Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL INSTAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN

SELF HEALING MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tugas Metode Penelitian Komunikasi I (Kuantitatif)

Andre Genesa Harahap

237045035

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Humaizi, MA

Program Magister Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada era digitalisasi ini banyak sekali media komunikasi yang digunakan masyarakat
untuk menyampaikan pesan atau penerapan metode self healing yang dilakukannya terhadap
suatu media. Salah satu media yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia adalah
smartphone. Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengguna
smartphone di Indonesia pada 2020 mencapai 90,75 %. Jumlah itu menunjukkan peningkatan
dibanding capaian tahun 2019 sebesar 89.09 %. Dunia smartphone mengalami perkembangan
yang sangat pesat sehingga menciptakan inovasi sebagai new media salah satunya seperti
media sosial sebagai pelengkap dari isi smartphone. Media sosial yang disajikan terdiri dari
berbagai macam bentuk dengan versi terbarunya. Arti dari New Media sendiri adalah
teknologi yang tidak hanya berfungsi untuk bertukar informasi, seperti, internet, tampilan
teks, kabel digital, dan lain-lain (West & Turner, 2009).
Smartphone yang dilengkapi dengan media baru, terutama Internet, memungkinkan
setiap pengguna untuk mengakses apa saja, di mana saja, kapan saja. Selain itu smartphone
internet dalam jangkauan yang luas, membuka email, membaca ebook, penyediaan aplikasi
chat yang lebih unggul seperti aplikasi Whatsapp atau mengakses media sosial lainnya seperti
Instagram. Layanan yang disediakan smartphone ini telah menjadi aktivitas sehari-hari
penggunanya sesuai dengan konteksnya masing-masing. Digitalisasi sebagai bagian dari
kemajuan teknologi menawarkan peluang bagi lahirnya internet. Konsep ini sendiri dipahami
sebagai jaringan internasional yang membentuk hubungan satu sama lain, dalam istilah lain
sering kita dengar dengan globalisasi yang memiliki arti transnasional. Internet telah menjadi
bagian integral dari globalisasi karena pesatnya perkembangan teknologi informasi (Arifin,
2014, h. 104).
Kehidupan manusia tidak terlepas dari komunikasi, begitu juga dengan seluruh
tindakan manusia selalu ada komunikasi yang terjadi baik itu kepada dirinya sendiri maupun
orang disekitarnya, baik itu dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi
adalah sebuah proses sosial dimana setiap individu menggunakan simbol-simbol untuk
menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka dengan tujuan untuk
mendapatkan feedback yang diharapkan. Kegiatan berkomunikasi dilakukan untuk
menyatakan dan mengutarakan siapa identitas diri juga untuk membangun kontak sosial
terhadap orang di sekitar kita. Selain itu komunikasi juga dilakukan untuk mendapatkan
perilaku atau sesuatu yang kita inginkan. Thomas M. Sheidel (dalam Mulyana 2007, h. 4)
mengemukakan bahwa pada dasarnya manusia selalu ingin mengendalikan lingkungan fisik
dan psikologis di sekitarnya.
Proses komunikasi tidak akan berjalan dengan efektif tanpa adanya media/saluran
yang menjadi jembatan tersampaikannya sebuah pesan. Dewasa ini new media menjadi salah
salah mediator utama dalam proses komunikasi. Perkembangan dunia komunikasi telah
tersebar dengan sangat luas. Lahirnya media-media baru membuat perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi semakin berada di level yang cukup tinggi, hal ini sangat
berpengaruh kepada siklus kebutuhan kehidupan manusia seperti kebutuhan sosios
pikologisnya (Soliha, 2015, h. 1).
Dilansir dari Kompas Tekno dari laporan We Are Social dan Hootsuite, frekuensi
penggunaan bulanan urutan teratas aplikasi media sosial yang paling banyak digunakan di
Indonesia ditempati oleh YouTube, disusul oleh Whatsapp, dan Instagram. TikTok berada di
urutan keempat dengan waktu penggunaan rata-rata 13,8 jam per bulan. Media sosial kini
menjadi sesuatu yang sangat berperan penting bagi pemenuhan kebutuhan setiap lapisan
masyarakat. Semua kegiatan masyarakat tidak terlepas dari yang namanya media sosial.
Berdasarkan data We Are Social & Hootsuit dalam laporan Digital 2022 Global
Overview Report menyebut bahwa rata-rata orang menghabiskan 6 jam 58 menit per hari
untuk terhubung atau memakai internet. Menurut laporan berjudul Digital 2021 “The Latest
Insights Into The State of Digital” disebutkan dari total 274,9 juta penduduk Indonesia, 170
juta telah menggunakan media sosial, sehingga tingkat penetrasinya sekitar 61,8%. Jumlah
pengguna aktif media sosial di Indonesia meningkat 10 juta atau sekitar 6,3% dibandingkan
Januari 2020. Pada periode yang sama, pengguna internet di Indonesia meningkat 27 juta atau
15,5% mencapai 202,6 juta. Menurut data yang dilakukan oleh Statista 2020 Research
Institute, generasi milenial yang biasa disebut sebagai generasi Y dan generasi Z
mendominasi penggunaan media sosial di Indonesia, pengguna terbesar adalah anak muda
berusia 25-34 tahun.
Instagram adalah salah satu platform media sosial paling populer di dunia terutama di
kalangan anak muda hingga dewasa. Pada kuartal pertama tahun 2021, jumlah pengguna aktif
Instagram di seluruh dunia mencapai 1,07 miliar dan 354 juta pengguna berusia 25-34 tahun.
Laporan Napoleon Cart menunjukkan ada 91.01 juta pengguna Instagram di Indonesia pada
Oktober 2021. Tercatat pengguna Instagram terbesar di Indonesia berasal dari usia 18-24
tahun sebanyak 33,90 juta. Kelompok usia 25-34 tahun menjadi pengguna Instagram kedua di
Tanah Air. Disamping itu Instagram adalah platform media sosial ketiga yang paling banyak
digunakan setelah YouTube dan Whatsapp. Instagram kini menjadi media sosial yang sangat
populer di berbagai belahan dunia khususnya di Indonesia sendiri karena menyediakan fitur-
fitur yang tidak kalah menarik dari aplikasi sosial media lainnya seperti berbagi konten dan
foto atau mengikuti kehidupan individu lain yang menjadi favorite mereka. Salah satu
platform yang paling banyak digunakan saat ini adalah media sosial yang memungkinkan
penggunanya secara bebas mengakses informasi, hiburan ekspresi, pendapat, dan bertukar
pesan secara online. Selain banyaknya fitur dan kemudahan media sosial tak jarang membuat
penggunanya betah menghabiskan waktu menjelajahi media sosial yang mudah diakses
melalui gadgetnya.
Mayoritas pengguna platform media sosial masih didominasi oleh remaja. Remaja
sering menggunakan platform media sosial seperti Instagram untuk menunjukkan eksistensi
mereka melalui postingan yang mereka posting di media sosial miliknya. Dalam postingan
yang mereka unduh, seringkali jumlah suka (like signal) dan konten komentar positif
berpengaruh penting bagi pengguna media sosial, termasuk remaja, akan tetapi dengan
semakin beragamnya platform media sosial tidak hanya mengarah pada pesan positif saja ,
dalam hal ini juga terdapat dampak yang dapat dirasakan oleh penggunanya.
Uses and gratification adalah teori yang menjelaskan perilaku komunikasi manusia
berdasarkan keinginan dan kebutuhan manusia, dalam hal ini kebutuhan yang dibutuhkan
adalah kebutuhan akan self healing. Teori ini menyatakan bahwa pengguna media dapat
berperan aktif dalam memilih dan menggunakan media, sehingga teori ini berasumsi bahwa
pengguna media memiliki alternatif untuk memenuhi kebutuhannya Blumer dan Katz (dalam
Nurudin, 2007, h. 192). Setiap manusia memiliki lima kebutuhan, yaitu kebutuhan kognitif,
kebutuhan emosional, kebutuhan integratif personal, kebutuhan sosial integratif dan
kebutuhan pelepasan. Keinginan manusia untuk berkomunikasi dan menggunakan media
tertentu juga didasari oleh kebutuhan tertentu.
Dalam teori ini, pengguna memiliki otonomi dan wewenang untuk memperlakukan
sebuah media. Secara spesifik, teori ini lebih berfokus pada perspektif khalayak yang meliputi
kepuasan terhadap suatu media yang dibutuhkan, kebutuhan sosial yang didasari kebiasaan
dan perhatian terhadap suatu media dalam berkomunikasi ( Rubin, 2003, h. 129). Media yang
diberikan pun beragam, seperti media sosial Instagram. Karena kemajuan teknologi saat ini
hampir seluruh media dapat diakses melalui internet secara online. Teori uses and
gratifications secara khusus bermanfaat dalam membantu memahami bagaimana orang
memanfaatkan media tersebut dan segala aspek yang ada di dunia maya lainnya (Severin &
Tankard, 2008, h. 363).
Masyarakat selalu memanfaatkan media untuk memenuhi kebutuhannya akan
pengetahuan, informasi berita, informasi entertainment dan hiburan. Motif yang dimiliki oleh
setiap orang bertujuan untuk memenuhi kepuasan yang diinginkan oleh manusia. Penyebab
penggunaan media didasari dari lingkungan sosial atau psikologis yang dirasakan sebagai
masalah dan media digunakan untuk menanggulangi masalah tersebut (memuaskan
kebutuhan) (McQuail, 2011, h. 217). Dengan adanya pernyataan tersebut maka dapat
dikatakan bahwa penggunaan media oleh masyarakat didasari untuk memuaskan atas
kebutuhan setiap orang.
Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah kekerasan seksual terus meningkat. Asisten
Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(Kemenpppa) dalam webinar bertemakan “Percepatan Pembangunan PATBM Pada Masa
Pandemic Covid-19 Tahap II” terindikasi dari Januari hingga Juli 2020 terjadi peningkatan
kekerasan terhadap anak, yang didominasi oleh kekerasan seksual. Data tersebut berdasarkan
dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) jika dirinci
jumlahnya mencapai 2.556 kasus. Konsultan Gender, Tunggal Pawestri, mengungkapkan
bahwa kekerasan berbasis gender meningkat 63% sedangkan kasus Kekerasan Berbasis
Gender Online (KBGO) meningkat hamper 300%. Data ini juga didukung oleh siaran pers
SAFEnet 2021 yang menyebutkan bahwa selama pandemic covid-19 jumlah KBGO
meningkat 3 kali lipat. Dikutip dari Tempo, peristiwa seperti doxing atau penyebaran
informasi pribadi tanpa persetujuan pemiliknya semata-mata untuk tujuan yang jahat dan
bullying lebih sering terjadi di Instagram 23%.
Ada beberapa kasus yang terjadi di Instagram. Seorang gadis yang menjadi subjek
komunitas karena video pendeknya yang dianggap tidak pantas dan tidak seharusnya dibuat.
Gadis itu mengunggah video dimana ia sedang bernyanyi sementara disebelahnya ada tubuh
kakeknya yang terbungkus kain kafan (video tribunnews.com 03/12/2018).
Pengguna aplikasi sosial media terutama Instagram dianggap perlu memperbaiki pola
pikir mereka. Hal ini tentu bersifat continue karena setiap aplikasi yang kita gunakan
bergantung pada bagaimana cara aplikasi tersebut digunakan. Semua pengguna aplikasi
Instagram selalu memiliki peluang untuk menyebarkan konten-konten yang kreatif.
Namun, pada realitanya banyak sekali pengguna yang terlalu “bebas” dalam
melakukan hal yang tidak senonoh atau tidak pantas disebarkan ke ruang publik. Munculnya
persepsi atau pandangan terhadap penggunaan aplikasi Instagram saat ini ditentukan oleh
sikap yang ditampilkan oleh pengguna aplikasi Instagram. Hubungan media sosial dengan
Kesehatan mental remaja menimbulkan pro dan kontra dari para peneliti. Pakar Psikologi
Berryman Jerome, tidak menganggap bahwa media sosial memiliki dampak bagi remaja.
Namun, ia percaya hubungan antara penggunaan media sosial dan kesehatan mental
dipengaruhi oleh cara seseorang menggunakan media sosial. Kualitas dan cara menggunakan
media sosial lebih mempengaruhi kesehatan mental daripada waktu yang dihabiskan.
Salah satu perilaku yang dapat meminimalisir peristiwa ini adalah dengan melakukan
self healing media sosial. Melalui self healing kita mampu untuk mengontrol kebebasan yang
ada di media sosial Instagram. Self healing membantu individu untuk memanfaatkan media
sosial sebagai ruang untuk saling berbagi, berkarya, belajar, saling mendukung dan tolong-
menolong antar manusia. Hal ini berkaitan erat ketika seseorang sudah dipenuhi hal negatif
dalam dirinya yang disebabkan oleh media sosial seperti korban bullying ia sangat
membutuhkan self healing agar ia mendapatkan dirinya yang utuh. Self healing merupakan
salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat stres. Penyembuhan pikiran
atau self healing adalah istilah yang menggambarkan suatu praktik yang pada dasarnya
mampu memperbaiki dan menyembuhkan diri melalui metode ilmiah dengan jiwa manusia.
Kesehatan fisik dan psikis sebenarnya erat kaitannya dengan perasaan hati dan pikiran.
Dengan kata lain, pikiran akan menciptakan molekul, pikiran yang sehat akan melahirkan
molekul yang sehat (Deepak Chopra, 2007, h. 117).
Manusia selalu butuh akan cinta, sanggup mencintai dan dicintai adalah hal yang
esensial bagi pertumbuhan kepribadian. Orang akan selalu ingin diterima dimanapun ia hidup.
Kehangatan, ketulusan kasih sayang, penerimaan orang lain yang hangat amat dibutuhkan
manusia. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kebutuhan akan kasih sayang tidak
terpenuhi akan menimbulkan perilaku manusia yang kurang baik, artinya seseorang akan
menjadi agresif, frustasi hingga bunuh diri. Hal ini berkaitan dengan bagaimana kemampuan
self haling berproses dengan baik.
Kemampuan self healing dapat menentukan sikap setiap individu untuk mengontrol
tindakan, persepsi tentang sesuatu berpikir, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan dan
apa yang harus dihindari dalam menyikapi sesuatu hal khususnya kepada dunia Instagram.
Self healing berpengaruh pada stimulus yang diterima seseorang, ketika ia menerima stimulus
yang positif akan memberikan stimulus yang positif. Artinya ketika seseorang selalu melihat
hal-hal yang positif di media sosial, akan memberikan hal yang positif juga. Self healing ini
bertujuan untuk melepaskan ekspresif yang tertunda, kemarahan yang tertunda, bahkan
kenangan buruk yang telah lama tersimpang dan mengganggu pikiran individu. Kemampuan
menerapkan self healing pada setiap orang berbeda-beda tergantung kesesuaian model self
healing yang dilakukan (Diana Rahmasari, 2020, h. 5).
Mahasiswa merupakan bagian dari komunitas yang mewakili kelompok komunitas
intelektual, mahasiswa memiliki pemahaman yang lebih unggul dari masyarakat secara
keseluruhan. Mahasiswa harus memiliki pandangan atau pendapat yang dapat dijadikan tolak
ukur dan pedoman di masyarakat mengenai isu-isu yang ada. Termasuk bagaimana
kontrolnya terhadap perilaku yang diberikan dalam hal kemampuan self healing melalui
Instagram. Oleh karena itu, peran mahasiswa sebagai agen perubahan dan kontrol sosial
menuntut mahasiswa untuk lebih peduli satu sama lain, terutama konsekuensi yang mengalir
dari kemajuan teknologi sebagai pengguna Instagram.
Mahasiswa merupakan kelompok yang dianggap lebih rentan terhadap isu-isu yang
ada di internet dibandingkan kelompok masyarakat lainnya, karena mahasiswa berada pada
fase kedewasaan, yaitu masa transisi yaitu masa remaja menuju masa dewasa, tentunya hal itu
berdampak pada dinamika psikologisnya. Selain itu mahasiswa selalu ingin berusaha untuk
menunjukkan eksistensinya dengan segala cara baik didunia nyata maupun didunia media
sosial seperti Instagram.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti berpendapat bahwa mahasiswa Universitas
Sumatera Utara sangat tepat jika dikaitkan dengan penggunaan media sosial, karena saat ini
mahasiswa adalah generasi milenial yang menggunakan media sosial sebagai kebutuhan
mereka. Menurut survei yang dilakukan oleh APJII pengguna internet dengan intensitas tinggi
adalah mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, yang berarti bahwa
semakin tinggi pendidikan, maka semakin banyak intensitas mereka mengakses internet
(APJII, 2012).
Berdasarkan data pengguna internet rentang usia yang menjadi kontributor utama
pengguna internet adalah 19-34 tahun, salah satu populasi yang memenuhi kriteria tersebut
adalah mahasiswa. Selain itu, mahasiswa juga memiliki kemampuan yang lebih besar dalam
menggunakan smartphone, kondisi ini sangat banyak ditemui di lingkungan kampus maupun
di luar kampus, sehingga mahasiswa lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengakses
dunia maya.
Peneliti menilai bahwa penelitian ini sangat tepat dilakukan di Universitas Sumatera
Utara, mengingat USU merupakan salah satu universitas terbesar dan memiliki mahasiswa
terbanyak di Sumatera Utara. Oleh karena itu, data penelitian yang dikumpulkan lebih
bervariasi.
Peneliti tertarik memilih media sosial Instagram karena media sosial merupakan
media sosial yang populer saat ini, sekaligus menyediakan berbagai konten seperti berita,
hiburan, konten menarik. Inilah fakta bahwa media sosial banyak digunakan oleh kaum
milenial Berdasarkan fenomena yang sering sekali terjadi dalam konteks permasalahan yang
dijelaskan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti “Pengaruh Penggunaan Media Sosial
Instagram Terhadap Kemampuan Self Healing Mahasiswa Universitas Sumatera Utara”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan peneliti, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana penggunaan Instagram di kalangan mahasiswa USU?
2. Bagaimana kemampuan self healing mahasiswa USU?
3. Apakah ada pengaruh penggunaan Instagram terhadap kemampuan self healing
mahasiswa USU?
C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui penggunaan Instagram di kalangan mahasiswa USU

2. Untuk mengetahui kemampuan self healing mahasiswa USU


3. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan Instagram terhadap kemampuan self
healing mahasiswa USU

D. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan dari peneliti tentang studi komunikasi, khususnya yang berkaitan dengan
new media dan perkembangan media sosial bagi peneliti maupun akademisi
lainnya.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau
kontribusi kepada pembaca atau pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait
penelitian ini.
BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan upaya para peneliti untuk mencari perbandingan yang berguna
untuk memotivasi dan menemukan inspirasi baru untuk penelitian selanjutnya. Selain itu penelitian
terdahulu membantu penelitian untuk memposisikan penelitian dan menunjukkan orisinalitas
penelitian. Pada bagian ini, peneliti memasukkan berbagai temuan penelitian sebelumnya yang
berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, kemudian merangkum penelitian baik yang
dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan. Berikut ini adalah penelitian terdahulu yang masih
berkaitan dengan pokok bahasan yang diteliti oleh peneliti.

1. Penelitian dengan judul “Persepsi Remaja Terhadap Konten Prank di Media Sosial oleh
Moulita, Mazdalifah, dan Fatma Wardy Lubis pada tahun 2021.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran tentang persepsi remaja mengenai konten prank
di media sosial. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan penarikan
sampel accidental sampling.

Hasil dari penelitian ini memperoleh konten prank yang paling disukai lebih mengarah kepada
nilai-nilai positif seperti prank tes kejujuran, prank giveaway, prank gembel/pengemis, serta prank
teman/keluarga, sedangkan yang paling tidak disukai adalah prank yang merugikan orang lain,
memberi contoh yang buruk, dan dapat menimbulkan kemarahan.

2. Penelitian dengan judul “Pengaruh Penerimaan Diri dan Self Image Terhadap
Kesehatan Mental Pengguna Instagram” oleh Nur Asyifa pada tahun 2020.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh dari penggunaan Instagram
terhadap penerimaan diri dan self image bagi penggunanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif yang menggunakan teknik analisis regresi berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerimaan diri dan self image tidak berpengaruh
terhadap kesehatan mental.

3. Pengaruh Penggunaan Instagram Terhadap Kesehatan Mental Instagram Xiety Pada


Remaja di Kota Salatiga” oleh Rica Dona Priyanti Lim pada tahun 2021.

Instagram Xiety ini sendiri adalah perasaan cemas, takut, rasa bersalah, dan membandingkan diri
ketika menggunakan sosial media Instagram. Penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana
dengan menggunakan 100 responden. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
penggunaan Instagram terhadap kesehatan mental remaja di Kota Salatiga.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini berdasarkan hipotesis menyatakan bahwasannya tidak ada
pengaruh pengguna Instagram terhadap kesehatan mental Instagram xiety pada remaja di Kota
Salatiga. Namun, diperoleh determinasinya (R Square) 3,1 % dikatakan bahwa pengaruh pengguna
Instagram rendah dampaknya terhadap kesehatan mental Instagram xiety. Dapat dikatakan bahwa
remaja yang menggunakan media sosial Instagram di Kota Salatiga aman dari kesehatan mental.
4. Development of instagram social media as a non-toxic application with positive and
interactive information (Pengembangan media sosial instagram sebagai aplikasi non-
toxic dengan informasi yang positif dan interaktif) oleh Magdalena Palang Lewoleba,
Maria Vianey Agustiningsih Dyah Kurniasari, Hillary Wixie Reandsi, Gabriela Basilisa
tahun 2022.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi kini memberikan sudut pandang baru
mengenai cara interaksi antar individu (Situmorang, 2020). Media sosial sudah menjadi bagian dalam
hidup manusia seharihari. Hampir setiap orang memiliki lebih dari satu media sosial yang berfungsi
sebagai media untuk mendapatkan dan menyebarkan informasi. Berbagai informasi yang diterima
individu dari media sosial memiliki dampak yang berbeda-beda pada setiap individu. Tidak ada
pembatasan usia dalam menggunakan media sosial. Salah satunya pada usia remaja dan dewasa awal.

Penggunaan media sosial yang tidak terkontrol sesuai dengan porsinya dapat membawa dampak
buruk bagi penggunanya. Menurut Putri (2018) terdapat korelasi negatif antara kecanduan media
sosial dan komunikasi interpersonal dewasa awal. Semakin tinggi penggunaan media sosial, semakin
rendah komunikasi interpersonal dewasa awal, begitu juga sebaliknya.

Penelitian ini melibatkan para pengguna Instagram yang berasal dari beberapa kelompok usia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan media sosial Instagram sebagai aplikasi non-toxic
dengan memberikan beberapa materi dengan topik self-improvement. Pemilihan Instagram sebagai
media untuk melakukan penelitian dikarenakan oleh banyaknya jumlah generasi milenial yang
menggunakan Instagram, dan Instagram merupakan teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam bidang
pendidikan untuk mengedukasi serta menjangkau banyak orang terlepas dari kondisi apapun. Belajar
tentang pengembangan diri melalui buku, seminar, bimbingan, atau pertemuan di kelas merupakan
cara yang biasa kita temukan, tetapi dengan memanfaatkan teknologi yang populer di kalangan anak
muda akan memberikan cara belajar baru yang seru, mudah diakses dimanapun, dan tidak
membosankan.

5. The Impact of Social Media on College Mental Health During the COVID-19 Pandemic:
a Multinational Review of the Existing Literature (Dampak Media Sosial terhadap
Kesehatan Mental Perguruan Tinggi Selama Pandemi COVID-19: Tinjauan
Multinasional terhadap Literatur yang Ada) oleh Jessica M. Haddad, Christina
Macenski, Alison Mosier-Mills, Alice Hibara, Katherine Kester, Marguerite Schneider,
Rachel C. Conrad, and Cindy H. Liu tahun 2021.

Pandemi COVID-19 bertindak sebagai moderator dengan memperkuat hubungan antara


penggunaan media sosial dan kesehatan mental. Penelitian di masa depan harus mempertimbangkan
dampak media sosial terhadap kesehatan mental mahasiswa dan berkonsentrasi pada inisiatif
intervensi untuk memastikan kesejahteraan psikologis mahasiswa selama wabah pandemi global.

Tinjauan literatur ini mengeksplorasi dampak penggunaan media sosial terhadap kesehatan mental
mahasiswa selama pandemi COVID-19. Penggunaan media sosial telah meningkat di hampir semua
kelompok selama era COVID-19, namun mahasiswalah yang paling terkena dampaknya. Pandemi ini
membuat penggunaan internet tidak bisa dinegosiasikan. Mahasiswa mempunyai pengalaman positif
dan negatif saat online tergantung pada berbagai faktor. Kami menemukan bahwa penggunaan media
sosial yang berlebihan atau bermasalah berkorelasi dengan dampak kesehatan mental yang lebih
buruk secara keseluruhan, terutama depresi. COVID-19 bertindak sebagai moderator dengan
memperkuat hubungan antara penggunaan media sosial dan kesehatan mental. Pemikiran dialektis,
optimisme, mindfulness, dan penilaian kembali kognitif adalah strategi yang mungkin dilakukan
untuk memitigasi dampak negatif media sosial terhadap kesehatan mental selama pandemi COVID-
19.

Dokter harus bertanya kepada mahasiswa tentang penggunaan media sosial mereka untuk
menyaring masalah kesehatan mental yang terkait dan untuk mempromosikan penggunaan internet
yang sehat. Kurangnya literatur yang tersedia mengenai topik ini membatasi kemampuan generalisasi
tinjauan ini. Penelitian di masa depan harus mempertimbangkan dampak media sosial terhadap
kesehatan mental mahasiswa dan berkonsentrasi pada inisiatif intervensi untuk memastikan
kesejahteraan psikologis mahasiswa selama pandemi global.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti, terdapat perbedaan yang membedakan penelitian
ini dengan kelima penelitian terdahulu yang sejenis dimana terdapat perbedaan dalam segi subjek
penelitian. Subjek penelitian dari penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini tidak memfokuskan pada kepada teknik healing yang dilakukan tetapi penelitian ini
lebih memfokuskan pengaruh media terhadap kemampuan self healing. Selain itu new media yang
menjadi objek penelitian yakni Instagram belum pernah dilakukan untuk melihat pengaruh
penggunaannya dalam pembentukan metode self healing khususnya bagi mahasiswa Universitas
Sumatera Utara.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti, terdapat persamaan dengan kelima penelitian
terdahulu yang sejenis, yaitu sama-sama membahas penelitian tentang pengguna media sosial dari
beberapa kelompok usia. Meskipun memiliki persamaan dalam membahas suatu fenomena tetapi ada
perbedaan pada metode penelitiannya.

Anda mungkin juga menyukai