Anda di halaman 1dari 10

PERBANDINGAN TINGKAT LITERASI MEDIA ONLINE DAN SKEPTISISME PADA

MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI DAN NON ILMU KOMUNIKASI DI


TANGERANG

SKRIPSI

Diajukan guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Nilai

Skripsi

Oleh:

Melia Setiawati

00000026539

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

KONSENTRASI MULTIMEDIA JOURNALISM

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS

MULTIMEDIA NUSANTARA TANGERANG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, ketersediaan informasi


di Indonesia semakin banyak. Khalayak dapat dengan mudah mengakses dan
menyebarluaskan informasi melalui berbagai platform media. Perkembangan ini juga
diikuti dengan penggunaan media yang semakin pesat, baik pada media digital maupun
konvesional. Bahkan pada tahun 2017, penetrasi media televisi masih menjadi yang
tertinggi dalam kehidupan masyarakat Indonesia, diikuti juga oleh internet, koran, radio,
dan majalah (Lubis, 2017, p. 1).

Namun data dari Nielsen menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 5 tahun pengguna
internet mengalami peningkatan penetrasi terbesar yakni sebanyak 18%, dari 26%
menjadi 44% (Lubis, 2017, p 4). Kecanggihan digital di era sekarang, semakin
mempermudah audiens umum untuk dapat mengakses suatu informasi melalui internet
dalam kesehariannya. Salah satu perkembangan teknologi yang memiliki peran besar
adalah media baru. Konten dari media baru sendiri yakni dapat diakses melalui platform
yang berisi teks, gambar, audio, ataupun video (McQuail, 2011, p. 151).

Menurut Potter (2008, p. 3-5), semakin meningkatnya para pengguna media dapat
disimpulkan bahwa media merupakan hal yang dianggap penting bagi kehidupan
manusia. Media massa merupakan salah satu bentuk teknologi informasi yang digunakan
untuk membangun sebuah interaksi sosial, mendapatkan serta mencari tahu informasi,
dan terjadinya perubahan sosial, salah satunya yaitu media online.

Media online merupakan media massa setelah media cetak (koran, tabloid, majalah)
dan juga media elektronik (radio,televisi) (Romli, 2012, p. 30). Sedangkan menurut
Santana (2005, p. 137), Media online adalah sebuah tipe baru dari jurnalisme karena
memiliki sebuah fitur dan juga bentuk karakteristik dari jurnalisme tradisional. Fitur-
fitur yang disajikan dalam media online ini seperti menawarkan kemungkinan yang tidak
terbatas dalam memproses serta menyebarkan sebuah berita. Selain itu, Media online
adalah media berbasis teknologi yang berkarakter secara fleksibel serta dapat berfungsi
secara privat maupun publik (Mondry, 2008, p. 13). Definisi lain dari media online
adalah media yang memiliki beberapa keunggulan, yaitu cepat dalam menyajikan dan
memperoleh sebuah informasi atau berita secara praktis dan fleksibel karena dapat di
akses melalui apa saja dan dimana saja (Romli, 2012, p. 33).

Menurut survei yang telah dilakukan oleh Centre For Strategic and International
Studies (CSIS) pada November 2017 tentang “Penetrasi Milenial terhadap Sumber
Informasi” terdapat perbedaan mencolok pada akses media online yaitu generasi
milenial dengan non-milenial. Sekitar 54,3% generasi milenial mengaku hampir setiap
hari membaca media online, dan hanya sekitar 11,9% saja non-milenial yang minat
membaca media online (Survei Nasional CSIS, 2017). Sumber informasi yang dimaksud
oleh Centre For Strategic and International Studies (CSIS) yaitu berupa Radio, Televisi,
Surat Kabar, dan Media Online dan usia yang digunakan dalam survei ini generasi
milenial berada pada 17-29 tahun, sedangkan non-milenial berumur diatas 30 tahun
(Survei Nasional CSIS, 2017).

Penggunaan media online didominasi oleh generasi muda ataupun generasi milenial,
karena bagi mereka media online merupakan platform atau tempat untuk mendapatkan
sebuah informasi seperti berupa hiburan, pengetahuan, serta informasi yang sedang
hangat diperbincangkan (viral). Generasi milenial lebih sukar untuk mendapatkan
informasi yang akurat atau kredibel. Beberapa masalah yang seringkali terjadi di internet
yaitu pelanggaran privasi, microtargetting, hate speech, serta informasi yang
menyesatkan (Nugroho, 2017, p. xi).

Beberapa masalah yang kerap kali muncul di media online seperti ketidakakuratan
berita dan kemudahan mengunggah, mengakses, serta menyebarkan sebuah informasi di
era digital ini perlu adanya skeptisisme terhadap media dan juga diimbangi dengan
kemampuan yang memadai seperti literacy media (literasi media).
Melihat penetrasi dan penggunaan media yang semakin tinggi, masyarakat perlu
dibekali dengan edukasi literasi media dan informasi. United Educational, Scientific, and
Cultural Organization atau UNESCO (Global Media and Information Literacy
Assesment Framework, 2013, p. 27) yang menjelaskan bahwa literasi media dan
informasi atau disingkat LMI sebagai suatu integrasi antara literasi media, literasi
informasi, dan literasi ICT ataupun digital.

Literasi media dan informasi diartikan mengarahkan masyarakat untuk dapat


mengakses, mendapatkan, memahami, serta mengevaluasi dari media. LMI juga dapat
didefinisikan sebagai suatu pedoman atau kompetensi untuk menjadi pegangan
masyarakat untuk mengakses, mengevaluasi, mendapatkan, serta menggunakan media
sebagai tempat membagikan informasi dengan menggunakan berbagai alat secara kritis,
efektif, dan etis untuk berpatisipasi dalam aktivitas masyarakat ataupun personal
(UNESCO, 2013, p. 29).

Di Indonesia, kegiatan edukasi terhadap literasi media dan informasi belum terlalu
terkenal untuk digalangkan. Kebanyakan kalangan, seperti lembaga swadaya
masyarakat, perguruan tinggi, kelompok komunitas, lembaga pendidikan, hingga
lembaga negara lebih berfokus terhadap kegiatan literasi media (Guntarto, 2016, p. 11).
Menurut Guntarto (2016, p. 11) kegiatan literasi media memiliki tujuan yaitu untuk
memberdayakan masyarakat agar dapat mampu bersikap kritis terhadap konten media.

Definisi lain literasi media adalah sebuah perspektif yang digunakan secara aktif
untuk mengakses media dengan tujuan agar dapat memaknai sebuah pesan yang
disampaikan oleh media (Potter, 2014, p. 31). Literasi media merupakan gabungan dari
tiga kategori pengetahuan, yakni kajian media (industri, konten, dan efek media),
pemikiran manusia (bagaimana manusia dapat mengatur pesan dan mengkonstruksi
makna), dan pedagogi (bagaimana dapat membantu orang untuk mengakses informasi,
mengembangkan, dan mengedukasi kemampuan) (Potter, 2004, p. 23).

Generasi muda terutama mahasiswa merupakan kaum intelektual dan juga membawa
perubahan (Agent of Change) sesuai dengan poin-poin yang telah dikatakan oleh
Tridharma Perguruan Tinggi yaitu poin ketiga tentang, pengabdian yang pada suatu saat
nanti mengabdikan dirinya demi masyarakat, bangsa, serta negara sudah seharusnya
memiliki dan meningkatkan literasi media yang baik untuk menghadapi perkembangan
media massa yang semakin maju terutama media online, sehingga dapat memberikan
kontribusi atau acuan bagi masyarakat. Literasi media memungkinkan para generasi
muda untuk mencari serta mendapatkan informasi mengenai isu yang ada, mengevaluasi
kualitas informasi dan dapat mendiskusikannya dalam kelompok dan juga individu. Hal
ini adalah suatu bentuk dari partisipasi sebagai warga negara (Martens & Hobbs, 2013,
p. 6).

Melalui kompetensi LMI, masyarakat diharapkan mampu mendukung pemerintah


yang baik dan bertanggung jawab, dengan adanya transparasi dalam masyarakat, dan
dapat mengatasi permasalahan kemiskinan, sosial, dan ekonomi (Global Media and
Information Literacy Assesment Framework, 2013, p. 36). LMI memiliki manfaat yang
dapat meningkatkan penghargaan terhadap hak asasi manusia serta mendorong
masyarakat agar dapat mengambil keputusan berdasarkan informasi yang tepat (Global
Media and Information Literacy Assesment Framework, 2013, p. 36).

Berdasarkan manfaat dari kompetensi LMI yang telah disebutkan oleh UNESCO
maka dapat dikatakan bahwa literasi media memberikan kemampuan untuk dapat
berpikir kritis. Namun, di samping itu sebagai khalayak harus mampu
menumbuhkembangkan sikap skeptisisme terhadap media. Dengan melek media,
masyarakat dapat mengontrol informasi yang didapat, karena seringkali khalayak
mengalami keraguan dan ketidakpercayaan dalam informasi dari media.

Menurut penelitian 2018 Edelman Trust Barometer pada Gambar 1.1 (Tingkat
Kepercayaan terhadap Media di Indonesia) terjadi penurunan tingkat kepercayaan
terhadap media di Indonesia menjadi 68% di tahun 2018, sedangkan di tahun 2013
tingkat kepercayaan sebesar 73%. Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat kepercayaan
mengalami penurunan 5% yang diakibatkan lantaran organisasi media dianggap lebih
fokus menarik perhatian khalayak daripada melaporkan berita, atau dianggap tidak
akurat dalam menyampaikan sebuah informasi.

Secara tidak langsung hal ini menunjukkan bahwa pengguna media ikut merasakan
arus informasi yang disebarkan tidak sesuai dengan fakta yang ada. Menurunnya
kepercayaan masyarakat terhadap media perlu menjadi perhatian. Sebab, berdasarkan
riset Edelman sebanyak 59% khalayak menyatakan semakin sulit untuk mengidentifikasi
berita dan informasi yang kredibel oleh lembaga media.

Gambar 1.1 Tingkat Kepercayaan terhadap Media di Indonesia 2018

Sumber: https://tirto.id/hoaks-dan-bahaya-rendahnya-kepercayaan-terhadap-media-cKAx

Berita-berita tidak akurat ini dapat memunculkan rasa ketidakpercayaan atau


keraguan khalayak terhadap media atau dapat dikatakan juga skeptisisme media.
Menurut Tsfati (2003, p. 67), skeptisisme media merupakan sikap atau perasaan yang
menganggap media tidak memiliki keberimbangan dan objektif dalam menyebarkan
hasil liputannya. Persepsi seseorang ini secara langsung tidak bisa mempercayai apa
yang diberitakan oleh media.

Skeptisisme media dapat diartikan sebagai perasaan subjektif yang menunjukkan


pada ketidakpercayaan terhadap media arus utama dan juga profesionalisme praktik
jurnalistik (Tsfati & Capella, 2003, p. 506). Secara mendasar menurut Cozzens &
Contractor (1987, p. 438) skeptisisme media dapat dilihat dari sejauh mana individu
merasakan keraguan atau ketidakpercayaan pada pemberitaan atau informasi yang
disajikan oleh media. Setiap individu berhak menerima, mengabaikan, atau tidak
mempercayai fakta, nilai, dan gambaran realitas media.

Ketika menonton, membaca, dan mendengarkan berita, terkadang muncul


pertanyaan yang menuju pada kebenaran informasi yang disampaikan oleh media.
Pertanyaan tersebut berasal dari sebuah keraguan atau tidak yakin akan informasi yang
disampaikan oleh media tersebut. Skeptisisme media dapat dikatakan sebagai persepsi
yang menganggap bahwa jurnalis bertindak tidak adil dan objektif dalam menyampaikan
hasil liputannya, mereka juga tidak memprioritaskan keakuratan, dan dianggap
mementingkan kepentingan pribadi ataupun komersial (Tsfati, 2003, p. 67).

Berdasarkan penelitian Tsfati (2010), ketidakpercayaan terhadap media arus utama


dapat diukur dengan menggunakan 5 item skala kredibilitas Gaziano dan MCGrath
(Tsfati, 2010, p. 28). Kelima item skala tersebut mencakup accuracy, fairness,
trustworthiness, unbiasness, dan telling the whole story. Penelitian ini akan
menggunakan skala kredibilitas menurut Tsfati (2010) untuk mencari faktor-faktor yang
dapat menentukan sikap skeptis mahasiswa terhadap media.

Mahasiswa merupakan seorang individu yang sedang dalam suatu proses menimba
ilmu atau belajar dan sedang menjalani pendidikan di suatu perguruan tinggi yang terdiri
dalam politeknik, sekolah tinggi, institut dan juga universitas (Hartaji, 2012, p. 5).
Definisi lain dari mahasiswa yaitu individu yang sedang dalam tingkat perguruan tinggi,
baik dalam perguruan tinggi negeri, swasta, ataupun lembaga lainnya yang setingkat
dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai dapat memiliki intelektualitas serta
kecerdasan yang tinggi dalam berpikir merencanakan suatu tindakan, berpikir kritis juga
merupakan sifat yang sudah tertanam dalam diri mahasiswa (Siswoyo, 2007, p. 121).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat literasi media online dan sikap
skeptis pada mahasiswa fakultas ilmu komunikasi dan non ilmu komunikasi, karena
pada umumnya mahasiswa dituntut untuk menggunakan dan mengakses informasi dari
berbagai media massa dan nantinya akan bersentuhan langsung dengan kehidupan sosial.
Pengukuran tingkat literasi media online dan skeptisisme pada mahasiswa ini menjadi
sebuah solusi untuk mengatasi serta membendung informasi-informasi yang salah dan
memilah berita atau informasi yang ada di media online.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan, maka terbentuk rumusan
masalah:

Apakah terdapat hubungan antara tingkat literasi media online dengan


skeptisisme media pada mahasiswa ilmu komunikasi dan non ilmu komunikasi di
Tangerang?
1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah diuraikan oleh peneliti, maka
dapat dibuat beberapa pertanyaan penelitian yang dapat dikaji dalam penelitian ini,
yaitu:

1. Seberapa tinggi perbandingan tingkat literasi media online mahasiswa ilmu


komunikasi dan non ilmu komunikasi di Tangerang?

2. Seberapa tinggi sikap skeptisisme mahasiswa ilmu komunikasi dan non ilmu
komunikasi di Tangerang?
3. Apakah terdapat hubungan antara tingkat literasi media online dengan
skeptisisme pada mahasiswa ilmu komunikasi dan non ilmu komunikasi di
Tangerang?
1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian dapat dijabarkan beberapa tujuan penelitian


sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat literasi media online mahasiswa ilmu komunikasi


dan non ilmu komunikasi di Tangerang.
2. Untuk mengetahui sikap skeptisisme mahasiswa ilmu komunikasi dan non
ilmu komunikasi di Tangerang.
3. Untuk mengetahui apa terdapat hubungan antara tingkat literasi media online
dengan skeptisisme pada mahasiswa ilmu komunikasi dan non ilmu
komunikasi di Tangerang.

1.5 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu kegunaan akademik dan
kegunaan praktis.

1.5.1 Kegunaan Akademis

Saat ini, pengukuran tingkat literasi media dan informasi hasil pengembangan
UNESCO (2013) terdapat dalam Bahasa Inggris. Untuk dapat mengetahui tingkat literasi
media online mahasiswa ilmu komunikasi dan non ilmu komunikasi di Tangerang
peneliti mengadaptasi alat ukur LMI tersebut. Hasil adaptasi alat ukur tersebut
diharapkan dapat digunakan untuk kepentingan penelitian selanjutnya serta untuk
mengukur tingkat literasi media pada kelompok-kelompok lainnya, seperti orang tua,
guru, atau pelajar dari tingkatan pendidikan lainnya maupun di daerah selain Tangerang.
Selain itu, peneliti juga mengadaptasi sikap skeptis mahasiswa ilmu komunikasi
dan non ilmu komunikasi di Tangerang dengan menggunakan 5 item skala kredibilitas
Gaziano dan MCGrath hasil pengembangan Tsfati (2010). Selama ini skala ini belum
banyak digunakan sehingga penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi
penelitian selanjutnya.
Penelitian ini, memberikan perkembangan dari sikap skeptisisme media.
Skeptisisme media pada penelitian ini, diteliti ketika adanya penurunan kepercayaan
masyarakat terhadap media menurun, sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi
untuk penelitian selanjutnya.

1.5.2 Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah wawasan dan


menyadarkan masyarakat bahwa tidak semua berita atau informasi dari media apa pun
bisa langsung dipercaya begitu saja. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu
memberikan informasi mengenai tingkat literasi media online mahasiswa yang
diharapkan dapat bermanfaat untuk menyusun penelitian selanjutnya.

1.6 Keterbatasan Penelitian


1. Peneliti kesulitan memperoleh penelitian mengenai skeptisisme media di
Indonesia, sehingga peneliti tidak memiliki gambaran awal mengenai konsep
tersebut.

2. Peneliti belum dapat mengikuti seluruh prosedur yang harus dilakukan untuk
mengadaptasi alat ukur dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia agar
mendapatkan hasil yang maksimal.

Anda mungkin juga menyukai