OLEH:
SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM MAGISTER ILMU KOMUNIKASI
1
UNIVERSITAS SAHID JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji kepada Allah SWT dengan segala rahmatnya proposal tesis ini telah
kerjakan. Dengan pilihan judul “Penggunaan Facebook Sebagai Ruang Publik di NTB”
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada para dosen
pascasarjana magister ilmu komunikasi Universitas Sahid Jakarta, dan untuk keluarga yang
telah memberikan dukungan yang tak terhingga.
Peneliti mengerti bahwa dalam proposal tesis ini masih banyak kekurangan. Mudah-mudahan
dengan ujian proposal nanti tesis ini akan lebih baik. Demikian pengantar penulis buat, dengan
masukan kritikan dan saran semoga tesis dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
komunikasi di Indonesia
Penulis
Karman
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Era teknologi informasi dan komunikasi saat ini telah mencapai kemjuan sangat pesat. Setiap
orang sudah mampu berbagi informasi dan berkomunikasi secara cepat dan real time. Suatu
peristiwa akan cepat diketahui oleh khalayak ramai tanpa harus menunggu pembertiaan di
media massa. Akselerasi percepatan informasi dan komunikasi ini tidak terlepas dari semakin
canggihnya teknologi telekomunikasi, yang terintegrasi dengan jaringan internet.
Era revolusi industri 4.0 juga ikut berperan dalam perkembangan era media sosial, sekitar
awal tahun 2000-an masyarakat dunia mulai menggunakan media sosial semisal Myspace dan
Friendster. Seiring waktu media sosial menarik banyak pengguna, sehingga mendorong para
inovator teknologi digital untuk meramaikan persaingan platform media sosial. Hal ini juga
diikuti dengan meluasnya jaringan internet dunia, perluasan jaringan internet secara global,
pun turut menambah pengguna media sosial di berbagai belahan dunia.
3
Dari tahun ke tahun pengguna media sosial semakin bertambah, hal ini turut melahirkan
platform digital baru, semisal Facebook, Twitter, Instagram, dan sebagainya. Menjamurnya
platform di internet berimplikasi terhadap pola interaksi antar individu yang kian canggih.
Tanpa harus bertatap muka seorang individu bisa berkomunikasi aktif, baik lewat sambungan
suara, video, maupun tulisan. Hal ini kemudian menarik banyak orang untuk menggunakan
media sosial sebagai alat bersilaturahmi dan memperkenalkan diri kepada publik.
Seiring laju internet yang terus berkembang, komunikasi pun mengikuti perkembangan, tanpa
terkecuali komunikasi politik ikut berkembang mengikuti zaman. Internet secara perlahan
memmbantu proses disrupsi media tradisional dan konvensional dalam menyajikan informasi
dan interaksi komunikasi seorang aktor poltik dan warga biasa. Bahkan era internet
memungkinkan komunikasi dua arah secara cepat dan langsung tanpa adanya sekat dan filter.
Secara realitas sosial, media sosial bertransformasi menjadi suatu kebutuhan sebagian warga
dunia, terutama di Indonesia. Tidak bisa terelakkan jika aktivitas sebagian besar orang
sekarang ini lebih banyak dihabiskan dengan menggunakan media sosial. Bayangkan saja,
dalam satu platform digital semisal Facebook, banyak menawarkan berbagai aktivitas, mulai
dari konten video yang bersifat edukatif dan hiburan, bahkan Facebook dapat digunakan
sebagai sarana transaksi bisnis.
Dari laporan terbaru dari agensi marketing We Are Social dan platform manajemen media
sosial Hootsuite yang dikutip dari Kompas.com, menunjukkan lebih dari separuh penduduk di
Indonesia aktif menggunakan media sosial. Laporan berjudul Digital 2021: The Latest
Insights Into The State of Digital itu, disebutkan bahwa dari total 274,9 juta penduduk di
Indonesia, 170 juta di antaranya telah menggunakan media sosial. Dengan angka penetrasi
sekitar 61,8 persen, angka pengguna aktif media sosial di Indonesia tersebut tumbuh sebesar
10 juta atau sekitar 6,3 persen dibandingkan bulan Januari 2020. Dalam periode yang sama,
pengguna internet di Indonesia tumbuh 27 juta atau 15,5 persen menjadi 202,6 juta.1
1
https://tekno.kompas.com/read/2021/02/24/08050027/riset-ungkap-lebih-dari-separuh-penduduk-
indonesia-melek-media-sosial
4
Fenomena belakangan ini menunjukkan bahwa pengguna media sosial terus tumbuh semakin
banyak, maka dampak yang muncul dengan kehadiran internet sebagai new media sangat
mempengaruhi kondisi sosial di dunia. Pertumbuhan pengguna media sosial di Indonesia
memiliki kecenderungan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Media sosial
mengurangi jarak antara individu dengan individu lainnya, serta menciptakan peluang bagi
warga untuk berinterkasi secara langsung, berbagi aspirasi, dan menciptakan ruang publik
virtual.
Keberadaan platform digital media sosial dewasa kian mempengaruhi segala berbagai bidang.
Platform digital membuat arus informasi semakin masif, tetapi juga terdistribusi dengan cepat
dan bersifat interaktif. Media sosial menawarkan peluang bagi setiap orang, baik pelaku
sosial, bisnis, maupun aktor politik untuk bisa memperluas jangkauannya, kemudian
berinteraksi secara langsung dengan publik.
Media sosial memilki kekuatan memengaruhi opini publik. Penyampaian pesan poitik melalui
media sosial lebih cepat, media sosial telah menempatkan ruang demokrasi dalam babak baru
dari perspektif komunikasi politik. Media sosial sebagai sarana komunikasi, membawa user
(pengguna) berpartisipasi secara aktif dengan memberi kontribusi dan feedback secara
terbuka, baik untuk membagi informasi maupun memberi respon secara online dalam waktu
yang cepat.
Media sosial menawarkan peluang bagi elit politik atau pembuat kebijakan berinteraksi secara
langsung dengan publik sekaligus membentuk perbincangan yang ‘akrab’ dengan publik.
Media sosial juga bisa menjadi sebagai alat untuk memobilisasi, mengedukasi, dan
menginformasikan kelompok tertentu tentang peristiwa yang sedang terjadi. Penggunaa media
sosial merupakan sarana ideal dan sebagai basis informasi untuk mengetahui opini publik
tentang kebijakan dan posisi politik, selain itu untuk membangun dukungan publik.
5
Peran media sosial terhadap demokrasi dalam berbagai konteks politik memiliki potensi
meningkatkan komunikasi publik dalam berdemokrasi. Demokrasi era internet sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai normatif. Media sosial menawarkan perangkat untuk menerapkan
teori mengenai demokrasi dan ruang publik, khususnya mengenai partisipasi masyarakat yang
lebih inklusif dan pertukaran deliberatif antara warga negara biasa dan elit politik. Secara
teoritis, internet memiliki potensi untuk pembaharuan dan pengembangan demokrasi.2
Secara alamiah semenjak kelahirannya, media sosial berkembang menjadi tempat saling
berdiskusi dengan menggunakan berbagai fasilitas pendukung. Sehingga terbentuk sebuah
ruang baru secara virtual dalam membentuk wacana publik. Hal ini kemudian menimbulkan
istilah baru yakni bentuk baru ruang publik. 3 Hadirnya media sosial menjadi babak baru bagi
konsep Jurgen Habermas tentang ruang publik, yang bergeser dari ruang publik yang bersifat
diskusi ‘kedai kopi’ ke arah dunia virtual.
Konsep ruang publik terus berubah sesuai perkemabangan zaman dilandasi nilai normatif dari
diskusi dan debat yang rasional kritis. Transformasi ruang publik tidak hanya terjadi pada
kehidupan nyata saja, tetapi dewasa ini internet lebih banyak mengisi ruang publik, terutama
di media sosial. Studi mengenai media sosial dan ruang publik sangat relaevan dengan
realitas terkini, mengingat masih kurangnya kajian ruang publik oleh masyarakat sebagai
pengguna dalam kerangka komunikasi politik melalui lanskap demokrasi yang lebih
kontemporer.
Public Sphere atau ruang publik pertama kali dicetuskan oleh Jurgen Habermas, ruang publik
merupakan bagian terpenting untuk mewujudkan tindakan komunikatif (communicative
action). Ruang publik dapat didefenisikan sebagai ruang yang terletak diantara komunitas
ekonomi dan negara tempat publik melakukan diskusi yang rasional, membentuk opini
2
Salim Alatas. (2014). Media Baru, Partisipasi Politik, dan Kualitas Demokrasi. Program Studi Digital
Communication Surya University. Makalah. Dipresentasikan dalam Konferensi Nasional Komunikasi 2014,
Batam 11 Maret 2014.
3
Erlis Cela. (2015). Social Media as a New Form of Public Sphere. Bedër University: European Journal of Social
Sciences Education and Research. Hal. 196.
6
mereka, serta menjalankan pengawasan terhadap pemerintah.4 Habermas berpendapat bahwa
demokrasi dapat berjalan dengan baik jika dalam suatu negara terdapat ruang publik yang
setara (egaliter), dimana setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi
dan menyampaikan idenya.5
Habermas membagi ruang publik ke dalam dua jenis; (1) ruang publik politik, dan (2) ruang
publik sastra.6 Ruang publik memperlihatkan keterbukaan ruang yang dapat diakses dan
memperlihatkan juga bagaimana struktur sosial masyarakat yang berubah, dimana kelas sosial
yang terbentuk dari sistem tradisional dan feodal lambat laun tidak berlaku lagi. 7 Menurut
Habermas ada tiga gagasan ideal normatif melekat dalam konsep ruang publik. 8 Pertama,
ruang publik adalah semacam interaksi sosial yang sama sekali tidak mengasumsikan
kesetaraan status antara orang-orang karena konsep situasi di ruang publik itu sendiri
dianggap tidak memiliki arti apa-apa. Ruang publik tidak status, pangkat, kekayaan, atau
keturunan, tetapi argumen yang lebih baik.9
Kedua, meskipun setiap orang memiliki kepentingan yang berbeda yang mungkin dipengaruhi
oleh perbedaan status, kepentingan seseorang juga dianggap tidak signifikan. Ruang Publik
menyatukan orang-orang yang bertemu di dalamnya, dengan kesamaan dalam penggunaan
rasio yang bercirikan kepentingan nalar. Ketiga, ruang publik pada prinsipnya bersifat
inklusif. Inklusivitas ini tercermin dalam formalitas yang ketat dari persyaratan untuk dapat
berpartisipasi dalam ruang publik, yaitu setiap anggota umat manusia yang dapat
menggunakan rasionalitasnya.10
4
Sufri Eka Bhakti. (2020). Ruang Publik Dan Media Sosial: Partisipasi Politik Mahasiswa Indonesia. Jurnal Kajian
Media: IAIN Lhokseumawe. Hal. 4.
5
Ibid
6
Yadi Supriadi. (2017). Relasi Ruang Publik Dan Pers Menurut Habermas. Universitas Islam Bandung: Kajian
Jurnalisme. Hal. 6
7
Ibid
8
Antonius Galih Prasetyo. (2012). Menuju Demokrasi Rasional: Melacak Pemikiran Jürgen Habermas tentang
Ruang Publik. Universitas Gadjah Mada: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Hal. 174
9
Ibid
10
Ibid
7
Ruang publik dipahami sebagai ‘Space/ruang’ yang dihasilkan oleh komunikasi tentang
masalah publik seperti dalam jurnalisme, opini dan argumentasi, dalam komunikasi tatap
muka. Kemudian, Internet datang dan mengubah media ruang publik secara radikal. Dalam
dua dekade terakhir, kompleksitas ruang publik dalam hal arena, gaya, genre dan tema telah
meledak. Perubahan paling signifikan terjadi sejak tahun 1990-an dengan ditemukannya
World Wide Web (WWW), telepon pintar (smartphone) dan media sosial.
Akibat dari maraknya penggunaan media sosial oleh masyarakat dunia berimbas terhadap
lahirnya sebuah medium baru bagi konsep ruang publik. Bila Habermas mencontohkan ruang
publik kalangan menengah - bawah lebih banyak dilakukan di kedai kopi, namun hari ini hadir
medium baru bagi pengembangan konsep ruang publik itu sendiri, yakni keberadaan sosial
media. Fenomena transformasi medium ruang publik ala Habermas ini, menarik penulis untuk
diteliti terkait peran media soasial mendisrupsi medium ruang publik lama.
Banyak istilah dalam menggambarkan fenomena media sosial sebagai ruang publik
kontemporer. Beberapa peneliti menyebut media sosial sebagai bagian dari cyberspace,
internet sphere, on line sphere, dan new form of public sphere (bentuk baru ruang publik).
Namun mayoritas dari mereka memang mencoba membangun argumentasi terbaru dalam
menganalisis dan memaknai fenonema media sosial. Perbedaan istilah seringkali
menimbulkan kebingun tersendiri, namun secara substansi penelitian mengenai media sosial
berupaya mengurai relevansi teori ruang publik dengan fenomena terkini.
Ruang publik dunia media sosial memiliki sifat yang inklusif, karena setiap orang bisa terlibat
dalam diskusi tanpa adanya sekat sosial. Akan tetapi perdebatan di media sosial terkadang
tidak seimbang, hal ini bisa terjadi karena perbedaan tingkat pendidikan antara individu yang
terlibat. Pada tesis ini penulis akan memilah beberapa diskusi yang memang berimbang secara
bangunan argumentasi.
Salah satu platform media sosial yang sering dipakai terutama di Indonesia ialah facebook.
Facebook telah bertransformasi menjadi platform yang tidak hanya untuk bersosialisasi antar
8
individu, tetapi juga platform yang sangat penting untuk mempromosikan citra aktor politik.
Dalam berbagai kasus media sosial mampu membangun, memelihara dan memperbaiki citra
atau meningkatkan modal citra sosial, keberadaan Media Sosial (terutama di Facebook) telah
menggantikan media konvensional.
Facebook paling banyak digunakan oleh warga dunia, khusunya di Indonesia dibandingkan
dengan platform digital lainnya. Menurut survey Departemen Riset Statista pada Juli 2021,
Indonesia menempati posisi ketiga dengan pengguna aktif sebanyak 140 juta, di bawah
Amerika Serikat dan India (Tempo, 2021).11 Paling banyak Facebook diakses melalui
smartphone, dan penggunaan smartphone memiliki pengaruh paling signifikan pada
bertumbuh pesatnya pengguna Facebook. Kemudahan yang ditawarkan oleh smartphone
dalam mengakses berbagai aplikasi, berpengaruh terhadap kecanduan pengguna untuk
membuka laman Facebook dan berbagai aplikasi media sosial lainnya. Dan kecenderungan
pengguna internet kini lebih memilih mencari informasi melalui media sosial, karena di saat
bersamaan mereka dapat melakukan hal lain di waktu yang bersamaan.
Facebook merupakan platform media sosial yang paling diminati di Nusa Tenggara Barat
(NTB). Dalam sebuah pemberitaan media online Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan
Statistik Pemerintah (Diskominfotik) Provinsi NTB I Gede Putu Aryadi, mengatakan bahwa
dari 5,4 juta jumlah penduduk NTB sekitar 2,7 juta orang di antaranya merupakan pengguna
aktif media sosial.12 Paling banyak digunakan adalah Facebook, karena memang Facebook
merupakan platform media sosial yang lebih dahulu dikenal ketimbang platform yang lain.
Penulis menyajikan salah satu isu strategis yang menjadi diskusi hangat di ruang publik media
sosial, yakni isu pengelolaan PT Gili Trawangan Indah (GTI) yang berada di tiga pulau
kawasan Gili Air, Gili Meno, dan Gili Trawangan. 13 Perbincangan terkait PT GTI menjadi
11
https://tekno.tempo.co/read/1524403/10-negara-dengan-jumlah-pengguna-facebook-terbanyak-indonesia-
nomor-berapa/full&view=ok
12
https://www.talikanews.com/2020/09/02/sebanyak-27-juta-masyarakat-ntb-aktif-medsos-gede-teknologi-
informasi-sarana-vital/
13
Kepulauan Gili atau Tiga Gili adalah kepulauan yang terdiri dari tiga pulau kecil atau pulau Gili kembar tiga[1]
— Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air — tepat di lepas pantai barat laut Lombok, Indonesia. Kepulauan ini
9
perhatian publik, karena pada akhirnya Pemerintah Provinsi NTB memutus kontrak PT GTI
karena dianggap Wanprestasi, PT GTI dianggap telah melantarkan sekitar 65 hektare tanah di
kawasan Gili.14
merupakan destinasi wisata populer bagi wisatawan. Setiap pulau memiliki beberapa sanggraloka kecil,
biasanya terdiri dari kumpulan pondok untuk wisatawan, kolam kecil, dan restoran. Sebagian besar penduduk
lokal tinggal di Trawangan di kota yang membentang di sepanjang sisi timurnya di pedalaman (yang juga
merupakan tempat di mana perkembangan terakhir terjadi).
14
https://www.kompas.com/properti/read/2021/09/13/180000421/pemerintah-putus-kontrak-gili-trawangan-
indah-karena-wanprestasi-?page=all
10
11
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis mengajukan dua pertanyaan penelitian, yang akan
dikaji dan dianalisi pada tesis ini, diantaranya:
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pengaruh Facebook sebagai ruang publik di masyarakat NTB
2. Menganalisis sejauh mana percakapan di Facebook dapat mempengaruhi
pembuatan kebijakan
3. Menganalisis bagaimana dinamika interaksi ruang publik antara elit politik dan
masyarakat
BAB I membahas latar belakang penelitian, rumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian,
manfaat dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II membahas tentang kajian pustaka dan kerangka pemikiran, yang meliputi, pradigma
penelitian, kajian pustaka penelitian yang telah ada, kerangka pemikiranteoritis (theoritical
framework), teori komunikasi dan komunikasi politik menurut beberapa pakar, teori public
sphare, teori new media, teori partisipasi publik, hipotesis penelitian, kerangka konseptual /
kerangka berpikir.
BAB III membahas metodelogi penelitian meliputi tipe/sifat penelitian, metode penelitian,
informan / sampling populasi, objek penelitian, unit analisis, metode pengumpulan dan
sumber data, definisi operasionalisasi konsep / kategorisasi / fokus penelitian, reliabelitas dan
validitas, metode analisa data.
BAB IV merupakan pembahasan dan analisa jawaban dari pertanyaan penelitian. Bab ini akan
mengurai dinamika dan pengaruh media sosial sebagai ruang publik bagi masyarakat NTB,
terutama mengenai pengaruhnya pada pembuatan kebijakan Pemerintah Provinsi NTB.
BAB II
13
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Dalam suatu penelitian biasanya diperlukan paradigma penelitian untuk mengetahui orientasi
dasar teori dari penelitian, suatu paradigma keilmuan merupakan sistem keseluruhan dari
berpikir. Menurut Bogdan & Biklen, paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah
asumsi, konsep, atau proposisi yang berhubungan secara logis, yang mengarahkan cara
berpikir dan penelitian.15 Baker mendefinisikan paradigma sebagai seperangkat aturan yang
(1) membangun atau mendefinisikan batas-batas; dan (2) menjelaskan bagaimana sesuatu
harus dilakukan dalam batas-batas itu agar berhasil.16
Kata paradigma sendiri berasal dari Thomas Kuhn yang digunakan tidak kurang dari 21 cara
yang berbeda. Akan tetapi Robert Fredrich berhasil merumuskan paradigma secara jelas
sebagai “suatu pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok
persoalan yang semestinya dipelajari”.17 Komunikasi kaya akan warna dan multi definisi telah
menyuguhkan cara pandang (frame) yang beragam, terutama dalam mengkonseptualisasikan
komunikasi sebagai suatu disiplin ilmu yang bersifat elekif.
Dikutip dari Kriyantono, menurut Wimmer dan Dominick, menyebutkan “pendekatan dengan
paradigma, yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana
peneliti melihat dunia”. Paradigma adalah kesatuan konsensus yang terluas dalam suatu
bidang ilmu pengetahuan dan membantu membedakan antara instrumen-instrumen ilmuwan
yang satu dan ilmuwan yang lain. Paradigma menggolongkan, mendefinisikan, dan
menghubungkan teori-teori, metode-metode, serta instrumen-instrumen yang terdapat di
dalamnya.18
15
Lexy J.Moleong. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal.
49.
16
Mackenzie .N & Knipe, S. (2006). Research dilemmas: Paradigms, Methods and Methodology . Issues In
Education-al Research. Hal. 193-205.
17
Zikri Fahrul Nurhadi. (2017). Teori Komunikasi Kontemporer. Depok: Kencana. Hal. 26.
18
Rahmat Kriyantono. (2006).Teknis Praktis Riset Komunikasi. Depok: Kencana. Hal 48.
14
Penulis menggunakan paradigma kritis dalam penelitian tesis ini. Melalui paradigma kritis,
penulis akan menganalisis realita interaksi seorang aktor politik dan implikasi terhadap
masyarakat. Paradigma interaksionis merupakan perspektif interpretatif (penafsiran).
Paradigma kritis, paradigma ini hanya sebatas memenuhi kekurangan yang ada dalam
paradigma konstruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna
yang terjadi secara historis maupun institusional. Paradigma kritis adalah produk dari
sekelompok neo-marxis Jerman yang tidak puas terhadap teori marxian. Dalam kaitannya
dengan ilmu komunikasi dihubungkan dengan teori kritis, bahwa telah terjadi pengkritikan
terhadap paradigma konstruktivisme yang kurang sensitif terhadap proses produksi dan
reproduksi makna, konstruktivisme hanya berkonsentrasi pada pembentukan teks.19
Paradigma teori kritis memdefinisikan ilmu sosial sebagai sesuatu proses yang secara kritis
berusaha mengungkap ‘the real structures’ dibalik ilusi false need, yang dinampakkan dunia
materi, dengan tujuan membanu membentuk suatu kesadaran sosial agar memperbaiki dan
mengubah kondisi kehidupan manusia.20 Pemikiran Teori Kritis mengembangkan studi
tentang ekonomi politik media, analisis budaya atas teks, dan studi resepsi khalayak, dan juga
studi ideologi dalam media.
Paradigma kritis mengkritik realitas yang dipandang semu, realitas ini tidak alami tapi lebih
karena bangun konstruk kekuatan sosial, politik dan ekonomi. Dalam pandangan paradigma
kritis, realitas tidak berada dalam harmoni tapi lebih dalam situasi konflik dan pergulatan
sosial.21 Fokus penelitian paradigma kritis mengandaikan realitas yang dijembatani oleh nilai-
nilai tertentu. Ada hubungan yang erat antara peneliti dengan objek yang diteliti, peneliti
ditempatkan dalam situasi menjadi aktivis, pembela atau aktor intelektual di balik proses
transformasi sosial.
19
Zikri Fahrul Nurhadi. (2017). Teori Komunikasi Kontemporer. Depok: Kencana. Hal. 40.
20
Zikri Fahrul Nurhadi. (2017). Teori Komunikasi Kontemporer. Depok: Kencana. Hal. 41.
21
Eriyanto. (2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisa Teks Media. Yogyakarta:LKIS. Hal. 3.
15
Ketika seorang peneliti melakukan suatu penelitian, biasanya seacara etika akademik peneliti
akan melakukan pencarian penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki tema sama. Hal ini
berguna untuk membedakan penelitian terdahulu dan yang sedang diteliti, baik secara
paradigma, teori, konsep, ataupun studi kasus. Telaah pustaka terdahulu memberikan
kontrbusi terhadap bergabai kritikan, masukan, relevansi teori terhadap penelitian terhadulu.
Karena suatu penelitian sosial tidaklah statis tetapi dinamis, maka tidak jarang penelitian
sosial dengan tema yang sama diteliti oleh banyak orang, tentunya dengan paradigma, teori,
konsep, dan interpretasi yang berbeda.
Konsep tentang media sosial disebut dalam berbagai sebagai konsep cyberspace, online
sphere, atau internet space. Salah satu penelitian tentang cyberspace adalah penelitian dari
Wasisto Raharjo Jati berjudul “Cyberspace, Internet, Dan Ruang Publik Baru: Aktivisme
Online Politik Kelas Menengah Indonesia”. Wasista menyebut ada dua tujuan penting dalam
relasi antara cyberspace dengan demokrasi yakni 1) aktivisme dan 2) preservasi. Makna
aktivisme merujuk pada pengertian pada terbentuknya gerakan politik sedangkan makna
preservasi yakni lebih dilihat bahwa cyberspace sebagai ruang demokrasi22.
Oleh sebab itu, penulis menyajikan berbagai macam penelitian sebelumnya dengan tema
persis, tapi berbeda secara studi kasus, teori, dan konsep. Telaah pustaka biasanya bertujuan
memposisikan penulis terhadap suatu fenomena sosial, berdasarkan berbagai macam
perspektif dari penelitian sebelumnya. Karena setiap fenomena sosial memiliki cara pandang
yang berbeda, kemudian juga membuat kesimpulan berbeda. Berikut beberapa penelitian
sejenis yang telah diteliti sebelumnya pada tabel berikut:
23
Budiyono. (2016). Hal. 61
24
Ibid
19
Media Sosial Suratno menguji
Facebook hipotesisnya
Sebagai menggunakan rumus
Strategi stastik, yang
Komunikasi menghasilkan nilai sig
Politik penggunaan Facebook
yaitu 0,029 < 0,05,
yang artinya
(Jurnal) penggunaan media
sosial Facebook
berpengaruh secara
signifikan terhadap
elektablitas caleg
DPR-RI pada pemilu
legislatif 2019.25 Guna
meningkatkan
elektabilitas caleg
DPR-RI kerap
menggunakan media
sosial untuk
mempromosikan
program serta prestasi
yang mereka miliki.
Dengan dialog dua
arah lewat kolom
komentar, atau fitur
like yang ada pada
Facebook, membuat
25
Suratno, dkk. (2020). Pemanfataan Media Sosial Facebook Sebagai Strategi Komunikasi Politik. Universitas
Teuku Umar: SOURCE Jurnal Ilmu Komunikasi. Hal. 95.
20
publik merasa calon
kandidatnya layak
untuk dipilih.26
Penggunaan Facebook
dapat mempertahankan
minat seseorang
kepada calon kandidat
dalam suatu
kampanye. Pengguna
mengumpulkan
informasi, opini,
menggunakan situs
interaktif ini sebagai
tempat komunikasi
secara terus menerus
antara pemilih dan
politisi, dimana
informasi mengalir
langsung dari calon
anggota legislatif di
halaman Facebook.27
Melalui media sosial
masyarakat dapat
dengan mudah
mengumpulkan
informasi, opini, dan
menganggap kandidat
layak untuk dipilih
26
Ibid
27
Ibid
21
pada pemilihan nanti,
sehingga elektabilitas
kandidat dapat naik.28
28
Suratno, dkk. (2020). Hal. 96.
22
oleh admin facebook
parpol pengusung
paslon. Ada interaksi
yang terjalin antara
pendukung dan admin
Facebook.29 Diskusi
terjalin efektif,
aspirasi, opini, kritik
dan saran dari
pendukung
dimobilisasi dengan
baik menciptakan efek
positif yang ingin
dicapai oleh masing-
masing pasangan calon
bupati dan wakil
bupati.
Hendra dalam
penelitan
menyimpulkan bahwa
Facebook bagi pemilih
potensial memiliki
peran penting yakni,
pertama, sebagai
sarana mencari
informasi bagi
pendukung tentang
pasangan calon bupati
29
Hendra Alfani. (2018). Peran Facebook Dalam Kampanye Politik Pemilukada Di Kabupaten Ogan Kemiring Ulu.
Universitas Baturaja: Jurnal Lugas. Hal. 48.
23
dan wakil bupati dan
referensi pandangan
politik para pendukung
dalam menjatuhkan
pilihan politik
terhadap pasangan
calon bupati dan wakil
bupati. Sebagai bahan
referensi mengenai
informasi yang
didapatkan dari media
lain tentang calon
bupati dan wakil
bupati yang diusung,
serta sebagai
penghubung informasi
mengenai pasangan
calon bupati dan wakil
bupati melalui link
yang dibagikan
melalui Facebook
parpol pengusung
pasangan calon yang
dapat diakses oleh
pemilih potensial
terkait informasi
tentang pasangan calon
bupati dan wakil
bupati. Ketiga Sebagai
sarana menyuarakan
24
aspirasi, kritik, saran,
tanggapan tentang
informasi yang terkait
tentang pasangan calon
bupati dan wakil
bupati.30
Gerakan pola
aktivisme adalah
bagian dari proses
tansformasi ruang
publik dalam kasus
kelas menengah
Indonesia masa kini.
Munculnya rasa afeksi,
afiliasi, maupun
psikologis secara
komunal merupakan
bagian dari proses
mengikat kelas
menengah Indonesia
secara politis.
26
sosial memberikan
peluang keikutsertaan
dan kesamaan
pemahaman politik
mahasiswa di
Indonesia terhadap
nilai nilai demokrasi
untuk menanggapi
berbagai isu dan tema
yang relevan. Media
sosial bertransformasi
menjadi ruang publik
memberikan
kesempatan mahasiswa
dan berdiskusi tentang
tema dan isu strategis,
salah satunya tentang
politik.
Secara garis besar Penulis menggaris bawahi, bahwasanya baik para peneliti di atas, sama-
sama menunjukkan peran penting Facebook dalam mensosialisasikan aktor politik. Dapat
dipahami kiranya Facebook memang merupakan platform media sosial yang paling banyak
digunakan oleh publik Indonesia. Kemudahan akses informasi merupakan alasan utama publik
ingin mengetahui lebih dalam tentang seseorang, baik itu artis maupun tokoh politik.
Kecenderungan publik juga biasanya ingin mengetahui keseharian seorang aktor politik
melalui media sosial, tanpa mereka harus bertemu secara langsung.
Secara konteks komunikasi politik Facebook memberi ruang sebebas-bebasnya bagi siapapun
untuk menyampaikan kritik, saran, dan aspirasi secara langsung kepada pemerintah atau aktor
politik. Adanya interaksi lansung melalui kolom komentar dan messengger mempermudah
komunikasi dua arah, sehingga seseorang bisa menilai karakter pemimpinya melalui gaya
bahasa yang digunakan. Para peneliti di atas berpendapat bahwa jika seorang aktor politik
mampu melakukan komunikasi politik yang baik melalui media sosial, maka hal ini akan
berdampak positif terhadap aktor politik tersebut, dan dapat dipastikan akan berimbas
terhadap berkembangnya ruang publik masyarakat yang serba virtual.
Dalam melakukan penelitian setiap penulis perlu untuk menyajikan kerangaka pemikiran
teoritis dalam rangka menganalisis suatu tema penelitan. Kerangaka pemikiran teoritis
merupakan pisau analisis untuk menginterpretasikan realitias sosial masyarakat. Tanpa adanya
sebuah kerangka pemikiran teoritis akan sulit seorang peneliti untuk menemukan jawaban dari
permasalahan yang diteliti.
Menurut Harold Lasswell dalam buku Ilmu Komunikasi (Riswandi: 2009: 2)komunikasi pada
dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan ‘siapa’, mengatakan ‘apa’, ‘dengan
saluran apa’, ‘kepada siapa’, dan ‘dengan akibat apa’ atau’hasil apa’. (who says what in which
channel to whom and with what effect). Barnlund, komunikasi timbul didorong oleh
kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif,
mempertahankan atau memperkuat ego.33
Manusia membutuhkan interaksi satu sama lain dalam kesehariannya, alat interaksi itu secara
akumulatif lazim disebut ‘komunikasi’, yaitu hubungan ketergantungan (interdependensi)
antar manusia baik secara individu maupun secara kelompok. Para pakar berkeyakinan bahwa
sesungguhnya manusia telah berkomunikasi dengan lingkungannya sejak dia dilahirkan. Bayi
semenjak lahir telah berkomunikasi melalui gerakan. Saking pentingnya komunikasi bagi
kehidupan manusia sehingga mereka secara alamiah menciptakan gaya komunikasinya
masing-masing.
Komunikasi dalam konteks apapun adalah bentuk dasar adaptasi terhadap lingkungan.
Menurut wayne, komunikasi adalah jembatan antara bagian luar dan bagian dalam
kepribadian manusia.34 Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa komunikasi sesungguhnya
dilakukan untuk pemenuhan diri, untuk menjadikan jiwa merasa terhibur, nyaman, dan
tenteram baik dengan diri sendri maupun orang lain.
31
Zikri Fahrul Nurhadi. (2017). Hal. 1.
32
Riswandi. (2009). Ilmu komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 1.
33
Riswandi. (2009). Hal. 2.
34
Zikri Fahrul Nurhadi. (2017). Hal. 5.
29
Secara ruang lingkup komunikasi mencakup bidang-bidang berikut:35
komunikasi antar pribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan interaktif antara seorang
individu dan individu lain, dimana lambang-lambang pesan secara efektif digunakan, terutama
lambang-lambang bahasa. Komunikasi antar pribadi pada umumnya dipahami lebih bersifat
pribadi (private) dan berlangsung secara tatap muka (face to face). Konsep “jalinan
hubungan/relationship” sangat penting dalam kajian komunikasi antar pribadi. Jalinan
hubungan merupakan seperangkat harapan yang ada pada partisipan yang dengan itu mereka
menunjukan perilaku tertentu di dalam komunikasi.36
b) Komunikasi Kelompok,
Bidang kajian ini mempelajari pola-pola interaksi antar individu dalam suatu kelompok sosial,
dengan titik berat tertentu, misalnya pengambilan keputusan. Dalam kelompok dan
pengambilan keputusan kelompok, istilah kepemimpinan (leadership) sangat penting. Dalam
hubungan ini, kepemimpinan mempunyai dua dimensi fungsi sekaligus, pertama
mempertahankam kelangsungan kelompok, dan kedua pencapaian tujuan.37
c) Komunikasi Organisasi/Institusi,
d) Komunikasi Massa,
35
Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKIS. Hal. 1.
36
Pawito. (2007). Hal. 2.
37
Pawito. (2007). Hal. 6-7.
38
Pawito. (2007). Hal. 10.
30
Komunikasi merupakan suatu bentuk komunikasi dengan melibatkan khalayak luas yang
biasanya menggunakan teknologi media massa, semisal surat kabar atau koran, majalah, radio,
dan televisi. Hadirnya media baru seperti internet memberikan perspektif pandangan yang
baru terhadap komunikasi massa. Dalam realitasnya penggunaan internet memiliki peluang
untuk memberikan tanggapan atau umpan balik (feedback), secara cepat. Komunikasi massa
adalah proses media memproduksi dan menyampaikan pesan-pesan kepada khalayak luas dan
proses dimana pesan-pesan dicari, digunakan, dipahami, dan dipengaruhi oleh khalayak.39
e) Komunikasi Budaya.
Komunikasi budaya mencakup bentuk-bentuk ekspresi simbolik balik yang bersifat artefak,
seperti lukisan, wayang, patung, gapura, candi, bangunan dan yang bersifat non artefak seperti
tari, tembang, nyanyian, pentas drama, dan puisi. Kata ‘kultural’ dalam hubungan ini
digunakan untuk menunjuk sifat dari wujud ekspresi simbolik yang ada untuk
mengekspresikan pikiran, perasaan, dan informasi dalam berbagai bentuk simbolik. Secara
singkat, komunikasi kultural adalah komunikasi dengan menggunakan simbol-sombol yang
berakar pada sejarah dan budaya masyarakat.40
Model Komunikasi
Model stimulus-respons (S-R) adalah model komunikasi paling dasar. Model ini dipengaruhi
oleh disiplin psikologi behavioristik Model ini menunjukkan bahwa komunikasi sebagai
proses "aksi reaksi" yang sangat sederhana. Model ini mengasumsikan bahwa kala-kata
39
Pawito. (2007). Hal. 16.
40
Pawito. (2007). Hal. 18.
31
verbal, isyarat nonverbal, gambar dan tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk
memberikan respons dengan cara tertentu.41 Berikut skema model stimulus-respons:
2. Model Aristoteles
Model komunikasi yang paling klasik yang disebut model retorikal. Menurut Aristoteles,
persuasi dapat dicapai oleh siapa Anda(etos kepercayaan Anda), argumen Anda (logos-logika
dalam emosi khalayak).42 Model Aristoteles membuat rumusan model komunikasi verbal
pertama. Komunikasi terjadi ketika pembicara menyampaikan pesan kepada khalayak dengan
tujuan mengubah perilakunya.43 Berikut skema model Aristoteles:
3. Model
41
Erni Murniarti. (2019). Proses Komunikasi, Prinsip Dasar Proses Komunikasi, Pandangan Ahli Tentang Proses
Komunikasi. Model Komunikasi, Fungsi Dan Manfaat Model Komunikasi, Definisi Informasi, Jaringan Teknologi
Komunikasi, Audit Teknologi Informasi, Layanan Informasi Dan Penerapan Komunikasi Dalam Layanan
Bimbingan Pemberian Informasi. Jakarta: Universitas Kristen Indonesia. Hal. 30.
42
Ibid
43
Ibid
32
Harold D. Lasswell dan Doob, dengan fokus bagaimana pemerintah menggunakan
propaganda serta pesan persuasif untuk memengaruhi opini publik. Penelitian fenomenal yang
dilakukan oleh Lasswell (1927) dengan pertanyaan: “Who says what in which channel to
whom with what effect”.44 Model ini sering diterapkan dalam komunikasi massa. Model
Lasswell mengisyaratkan bahwa lebih dari satu saluran dapat membawa pesan.
Who adalah sumber atau komunikator yaitu Who, diartikan sebagai sumber atau komunikator
yaitu, pelaku atau pihak yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi dan juga yang
memulai suatukomunikasi. Pihak tersebut bisa seorang individu, kelompok, organisasi,
maupun suatu Negara sebagai komunikator.
Says adalah apa yang akan disampaikan kepada komunikan (penerima), dari komunikator
(sumber) atau isi informasi. Pesan juga dapat diterjemahkan sebagai gagasan ke dalam kode
simbolik, seperti bahasa atau isyarat yang terdiri dari unsur kontrol yaitu: elemen, struktur isi,
isi, perlakuan dan kode, isi pesan yang disampaikan bisa berupa ilmu pengetahuan dan
informasi.
Alat untuk menyampaikan pesan dari komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima)
baik secara langsung (tatap muka) maupun tidak langsung (melalu media cetak/elektronik)
seperti berbicara, gerakan badan, sentuhan, kontak mata, radio, televisi, surat, buku, gambar.
d. To whom (siapa/penerima)
To whom adalah sesorang yang menerima pesan dari komunikasi bisa berupa suatu kelompok,
individu, organisasi atau suatu negara yang menerima pesan dari sumber. Hal tersebut dapat
disebut tujuan (destination), pendengar (listener), khalayak (audience), komunikan, penafsir,
penyandi balik (decoder).
44
Umaimah Wahid. (2016). Riset Komunikasi Politik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Hal. 212.
33
e. With what effect (dampak/efek)
Merupakan dampak yang terjadi pada komunikan (penerima) setelah menerima pesan dari
sumber seperti perubahan sikap dan bertambahnya pengetahuan. Pertanyaan mengenai efek
komunikasi ini dapat menanyakan dua hal yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang
dilakukan orang sebagai hasil dari komunikasi. Berikut skema lengkap model Lasswell:
4. Model Schramm
Komunikasi dianggap sebagai interaksi dengan kedua pihak yang menyandi (encode)-
menafsirkan(interper)-menyandi ulang (decode)-mentransmisikan (transmit)-dan menerima
sinyal (signal). Schramm berpikir bahwa komunikasi selalu membutuhkan tiga unsur: sumber
(Source), pesan (message), dan tujuan (destination). sumber dapat menyandi pesan, dan tujuan
dapat menyandi balik pesan, bergantung pada pengalaman masing-masing.
34
Sumber Gambar: Erni Murniarti. (2019).
Model ini mengandalkan sebuah sumber daya informasi (source information) yang
menciptakan sebuah pesan (message) dan mengirimnya dengan suatu saluran (channel)
kepada penerima (receiver) kemudian membuat ulang (recreate) pesan tersebut. Dengan kata
lain, model ini mengasumsikan bahwa sumber daya informasi menciptakan pesan dari
seperangkat pesan yang tersedia. Pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi sinyal yang
sesuai dengan saluran yang dipakai.
Kajian komunikasi politik muncul menjadi metode untuk menggambarkan proses dan
aktivitas politik lembaga-lembaga politik serta penduduk atau khalayak berkaitan dengan
35
interaksi satu dengan lainnya. Perkembangan kajian dan penelitian komunikasi politik
melibatkan multi disiplin ilmu. Dalam perkembangannya, penelitian komunikasi politik
memberikan kontribusi ilmiah terhadap kajian ilmu komunikasi politik.45
Kajian pertama, tradisi analisis retorika dalam wacana komunikasi publik. Tokoh-tokohnya
antara lain Aristoteles, Blair, Cambell, dan Whately. Penelitian ini bersifat kualitatif, historis,
dan menguji secara kritis sumber pesan politik, seperti motif, gaya komunikator politik, dan
pesan.
Kajian kedua, tradisi propaganda yang muncul setelah Perang Dunia I dan selama Perang
Dunia II. Tokohnya antara lain Harold D. Lasswell dan Doob, dengan fokus bagaimana
pemerintah menggunakan propaganda serta pesan persuasif untuk memengaruhi opini publik.
Penelitian fenomenal yang dilakukan oleh Lasswell (1927) dengan pertanyaan: “Who says
what in which channel to whom with what effect”. Kajian ini memfokuskan pada isu
demontrasi peme-rintah atas kekuatan komunikasi politik dalam membentuk opini publik
sekaligus menggambarkan proses komunikasi dan definisi kerangka kerja bagi pengembangan
kajian komunikasi politik selanjutnya. Tokoh lainnya adalah Jackson-Beck & Kraus (1980),
Mansfield & Weaver (1982), Nimmo (1977), serta Sanders & Kaid (1978).46
Kajian ketiga, tradisi votingyang berkembang di Amerika Serikat. Tradisi ini melakukan
kombinasi antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif, se-perti riset survei yang menggunakan
dua metode pengumpulan data: in-depth interview dan observation with participationserta
content analysis with biogra-phiesdan panel studies with focuses interviews. Pada era ini,
Lazarsfeld dan kawan-kawan menerbitkan sebuah buku yang berjudul The People’s Choice of
Voting Study yang berfokus pada survey research methods in term of triangglation of
measurement, data gathering, and analysis. Selanjutnya, muncul kajian komunikasi politik
dengan tokoh, seperti Campbell, Gurin, dan Miller (1954) dari Survey Research Center of
Michigan University yang memperkuat tradisi ini.47
45
Ibid
46
Ibid
47
Ibid
36
Kajian keempat, tradisi efek media massa (mass media effect). Tradisi ini dikembangkan oleh
Lazarsfeld yang meneliti model komunikasi massa dan pengembangan beberapa konsep
dalam komunikasi politik, seperti opinion leadership dan two–step flow of communication.
Klapper dan kawan-kawan mengkaji efek minimal dalam komunikasi politik. Tradisi ini
kemudian dilanjutkan oleh Hovland dan kawan-kawan yang memfokuskan penelitiannya pada
tema perubahan sikap khalayak dalam politik (Nimmo dan Sanders).
Kajian kelima, tradisi yang berfokus pada penelitian/studi mengenai press and government
serta hubungannya dengan opini publik. Tokoh utama tradisi ini adalah Lippmann (1922)
yang menguji fungsi agenda setting komunikasi dan media massa. Asumsi yang dibangun
tradisi ini adalah ke-mungkinan tidak selalu suksesnya komunikator menyampaikan pesan
politik mengenai apa yang mereka pikirkan.
Habermas menjelaskan ruang publik (public sphere) sebagai ruang perantara antara
masyarakat dan negara, di mana publik mengorganisir dirinya sebagai pembawa opini publik,
sesuai dengan prinsip ruang publik. prinsip informasi publik yang pernah harus diperjuangkan
melawan misteri. kebijakan monarki dan yang sejak saat itu memungkinkan kontrol
demokratis atas kegiatan negara. Habermas mengembangkan teorinya, ‘media ruang publik’
adalah surat kabar dan majalah, radio dan televisi, terkini akan mencakup internet.48
Habermas membedakan antara ‘pendapat’ (asumsi budaya, sikap normatif, prasangka dan
nilai kolektif) yang tampaknya bertahan tidak berubah dalam bentuk alami mereka sebagai
semacam sedimen sejarah dan opini publik yang secara definisi dapat diakui keberadaannya
ketika publik menerapkan nalar.49
Habermas memposisikan ruang publik tumbuh sebagai ‘fase khusus masyarakat borjuis’ di
paruh kedua abad kedelapan belas, kurang lebih dimulai dengan gerakan revolusioner di
48
Lelia Green. (2010). The Internet An Introduction to New Media. New York: Berg. Hal. 119.
49
Ibid
37
Amerika (1775-1783) dan di Prancis (1789-1799). ‘Borjuis'’ dalam pengertian ini dapat secara
longgar didefinisikan sebagai orang kaya, berpendidikan, biasanya pedagang dan penulis,
yang bukan bagian dari 'kelas penguasa' dan akibatnya tidak terlibat dalam parlemen. Orang-
orang ini juga tidak terjebak dalam pertempuran atau pekerjaan sehari-hari dan memiliki
kemewahan untuk dapat berpartisipasi dalam debat yang berlarut-larut.50 Mereka bertemu di
kedai kopi untuk membaca koran dan pamflet politik dan mendiskusikan implikasinya
terhadap perdagangan dan peristiwa politik.
Habermas berargumen bahwa ruang publik kehilangan ketika menjadi ‘bidang persaingan
kepentingan’.51 Secara khusus, ketika ruang publik meluas melampaui borjuasi, ia tidak hanya
kehilangan ‘eksklusivitas sosialnya’ tetapi juga koherensi yang diciptakan oleh lembaga-
lembaga sosial borjuis dan standar pendidikan yang relatif tinggi. Banyak komentator
menerima gagasan ruang publik tetapi keberatan dengan reservasi dan kualifikasi Habermas
tentang ruang publik kontemporer.
Menurut Habermas perlu membuat konsep ruang publik yang lebih ideal untuk menciptakan
kesetaraan, lebih eksplisit dari aturan normatif yang ideal dan dapat menggambarkan
bagaimana ruang publik tersebut dapat berkontribusi sebagai kerangka yang esensial dalam
masyarakat yang demokratis. Praktek Borjuis kala itu menempatkan keberadaan ruangpublik
berada dalam situasi yang berbahaya. Hal ini dikarenakan ruang publik justru memainkan
peranan sentral dalam masyarakat yang semakin demokratis dan pembentukan opini
percakapan mengenai isu publik. Oleh sebab itu, ruang publik penting bagi demokrasi,
memfasilitasi partisipasi dalam masyarakat. satu argumen yang mendukung penggunaan
internet mungkin adalah bahwa hal itu meningkatkan demokrasi dengan memungkinkan lebih
banyak suara untuk didengar.52
Dalam konteks kekinian media sosial menjadi sarana diskusi ruang publik yang sering dipakai
oleh masyarakat. Diskursus politik bukan hanya lagi di obrolkan oleh kalangan tertntu, tetapi
masyarakat kelas menengah dan bawah aktif terlibat. Debat warung kopi sedikit terdisprupsi
50
Lelia Green. (2010). Hal. 120.
51
Ibid
52
Lelia Green. (2010). Hal. 122.
38
oleh perdebatan di internet. Akan tetapi, jika merujuk dari pendapat habermas bahwa ruang
publik harus mempunyai nalar yang mumpuni agar diskusi ruang publik itu bisa lebih relevan
dan berimbang.
Internet menjadi media baru bagi publik untuk melakukan interaksi, penyaluran aspirasi dan
gagasan politik. Istilah ‘media baru’ diterapkan pada teknologi informasi dan komunikasi
berbasis digital, yang semakin berkembang pada era smartphone. secara konstan terus berubah
dan berkembang, memiliki banyak aspek, dan berlaku untuk banyak teknologi. Dalam
jangkauan total media baru, internet dan komunikasi online adalah fokus penelitian khusus.
Pengguna internet telah mendorong penciptaan berbagai macam penemuan baru. Kecakapan
media baru juga dikaitkan dengan pemahaman masa depan. Para peneliti menggunakan
pendekatan dan metodologi penelitian dari berbagai bidang disiplin ilmu, seringkali
diinformasikan oleh aspek penggunaan internet yang ingin mereka pelajari. Psikologi,
pemasaran, sosiolog, politik, antropolog, pendidik, teknologi, ahli bahasa, dan praktisi dari
setiap disiplin lain memiliki kepentingan yang sah dalam penelitian internet dan pijakan yang
valid dan kontribusi untuk membuat studi media baru. Internet adalah media yang terus-
menerus diciptakan kembali sebagai ruang sosial dan ekonomi, dengan akarnya di jaringan
komputer, strategi pertahanan, dan kebebasan informasi.
Sebagai media baru facebook sifatnya yang terbuka untuk semua orang untuk mengakses
tanpa batasan, termasuk batas geografis bahkan batasan ideologis. Media sosial memiliki
kemampuan memasuki ranah pribadi khalayak. Penggunaan media sosial juga tidak mengenal
ruang. Kapan dan dimana saja, seorang dapat memperoleh informasi tentang berbagai hal dan
dari berbagai pihak. Demikian pula, seseorang dapat membagikan informasi kepada pihak lain
secara cepat dengan menggunakan media sosial, termasuk untuk memanfaatkan media sosial
dalam kegiatan politik atau kampanye politik.
Menurut Dryzek, ruang publik merupakan arena bagi terjadi proses-proses demokratisasi,
perencanaan, dan gerakan sosial, karena tiap-tiap warga dapat menyampaikan pendapat dan
bertindak sebagai kontrol pemerintah. Dengankomunikasi rasional, ruang-ruang publik dapat
menjadi arena untuk memberikan input sekaligus mengkontrol kebijakan pemerintah.55
Partisipasi publik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari demokrasi, Creighton
menyatakan demokrasi tanpa partisipasi publik dan keterlibatan warga adalah konsep yang
semu dan tidak berarti.56 Creighton memiliki beberapa mengenai partisipasi publik elemen,
yaitu:57
terkait dalam keputusan administrasi, mewakili kara kter embaga, bukan individu;
53
I Nyoman Sumaryadi. (2010). Sosiologi Pemerintahan. Bogor: Ghalia. Hal. 46.
54
H.A.R Tilaar (2009). Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional dalam Pusaran Kekuasaan.
Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 287.
55
John S. Dryzek. (1990). Discursive Democracy: Politics, Policy, and Political Science. Cambridge: Cambridge
University Press. Hal. 220.
56
James L. Creighton. (2005). The Public Participation Handbook: Making Better Decisions through Citizen
Involvement. San Fransisco: Jossey-Bass. Hal. 1-3.
57
James L. Creighton. (2005). Hal. 7.
40
tidak saja menyampaikan informasi pada publik, mela inkan ada interaksi antara
lembaga pengambil keputusan dengan warga yang ingin berpartisipasi;
peserta yang terlibat memiliki posisi tawar dan pengaruh dalam keputusan yang dibuat
tersebut
Creighton pada dasarnya mendukung partisipsi yang aktif dari masyarakat, berkaca dari
pendapat Habermas bahwasanya ruang publik harus bersifat egaliter, baik dalam penyampaian
kritik, saran, dan aspirasi dari masyarakat. Begitu juga dengan Dryzek mensyaratkan perlu
adanya active citizenship sebagai prasyarat partisipasi, sebagaimana telah dikemukakan
sebelumnya, ada baiknya dilihat pula kaitan antara konsep partisipasi dan konsep citizenship.
Penggunaan media sosial facebook sebagai ruang publik di masyarakat NTB memiliki
dampak terhadap berkembangnya diskursus pemikiran masayarakat terkait pemahman
demokrasi di era digital. Dan pada secara realitas diskusi melalui media sosial juga dapat
mengubah kebijakan pemerintah terhadap suatu isu tertentu.
Penelitian tesis ini menggunakan paradigma kritis yang berpendapat bahwa pemahaman kita
tentang dunia dan cara kita berhubungan dengannya dibangun melalui kekuatan sosial dan
budaya. Pendekatan semacam itu memposisikan sosio-kultural sebagai penentu makna yang
dominan. Tesis ini juga menggunakan paradigma kritis dengan kerangka konseptual public
sphere atau ruang publik dari jurgen habermas, yang dilengkapi dengan teori-teori tentang
komunikasi politik, teori partisipasi publik, dan kaitannya dengan new media atau media baru.
dengan fokus penciptaan ruang publik di media sosial.
41
Permasalahan:
Media sosial
Apa pengaruh
sebagai Ruang
Facebook?
Sejauh mana efek Publik
Facebook?
Teori Komunikasi
Politik
Teori Public Sphere
Teori New Media
Teori Partisipasi
Publik
Wawancara dan
verifikasi data
42
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Penelitian biasanya memiliki berbagai macam jenis tipe, jenis penilitian menggambarkan
beragam jenis sebuah objek atau peristiwa. Menggambarkan suatu objek penelitian memiliki
kerumitan tersendiri. Meskipun objek fisik relatif tetap, Proses menggambarkan atau
menafsirkan tidaklah sederhana. Terlebih lagi dalam menafsirkan fenomena sosial atau
realitas sosial. Pemilihan tipe atau sifat penelitian membantu dalam menentukan langkah-
langkah dan kerangka penelitian itu sendiri.
Berdasarakan berbagai macam tipe penelitian seperti jenis eksploratif, deskriptif, eksplanatif,
dan evaluatif. Penulis memilih menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan metode
pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif ini bertujuan membuat deskripsi secara sistematis,
faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. 58 Tipe
penelitian ini biasanya untuk menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan
hubungan antar variabel.
Penulis memilih manggunakan tipe penelitian deskriptif karena dengan penelitiam ini dapat
memberikan gambaran yang menyeluruh dan jelas terhadap situasi satu dengan situasi sosial
yang lain atau dari waktu tertentu dengan waktu yang lain, atau dapat menemukan pola-pola
hubungan antara aspek tertentu dengan aspek yang lain, dan dapat menemukan hipotesis.
Penelitian ilmiah biasanya dimulai berangkat dari keputusan memilih topik. Topik penelitian
yang dipilih sangat menentukan buku-buku atau sumber-sumber kepustakaan yang harus
dipelajari, dan juga metode penelitian yang digunakan. Peneliti yang tertarik pada gejala
58
Rahmat Kriyantono. (2006).Teknis Praktis Riset Komunikasi. Depok: Kencana. Hal. 69.
43
komunikasi dapat memilih salah satu topik yang diyakini penting dan menarik dengan
pertimbangan atau alasan-alasan tertentu.
Pada tesis ini penulis akan menggunakan metode kualitatif, dalam konteks penelitian
komunikasi kualitatif, topik yang dipilih peneliti pada sala satu bidang kajian dan atau
mengikuti tradisi-tradisi penelitian yang ada. Dalam konteks penelitian komunikasi kualitatif,
seringkali rumusan masalah baru dapat dibuat secara definitif, justru setelah penelita berada di
lapangan dalam rangka mengumpulkan data.
Intensif, partisipasi peneliti dalam waktu lama pada setting lapangan, peneliti adalah
instrumen pokok penelitian.
Perekaman yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjadi dengan catatan-catatan di
lapangan dan tipe-tipe lain dari bukti-bukti dokumenter.
59
Rahmat Kriyantono. (2006). Hal. 57-58
44
Tidak ada realitas yang tunggal, setiap peneliti mengkreasi realitas sebagai bagian dari
proses penelitiannya. Realitas dipandang sebagai dinamis dan produk konstruksi
sosial.
Subyektif dan berada hanya dalam referensi peneliti. Peneliti sebagai sarana
penggalian interpretasi data.
Peneliti memproduksi penjelasan unik tentang situasi yang terjadi dan individu-
individunya.
Hubungan antara teori, konsep, dan data: data memunculkan atau membentuk teori
baru.
Menurut Pawito membuat desain penelitian komunikasi kualitatif karena itu selakyaknya
mempertimbangkan beberapa persoalan. Pertama, maksud dan tujuan penelitian. Hal ini
berkenaan dengan pernyataan tentang gejala atau realitas yang sebenarnya. Penelitian
komunikasi kualitatif memang cenderung bertujuan hendak memperoleh pemahaman
mengenai gejala komunikasi.60 Peneliti bermaksud hendak mendeskripsikan gejala atau
realitas elit politik melalui media sosial, maka peneliti akan memulai dengan mencari literatur-
literatur seperti buku, jurnal, dan laporan peelitian, yang berkenaan dengan relasi antara elit
politik dan media sosial. Dari sini peneliti akan mencoba mencari jawaban terhadap realitas
tersebut dengan menggunakan konsep yang relevan. Berdasarkan konsep yang ada peneliti
dapat mengambil keputusan terkat fokus penelitian yang kemudian membantu merumuskan
tujuan penelitian.
60
Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKIS. Hal.75
45
yang diperlukan akan dapat diperoleh. Ketiga, peneliti juga disarankan mempertimbangkan
kesesuaian tingkat kesulitan dengan nilai-nilai pragmatis dari penelitian yang hendak
direncanakan. Penelitian dengan periode pengamatan yang lebih lama, atau penelitian dengan
melibatkan lebih banyak lokasi dan subyek.61
Keempat, peneliti disarankan untuk sedari awal menyadari bahwa desain penelitian yang
dibuat akan mengalami perubahan sepenuhnya, termasuk dalam hal telaah pustaka prosedur-
prosedur penelitian, bahkan juga pertanyaan penelitian. Desain penelitian yang semula
dimaksudkan untuk meneliti bagaimana pola pengaruh di kalangan elit politik dalam konteks
komunikasi politik. Kelima, menghadiri seminar atau diskusi, cakrawala luas yang lebih luas
harus dibuka, masukan-masukan harus diperoleh, kritk dan saran harus didapat. Seminar dan
diskusi membantu peneliti untuk memperoleh berbagai macam informasi terkait topik
penelitian.62
Sementara itu, metodologi secara garis baris besar dapat diartikan sebagai keseluruhan cara
berpikir yang digunakan peneliti untuk menemukan jawaban atas pertanyaan penelitian.
Dengan pengertian seperti ini, persoalan metodologi menyangkut persoalan epistemologi
pengetahuan (bagaimana pengetahuan diperoleh), yakni gejala atau realitas yang diteliti.
Metodologi meliputi cara pandang dan prinsip berpikir mengenai gejala yang diteliti,
pendekatan yang digunakan, prosedur ilmiah (metode) yang ditempuh, termasuk dalam
mengumpulkan data, analisis data, dan penarikan kesimpulan.63
Menurut Bogdan64 metodologi dalam penelitian kualitatif pada dasarnya adalah research
procedures which produce descriptive data: people’s own written or spoken words and
observable behavior. Pendekatan kualitatif langsung diarahkan pada seting serta individu-
individu dan kelompok masyarakat dimana mereka berada, secara holistik; meliputi subyek
penelitian, dan tidak melakukan reduksi variabel dengan mengisolasi variabel-variabel
61
Pawito. (2007).. Hal. 77
62
Pawito. (2007).. Hal. 78
63
Pawito. (2007).. Hal. 83
64
Professor Emeritus dari Syracuse University, penulis buku Pengantar Metode Penelitian Kualitatif
(Introduction To Qualitative Research Methods: A Phenomenological Approach To The Sosial Sciences).
46
tertentu. Pendekatan kualitatif melihat variabel-variabel penelitian sebagai bagian dari
keseluruhan gejala yang diamati.65
Menentukan metode penelitian pada suatu penelitian komunikasi kualitatif pada dasarnya
mempertimbangkan kesesuaian motede dengan tujuan serta subyek penelitian. Peneliti akan
menemukan beberapa karakter yang berbeda-beda kasus demi kasus. Peneliti mengamati
interaksi komunikasi politik antara elit dan warga melalui media sosial, dari beberapa interaksi
peneliti akan membuat catatan-catatan lapangan terkat proses komunikasi yang terjadi.
Metode Kualitatif fokus pada pendekatan ideografic yang menempatkan temuan penelitian
dalam konteks sosial-budaya, waktu, dan konteks historis yang spesifik di mana penelitian
telah dilakukan dan dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Kualitatif
menekankan pada makna dan terikat nilai, digunakan untuk memperjelas masalah, mengetahui
makna yang tersembunyi, memahami interaksi sosial, mengembangkan teori, memastikan
kebenaran data.
Teknik penelitian yang sering digunakan dalam metode penelitian kualitatif adalah:66
2. Historical Research.
3. Grounded Research.
5. Semiotika.
6. Framing Analysis.
65
Robert Bogdan dan Steven J. Taylor. (1975). Introduction To Qualitative Research Methods: A
Phenomenological Approach To The Sosial Sciences. New York: John Wiley & Sons. Hal. 4.
66
Umaimah Wahid. (2016). Riset Komunikasi Politik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Hal. 210.
47
9. Participant Observation (etnografi komunikasi)
Dari teknik penelitian di atas penulis menggunakan teknik grounded research, yakni
penelitian kualitatif yang dilakukan dengan wawancara mendalam dan juga pengalaman dari
subjek penelitian. Pendekatan ini refleksif dan terbuka, dimana pengumpulan data,
pengembangan konsep-konsep teoritis dan ulasan literatur berlangsung dalam proses siklus
berkelanjutan. Kemudian penulis mennggunakan analisis wacana teori kritis, menganalisis
terkait sebuah wacana aktual dan kritis di tengah masyarakat. Kemudian mengungkapkan
sebuah fenomena politik berkaitan dengan kekuasaan, struktur sosial politik, power relation
media, dan ideologi. Teknik ini dapat membantu menganalisis dinamika dan dialektika dalam
sebuah diskusi virtual atau ruang publik virtual ditengah masyarakat yang serba digital.67
Sebagai tambahan penulis juga menggunakan teknik Focus Group Disccusion (FGD) dan
Participant Observation. FGD merupakan metode kualitatif untuk melacak hal-hal tertentu
yang tampaknya ingin ditonjolkan atau yang menjadi prioritas bagi responden atau subyek
penelitian, penulis akan melakukan FGD dengan beberapa narasumber yang relevan.
Sedangkan, Participant Observation, disini penulis akan terlibat langsung dalam kegiatan
sehari-hari objek yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian
Persoalan sampel adalah krusial dalam melakukan penelitian kualitatif. logika sampel pada
penelitian kuantitatif adalah keterwakilan dari sebagian populasi yang secara efektif diamati
atau diteliti untuk mewakili seluruh populasi. Hasil atau kesimpulan penelitian dipretensikan
sebagai suatu proposisi ilmiah yang berlaku umum (generalisasi) untuk seluruh populasi.
Sedangkan penelitian komunikasi kualitatif, logika sampel tidak dapat berjalan. Persoalannya
adalah terlalu banyak gejala komunikasi yang bersifat kompleks dan tersembunyi atau laten.
Oleh sebab itu, untuk beberapa hal, sangat sulit untuk memenuhi keterwakilan dari sebagian
sampel populasi dengan prinsip acak (random). Prinsip demikian menurut sebagian orang
67
Ibid
48
dirasa kurang efisien dan dapat menimbulkan bias atau eror karena sangat mungkin informasi
yang diperoleh peneliti bukan dari orang yang benar-benar mengetahui tentang persoalan yang
diteliti. Dapat dikatakan bahwa dalam penelitian komukasi kualitatif prinsip keterwakilan
dengan mendasarkan diri pada sistem random dan probabilitas tidak dibutuhkan karena dinilai
tidak efisien dan justru dapat menimbulkan kesesatan.
Dalam penelitian komunikasi kualitatif terdapat dua jenis sampel, yaitu sampling unit dan
sampling techniques. sampling unit (unit analisis) berkenaan dengan apa yang sesungguhnya
49
hendak diwakili, misalnya akademisi, pegiat sosial, atau tokoh masyarakat. 68 Sedangkan
sampling techniques berkenaan dengan bagaimana menentukan siapa yang menjadi wakil.
Menurut Lindlof ada beberapa teknik sampling dalam konteks manusia sebagai subyek
penelitian, diantaranya maximum variation sampling, snowball sampling, theoretical
construct sampling, typical case sampling, dan convenience sampling.69
Penulis sendiri akan memakai teknik convenience sampling, cara ini dapat dikatakan paling
longgar dan sederhana dalam penelitian komunikasi kualitatif. Peneliti bisa memilih siapa saja
untuk menjadi subyek penelitian. Penulis dalam tesis akan mencari informasi dari berbagai
kalangan yang dikategorikan dalam berbagai latar belakang.
Subjek dalam penelitian ini adalah ruang publik sebagai media baru. Sedangkan objek
penelitian adalah interaksi masyarakat Nusa Tenggara Barat di media sosial Facebook.
Peneliti menggunakan unit analisis berupa pesan-pesan atau status di Facebook yang diposting
yang membahas isu-isu tertentu. Satuan ukur dalam penelitian ini adalah frekuensi postingan
Facebok, sebagai unsur analisis, dan untuk mengetahui adanya unsur pemanfaatan media
sosial sebagai ruang publik berbasil online.
Dalam penelitian ini, ada tiga teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu observasi, studi
pustaka, dan wawancara.
Observasi
68
Pawito. (2007). Hal. 90.
69
Ibid
50
Peneliti melakukan pengamatan langsung dilapangan sambil mencari informasi mengenai
masalah yang diteliti, yakni observasi mandiri dari berbagai status, dan respon masyarakat di
media sosial.
Studi Pustaka
Studi pustaka melakukan pengumpulan data dengan tinjauan pustaka, pengumpulan buku-
buku, jurnal-jurnal, bahan-bahan tertulis, dan referensi-referensi yang relevan dengan
penelitian yang sedang diteliti. Dengan melakukan studi pustaka, penulis bisa mendapatkan
informasi-informasi yang dapat membantu menemukan jawaban pertanyaan penelitian.
Wawancara
Wawancara merupakan alat pengumpulan data yang sangat pada penelitian komunikasi
kualitatif, yang melibatkan manusia sebagai subyek (pelaku/aktor) sebungan dengan dengan
realitas sosial yang diteliti. Metode wawancara digunakan untuk melacak berbagai jenis gejala
tertentu dari perspektif orang-orang yang terlibat.
Dalam konteks penelitian komunikasi, in-depth interview pada khususnya dan metode
wawancara umumnya, biasanya berlansung secara agak longgar, santai dan juga dapat diulang
untuk memperoleh data tambahan atau untuk mengetahui persoalan lain sampai perolehan
data dirasakan cukup. Tetapi penulis disarankan untuk tetap memegang kontrol atas
percakapan yang berkembang karena interview pada dasarnya dilakukan oleh penulis.
70
Pawito. (2007). Hal. 124.
71
Rahmat Kriyantono. (2006). Hal. 124.
72
Ibid
51
responden (peserta diskusi) tentang topik yang dipersiapkan melalui diskusi yang tidak
terstruktur. Peran moderator dapat oleh peneliti ataupun orang lain.
Operasional konsep merupakan upaya menerjemahkan konsep atau sesuatu yang abstrak ke
dalam bentuk yang konkrit. Sebuah pernyataan atau batasan dari hasil mengoperasionalkan
konsep, yang memungkinkan riset mengukur konsep/ konstruk/ variabel yang relevan, dan
berlaku bagi semua jenis variabel.73
1. Informatif
Bentuk isi pesan yang bertujuan untuk mempengaruhi khalayak dengan cara (metode)
memberikan penerangan. Penerangan mempunyai fungsi memberikan informasi tentang fakta
semata-mata, juga fakta yang bersifat kontroversial atau memberikan informasi atau menuntun
khalayak ke arah pendapat umum.
2. Persuasif
Mempengaruhi khalayak dengan cara membujuk. Metode persuasif ini merupakan salah satu
cara untuk mempengaruhi khalayak dengan jalan tidak memberikan jalan untuk berfikir kritis,
bahkan kalau perlu khalayak itu dapat terpengaruh secara tidak sadar.
3. Edukatif
Salah satu usaha untuk mempengaruhi khalayak mengenai pernyataan politik yang
dilontarkan, yang dapat diwujudkan ke dalam bentuk pesan yang akan berisi pendapat, fakta,
73
Masri Singarimbun. (1989). Metode Penelititan Survei. Jakarta: LP3S. Hal. 103.
74
Ardial (2010). Komunikasi Politik, Jakarta: Indeks.
52
dan pengalaman. Metode ini diharapkan akan memberikan pengaruh yang mendalam kepada
khalayak, kendatipun hal ini akan memakan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
metode persuasif.
4. Kursif
Metode kursif berarti mempengaruhi khalayak dengan cara memaksa. Dalam hal ini khalayak
dipaksa, tanpa perlu berfikir lebih banyak lagi, untuk menerima gagasan yang dilontarkan.
Pesan dari komunikator politik memuat, selain pendapat dan pengalaman juga berisi ancaman.
Metode ini biasanya dimanifestasikan kedalam bentuk peraturan, perintah, dan intimidasi
yang untuk pelanksanaannya diduung oleh kekuatan tangguh.
Data penelitian komunikasi kualitatif pada umumnya berupa informasi kategori substantif
yang sulit dinumerasikan. Secara garis besar data dalam penelitian komunikasi kualitatif dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis, diantaranya (a) data yang peroleh dari interview, (b) data
yang diperoleh dari observasi, dan (c) data yang berupa data teks, dokumen, yang kemudian
dinarasikan.75
Ada beberapa cara untuk memeriksa validitas atau keabsahan data, yaitu:76
75
Pawito. (2007). Hal. 96.
76
Lexy J. Moleong. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal.
327-332.
53
objek penelitian. Teknik triangulasi merupkan cara yang paling banyak digunakan
untuk pemeriksaan datayang ditemukan dilapangan dengan sumber lainnya. Model
triangulasi diajukan untuk menghilangkan dikotomi antara pendekatan kualitatif dan
kuantitatif sehingga benar-banar ditemukan teori yang tepat.
Data yang diperoleh akan dikumpulkan untuk kemudian diolah dan dianalisa. Data ini di
analisis secara deskriptif yaitu dengan cara menghimpun fakta dan mendeskripsikannya.
Analisis dilakukan pada semua data, hasil observasi, studi pustaka dan, wawancara. Berikut
tahap-tahap analisa data ini yakni:
1. Reduksi Data
Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, penyederhanaan, pemusatan perhatian
pada hal-hal inti dan mengubah data kasar yangdiperoleh dari lapangan.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan upaya penyusunan sekumpulan informasi yangtelah tersusun dari
hasil reduksi data yang kemudian disajikan dalamlaporan yang sistematis dan mudah
dipahami.
3. Menarik Kesimpulan
Kegiatan menyimpulkan dari pemaparan berdasarkan hasil analisis dataatau fakta – fakta yang
ditemukan dalam penelitian sehingga nanti nyadapat menemukan suatu fenomena komunikasi
baru dalam berkomunikasi.
Analisa data Model interaktif dari Miles dan Huberman (Pawito. (2007). Hal. 96.)
Pengumpulan Penyajian 54
data data
Reduksi data Penarikan/
pengujian
kesimplan
Daftar Pustaka
55
Eriyanto. (2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisa Teks Media. Yogyakarta:LKIS.
H.A.R Tilaar (2009). Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional dalam
Pusaran Kekuasaan. Jakarta: Rineka Cipta.
Schaubroeck, J., Lam, S.S.K., & Xie, J. L. (2000). Collective efficacy versus self efficacy in
coping responses to stressors and control: A cross cultural study. Journal of Applied
Psychology, 85.
Alatas, Salim. (2014). Media Baru, Partisipasi Politik, dan Kualitas Demokrasi. Program
Studi Digital Communication Surya University. Makalah. Dipresentasikan dalam Konferensi
Nasional Komunikasi 2014, Batam 11 Maret 2014.
Robert Bogdan dan Steven J. Taylor. (1975). Introduction To Qualitative Research Methods:
A Phenomenological Approach To The Sosial Sciences. New York: John Wiley & Sons.
Harris Munandar & Maman Suherman. (2016). Aktivitas Komunikasi Pemerintahan Ridwan
Kamil di Media Sosial. Bandung: Prosiding Hubungan Masyarakat Fakultas Ilmu
Komunikasi, Universitas Islam Bandung.
56
Budiyono. (2016). Media Sosial dan Komunikasi Politik: Media Sosial sebagai Komunikasi
Politik Menjelang Pilkada DKI Jakarta 2017. Yogyakarta: Jurnal Komunikasi BPPKI
Yogyakarta.
Umaimah Wahid. (2016). Riset Komunikasi Politik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Suratno, dkk. (2020). Pemanfataan Media Sosial Facebook Sebagai Strategi Komunikasi
Politik. Universitas Teuku Umar: SOURCE Jurnal Ilmu Komunikasi.
Hendra Alfani. (2018). Peran Facebook Dalam Kampanye Politik Pemilukada Di Kabupaten
Ogan Kemiring Ulu. Universitas Baturaja: Jurnal Lugas.
Lelia Green. (2010). The Internet An Introduction to New Media. New York: Berg.
Jurgen Habermas. (2010). Ruang Publik: Sebuah Kajian Tentang Kategori Masyarakat Borjuis
terj. Yudi Santoso. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
John S. Dryzek. (1990). Discursive Democracy: Politics, Policy, and Political Science.
Cambridge: Cambridge University Press.
Wasisto Raharjo Jati. (2016). Cyberspace, Internet, Dan Ruang Publik Baru: Aktivisme
Online Politik Kelas Menengah Indonesia. UGM Yogyakarta: Jurnal Pemikiran Sosiologi.
James L. Creighton. (2005). The Public Participation Handbook: Making Better Decisions
through Citizen Involvement. San Fransisco: Jossey-Bass.
Erlis Cela. (2015). Social Media as a New Form of Public Sphere. Bedër University: European
Journal of Social Sciences Education and Research.
57
Yadi Supriadi. (2017). Relasi Ruang Publik Dan Pers Menurut Habermas. Universitas Islam
Bandung: Kajian Jurnalisme.
Antonius Galih Prasetyo. (2012). Menuju Demokrasi Rasional: Melacak Pemikiran Jürgen
Habermas tentang Ruang Publik. Universitas Gadjah Mada: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. Hal. 174
Erni Murniarti. (2019). Proses Komunikasi, Prinsip Dasar Proses Komunikasi, Pandangan
Ahli Tentang Proses Komunikasi. Model Komunikasi, Fungsi Dan Manfaat Model
Komunikasi, Definisi Informasi, Jaringan Teknologi Komunikasi, Audit Teknologi Informasi,
Layanan Informasi Dan Penerapan Komunikasi Dalam Layanan Bimbingan Pemberian
Informasi. Jakarta: Universitas Kristen Indonesia.
58