebagai imbalan, walau
hanya apabila mereka memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk ini; hal
ini menjurus pada pertumbuhan timbal balik.
2. Mereka dapat memperoleh pelayanan yang dibutuhkan itu di mana-mana
(dengan asumsi bahwa ada penyedia alternatif), yang menjurus pada
pertukaran timbal-balik, sekalipun dalam bentuk hubungan yang berbeda.
3. Mereka dapat memaksa seseorang menyediakan pelayanan (dengan asumsi
orang tersebut mampu melakukannya). Bilamana pemaksaan yang demikian
terjadi, maka mereka yang mampu memperoleh pelayanan tersebut
menciptakan dominasi terhadap penyedia (supplier).
4. Mereka dapat belajar menarik diri tanpa mengharap pelayanan atau
menemukan beberapa pengganti pelayanan serupa itu.
Keempat alternatif itu menunjukkan kondisi-kondisi ketergantungan sosial
dari mereka yang membutuhkan pelayanan tertentu. bilamana orang-orang yang
menginginkan pelayanan itu tidak mampu memenuhi salah satu dari alternatif
tersebut maka mereka tidak mempunyai pilihan kecuali menuruti kehendak penyedia
“sebab kelangsungan persediaan pelayanan yang dibutuhkan tersebut hanya dapat
diperoleh sesuai dengan kepatuhan mereka” (Blau, 1964: 118). Ketergantungan ini
menempatkan penyedia pada posisi kekuasaan. Agar dapat mempertahankan
posisinya penyedia ini harus tetap bersikap wajar terhadap keuntungan yang
diperoleh atas pertukaran pelayanan itu dan harus merintangi penyedia lain dalam
kegiatan pelayanan yang sama (Blau, 1964: 121)… Blau juga berpendapat (1964:
200) bahwa hanya perintah-perintah kekuasaan sah yang akan dipatuhi”.
Pertukaran sosial yang tidak seimbang akan menyebabkan adanya
perbedaan dan diferensiasi kekuasaan karena dalam pertukaran tersebut ada pihak
yang merasa lebih berkuasa dan mempunyai kemampuan menekan dan di lain
pihak ada yang dikuasai serta merasa ditekan. Kekuasaan menurut Peter M. Blau
adalah kemampuan orang atau kelompok untuk memaksakan kehendaknya pada
pihak lain. Adapun strategi atau cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan
kekuasaan terhadap orang lain yaitu memberikan sebanyak mungkin kepada pihak
lain yang membutuhkan, sebagai suatu upaya menunjukkan statusnya yang lebih
tinggi dan berkuasa, agar mereka yang dikuasai merasa berutang budi dan
mempunyai ketergantungan.

10

Anda mungkin juga menyukai