Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Teknologi yang semakin berkembang dari waktu ke waktu telah


mengubah
hampir keseluruhan aspek kehidupan manusia, salah satunya dalam aspek
penyampaian dan pencarian informasi serta berita. Hal ini terjadi karena
teknologi membantu manusia secara lebih cepat dan efisien dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Kemudahan ini menciptakan teknologi
komunikasi berevolusi menjadi new media atau media baru. Media baru
memiliki definisi sebagai produk dari komunikasi yang termediasi teknologi
yang terdapat bersama komputer digital (Creeber dan Martin, 2009, p. 2).
Media baru dalam fungsinya tidak hanya sebagai media digital saja, akan
tetapi mampu menyajikan konten atau informasi secara interaktif yang
memberikan kebebasan dalam penyebaran informasi (Chun dan Keenan,
2006, p. 1). Fungsi inilah yang akhirnya membuat media baru menjadi media
yang banyak digunakan oleh masyarakat bahkan saat ini segala aktivitas tidak
dapat terlepas dari media baru ini.
Kemunculan internet di era globalisasi dan perkembangan teknologi yang
semakin pesat ini telah membawa perubahan dalam penyebaran berita.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) (2019) mengungkap bahwa dari total penduduk
Indonesia sebanyak 266,9 juta orang, lebih dari setengahnya yakni 196,7 juta
jiwa telah terhubung ke internet. Hasil survei ini menunjukkan bahwa jumlah
pengguna internet naik sebesar 25,5 juta internet dengan persentase 8,9% dari
tahun 2018 lalu. Hal ini merupakan pengaruh dari globalisasi dan
kecanggihan teknologi komunikasi yang begitu cepat yang juga berdampak
pada perkembangan dunia informasi dengan munculnya digitalisasi media.
Dunia informasi pun menjadi semakin mudah diakses oleh masyarakat tanpa
batasan waktu sesuai kebutuhan masyarakat sebagai pengguna media sosial
sehari-hari. Tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan media sosial memiliki
pengaruh yang besar dalam kehidupan pribadi masyarakat.
Media sosial saat ini berdampingan sangat dekat dengan kehidupan
masyarakat. Media sosial yang dalam penggunaan awalnya sebagai media
untuk mengunggah konten hiburan kini tengah bergeser fungsinya menjadi
media yang juga memproduksi informasi dan berkomunikasi secara dekat
mengenai hal-hal yang ada disekitar mulai dari aktifitas sehari-hari, politik,
ekonomi, budaya sampai dengan peristiwa penting lainnya. Namun hingga
kini masih banyak pengguna yang kurang memahami fungsi dari media sosial
sehingga banyak yang melakukan penyalahgunaan untuk menebarkan ujaran-
ujaran kebencian, unggahan provokatif, sampai dengan berita palsu yang
banyak tersebar diantara pada pengguna sehingga dapat menimbulkan konflik
antar pengguna media sosial.
Berita sebagai sebuah genre konten komunikasi yaitu teks, gambar, atau
video yang menyampaikan fakta dan peristiwa yang memiliki nilai penting
bagi khalayak. Berita berdasarkan proses produksinya sebelum
dipublikasikan harus melalui tahap proses pencarian informasi dan fakta,
serta penyuntingan sebelum dipublikasikan baik melalui media cetak maupun
media elektronik. Dalam era media konvensional media berita memiliki nilai
aktual dengan jarak waktu atau waktu tunda (delay) antara saat pendapat
diungkapkan dan terjadinya peristiwa dengan saat khalayak menerima
informasi yang cukup panjang. Hal ini berbeda dengan media sosial dengan
tidak adanya filter informasi yang diberikan sehingga jarak antar peristiwa
dan dan pendapat dengan khalayaknya sangat singkat, bahkan nyaris tanpa
beda atau real time karena media sosial hadir sebagai media yang menyajikan
berita tetapi hak cipta dan pertanggung jawabannya tidak semua memiliki,
karena konten-konten yang diberikan bersifat bebas (McQuail, 2009, p. 6).
Hal ini tejadi karena ciri dari media sosial itu sendiri adalah pesan yang
disampaikan tidak hanya untuk satu orang melainkan jangkauannya lebih
luas, disampaikan bebas tanpa harus melalui suatu Gatekeeper, disampaikan
cenderung lebih cepat dibanding media lainnya, dan penerima pesan yang
menentukan waktu interaksi.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu masyarakat generasi Z.
Adapun Berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, jumlah
generasi Z mencapai 75,49 juta jiwa (27,94 persen) yang mendominasi
Indonesia.  Mereka yang disebut generasi Z adalah mereka yang lahir antara
tahun 1995 hingga tahun 2010 (Gregorius dan Sumardianta, 2017, p. 2019).
Saat ini, rata-rata generasi Z sedang berstatus pelajar dan mahasiswa. Mereka
muda, melek teknologi, dan memiliki energi yang berlimpah. Menurut hasil
riset Nurhajati dan Galuh (2015), generasi Z, sesuai dengan karakteristiknya,
telah secara nyata menjadikan media online, baik itu portal berita maupun
media sosial sebagai sumber utama pemenuhan kebutuhan mereka akan
informasi serta untuk berhubungan dengan pihak lain. Media online bahkan
menjadi bagian yang seakan tidak terpisahkan dari kehidupan generasi Z
dimana mereka bisa menghabiskan berjam-jam dalam sehari untuk
mengonsumsi media online.
Adapun pilihan media sosial favorite generasi Z berdasarkan
Katadata.co.id disajikan pada grafik sebagai berikut:

Gambar 1.1 grafik Pilihan Media Sosial Berdasarkan Asal Generasi


Sumber: Katadata.co.id
Gambar di atas menunjukkan pilihan media sosial yang menjadi favorite
berdasarkan asal generasi. Dari gambar grafik tersebut dapat dilihat bahwa
Instagram menjadi media sosial favorit dari generasi Z. Kemudian data ini
juga didukung dengan grafik dari Kata.co.id bahwa Indonesia menjadi negara
ke-empat dengan jumlah pengguna Instagram terbanyak.

Gambar 1.2 grafik 10 Negara dengan Pengguna Instagram Terbanyak (Juta)


(Hingga Juli 2021)
Sumber: Katadata.co.id

Menurut data statistik yang dilakukan oleh Katadata.co.id (2021), Indonesia


berada dalam urutan ke 4 sebagai Pengguna Instagram terbanyak sebanyak 93
juta pengguna berada di bawah negara Brasil dan mengalahkan Rusia.
Kemudian berdasarkan data yang didapat dari Hasil survei We Are Social
menunjukkan, Instagram menjadi platform media sosial terfavorit bagi
generasi Z secara global pada April 2021. Persentasenya bahkan jauh
melampaui platform media sosial lainnya, seperti Whatsapp dan Facebook.
Secara rinci, ada 32,9% pengguna internet perempuan berusia 16-24 tahun
yang menjadikan Instagram sebagai platform media sosial favoritnya.
Sementara, pengguna internet laki-laki dengan rentang usia serupa yang
menyukai Instagram mencapai 28,3%.
Meski generasi Z dalam prosesnya menggunakan media sosial seperti
Instagram untuk mencari informasi dan berita dan diakui sebagai generasi
yang mengandalkan teknologi dalam kehidupan dan bersosialiasi. Menurut
hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari Nurhajati dan Lamria Raya
Fitriyani dalam penelitiannya yang berjudul “Kepercayaan dan Kredibilitas
Atas Jurnalisme Warga Media Online Di Mata Generasi Z” menyebutkan
bahwa generasi Z cenderung menggunakan media sosial dibandingkan
website resmi dalam memperoleh informasi atau berita. Selain itu generasi Z
cenderung abai atas sumber berita. Mereka tidak melihat faktor kepercayaan
dan kredibilitas jurnalisme warga maupun kredibilitas pengelola medianya
sebagai salah satu sikap mereka dalam mengambil keputusan memilih dan
menggunakan media online sebagai sumber pencarian informasi atau berita.
Sehingga terdapat benang merah dalam hal ini bahwa pengguna terbanyak
media sosial ini berada pada posisi yang lemah sebagai penerima informasi.
Hal ini akan berdampak pada bagaimana literasi media pada generasi Z
terhadap pola konsumsi berita di media sosial yang paling sering mereka
akses seperti Instagram. Informasi yang beredar di media sosial Instagram
tentunya tidak semuanya berdasarkan fakta karena banyak jurnalisme warga
atau oknum lain yang juga banyak mencari pasar di media sosial tersebut. Hal
ini menimbulkan keresahan terhadap kemampuan generasi Z dalam hal
literasi media atau mengkritisi pesan oleh media dengan baik. Menurut
Poyyer (2008, p.19) literasi media adalah suatu cara untuk mencerdaskan
masyarakat terhadap terpaan media. Dengan pemahaman literasi media maka
pengakses terutama generasi Z yang disebut sebagai pengguna terbanyak
media sosial Instagram bebas berinteraksi dengan pemberitaan yang beredar
di Instagram tanpa memiliki kesulitan memberikan mana berita yang benar
atau tidak.
Sesuai dengan rangkaian penjelasan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa telah terjadi kesenjangan antara media sosial salah satunya Instagram
yang telah bergeser fungsinya sebagai media yang menayangkan berita
dengan konten yang bebas dan hak cipta dan cenderung banyak tersebarnya
hoax dan menjadi konsumsi bagi khalayak dengan generasi Z yang
merupakan generasi yang mendominasi penggunaan media sosial di
Indonesia menjadikan media sosial sebagai tempat mencari informasi atau
berita serta cenderung abai atas sumber berita.
Sementara itu berdasarkan temuan Generational White Paper (2011)
masyarakat generasi Z disebutkan cenderung memiliki sikap tidak sabar,
berpikiran instan, kurang ambisi dibanding generasi sebelumnya, mengalami
defisit perhatian dengan ketergantungan yang tinggi pada teknologi, dan
rentang perhatian yang rendah. Sementara itu, Pendidikan nonformal pada
generasi Z juga membantu sikap mereka dalam literasi media untuk
menanggapi beria di Instagram yang diperoleh, sehingga membentuk moral
dan kekritisan. Dengan demikian penelitian ini penting dilakukan karena
generasi Z terutama di kota Bogor perlu terhindar dari dampak negating
penggunaan media sosial terutama Instagram.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus masalah yang akan peneliti
angkat adalah:
1. Bagaimana pola konsumsi berita di media sosial Instagram pada literasi media
generasi Z?
2. Bagaimana literasi media generasi Z terhadap pola konsumsi berita di media
sosial Instagram?
3. Apakah terdapat pengaruh pengaruh pola konsumsi berita di media sosial
Instagram terhadap literasi media generasi Z?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan dari dilakukan
penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui pola konsumsi beritaan di media sosial Instagram pada literasi
media generasi Z.
2. Mengetahui literasi media generasi Z terhadap pola konsumsi berita di media
sosial Instagram.
3. Menganalisis pengaruh pemberitaan di media sosial Instagram terhadap literasi
media generasi Z.

1.4 KERANGKA TEORETIS

1. Pola Konsumsi Berita di Media Sosial Instagram

a. Pengertian Terpaan Media


Penggunaan media massa hampir saat ini tidak bisa terlepas dalam
kehidupan sehari-hari. Apabila dibandingkan dengan beberapa tahun
yang lalu pemilihan media hanya terbatas seperti televisi, radio, surat
kabar, majalah, dan buku, berbeda dengan saat ini dimana internet
disebut sebagai media komunikasi yang semakin berkembang.
Pemilihan media massa saat ini menjadi beragam dengan bertambahnya
media baru berbasis internet khalayak dapat mengakses keseluruhan
yang ingin diketahui dengan cepat serta mudah seperti hiburan,
informasi, edukasi, dan lain sebagainya dengan cara digital.
Jalaludin Rahmat dalam buku psikologi komunikasi menjelaskan
Terpaan media adalah perilaku seseorang atau audiens dalam
menggunakan media massa. Terpaan media diartikan sebagai suatu
kondisi di mana orang diterpa oleh isi media atau bagaimana isi media
menerpa audiens. Penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yang
digunakan dalam berbagai media, jenis isi media yang dikonsumsi, dan
berbagai hubungan antara individu konsumen dengan isi media yang
dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan. Terpaan media
adalah banyaknya informasi yang diperoleh melalui media, yang
meliputi frekuensi, atensi, dan durasi penggunaan pada setiap jenis
media yang digunakan.
Larry Shore dalam buku Communication in the Rural Third World
(1982) mendefinisikan terpaan media adalah lebih lengkap daripada
akses. Tidak hanya menyangkut seseorang secara fisik cukup dekat
dengan kehadiran media massa akan tetapi apakah seseorang tersevut
benar-benar terbuka dengan pesan-pesan media tersebut. Terpaan
adalah kegiatan mendengar, melihat, dan membaca pesan-pesan media
massa ataupun pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut yang
dapat terjadi pada individu maupun kelompok.

b. Pengukuran Terpaan Media


Dalam buku Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Elvinaro
mengukur terpaan media dapat dilihat dari 3 faktor, diantaranya:
1) Frekuensi, diukur berdasarkan seberapa sering komunikan dari
media melihat, membaca, dan mendengarkan media tersebut.
Semakin tinggi frekuensi, pesan semakin menempel dalam benak
konsumen dan menimbulkan perhatian dari audiens.
2) Perhatian (atensi), suatu proses mental seseorang dalam menyimak
pesan di media. Meliputi melihat, membaca, dan mendengarkan
media dengan tidak melakukan kegiatan lain. Unsur audio, video,
dan sebagainya berperan dalam hal ini. Karena menentukan
ketertarikan dan focus khalayak Ketika menyimak isi pesan.
3) Durasi, adalah seberapa lama media dilihat, didengarkan, dan
dibaca oleh khalayak.

2. Literasi Media Generasi Z

a. Literasi Media
Literasi media adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis,
dan mendekonstruksi pencitraan media. Kemampuan untuk melakukan
hal ini ditujukan agar sebagai konsumen media khalayak menjadi sadar
tentang cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses (id.wikipedia.org).
Literasi media digunakan sebagai model instruksional berbasis
eksplorasi sehingga setiap individu dapat dengan lebih kritis
menanggapi apa yang mereka lihat, dengar, dan baca. Rendahnya
pengetahuan literasi media dalam masyarakat pada zaman digital ini
menjadi salah satu alasan terbesar penggunaan media sosial lebih
kepada hal yang bersifat negative ketimbang kepada hal yang bersifat
positif.

b. Pengukuran Literasi Media


Terdapat 7 kemampuan berliterasi dalam media yang dibagi oleh
James Potter (Potter, 2011). Dimensi tersebut diantaranya:
1) Analisis, individu dapat memilih untuk menerima sebuah informasi
begitu saja atau menerima dan sekaligus mencari tahu secara teliti
tentang informasi terkait.
2) Evaluasi, kemampuan ini menjelaskan seseorang dalam
memberikan penilaian terhadap sebuah informasi dengan cara
membandingkannya pada sebuah standar tertentu.
3) Kategorisasi, informasi yang diterima dikelompokan ke dalam
beberapa kategori agar maknanya tepat dimengerti.
4) Induksi, kemampuan ini memungkinkan seseorang untuk menarik
pengertian general dari data-data kecil.
5) Generalisasi, individu menarik kesimpulan menggunakan metode
silogisme.
6) Kombinasi, kemampuan ini adalah kecakapan seseorang dalam
menggabungkan informasi baru dengan informasi yang sudah ada
dalam pikiran.
7) Abstraksi, dimensi ini adalah proses seseorang membuat pengertian
yang jelas dengan melihat garis besar dari sebuah informasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tuangkan dalam
konstelasi pemikiran sebagai berikut:

Pola Konsumsi Berita Media Literasi Media Generasi Z (Y)


Sosial Instagram (X) H1
Y.1 Analisis
X.1 Frekuensi Y.2 Evaluasi
X.2 Atensi Y.3 Kategorisasi
X.3 Durasi Y.4 Induksi
(Ardianto, Komala, & Karlinah Y.5 Generalisasi
2007) Y. 6 Kombinasi
Y.7 Abstraksi

(James Potter, 2011)

Anda mungkin juga menyukai