Anda di halaman 1dari 26

STOP MENJADI GENERASI PENGECUT

(STUDY KASUS TENTANG FENOMENA HATE SPEECH DI MEDIA


SOSIAL)

Nimas Dewina Adani Putri

ABSTRAK;Media sosial merupakan suatu alat yang di gunakan oleh


masyarakat luas untuk mencari informasi dan berkomunikasi antara satu
dengan yang lainnya. Selain itu media sosial juga dapat di artikan sebagai
wadah untuk menampung berbagai sumber informasi dari segala aspek.
Dengan seiringnya perkembangan zaman,media sosial di anggap sebagai
hal yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, baik dari segi
sosial, ekonomi, politik dan budaya. Keterbukaan akses terhadap teknologi
ini mengindikasikan adanya pergeseran penggunaan media sebagai sumber
informasi. Namun hal ini juga mendatangkan masalah baru dimana praktik
atau ujaran kebencian juga tumbuh pesat melalui medium ini yang
sekarang dikenal dengan istilah hate speech. Ujaran-ujaran yang muncul
tersebut akan mempengaruhi perilaku manusia, bisa mempengaruhi pola
pikir manusia, atau lebih-lebih opininya. Penelitian ini menggunakan jenis
pendekatan kualitatif dan metode analisis isi. Lokasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah melalui media sosial dengan orang-orang yang
terkoneksi dengan peneliti. Hasil dalam penelitian ini Karena adanya
internet kita lebih mudah untuk mencari informasi terbaru yang lagi
buming ,manfaat internet sangatlah besar bagi masyarakat , maka dari itu
para pengguna media sosial harus lebih berhati-hati dan lebih kritis dalam
memanfaatkan fasilitasnya. Dengan adanya hatespceeh sikap kita
pengguna media sosial harus lebih bijak menyikapi permasalahan yang
berujung pada cyberbullying. Tindakan yang harus di lakukan ketika
seseorang menjadi korban dari cyberbulliying harus melaporkan kejahatan
yang terkait pada permasalahannya tersebut . Pada metodi ini orang orang
yang menggunakan sosial media seperti facebook, instagram harus lebih
pintar dalam menggunakan dan lebih mengerti tentang dampak-dampak
yang akan terjadi selanjutnya setelah apa yang mereka lakukan.

Kata kunci : Media Sosial ,Hate Speech, cyberbulliying.

1
PENDAHULUAN

Media sosial merupakan suatu alat yang di gunakan oleh masyarakat luas
untuk mencari informasi dan berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya.
Selain itu media sosial juga dapat di artikan sebagai wadah untuk menampung
berbagai sumber informasi dari segala aspek. Menurut Michael Cross (2013)
Media sosial adalah istilah yang digunakan untuk menggabungkan, bertukar
informasi, dan menggunakan pesan berbasis web. Karena internet selalu
berkembang, berbagai teknologi dan fitur yang tersedia bagi pengguna selalu
berubah. Ini membuat media sosial lebih hypernymiting referensi khusus
untuk berbagai penggunaan atau desain

Seiringnya perkembangan zaman,media sosial di anggap sebagai hal yang


sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, baik dari segi sosial, ekonomi,
politik dan budaya. Media sosial juga sering di gunakan untuk mengekspresikan
diri, terutama dalam kalangan pelajar seperti facebook, twitter, instagram, path
dan sebagainya. Media sosial memiliki dampak yang mempengaruhi kehidupan
masyarakat, tidak hanya memberikan dampak positif tetapi juga dampak negatif.
Salah satu dampak negatifnya ialah interaksi sesama manusia di pengaruhi sangat
besar oleh media sosial. Seperti halnya melakukan pengujaran kebencian ( hate
speech ), dan menimbulkan berbagai permasalahan sosial.

Perkembangan media sosial juga tidak luput dengan perkembangan di era


globalisasi. Era globalisasi saat ini, berbagai aspek kehidupan manusia
dipermudah oleh berbagai penemuan atau pun pengembangan sebuah teknologi.
Diantara aspek kehidupan manusia yang paling pesat berkembang di era
globalisasai ini adalah aspek komunikasi. Tahun 2000, jumlah pengguna internet
masih berada pada angka 1 persen dari total populasi penduduk Indonesia, atau
berkisar 2 juta orang. Namun pada Maret 2017, masyarakat pengguna fasilitas
2
dunia maya ini telah mencapai 50,4 persen atau sekitar 132,7 juta orang bahkan
statista.com meramalkan pada tahun 2021 pengguna internet di Indonesia akan
mencapai 144,2 juta orang. Dari jumlah pengguna internet di atas, 129,2 juta
memiliki akun media sosial yang aktif dan pengguna internet rata-rata
menghabiskan waktu sekitar 3 jam per hari untuk konsumsi internet melalui
telepon selular.

Keterbukaan akses terhadap teknologi ini mengindikasikan adanya


pergeseran penggunaan media sebagai sumber informasi. Dahulu, media
mainstream yang dikenal hanyalah media cetak, media elektronik dan media
online. Kini ragam media telah mengalami banyak pergeseran. Media sosial
dipercaya menjadi salah satu media komunikasi yang efektif untuk
menghubungkan segala lapisan usia, terutama di kalangan anak muda.
Keterbukaan akses terhadap teknologi ini mengindikasikan adanya pergeseran
penggunaan media sebagai sumber informasi. Sayangnya, penggunaan media
sosial tersebut tidak disertai dengan pengetahuan mengenai etika bagaimana
berkomunikasi yang efektif lewat media internet. Pelanggaran etika yang
dimaksud adalah menyebarkan berita kebohongan, memicu terjadinya kejahatan
online dan penipuan bisnis online. Karena itu, banyak sekali terjadi kejahatan
online (cybercrime) yang menimpa kaum muda.

Selain itu, media sosial tersebut kini telah menjadi sarana bisnis online,
berbagi ide, menyebarkan informasi, bahkan efektif digunakan untuk berbagai
praktik penipuan, intimidasi, fitnah, provokasi kebencian, dan sejenisnya.
Singkatnya, media sosial kini dapat digunakan untuk tujuan apa pun dan sulit
dibendung. Dampak negatifnya kemudian adalahfenomena haters. Haters secara
harfiah berasal dari bahasa Inggris yang berarti a person who hate (“pembenci”
atau “orang yang membenci”). Pemanfaatan media sosial dan situs berita online
yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun ini menimbulkan fenomena baru.
Setiap orang bebas mengungkapkan apa saja melalui akunmedia sosial
mereka.Ataubahkan berita-berita pada situs berita dengan mudah dishare ke
media sosial dan kemudian dapat dikomentari oleh netizen lainnya. Bahkan kini
3
dalam situs berita online pun disiapkanruang komentar untuk para pembaca.
Berita-berita ini kemudian ditanggapi secara beragamoleh netizen di ruang
komentar baik itu positif, negatif, maupun netral. Namun hal ini juga
mendatangkan masalah baru dimana praktik atau ujaran kebencian juga tumbuh
pesat melalui medium ini yang sekarang dikenal dengan istilah hate speech.
Ujaran-ujaran yang muncul tersebut akan mempengaruhi perilaku manusia, bisa
mempengaruhi pola pikir manusia, atau lebih-lebih opininya.

KAJIAN PUSTAKA

Masyarakat Publik

Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama, hidup bersama dapat


diartikan sama dengan hidup dalam suatu tatanan pergaulan dan keadaan Ini akan
tercipta apabila manusia melakukan hubungan, Mac Iver dan Page (dalam
Soerjono Soekanto 2006: 22), mengatakan bahwa masyarakat adalah suatu system
dari kebiasaan, tata cara, dari wewenang dan kerja sama antar berbagai kelompok,
penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebiasaan-kebiasaan manusia.
Sedangkan masyarakat menurut Selo Soemardjan (dalam Soerjono Soekanto,
2006:22) adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan

dan mereka mempunyai kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan,


tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang
berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Mereka mempunyai kesamaan budaya,
wilayah, dan identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan
persatuan yang diikat oleh kesamaan.

Masyarakat publik atau sering dikenal dengan masyarakat umum


merupakan sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem tertutup maupun
terbuka yang memiliki interaksi, dimana sebagian besar interaksi tersebut terdiri
dari individu-individu yang berada dalam suatu kelompok. Lebih abstraknya

4
masyarakat publik dapat diartikan sebagai jaringan hubungan antar komunitas
yang interdependen saling bergantung satu sama lain]dan menyeluruh dengan
hidup bersama tanpa dibatasi lingkungannya. Terbentuknya masyarakat publik
karena adanya pikiran dan keinginannya dengan reaksi dalam lingkungan untuk
mencapai kepentingan bersama.

Bertambahnya masyarakat di era globalisasi sekarang tidak dipungkiri


dengan berkembang pesatnya teknologi. Arus perkembangan teknologi dengan
situs jejaring media sosial yang semakin pesat telah familiar dikalangan
masyarakat publik terutama pada kalangan remaja Adanya masyarakat publik
yang semakin meningkat maka semakin besar peluangnya untuk menjadikan
teknologi terutama media sosial seabagai salah satu bentuk kebutuhan dasar. Hal
ini tentu akan menimbulkan berbagai dampak positif dan negatif, oleh karena itu
penting untuk dibuat suatu sistem pengawasan dan bimbingan bagi masyarakat
publik supaya bisa menghindari dampak negatif dan semakin merasakan dampak
positifnya.

Dampak yang paling kontras yang dirasakan oleh masyarakat publik yaitu
perubahan gaya hidup dan pola tingkah laku yang menuntut masyarakat bersikap
serba instan sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya
dalam kehidupan masyarakat. Media sosial mempengaruhi gaya hidup masyarakat
untuk menjadi serupa dengan apa yang disajikan oleh media. Sadar atau tidak,
masyarakat masuk kedalam pengaruh media sosial tersebut bahkan menuntut lebih
dari itu. Kehadiran media sosial dirasakan lebih berpengaruh terhadap generasi
muda yang sedang berada dalam tahap pencarian jati diri.

Media Sosial

Secara sederhana, istilah media bisa dijelaskan sebagai alat komunikasi


sebagaimana defenisi yang selamaini diketahui. Terkadang media ini cenderung
lebih dekat terhadap sifatnya yang massa karena terlihat dariberbagai teori yang
muncul dalam komunikasi massa. Kata sosial dalam media sosial secara teori
semestinya didekati oleh ranah sosiologi. Kata sosial secara sederhana merujuk

5
pada relasi sosial. Relasi sosial itu sendiri bisa dilihat dalam kategori aksi sosial
dan relasi sosial. Dua pengertian dasar tentang media dan sosial telah dijelaskan,
namun tidak mudah membuat sebuah defenisi tetang media sosial berdasarkan
perangkat Media Sosial merupakan komunitas online yang memungkinkan
penggunanya dapat berinteraksi, berpartisipasi dan bertukar informasi tanpa
dibatasi ruang dan waktu. Media yang berasal dari kata Latin ‟Medium” yang
artinya perantara. Perantara pesan dari satu diteruskan ke yang lainnya.
Media sosial mengajak penggunanya untuk berpartisipasi penuh dalam
memberikan ulasan, berkomentar ataupun membagi informasi yang tidak
memilik batas dan penggunaanya bisa sepuasnya. Menurut Andreas M. Kaplan
(2010) media sosial merupakan sebuah aplikasi yang berbasis internet yang di
dirikan dengan dasar ideology Web 2.0 yang memungkinkan penggunanya dapat
menciptakan dan bertukar dari User Generated Content. Menurut (Dailey, 2009)
Media sosial adalah sebuah konten yang proses pembuatannya menggunakan
teknologi penerbitan yang dapat diakses dengan mudah dan terukur. Dari
berbagai definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa definisi media
sosial adalah sebuah jejaring di internet yang memungkinkan penguna
mengapresiasikan dirinya maupun bersosialisasi, bekerja sama, berbagi,
berkomunikasi dengan pengguna lain, dan membentuk ikatan sosial atau suatu
alat perantara yang digunakan untuk berinteraksi dan berkomunikasi antara
seseorang dengan orang lain yang banyak memberikan kontribusi atau
manfaat bagi masyarakatknologi semata.

Diperlukan pedekatan teori-teori sosial yang memperjelas apayang


membedakan antara media sosial dan media lainnya di internet sebelum pada
kesimpulan apa yangdimaksud dengan media sosial. Media Sosial adalah medium
di internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun
berinteraksi, bekerjasama, berbagi, berkomunikasi dengan penggunalain, dan
membentuk ikatan sosial secara virtual. Media sosial/sosial media atau yang
dikenal juga dengan jejaring sosial merupakan bagian dari media baru. Jelas
kiranya bahwa muatan interaktif dalam media baru sangatlah tinggi.

6
Makna Hate Speech

Istilah Hate Speech sendiri berarti "ekspresi yang menganjurkan hasutan


untuk merugikan berdasarkan target yang diidentifikasi dengan kelompok sosial
atau demografis tertentu". Definisi oleh Councilof Europehatespeech (2012)
dipahami sebagai "semua bentuk ekspresi yang menyebar, menghasut,
mempromosikan atau membenarkan kebencian rasial, serta hal lainnya dalam
bentuk kebencian berdasarkan intoleransi, termasuk: intoleransi nasionalisme
agresif dan etnosentrisme, diskriminasi dan permusuhan terhadap kelompok
minoritas, dan orang-orang migran.

Website yang menggunakan atau menerapkan Hate Speech ini disebut


Hate Site. Kebanyakan dari situs ini menggunakan Forum Internet dan Berita
untuk mempertegas suatu sudut pandang tertentu. Para kritikus berpendapat
bahwa istilah Hatespeech merupakan contoh modern dari novel Newspeak, ketika
Hate speech dipakai untuk memberikan kritik secara diam-diam kepada kebijakan
sosial yang diimplementasikandengan buruk dan terburu-buru seakan kebijakan
tersebut terlihat benar secara politik. Jadi, Hate Speech (Ujaran kebencian) adalah
tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompokdalam
bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang
lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, cacat,
orientasi seksual, kewarganegaraan, agama, danlain-lain.

Pada dasarnya, ujaran kebencian berbeda dengan ujaran (speech) pada


umumnya, walaupun di dalam ujaran tersebut mengandung kebencian, menyerang
dan berkobar-kobar. Perbedaan ini terletak pada niat (intention) dari suatu ujaran
yang memang dimaksudkan untuk menimbulkan dampak tertentu, baik secara
langsung (aktual) maupun tidak langsung (berhenti pada niat). Menurut Susan
Benesch, jika ujaran tersebut dapat menginspirasi orang lain untuk melakukan
kekerasan, menyakiti orang atau kelompok lain maka ujaran kebencian itu
berhasil dilakukan (Anam dan Hafiz, 2015).

7
Namun menurut David O. Brink, ada pernyataan atau ujaran yang bersifat
diskriminatif namun tidak termasuk dalam kategori ujaran kebencian. Hal ini
dapat dicontohkan pada stereotipe yang bias dan jahat, namun tidak sampai pada
derajat stigmatisasi, merendahkan, sangat menyakiti ataupun melukai. Menurut
Brink, hate speech lebih buruk dari sekedar pernyataan yang diskriminatif. Ia
menggunakan simbol tradisional untuk melecehkan seseorang karena
keterikatannya pada kelompok tertentu dan sebagai ekspresi dari penghinaan
kepada targetnya agar menimbulkan efek kesengsaraan secara psikologis (Anam
dan Hafiz, 2015).

Hal ini memunculkan kepelikan kedua, yaitu bahwa hate speech sangat
dekat dengan jaminan hak berpendapat dan berekspresi. Kesalahan dalam menilai
dan meletakkan ukuran ucapan, ujaran atau pernyataan yang terkategori ke dalam
hate speech justru akan berdampak pada pembatasan terhadap hak berpendapat
dan ekspresi. Sebaliknya, membuka kran ekspresi seluas-luasnya tanpa
mengindahkan aspek-aspek pernyataan yang mengandung ujaran kebencian justru
membiarkan masyarakat berada pada situasi saling membenci, saling curiga,
intoleran, diskriminatif, bahkan dapat menimbulkan kekerasan terhadap kelompok
tertentu yang lebih lemah (Anam dan Hafiz, 2015).

Hate Speech atau ujaran kebencian merupakan tindakan baik ucapan atau
kata-kata yang menggunakan media tertentu misalnya internet seperti media sosial
untuk menghina atau mendiskriditkan orang lain, dengan dalih ataudasar suku,
ras, agama, gender, kelompok atau bangsa tertentu. Hate Speech menggunakan
media sosial seperti facebook, twitter, instagram, bbm, Whatsapp dan lain
sebagainya makin marak saat ini. Banyak faktor penyebab terjadinya Hate speech.

Cyber Bullying

Cyberbullying adalah intimidasi, pelecehan atau perlakuan kasar secara


verbal secara terus menerus yang dilakukan di dunia maya. Definisi cyber
bullying, menurut Bryan Piotrowski dalam bukunya, Information forEducators,
adalah segala bentuk kekerasan yang dialami anak atau remaja dan dilakukan
8
teman sepantaran melalui media cyber atau internet cyber-bullying seringkali
depresi, merasa terisolasi, diperlakukan tidak manusiawi, dan tak berdaya ketika
diserang," ujar para peneliti. Tekanan atau Intimidasi baik secara fisik atau
verbaldapat menimbulkan depresi. Tetapi, para peneliti menemukan korban aksi
cyber-bullying mengalami tingkat depresi lebih tinggi dibanding tindakan
kekerasan verbal lainnya. Cyberbullying bisa didefinisikan sebagai bentuk
pelecehan dan penghinaan yang dilakukan pelaku (bully) kepada korban pada
dunia maya atau menggunakan internet misalnya media sosial. Saat bullying
dilakukan secara online maka kita tambahkan kata “cyber” didepan kata bullying.
Medianya dapat menggunakan sms, e-mail, status facebook, twitter, chatroom dan
media sosial yang saat ini ada banyak berkembang di media online internet, baik
yang melalui komputer ataupun android. Cyber Bullying bisa menyerang korban
siapa saja tidak mengenal status ataupun agama.

Cyber bullying adalah adanya bencana pada harga diri mereka dan
kehidupan sosial, serta merusak prospek masa depan dengan cara menghancurkan
optimisme mereka. Fakta-fakta di atas tentunya harus menjadi perhatian semua
orang. Sudah seharusnya setiap orang menghindari perilaku cyber bullying. Cyber
bullying memilik efek yang sangatburuk bahkan bisa berujung pada kematian
korban. Cyberbullying atau kekerasan dunia maya ternyata lebih menyakitkan jika
dibandingkan dengan kekerasan secara fisik. Menurut Hertz (2008), cyberbullying
adalah bentuk penindasan atau kekerasan dengan bentuk mengejek, mengatakan
kebohongan, melontarkan katakata kasar, menyebarkan rumor maupun melakukan
ancaman atau berkomentar agresif yang dilakukan melalui media-media seperti
email, chat room, pesan instan, website (termasuk blog) atau pesan singkat
(SMS). Hinduja & Patchin (2009), dan Smith, dkk (2008) mengadaptasi definisi
bullying dari Olweus, yaitu cyberbullying adalah perilaku agresif, intens, berulang
yang dilakukan oleh individu dan perorangan dengan menggunakan bentuk-
bentuk pemanfaatan teknologi dan eletronik sebagai media untuk menyerang
orang tertentu.

Teori Tindakan Sosial (Max Weber)


9
Menurut Max Weber (1961) dalam teori Tindakan Sosial (social action),
tindakan sosial dapat digolongkan menjadi empat kelompok (tipe) yaitu tindakan
rasional instrumental, tindakan rasional berorientasi nilai, tindakan tradisional,
dan tindakan afeksi :

a. Tindakan Rasional Instrumental


Tindakan ini dilakukan seseorang dengan memperhitungkan kesesuaian
antara cara yang digunakan dengan tujuan yang akan dicapai.
b. Tindakan Rasional Berorientasi Nilai
Tindakan ini bersifat rasional dan memperhitungkan manfaatnya, tetapi
tujuan yang hendak dicapai tidak terlalu dipentingkan oleh si pelaku.Pelaku hanya
beranggapan bahwa yang paling penting tindakan itu termasuk dalam kriteria baik
dan benar menurut ukuran dan penilaian masyarakat di sekitarnya.Misalnya
menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing.
c. Tindakan Tradisional
Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak rasional. Seseorang
melakukan tindakan hanya karena kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat
tanpa menyadari alasannya atau membuat perencanaan terlebih dahulu mengenai
tujan dan cara yang akan digunakan. Misalnya berbagai upacara adat yang
terdapat di masyarakat.
d. Tindakan Afektif
Tindakan ini sebagian besar dikuasai oleh perasaan atau emosi tanpa
pertimbangan-pertimbangan akal budi.Seringkali tindakan ini dilakukan tanpa
perencanaan matang dan tanpa kesadaran penuh.Jadi dapat dikatakan sebagai
reaksi spontan atas suatu peristiwa.Contohnya tindakan meloncat-loncat karena
kegirangan, menangis karena orang tuanya meninggal dunia, dan sebagainya.

METODE

A. Pendekatan Penelitian

10
Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif dan metode
analisis isi. Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui media
sosial dengan orang-orang yang terkoneksi dengan peneliti. Penelitian ini
menggunakan metode random sampling sebagai acuan sampel penelitian. Dalam
metode analisis isi, dilakukan kategorisasi terhadap pesan yang diteliti sebagai
berikut. Berdasarkan pada pokok permasalahan yang dikaji yaitu tentang “ Stop
Menjadi Generasi Pengecut (Study Kasus Mengenai Fenomena Hate Speech di
Sosial Media)”. Maka penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi
dengan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan
/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat
dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya.

Metode penelitian kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan:


Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan
langsung dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung
hakikat hubungan antara peneliti dan informan. Ketiga, metode ini lebih peka dan
lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

B. Subjek dan Objek Penelitian.

Subjek penelitian mengenai “Stop Menjadi Generasi Pengecut (Study Kasus


Mengenai Fenomena HateSpeech di sosial media). Media sebagai pembentuk
eksistensi dan sebagai sarana untuk mengekspresikan diri. Sedangkan objeknya
yakni jejaring sosial Instagram,Twitter, maupun Facebook. Dan implikasinya di
kehidupan nyata.

C. Teknik Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan yaitu menggunakan dua


teknik:

11
1. Teknik Observasi

Teknik yang digunakan ini diharapkan dapat menarik inferensi tentang


makna dan pemahaman yang tidak terucap (tacit understanding) yang tidak
didapatkan dari wawancara.

2. Teknik Study Kepustakaan

Teknik ini digunakan untuk mencari data-data, memperluas wawasan lebih


mendalami materi, dari pengumpulan data tersebut diperoleh berbagai macam
artikel, buku, literature jurnal online.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada media sosial saat ini dikenal istilah ucapan kebencian atau dikenal
dengan Hate Speech, yang makin populer saat ini, hal ini disebabkan friksi atau
gesekan atau perbedaan yang mewakili kelompok-kelompok tertentu baik Suku,
Agama, Ras, Etnis, dan Golongan. Intensitas Perilaku ini makin meningkat
dengan adanya Pilkada atau pemilihan kepala daerah. Kelompok pendukung calon
tertentu mungkin berseberangan dengan kolompok pendukung calon lainnya. Ada
juga pernyataan calon kepala daerah tertentu yang ucapannya menghina atau
melecehkan calon kepala daerah yang lain dan ada juga seseorang yang
meyebarkan berita kelompok tertentu yang aktifitasnya berkaitan dengan agama
atau suku atau ras yang menimbulkan kata-kata kebencian di media sosial
merebak bahkan jadi viral. Juga kasus-kasus perbedaan gender, kaum difabel dan
kelompok orang yang berorientasi seksual menyimpang. Awal mula maraknya
Ujaran kebencian ini muncul di Indonesia seiring dengan makin maraknya aksi
unjuk rasa.Umumnya ujaran kebencian atau Hate Speech bisa berbentuk Orasi
kampanye, unjuk rasa, demonstrasi, dan perdebatan yang sengit. Yang umumnya
mendominasi adalah kelompok yang arogan, merasa kuat, punya pelindung,

12
punya pengaruh, massanya banyak dan sebagainya. Tetapi tidak menutup
kemungkinan dan juga sudah terjadi dimana kelompok minoritas yang memicu
aksi ujaran kebencian dan juga bullying.

Para Haters ini masuk kategori cyber bullying yang perilaku dan
komentarnya menimbulkan tekanan berat bagi korban, dampak yang ditimbulkan
bisa depresi bahkan bunuh diri. Permasalahan yang timbul adalah pelaku tidak
dikenal dan tidak diketahui keberadaannya, sementara korbannya mendapatkan
hukuman secara fisik, seperti dikucilkan, dianiaya bahkan ancaman akan dibunuh
Kejadian Hate dan Hate speech trendnya makin meningkat seiring dengan makin
banyaknya pengguna media sosial. Korbannya pun tidak mengenal usia. Baik
muda sampai orang tua menjadi sasaran empuk kasus ini. Menurut ictwatch.com
sebanyak 90% remaja yang pernah menyaksikan Hate mengaku tidak
mempedulikannya. Hanya 40% dari mereka mengadukannya ke orang tua.
Sebanyak 42% remaja yang online mengaku pernah mengalami Hate dalam
beberapa tahun terakhir. Jumlah ini akan terus meningkat, mengingat anak-anak
dan remaja pengguna internet semakin besar kuantitasnya. Setidaknya 69%anak
masa kini sudah mengakses internet melalui ponsel maupun komputer. Dari
jumlah itu, sebesar 80% aktif disatu social media atau lebih. Dan 10% kasus
tersebut terindikasi Hate speech. Bagi banyak kalangan berkomunikasi langsung
dengan tatap muka saat ini bukanlah hal yang penting dan yang menjadi trend saat
ini adalah komunikasi menggunakan media soisial. Umumnya Setiap minggu,
rata-rata para pengguna media sosial mengirim 500 pesan ke teman, atau 65 pesan
teks per hari. Jumlah itu sama dengan dua kali lipat dari komunkasi atau pesan
yang dikirim remaja. Remaja putri bahkan lebih intens. Remaja putri yang usianya
14-17 tahun rata-rata berkirim pesan teks 100 kali dalam sehari. Lebih miris lagi
anak usia 3-5 tahun sudah bermain internet. Ini terbukti dari riset, dimana
ditemukan 1 dari 3 anak usia 3-5 tahun sudah kenal game online. Dan 1 dari 2
anakusia 6-9 tahun juga sudah mengenal internet. Jejaring sosial Facebook
menetapkan aturan bahwa merekahanya menerima user di rentang usiadi atas 13

13
tahun, tapi kenyatannya ada 7,5 juta anak usia di bawah 13 tahun yang ber-
Facebook-ria.

Efek dari Hate Speech Jika di dunia nyata, bisa mengakibatkan tindakan
membolos dari sekolah akibat takut di-bully teman, bahkan berimbas pada bunuh
diri. Remaja yang pernah mengalami bully, dua kali lipat berpotensi bunuh diri
ketimbang yang tidak pernah di-bully. Pada kasus Hate ,jauh lebih
memprihatinkan. Satu dari 5 remaja korban Hate berpikir untuk melakukan bunuh
diri. Bahkan 1 dari 10 korban Hate melakukan tindakan bunuh diri. Dalam
setahun, ada sekitar 4500 anak di dunia yang mengakhiri nyawanya sendiri.
Sebuah survei baru yang dilakukan oleh ictwatch.com yang diadakan di Inggris
menunjukkan bahwa sekitar 5,43 juta anak-anak di Inggris menjadikorban cyber
bullying. Survei tersebut juga menyajikan fakta bahwa anak-anak muda dua kali
lebih mungkin untuk menjadi korban cyber bullying di Facebook dibandingkan
dengan situs jejaring sosial lainnya. Survei ini merupakan survei terbesar yang
pernah dilakukan untuk mengungkap cyber bullying. Survei tersebut menunjukkan
fakta 2 dari 3 orang yang disurvei yang berusia antara 13 sampai dengan 22 tahun
telah menjadi korban cyber bullying. Ini artinya ada sekitar 5,43 juta yang pernah
mengalami cyber bullying. Sebuah angka yang cukup besar tentunya.
(ictwatch.com) Menurut survey Ditch the Label, sebuah kegiatan amal anti
bullying nasional di Inggris mengkhawatirkan 69% dari 7.000 orang yang disurvei
telah menjadi.

Pelaku Cyberbullying berupa pelaku subjek tunggal yang melakukan


agresi terhadap korban, pada media sosial, pelaku dapat dicirikan menjadi dua
yaitu pelaku utama dan pelaku pembantu. Pelaku utama adalah seseorang yang
memicu maupun memulai pertama kali penindasan terhadap seseorang. Pada
media sosial, pelaku utama dapat dilihat pada bentuk postingan yang menjadi
pemicu utama baik berupa status maupun kiriman gambar yang bertujuan
mengejek atau menghina, merendahkan, menyebarkan gossip atau rumor,
mengancam maupun menghancurkan relasi. Dalam media sosial, seseorang dapat
dikatakan sebagai pelaku pembantu apabila orang tersebut ikut berperan dalam
14
mengirimkan pesan berunsur cyberbullying pada tautan, status maupun gambar
yang diberikan pelaku utama ditujukan untuk membully objek sasaran yaitu
korban. Pelaku pembantu menjadi representasi wujud cyberbullying yang nyata
dimana mayoritas serangan terhadap korban dilakukan oleh pelaku pembantu.
Dalam beberapa kasus, pelaku utama juga dapat berperan menjadi pelaku
pembantu, yaitu turut menyerang korban dengan terus mengirimkan pesan
cyberbullying pada tautan yang dikirimnya sendiri.

Karakteristik pelaku Cyberbullying merupakan perilaku agresif, dimana


tahapan dari seseorang berakhir melakukan bullying. Perilaku agresifmerupakan
situasi dimana seseorang memperoleh sesuatu dengan menggunakan kekuatan
namun dominansinya terhadap target atau korban merupakan hal yang insidental
dan tidak disengaja, sementara bullying merupakan situasi akhir yang diinginkan
dan dicapai melalui penggunaan kekuatan secara bertujuan untuk menyakiti orang
lain dan untuk menunjukkan dominansi seseorang terhadap orang lain. Dalam
penelitian ini, dapat terlihat bentuk-bentuk perilaku agresif yang dilakukan pelaku
kepada korban, yaitu: a) Pelaku mengirimkan komentar atau pesan cyberbullying
berulang kali (lebih dari satu kali) b) Pelaku mengirimkan pesan yang
mengandung unsur cyberbullying denganbahasa yang kasar c) Pelaku ikut
bereaksi menambahkan pesan cyberbullying dari pelaku lainnya.

Cyberbullies, pemicu korban cyberbullying pada anak-anak atau remaja


adalah mereka yang sering diejek dan dipermalukan karena penampilan mereka,
warna kulit, keluarga mereka, atau cara mereka bertingkah laku di sekolah.
Namun bisa juga si korban cyberbullying justru adalah anak yang populer, pintar,
dan menonjol di sekolah sehingga membuat iri teman sebayanya. Berbeda pada
pelaku yang memiliki pelaku utama dan pelaku pembantu, pada kasus
cyberbullying yang diteliti korban adalah subjek tunggal atau perseorangan.

Tingginya penggunaan media sosial menjadikan media sosial bagaikan


makanan pokok yang harus ada untuk mengisi hari-hari kita. Berkembangnya
media sosial saat ini mampu mengubah gaya hidup seseorang. Akhir-akhir ini

15
media sosial banyak disalahgunakan sebagai tempat meluapkan emosi dan tempat
perundungan kepada seseorang. Saat ini artis-artis Indonesia selalu menjadi bahan
utama dan santapan lezat para netizen untuk melakukan tindakan cyberbullying.

Cyberbullying adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau


sekelompok orang terhadap individu lain melalui pesan teks, gambar/foto, atau
video yang cenderung merendahkan dan melecehkan (Hidajat et al., 2015).
Sehingga cyberbullying dapat dikatakan sebagai tindakan seseorang atau
kelompok yang melakukan hal-hal terhadap orang lain dengan cara menghujat,
mengintimidasi, mengacam, menggertak atau sebagiannya yang bersifat menyakiti
orang lain yang dilakukan di jejaring internet.

Meningkatnya penggunaan media sosial membuat masyarakat satu sama


lain terasa dekat karena adanya kerterbukaan informasi melalui unggahan-
unggahan di media sosial. Seorang artis yang menjadi public figure tentu menjadi
hal utama yang diperhatian masyarakat. Tidak heran jika artis saat ini menjadi
fokus utama netizen di media sosial. Setiap gerak gerik publik figure kini selalu
menjadi sorotan dan selalu menjadi perbincangan warganet. Akhir-akhir ini
terdapat beberapa fenomena cyberbullying yang terjadi kepada public figure.
Salah satunya yakni kasus cyberbullying yang terjadi kepada artis Ayu Ting-ting.
Ayu Ting-ting adalah artis dengan segudang prestasi namun ia kerap
mendapatakan cyberbullying dari netizen. Hal sekecil apapun yang dilakukan oleh
Ayu Ting-ting selalu menjadi bahan perundungan warganet. Beberapa bulan lalu
Ayu Ting-ting kembali mendapatakan berbagai macam komentar pedas yang tidak
pantas di media sosial yakni Instagram yang dilakukan oleh netizen. Kasus
cyberbullying yang diterima Ayu Ting-ting dari warganet bukan hanya ditujukan
kepada dia saja, tetapi keluarganya juga ikut kena imbas dari keganasan netizen di
media sosial. Bahkan anak Ayu Ting-ting yang masih terbilang di bawah umur
pun ikut menjadi korban cyberbullying oleh netizen. Kasus cyberbullying yang
terjadi kepada putri semata wayang yang ia rawat dari sejak kecil membuat Ayu
Ting-ting menangis tiada henti sebab mendapatakan berbagai macam bentuk
hujatan dari orang-orang yang tidak memiliki hati nurani. Tindakan cyberbullying
16
yang terjadi kepada Ayu Ting-ting dan kelurganya dilakukan oleh seorang TKW
asal Indonesia yang bekerja di luar negeri. Pelaku membuat akun IG kemudian
mengunggah postingan atau foto-foto Ayu Ting-ting dengan anaknya dan diberi
caption yang mencemooh Ayu Ting-ting dan putrinya.

Akun dengan nama disamarkan membuat postingan yang menuliskan,


"Alhamdulillah anak ibu dah pandai nyongong. Keturunan dari emak sama nenek,
kakeknya ya nak. Mental pengemisnya sampai tujuh turunan nggak gais. Minta
dipanggil bos gais, bos kecil, ajaran si encum hebat," tulis akun tersebut yang
dilansir dari Insertlive.com. Itu hanya segelintir, masih banyak lagi postingan-
postingan yang di unggah akun tersebut untuk menghujat Ayu Ting-ting. Ayu
Ting-ting mengaku sudah sejak empat tahun dihina, "Sudah dari beberapa tahun
lalu, dari tahun 2017. Ini puncaknya," ujar Ayu Ting-ting kepada wartawan di
Mapolda Metro Jaya yang di lansir dari Kompas.com. Hal itulah yang membuat
Ayu ting-ting dan keluarga tidak bisa hanya diam melihat pelaku yang terus
menghina dan melakukan pencemaran nama baik atas dirinya.

Itulah salah satu contoh kasus dari ribuan kasus cyberbullying yang pernah
terjadi kepada public figure Di Indonesia. Masyarakat yang tidak bijak
menggunakan media sosial dengan mudah memberikan komentar apa saja kepada
public figure, seolah-olah dia adalah manusia yang paling benar di muka bumi ini.
Padahal tindakan cyberbullying akan banyak mendatangkan dampak yang sangat
buruk bagi orang lain maupun bagi pelaku cyberbullying. Bagi korban akan
mendapatkan dampak afeksi seperti gangguan depresi dan kecemasan (Suwarti
dan Hana, 2019). Hal itu berkaitan dengan adanya hujatan, makian, dan bentuk
bullying lainnya yang di terima sehingga meningkatkan perasaan sedih dan
kesepian dalam dirinya dan hal itu sangat berdampak terhadap psikologi korban.
Bagi pelaku akan mendapatkan dampak yang sangat negatif dari perilakunya atau
ulahnya sendiri. Pelaku Cyberbullying akan selalu diliputi dengan perasaan
negatif dan yang lebih parah akan berpotensi menjadi seorang kriminal.

17
Selain adanya pengaruh dalam kasus tersebut, Cyberbullying sendiri juga
berpengaruh dalam kehidupan masyarakat dan para pelajar dengan spesifikasi
pengaruh negatif. Pengaruh yang terjadi di lingkungan masyarakat antara lain
adanya sikap saling membedakan dari segala aspek di lingkungan, cenderung
disorganisasi, dan merasa dirinya selalu salah dalam bermasyarakat. Sedangkan
pengaruh yang terjadi dikalangan pelajar yaitu adanya sikap diskriminatif
(pengucilan), melakukan tindak Hate Speech (pengujar kebencian), pudarnya
perilaku berinteraksi, menyebabkan gangguan psikolog dan depresi, serta memicu
untuk berbuat menyakiti diri sendiri bagi korban Cyberbullying.

Study observasi kasus yang ada di sosial media seperti halnya kasus
pertama yaitu Kasus kejahatan yang banyak terjadi melalui media sosial atau lebih
di kenal dengan sebutan Cyberbullying. Pada dasarnya cyberbulliying merupakan
suatu tindakan yang bersifat mempengaruhi seseorang untuk menjadi minder akan
adanya suatu tindakan yang akan dilakukan karena faktor bully. Seperti beberapa
kasus tentang Cyberbullying yang ada di Negara kita saat ini, sudah menjadi suatu
fenomena yang merabah di masyarakat.

Tingginya penggunaan media sosial menjadikan media sosial bagaikan


makanan pokok yang harus ada untuk mengisi hari-hari kita. Berkembangnya
media sosial saat ini mampu mengubah gaya hidup seseorang. Akhir-akhir ini
media sosial banyak disalah gunakan sebagai tempat meluapkan emosi dan tempat
perundungan kepada seseorang. Saat ini artis-artis Indonesia selalu menjadi bahan
utama dan santapan lezat para netizen untuk melakukan tindakan cyberbullying.

Kasus kedua yaitu banyak beredar kasus hoax. Kabar berita hoax kini
sudah banyak terjadi di media sosial, berkat kemajuan teknologi informasi
mempermudah pelaku penyebar berita hoax. Media sosial yang biasa digunakan
antara lain :Instagram, Facebook, dan Tweet Informasi yang dikeluarkan sesorang
atau sekelompok orang sangat mempengaruhi perasaan, emosi, dan pemikiran
sesorang terkadang seseorang tidak dapat memfuter informasi dengan baik.
Akibatnya informasi hoax dengan judul yang sangat profokatif mengiring

18
pembaca dan penerima merasa dirugikan dan menimbulkan ujaran kebencian.
Opini negatif dan fitnah inilah yang membuat seseorang menjadi pengujar
kebencian. Contoh berita hoax Hal tersebut berpengaruh dikalangan masyarakat
khususnya para pelajar, dengan pemikiran yang masih labil dan emosional mereka
bertindak saling menghujat antara berbagai pihak individu atau golongan,
membuat perpecahan dari beberapa pihak. Dimana hujatan tersebut selayaknya
debat yang mengkontrovensikan adanya pihak yang berpendapat diberbagai akun
media sosial atas yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet.

Contoh Kasus yang ketiga yakni tentang Hate Speech (Ujaran Kebencian)
di media sosial adalah kasus Edy Mulyadi ditetapkan jadi tersangka dan ditahan
usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri terkait kasus 'jin buang anak'.
Ucapan Edy menjadi polemik lantaran dianggap menghina Kalimantan Timur
tempat berdirinya Ibu Kota Negara baru. Ucapan itu mulanya terlontar karena Edy
menolak Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Dia mengibaratkan ibu kota negara
baru itu sebagai tempat 'jin buang anak'. Dirangkum detikcom, Senin (31/1/2021)
berikut ini kronologi kasus penyataan 'jin buang anak' Edy Mulyadi yang
membuatnya jadi tersangka dan ditahan.

Awalnya, Forum Pemuda Lintas Agama Kalimantan Timur mengadukan


Edy Mulyadi karena pernyataan yang diduga menghina Kalimantan ke polisi. Edy
sebelumnya juga sudah dilaporkan gara-gara ucapan terhadap Menhan Prabowo
Subianto soal 'macan mengeong'. Kelompok tersebut mendatangi Polresta
Samarinda, Minggu (23/1/2022). "Kami melaporkan Edy Mulyadi terkait ujaran
kebencian yang menyakiti hati masyarakat PPU dan Kalimantan yang
diucapkannya di kanal YouTubenya," kata perwakilan Pemuda Lintas Agama
Kaltim, Daniel A Sihotang. Mereka mempersoalkan pernyataan Edy Mulyadi soal
'tempat jin buang anak, 'genderuwo', kuntilanak', hingga kata 'monyet' yang
terdengar dalam video yang dipermasalahkan. Itu diduga mereka sebagai berita
bohong dan dugaan penghinaan yang dapat menyulut kemarahan masyarakat
Kalimantan.

19
Dari kasus tersebut Edy Mulyadi dinilai telah melanggar Pasal 14 ayat 1
dan 2 atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan
atau Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45a UU ITE serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Pihaknya berharap
laporan tersebut dapat ditindak pihak berwajib Edy Mulyadi didesak meminta
maaf secara terbuka kepada masyarakat Kalimantan Timur. Edy Mulyadi meminta
maaf atas ucapannya berkaitan dengan pernyataan Kalimantan sebagai tempat jin
membuang anak. Dia mengaku pernyataan itu sebetulnya untuk menggambarkan
lokasi yang jauh. Permintaan maaf itu disampaikan oleh Edy melalui akun
YouTubenya BANG EDY CHANNEL. Dalam video klarifikasi itu, dia awalnya
menyinggung kembali pernyataannya.

Kasus dugaan ujaran kebencian Edy Mulyadi terkait pernyataan 'jin buang
anak' naik ke tahap penyidikan. Kasus dinaikkan ke tingkat penyidikan setelah
penyidik memeriksa sejumlah saksi dan ahli. Berdasarkan keterangan tertulis yang
diterima redaksi, Bareskrim telah memeriksa 15 orang saksi dan 5 ahli terkait
laporan atas Edy Mulyadi ini. Bareskrim sebelumnya menarik laporan terhadap
Edy Mulyadi dari sejumlah Polda. Selain itu, penyidik Bareskrim telah mengirim
SPDP ke Kejaksaan Agung pada 26 Januari. Selanjutnya Edy Mulyadi dan
sejumlah orang lainnya bakal dimintai keterangan. Bareskrim Polri menetapkan
Edy Mulyadi sebagai tersangka kasus dugaan ujaran kebencian. Edy Mulyadi
menjadi tersangka terkait pernyataannya 'tempat jin buang anak'. Dalam kasus ini
masyarakat khususnya Kalimantan sangat mengecam keras ujaran kebencian yang
dilontarkan oleh Edy Mulyadi tersebut.

Berdasarakan beberapa contoh kasus hasi l observasi yang dilakaukan


berkaitan dengan Teori Tindakan Sosial Afektif, dimana tindakan ini sebagaian
besar dikuasi oleh perasaan atau emosi tanpa pertimbangan-pertimbangan akal
budi oleh manusianya. Seringkali tindakan ini dilakukan tanpa perencanaan
matang tanpa kesadaran penuh. Jadi dapat dikatakan sebagai reaksi respon
spontan atau suatu peristiwa. Hal secara spontan juga akan berpengaruh pada

20
lingkungan sosial si pelaku, dimana pengaruh tersebut dampaknya akan terasa
langsung khususnya tindakan yang dilakukan di dalam media sosial.

Upaya dan Solusi Pemecahan Masalah Hate Speech di Media Sosial

Media sosial telah merubah model komunikasi dan interaksi sosial pada
penggunaannya. Perilaku media sosial tidak hanya pada generasi muda yang
mendatang melainkan semua orang atau masyarakat yang mempunyai media
sosial. Pentingnya untuk melindungi hak dan kebebasan setiap individu , tidak
peduli siapa mereka atau mereka. Perkataan yang mendorong kebencian adalah
saat seseorang mengungkapkan hal yang benar-benar berbahaya atau
menyinggung, baik kepada orang lain maupun sekelompok orang tertentu.

Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi ujaran kebencian adalah


dengan melakukan sosialisasi memberi arahan atau penyuluhan kepada
masyarakat tentang hate speech. Selanjutnya bekerja sama untuk mencegah
adanya tindakan ujaran kebencian yang terjadi di kehidupan bermasyarakat,
berupaya untuk menjadi sarana bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasi yang
ingin diungkapkan kepada pengguna media sosial de seluruh belahan dunia,
bukan hanya untuk menyebar luaskan informasi yang belum tentu jelas asal
usulnya dan belum bisa untuk di pertanggung jawabkan. Banyak pengguna media
sosial yang tidak tau dan tidak mengerti cara menggunakanya , mereka hanya
mementingkan kepentingan diri sendiri untuk kesenangannya tanpa memikirkan
dampak yang akan di timbulkan akibat perilaku yang mereka perbuat sendiri.
Berikut solusi untuk membuat masyarakat lebih mengerti menggunakan media
sosial dengan baik : 1) Seharusnya para pengguna media sosial harus lebih pintar
menggunakan sistem komunikasi dengan baik dan benar. 2) Harus memiliki etika
dan norma yang sopan dan santun dalam sesama pengguna media sosial. 3) Harus
mempunyai toleransi yang tinggi agar tidak terjadi perpecahan antara individu
satu dengan individu yang lainya. 4) Sebaiknya semua warga negara yang
menggunakan media sosial harus menjadi wasit yang baik dan sehat dalam
perkataan atau ucapanya. 5) Mengatur media sosial yang dimiliki setiap individu

21
guna mempelajari, mengetahui serta menerapkan aturan perundang-undangan ITE
yang berlaku.

Upaya lainnya yang dilakukan untuk mengatasi masalah Hate


Speech dan Cyberbullying dari dalam individu itu sendiri yaitu masyarakat
diharapkan cerdas dalam menggunakan teknologi yaitu bijak dalam menyikapi
informasi yang beredar, ketika menerima informasi melalui media sosial yang
harus dilakukan terlebih dahulu adalah mengecek literasi kebenaran berita, dan
jika informasi yang diterima pada kenyataanya hanyalah sebuah hoax baiknya
masyarakat tidak menyebarkan atau membagikan informasi tersebut. Pemerintah
diharapkan lebih cepat lagi merespon hoax yang beredar dimasyarakat sehingga
dapat meminimalisasikan kegaduhan atau keresahan yang terjadi dimasyarakat.
Pemerintah harus lebih giat lagi mensosialisasikan UU ITE agar masyarakat lebih
paham cara menggunakan media sosial dan internet dengan cerdas, bijaksana dan
untuk kebaikan hidup.

Atas Dasar itulah pemerintah mengeluarkan aturan tentang penanganan


ujaran kebencian (Hate Speech) berupa Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015
yang bersumber dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) UUNo.11
tahun 2008 Tentang UUITE (undang-undang Internet dan Transaksi
Elektronik)dan UU No. 40 tahun 2008 tantang penghapusan Diskriminasi ras dan
etnis. Saat ini ujaran kebencian dan cyber bullying mereba bola salju melalui
media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram dan lain sebagainya. Masing-
masing kelompok menyerang kelompok lain dengan liarnya. Bilakita membaca
dengan seksama ujaran kebencian tersebut tidak akan pernah ada habisnya, dan isi
kalimatnya sangat provokatif dan dapat berpotensi menimbulkan bentrokan fisik
bahkan kerusuhan etnis yang merugikan bangsa dan negara. Dibeberapa kasus
juga terjadi istilah Bullying. Seorang Siswi di medan dibully disebabkan karena
mengaku anak jenderal dan mengancam polisi yang menilangnya karena
melanggar lalu lintas saat konvoi setelah ujian nasional. Video kejadian ini
menjadi Viral di jejaring sosial. Dan aku ninstagram milik siswi tersebut dibanjiri

22
hujatan atau ujaran kebencian, hal ini menyebabkan orang tua siswi tersebut
meninggal dunia terkena serangan jantung dan siswi tersebut mengalami depresi.

Upaya yang dilakukan oleh pihak keluarga terutama berperan sebagai


institusi pertama dalam pembentukan intelektual dan karakter. Hal yang
memungkinkan anak untuk mengatur pola pikir dalam menanggapi media sosial
yaitu orang lebih cenderung membangun dialog ataupun komunikasi yang
harmonis agar anak tidak memfokuskan perhatian pada media sosial. Selain itu,
haruslah membarikan arahan yang baik kepada anak supaya bisa memilih
berbagai perbuatan yang layak di media sosial. Dan sebaiknya orang tua harus
lebih perhatian penuh kepada anaknya, membimbing, dan mengajak anak untuk
melakukan hal yang positif serta lebih berguna untuk kehidupan sehari-hari agar
lebih bermanfaat. Mengarahkan anak untuk berani mengatakan tidak pada
informasi dari media sosial yang mengajak untuk melakukan hal-hal yang buruk.

Kesimpulan

Etika dalam menggunakan media sosial merupakan aturan moral bagi para
pengguna teknologi komunikasi dalam berbagai situasi. Masyarakat juga harus
memperhatikan etika penggunaan teknologi komunikasi agar tidak merugikan diri
sendiri maupun orang lain. Karena adanya internet kita lebih mudah untuk
mencari informasi terbaru yang lagi populer, manfaat internet sangatlah besar bagi
masyarakat, maka dari itu para pengguna media sosial harus lebih berhati hati dan
lebih kritis dalam memanfaatkan fasilitasnya. Dengan adanya hate spceeh sikap
kita pengguna media sosial harus lebih bijak menyikapi permasalahan yang
berujung pada cyberbullying. Tindakan yang harus di lakukan ketika seseorang
menjadi korban dari cyberbulliying harus melaporkan kejahatan yang terkait pada
permasalahannya tersebut. Pada metode ini orang orang yang menggunakan sosial
media seperti facebook, instagram harus lebih pintar dalam menggunakan dan
lebih mengerti tentang dampak dampak yang akan terjadi selanjutnya setelah apa
yang mereka lakukan. Sebagai acuan sampel untuk meneliti terjadinya ujaran
kebencian yang sedang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat kita perlu

23
memberikan sosialisasi atau penyuluhan terkait terjadinya permasalahan tersebut
agar mereka lebih mengerti batasan batasan dalam menggunakan media sosial
lebih bijak lagi.

Saran

Untuk para pengguna media sosial, sebaiknya harus lebih dominan ke arah
toleransi sesama pengguna, tidak hanya itu, setiap individu pengguna media sosial
harus mengintropeksi diri sebelum menyampaikan argumen kepada orang lain.
Untuk pemerintah diharapkan lebih tegas dan memperhatikan apa yang telah
terjadi terhadap korban, serta memberi sanksi yang tegas bersifat preventif kepada
pelaku. Hal ini di harapkan penulis selanjutnya bisa mengembangkan lebih luas
tentang fenomena media sosial.

24
DAFTAR PUSTAKA

Burton,G. 2008. Pengantar Untuk Memahami Media dan Budaya Populer.


Yogyakarta:Jalasutra

Menkum & ham.“undang-undang republik indonesia nomor 11 tahun 2008


tentang informasi dan transaksi elektronik.” perundang-undangan.
jakarta: presiden republik indonesia, 21 april 2008.

Retno Astuti, (2008:3) Definisi Bullying, http//www.Psychologymania


.com/2012/06-bullying.html

Rohman,Fathur.2016.Analisis Meningkatnya Kejahatan Cyberbullying Dan


Hatespeech Menggunakan Berbagai Media Sosial dan Metode
Pencegahan, Jakarta: Amik BSI.

Ritzer, George.2014. Teori Sosiologi :Dari Sosiologi Klasik Sampai


Perekembangan Terakhir Postmodern.Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Smith dkk, 2008. Hatering http://abduljalil.web.ugm.ac.id/2015/02/12/Ha


teing/. (diakses Sabtu 12 Oktober 2018).

Ictwatch.com/internersehat/jutaanak-anak korban bullying internetsehat.(2014).


Anak-anak jadi korban bullying. https://internetsehat.id/2014/05/543-
jutaanak-anak-jadi-korban-bullying/.

25
26

Anda mungkin juga menyukai