Anda di halaman 1dari 43

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS NILAI TRADISI UPACARA ADAT KEBO – KEBOAN DESA


ALASMALANG KECAMATAN SINGOJURUH KABUPATEN
BANYUWANGI

Oleh :

Nama: Nimas Dewina Adani Putri (NIM: 202101090023)

PROGRAM STUDI TADRIS IPS

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

2022
RINGKASAN
Desa Alasmalang terkenal sebagai Desa Agraris, yang mana sebagian besar
masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani atau buruh tani. Masyarakat Desa
Alasmalang juga sebagian besar menganut Suku Osing yang terkenal akan ritual dan
adat istiadatnya. Pada abad ke-18 di Dusun Krajan Desa Alasmalang terjadi paceklik
yang sangat panjang. Sawah masyarakat banyak terserang hama dan penyakit
sehingga membuat gagal panen dan wabah pagebluk, wabah banyak yang
menyebabkan masyarakat banyak yang meninggal dunia. Kehidupan pun semakin
lama makin sulit, karena disebabkan oleh musibah tersebut. Ditengah-tengah musibah
yang terjadi muncul lah seorang tokoh yang bernama Mbah Buyut Karti beliau
merupakan seorang tokoh adat yang melakukan suatu Upacara yaitu Kebo - keboan.
Dari latar belakang tersebut maka munculah rumusan masala yaitu Bagaimana
Rangkaian Ritual Upacara Adat Kebo – keboan di Desa Kecamatan Singojuruh
Alasmalang Kabupaten Banyuwangi dan Bagaimana Nilai Tradisi Kebo – keboan di
Desa Alasmalang Kecamatan Singojuruh Kabupaten Banyuwangi. Kegiatan
penelitian ini merupakan kegiatan yang mengarah pada budaya, adat dan tradisi
masyarakat daerah, maka metode yang diperlukan harus sesuai dengan objek yang
dikaji. Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah Nilai Tradisi dan Rangkaian
ritual Upacara adat Kebo – keboan di desa Alasmalang. Oleh karena itu, metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif, adalah sebuah metode yang
memfokuskan dan menekankan pada penelitian bersifat memberikan gambaran secara
jelas dan sesuai dengan fakta di lapangan.

Ritual awal Upacara Adat Kebo–keboan yaitu di awali dengan pambuko 1


suro di empat pepunden dusun krajan Desa Alasmalang dengan kegiatan bersih desa,
selametan desa, selametan kampung, dan sedekah bumi. Kegiatan awal dalam ritual
pambuko adalah bersih desa yang memiliki arti selametan untuk membersihkan desa
supaya selama rangkaian ritual dalam satu bulan penuh bulan suro tidak ada halangan

i
selama Upacara Adat Kebo–keboan berlangsung. Selanjutnya adalah selametan desa
yang merupakan kegiatan ritual yang berkaitan dengan memasak kue, daging, lauk
pauk, jajanan pasar guna dihantarkan kepada sanak keluarga. Salah satu contoh ritual
pambuko sedekah bumi adalah dengan memasang hasil bumi seperti palawija, buah –
buahan, padi, serta sayur – sayuran yang diletakkan di gapuro gang desa. Setelah itu
ritual selanjutnya adalah ritual ater – ater dimana masyarakat krajan melaksanakan
ritual kegiatan yang berkaitan dengan selametan memasak kue, daging, lauk pauk,
jajanan pasar yang dihantarkan kepada sanak saudara dan handaitaulan diluar Desa
Alasmalang, sore harinya dilaksanakan makan bersama di sepanjang jalan dan
dilanjutkan do’a bersama. Ritual itu dilakukan diempat penjuru desa jalur itu penuh
dengan masyarakat menggelar tikar makan bersama diakhiri dengan istigosah dan
do’a. Pada pagi harinya setelah sholat subuh dilanjutkan sebuah ritual menanam cabe
disepanjang pinggir jalan desa, yang berguna sebagai lambang atau simbol rasa
syukur terhadap hasil bumi yang sangat melimpah. Ritual ini dilakukan oleh
masyarakat Desa Alasmalang sebagai syarat akan dilaksanakannya Upacara Adat
Kebo–keboan.

Dalam serangkaian Ritual Upacara Adat Kebo–keboan ini ada salah satu
ritual inti yang di laksanakan oleh masyarakat Desa Alasmalang yakni ritual
menghias gapura desa. Ritual menghias gapura terdiri dari bambu yang di pasang di
gapura desa, di bambu itu di gantung berbagai macam palawija dan buah – buahan
seperti jagung, singkong, padi, pisang, serta macam – macam buah lainnya.
Masyarakat Desa Alasmalang bergotong royong tanpa mengenal usia muda maupun
tua, ada juga menanam polowija pinggir jalan dengan harapan kelak berhasil dan
berbuah untuk menopang keuangan keluarga masing-masing. Polowijo ditanam
masyarakat di setiap jalan desa, mulai dari barat, timur, selatan, dan utara, dengan
garis lurus ke titik pusat yang memanjang ke empat arah mata angin. Di sepanjang
jalan lokasi tanaman tersebut diibaratkan sebagai lahan pertanian masyarakat yang

ii
ada di dusun yang nantinya masih terkait dengan prosesi pelaksanaan tahapan
berikutnya.

Ritual Upacara Adat Kebo–keboan Desa Alasmalang ini memiliki ritual


upacara inti yang di laksanakan dalam satu hari penuh. Acara inti yang pertama yakni
selametan desa atau bisa di sebut dengan bersih desa, dalam selametan ini semua
masyarakat Desa Alasmalang atau para tamu yang hadir melakukan makan bersama
dengan menu nasi tumpeng dan biasanya acara ini dihadiri oleh bupati, jajaran
pemerintahan, serta budayawan-budayawan banyuwangi lainnya. Untuk acara ini
yang kedua diisi oleh persembahan tari – tarian yang diiringi panjak (dalam bahasa
Indonesia berarti gamelan), memasuki acara selanjutnya yakni sambutan – sambutan.
Yang ditunggu – tunggu dalam acara inti ialah pembukaan Ritual Upacara Adat
Kebo–keboan Desa Alasmalang yang dibuka langsung oleh Bupati Banyuwangi,
setelah dibukanya acara inti ini semua kebo (kerbau) berjalan dari arah barat lalu
keliling kampung semua yang terlibat dalam iringan kebo (kerbau) berjalan menuju
arah timur ditengah perjalanan tiba diperempatan berhenti karena ada sebuah tokoh
leluhur bernama Dewi Sri yang membagikan padi kepada masyarakat Alasmalang
serta masyarakat luar yang hadir.

Selesainya berkeliling kampung rombongan kebo (kerbau) tiba ditempat


Rumah Budaya Kebo–keboan yang merupakan tempat proses dilakukannya upacara
ritual ini. Setibanya rombongan kerbau dirumah Budaya Kebo-keboan (RBK) sudah
siap beberapa petani untuk menanam padi setelah ditanam masyarakat tersebut, lalu
kebo (kerbau) mengejar masyarakat yang mengambil padi itu, diikuti oleh Dewi Sri
yang memutari tempat acara itu lalu meninggallkan. Semua serangkaian Ritual
Upacara Adat Kebo–keboan Alasmalang dalam satu hari sudah dilaksanakan tetapi
setelah itu ada sebuah acara hiburan masyarakat yaitu disore sampai malam hari ada
tontonan jaranan, orkes musik dilanjutkan malam harinya seni pertunjukan wayang
kulit yang melakonkan Dewi Sri. Pertunjukan memiliki arti sebagai Ritual Tenger
Ngeruat Dewi Sri yang menjadi simbol kemakmuran petani. Tidak hanya pagelaran

iii
wayang kulit yang ditampilkan, kesenian lain berupa tari-tarian dan lagu-lagu
daerah juga ditampilkan. Hal ini bertujuan untuk melestarikan budaya Indonesia
agar generasi muda mengenal seni wayang kulit dan mencintai kesenian tanah air.

Upacara adat kebo- keboan tidak hanya sebagai hiburan bagi warga, tetapi
juga sebagai sarana komunikasi, penyuluhan, serta pendidikan, khususnya untuk
mengajak, menolak, membina, serta menumbuhkannya. Bagi sebagian orang Osing,
itu juga berperan sebagai panduan. Upacara tradisional ritual Kebo- keboan
mempunyai berbagai tujuan dan menanamkan berbagai kebajikan. Keberagaman nilai
yang ada dalam budaya atau kultur manusia, berdasarkan arah dan tujuan dan fungsi
nilai bagi kehidupan manusia dapat digolongkan menjadi tiga jenis oleh karena itu
secara garis besar akan dibahas pada bagian berikut, terutama yang berkaitan dengan
mitos dalam upacara kebo-keboan yaitu nilai kehidupan ketuhanan manusia, nilai
sosial kehidupan manusia, serta yang terakhir nilai kehidupan pribadi manusia.

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan artikel ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nantikan syafa’atnya di akhirat.

Tidak lupa, kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Metode
Penelitian dengan judul “ Analisis Nilai Tradrisi Upacara Adat Kebo – keboan Desa
Alasmalang Kabupaten Banyuwangi “

Tidak lupa juga Kami mengucapakan terima kasih banyak kepada bapak/ibu Novita
Nurul Islami, S.Pd., M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Metode Penelitian
yang telah memberikan tugas ini. sehingga dapat menambah wawasan kami sesuai
bidang studi yang kami tekuni.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dalam segi
penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, semua kritik dan saran
yang bersifat membangun akan kami terima dengan senang hati

Jember, November 2022

Penyusun

v
DAFTAR ISI

RINGKASAN ............................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................................... vi

BAB I ............................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 3

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 3

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 3

BAB II ....................................................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 1

2.1 Nilai ..................................................................................................................... 1

2.2 Tradisi................................................................................................................. 2

2.3 Upacara Adat ..................................................................................................... 4

2.4 Kebo – keboan ................................................................................................... 7

2.5 Teori Sosiologi.................................................................................................... 8

BAB III ....................................................................................................................... 10

METODE PENELITIAN ......................................................................................... 10

3.1 Subjek dan Objek Penelitian ....................................................................... 10

3.2 Pendekatan Penelitian ..................................................................................... 10

vi
3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 11

BAB IV ....................................................................................................................... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 13

4.1 Rangkaian Ritual Upacara Adat Kebo – keboan ......................................... 13

4.2 Nilai Tradisi Upacara Adat Kebo – keboan .................................................. 22

BAB V......................................................................................................................... 26

PENUTUP .................................................................................................................. 26

5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 26

5.2 Saran ................................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 28

LAMPIRAN ............................................................................................................... 29

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia ialah negara multikultural dengan keragaman budaya. Sangat
berguna buat melindunginya untuk menghormati negara kita tercinta dan
membuatnya bangga. Kebudayaan menggambarkan hasil keturunan yang kaya akan
makna dan nilai. Budaya merupakan seperangkat kepercayaan dan penerapan yang
ditransmisikan ke penghuni komunitas dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Budaya, bagi Linton( Suprapto, 2020: 29), meliputi seluruh perilaku,


pengetahuan, serta pola tingkah laku, tercantum adat istiadat yang diwariskan lewat
keluarga serta warga. Oleh sebab itu, berarti buat melestarikan budaya lokal buat
menghindari kepunahannya. Budaya merupakan produk warga, oleh sebab itu warga
memainkan kedudukan berarti dalam melestarikannya.

Pada dasarnya ada tiga jenis budaya: yang pertama adalah budaya selaku
aturan ataupun nilai; yang kedua adalah perilaku; dan yang ketiga merupakan produk
penemuan manusia. Mengenai budaya itu sendiri, digambarkan selaku segala sesuatu
yang berhubungan dengan ide manusia yang menghasilkan karya kreatif yang
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Keanekaragaman budaya
Indonesia terkenal, dan tiap daerah memiliki seni dan adat istiadat yang masih
dipraktikkan serta dilestarikan hingga saat ini. Secara umum, setiap ritus adat
Indonesia harus memiliki prinsip- prinsip tertentu. Banyak penganut hukum adat
yang masih termasuk dalam kategori tradisional. Penduduk asli desa ini masih sangat
dipengaruhi oleh animisme dan dinamisme. Pola pikir mereka secara signifikan
dipengaruhi oleh kepercayaan mereka pada benda dan roh hantu. Kedalaman upacara
yang dilakukan menjadi fakta.

1
Salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur Indonesia yakni Banyuwangi.
The Using merupakan kelompok etnis yang berbeda. Upacara" kebo- keboan" yang
mempunyai sejarah panjang di kalangan suku Using, khususnya yang menetap di
Dusun Krajan, Desa Alasmalang, dan Kecamatan Singojuruh, kabarnya telah
dipraktikkan di sana sejak abad ke- 18. Upacara ini diadakan dalam rangka memohon
tanah yang subur, hasil panen yang banyak, dan perlindungan dari malapetaka baik
bagi tumbuhan maupun pesertanya. Setahun sekali, pada bulan Muharram Hijriah
atau bulan Asyura Jawa, acara adat kebo- keboan ini dilaksanakan. Tepat 1- 10
Asyura atau Muharram.

Salah satu acara yang dilakukan masyarakat Banyuwangi adalah tradisi kebo-
keboan. Pertunjukan ini dilakukan untuk meminta hujan pada musim kemarau
panjang dan untuk mencegah bala bantuan. Orang yang terpilih untuk mengikuti
upacara ini dan menjadi manusia kerbau harus memakai kebo, yaitu pakaian mirip
kerbau dengan tanduk dan pakaian serba hitam. Ini merepresentasikan kerbau sebagai
hewan yang kuat dan basis bagi mereka yang hidupnya bercocok tanam. Ritual adat
Kebo-keboan adalah upacara adat untuk menangkal wabah penyakit dan memohon
keselamatan lahir dan batin kepada Tuhan Yang Maha Esa selain dijauhkan dari
huru-hara dan kesengsaraan yang menimpa mereka yang melakukan Kebo-keboan
dan hasil panen.

Kebo-keboan dinamai kerbau, yang merupakan mamalia. Dengan menirukan


perbuatan bahkan penampakan hewan kerbau sambil diiringi kekuatan mistik, Kebo -
keboan sendiri merupakan sebuah tradisi, masyarakat Desa Alasmalang sangat
menjunjung tinggi ritual ini. Di Desa Alasmalang, Upacara Adat Kebo-keboan sudah
dikomersialkan. Kesenian tradisional Banyuwangi lainnya digunakan juga di
tampilkan dalam pelaksanaan Upacara Adat Kebo-keboan. Penulis tertarik untuk
mempelajari lebih jauh tentang Nilai-nilai Adat Upacara Adat Kebo-Keboan Desa
Alasmalang, berdasarkan uraian di atas dengan harapan dapat bermanfaat dan
memberikan pengaruh yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2
Penelitian ini mengkaji tentang warisan budaya suatu Negara dimana banyak
sekali budaya bahkan pekerjaan yang di hasilkan oleh masyarakat seperti contoh
pertanian, peternakan, perdagangan dan pekerjaan sosial. Sistem pangan yang
digunakan masyarakat di Banyuwangi adalah salah satu Budaya Osing yang
merupakan bagian dari budaya bangsa yang sangat kental memiliki nilai luhur,
terutama dalam nilai Tradisi yang telah diwariskan secara turun temurun hingga saat
ini.1 Maka dari latar belakang tersebut kami merusmuskan masalah sebagai berikut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Rangkaian Ritual Upacara Adat Kebo – keboan di Desa
Kecamatan Singojuruh Alasmalang Kabupaten Banyuwangi?
2. Bagaimana Nilai Tradisi Kebo – keboan di Desa Alasmalang Kecamatan
Singojuruh Kabupaten Banyuwangi?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Rangkaian Upacara Adat Kebo – keboan di Desa


Alasmalang Kecamatan Singojuruh Kabupaten Banyuwangi
2. Untuk menganalisis Nilai Tradisi Upacara Adat Kebo – keboan di Desa
Alasmalang Kecamatan Singojuruh Kabupaten Banyuwangi

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memperkaya informasi tentang tradisi
dan budaya di salah satu Desa yang ada di Banyuwangi, agar dapat mengerti makna
kearifan lokal yang sesungguhnya. Dan menjaga kearifan dan kelestarian budaya
tersebut supaya tidak hilang akibat perkembangan zaman dan kemajuan teknologi

1
“Sistem Mata Pencaharian pada Masyarakat Using di Banyuwangi” (1997)

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nilai
Nilai, juga dikenal sebagai aksiologi, memiliki dua akar etimologis: axios dan
logos. Axios, yang berarti nilai dalam bahasa Yunani, dan logos, yang berarti teori
atau ilmu, adalah kata-kata yang berkaitan. Sementara perhatian etis dan estetika
berfungsi sebagai titik referensi untuk filsafat teori nilai, nilai dalam filsafat mengacu
pada segala sesuatu yang dimiliki manusia dan digunakan untuk membuat berbagai
pilihan tentang apa yang dinilai. Sebenarnya, distribusi sifat dan preferensi nilai saat
ini digunakan sebagai panduan untuk penelitian lebih lanjut tentang nilai-nilai yang
ada di sejumlah topik, termasuk budaya. Nilai menunjukkan kehormatan dan hak
istimewa. Martabat sesuatu adalah kemampuannya untuk membuat yang diinginkan
merasa keistimewaan dianggap sangat berharga.2

Keanekaragaman budaya Indonesia terkenal, dan setiap daerah memiliki seni


dan adat istiadat yang masih dipraktikkan dan dilestarikan hingga saat ini. Secara
umum, setiap ritus adat Indonesia harus memiliki prinsip-prinsip tertentu. Banyak
penganut hukum adat yang masih termasuk dalam kategori tradisional. Penduduk asli
Desa Alasmalang terus menunjukkan pengaruh animisme dan dinamisme yang kuat.
Pola pikir mereka secara signifikan dipengaruhi oleh kepercayaan mereka pada benda
dan roh hantu. Keseriusan dalam upacara yang dilakukan juga menjadi bukti betapa
masyarakat Desa Alasmalang selalu menjaga warisan leluhur mereka hingga turun
temurun saat ini.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa budaya masyarakat muslim juga


menghormati warisan nenek moyang mereka dan memiliki kesadaran sejarah yang

2
Sri Sudarsih, Nilai Etis Individu Sosial dalam Filsafat Pierre Teilhard de Chardin, Vol 03, Jurnal Ilmiah
Kajian Antropologi, 2020, 02

1
kuat, antara lain sikap sosial keagamaan mereka yang menerima adat atau budaya
daerah dalam berbagai bentuk merupakan cerminan dari rasa kebersamaan mereka.
Ilustrasi khasnya adalah tradisi kenduri atau slametan untuk berbagai kesempatan
yang dianggap sangat penting dalam perjalanan hidup manusia dan juga disertai
dengan perayaan, seperti pindah ke rumah baru, memulai perjalanan panjang,
menerima hadiah berupa rejeki atau pekerjaan, mulai bercocok tanam, dan
sebagainya. Mirip dengan bagian lain di Jawa, Banyuwangi kaya akan warisan
budaya kuno yang telah dilestarikan. Berdasarkan arah, tujuan, dan fungsi nilai bagi
kehidupan manusia, keragaman nilai yang terdapat dalam budaya manusia atau
masyarakat dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu (1) nilai kehidupan
ketuhanan manusia, (2) nilai sosial kehidupan manusia, dan (3) nilai kehidupan
pribadi manusia (Sari, 2015:21).

2.2 Tradisi
Menurut bahasa tradisi, tradisi adalah segala sesuatu yang tumbuh dalam
masyarakat dan menciptakan konvensi seperti yang digambarkan dalam upacara adat
dan keagamaan. Kata Latin untuk tradisi adalah traditio, yang artinya diteruskan.
Tradisi diartikan sebagai perilaku warisan nenek moyang yang masih dipraktikkan
dalam masyarakat oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tradisi didefinisikan oleh
etimologinya sebagai praktik, kepercayaan, kebiasaan, dan pelajaran nenek moyang.
Tradisi, dalam kata Soerjono Soekanto, adalah suatu tindakan yang diulang-ulang
oleh sekelompok orang. Tradisi tidak dapat diubah melainkan tersusun dari berbagai
amalan manusia dan dimunculkan secara keseluruhan. Jelas bahwa tradisi mengacu
pada pola perilaku atau kegiatan yang telah diwariskan secara turun-temurun dan
masih dipraktikkan dalam suatu komunitas tertentu. Dengan informasi yang
diturunkan secara lisan atau tulisan dari generasi ke generasi, tradisi tidak akan
hilang. Tradisi dapat dilihat sebagai warisan asli atau pencarian dari masa lalu. Akan
tetapi, pengulangan hadis tidak terjadi secara kebetulan atau sengaja. Lebih khusus
lagi, budaya dapat muncul di dalam peradaban sebagai hasil dari tradisi.

2
Tradisi memunculkan setidaknya tiga jenis budaya yang berbeda, yaitu:

a. Sebuah Pengertian kebudayaan sebagai sistem kepercayaan, prinsip, standar, dan


hukum (gagasan)

b. Tingkah laku manusia yang kompleks dan tindakan yang terpola dalam masyarakat
merupakan contoh bentuk kebudayaan (aktivitas)

c. Kebudayaan berupa benda-benda ciptaan manusia (artefak)

Fungsi Tradisi 3

Suatu tradisi memiliki fungsi bagi masyarakat, antara lain sebagai berikut :

a. Tradisi adalah aturan keluarga. Itu memiliki tempat baik di objek yang dibuat di
masa lalu maupun di kesadaran, keyakinan, standar, dan nilai kita saat ini. Tradisi
juga memberikan unsur peninggalan sejarah yang dianggap bermanfaat. Tradisi
seperti kumpulan konsep dan sumber daya yang dapat diterapkan pada situasi saat ini
dan digunakan untuk menciptakan masa depan berdasarkan masa lalu.

b. Pandangan dunia, keyakinan, institusi, dan hukum yang ada semuanya perlu
dibenarkan untuk mengikat penganutnya. Tradisi merupakan salah satu sumber
legitimasi. Sudah umum untuk mengatakan bahwa sesuatu selalu seperti itu atau
bahwa orang telah memegang kepercayaan tertentu, tetapi hal itu menimbulkan risiko
paradoks yang menyiratkan bahwa perilaku tertentu hanya dilakukan karena telah
dilakukan sebelumnya atau bahwa kepercayaan tertentu hanya diterima karena
mereka melakukannya. telah diterima oleh orang lain..

c. mendorong pengabdian irasional kepada negara, masyarakat, dan kelompok dengan


melayani sebagai simbol identitas kolektif yang efektif. Lagu, bendera, lambang,
mitologi, dan ritual serupa hanyalah beberapa contoh tradisi nasional. Tradisi

3
Mattulada, Kebudayaan Kemanusiaan Dan Lingkungan Hidup, (Hasanuddin University Press, 1997),
1

3
nasional terkait erat dengan sejarah, yang digunakan untuk melestarikan kohesi
nasional.

d. membantu menawarkan tempat berlindung dari keluhan, ketidakbahagiaan, dan


kekecewaan kehidupan kontemporer. Ketika masyarakat berada dalam krisis, tradisi
yang menyiratkan masa lalu yang lebih bahagia menawarkan sumber kebanggaan
pengganti.

2.3 Upacara Adat


Secara etimologis, ritual adat dapat dibedakan menjadi dua kata yaitu ritus
dan adat yang berarti suatu bentuk kebudayaan yang berperan dalam mengatur
tingkah laku. Upacara adat sangat erat kaitannya dengan upacara keagamaan.
Upacara keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat bersumber dari kepercayaan
masyarakat. Jenis kepercayaan ini mendorong orang untuk melakukan tindakan yang
bertujuan untuk menciptakan koneksi melalui berbagai tindakan dan ritual. Upacara
keagamaan atau lainnya yang memanggil penguasa alam dunia gaib.

Ritual tradisional dalam antropologi dikenal sebagai ritual ini dilakukan


dalam rangka mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, mendapatkan banyak berkah
dan keberuntungan, serta mendapatkan berkah dari pekerjaan. Dalam upacara adat
juga mengharapkan perlindungan serta pengampunan dosa termasuk ritual
penyembuhan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh perubahan dan siklus
kehidupan manusia. Ada pula upacara-upacara yang berlawanan dengan kebiasaan
sehari-hari (ritus pembalikan), seperti perkawinan yang dimulai sejak pembuahan,
kelahiran (ritus peralihan, ziarah), kematian, puasa pada bulan-bulan tertentu serta
hanya minum pada hari itu dan makan pada hari lainnya.

Upacara tradisional dianggap di suatu tempat sebagai perwujudan signifikan


dari ritual yang dilakukan pada periode tertentu. Semua kegiatan masyarakat setempat
yang pada hakekatnya menjadi kebutuhan dan sarana perayaan adalah upacara adat.
Beberapa ahli juga berbicara tentang upacara adat, termasuk Koentjaningrat, yang

4
mengatakan bahwa semua ini adalah acara yang dilakukan secara kolektif yang
dianggap sebagai semacam kelahiran kembali komunal. Berbagai jenis dianggap
merupakan upacara adat, termasuk pernikahan, pemakaman dan peresmian.4 Banyak
ragam yang dikatakan sebagai upacara adat seperti upacara perkawinan, upacara
kematian, upacara pengukuhan dan sebagainya5. Menurut Suryono dan kalangan
berwenang lainnya, praktik magis religi merupakan bagian dari budaya, norma, dan
hukum penduduk asli yang saling berhubungan dan dipandang sebagai suatu sistem
tatanan adat.6 Upacara tradisional digunakan oleh sekelompok orang sebagai wahana
untuk mewariskan aturan, praktik, dan cita-cita luhur dalam filosofi kehidupan
mereka. Hasil akhir dari analisis sosiologis dan psikologis adalah bahwa setiap
budaya memiliki nilai sebagai akibat dari setiap orang dalam budaya tersebut
bertindak dengan cara yang unik.

Masyarakat menggunakan nilai dan standar kehidupan yang berkembang di


lingkungannya untuk membangun keseimbangan dalam tatanan berbagai hal. Begitu
pula dengan terciptanya nilai dan norma yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
setempat, yang kemudian menjadi adat istiadat. Setiap daerah memiliki tradisi yang
unik dan tradisi moral ini diwujudkan dalam bentuk praktik seremonial. Manusia dan
lingkungan saling terkait erat karena sama-sama menjunjung tinggi cita-cita suci.
Penjelasan di atas mengarah pada kesimpulan bahwa upacara adat bersifat turun-
temurun dan dilakukan dengan sangat tertib sesuai dengan norma setempat sebagai
cara untuk meminta sesuatu atau mengungkapkan rasa syukur.

Bukan hal baru untuk melakukan ritual adat suatu peradaban pada umumnya.
Ada banyak lukisan yang menggambarkan adat dan ritual Indonesia. Fakta bahwa
kegiatan adat ini masih berlangsung secara signifikan menambah kekayaan budaya
Indonesia. Sebagai manifestasi dari keterbatasan manusia yang berasal dari manusia,
4
Ibrahim, dkk, Upacara Adat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Pangkal Pinang, CV TALENTA
SURYA PERKASA, 2015.
5
Koentjananingrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: Dian Rakyat, 1980), 140.
6
Suryono aryono, Kamus Antropologi, Jakarta, Persindo, 4

5
alam, dan lingkungan, upacara adat juga dianggap terutama dilakukan oleh manusia
sesuai dengan konvensi untuk memperoleh ketenteraman dan keselamatan hidup serta
mampu menghadapi permasalahan hidup.

Kesejahteraan individu dibayangi oleh upacara-upacara adat yang berfungsi


sebagai bentuk kontrol sosial. Ini bertujuan untuk menganalisis dan mengatur
perilaku kelompok serta suasana hati, perasaan, dan nilai anggota kolektif.

Adapun beberapa unsur upacara adat, yaitu sebagai berikut:

1) Sesajen

2) Pengorbanan/kurban

3) Berdo’a

4) Makan makanan yang telah disucikan dengan do’a

5) Tari

6) Nyanyi

7) Pawai

8) Menampilkan seni drama suci

9) Puasa

10) Mengosongkan pikiran dengan memakan obat untuk menghilangkan kesadaran


diri

11) Tapa

12) Semedi

6
2.4 Kebo – keboan
Ritual Adat Kebo-keboan merupakan salah satu gambaran dari upacara adat di
Desa Alasmalang Kabupaten Banyuwangi. Nama "kebo" (kerbau) menyiratkan
bahwa itu adalah salah satu makhluk yang menggunakan kekuatannya, ia memiliki
dua tanduk, yang menunjukkan bahwa ia adalah hewan yang kuat. Petani sering
memanfaatkan kebo (kerbau) sebagai alat untuk membajak sawah.

Upacara Kebo-keboan melambangkan tradisi desa yang murni, penyelamatan


desa dan sedekah bumi sebagai ungkapan terima kasih warga Desa Alamalang atas
hasil panen atau panen yang sangat melimpah. Alhasil, upacara adat Kebo-keboan
terdiri dari beberapa ritual, dimulai dengan Pambuko 1 Suro di empat pepunden
Dusun Krajan, Desa Alasmalang, dan diakhiri dengan Wilujengan Penutup
Pajupatan.7 Upacara Adat Kebo-keboan adalah perayaan ritual yang dimaksudkan
untuk menghormati hasil pertanian masyarakat dan mengembalikan adat istiadat yang
telah lama terlupakan yang telah diwariskan secara turun-temurun serta meminta
keselamatan dan keamanan dalam kehidupan. 8

Dimulai pada bulan Suro dan berlangsung dari awal hingga akhir bulan Suro,
rangkaian upacara Kebo-keboan ini berlangsung. Ada banyak upacara Kebo-keboan
yang berlangsung sepanjang bulan Suro. Diawali dengan slametan yang menampilkan
pambuko 1 suro di masing-masing empat pepunden desa, ritual ater-ater, pengajian
istigosah, dan adat-istiadat lainnya, dilanjutkan dengan upacara penutupan pajupatan
yang juga dilaksanakan pada setiap upacara desa empat sudut. Masyarakat Desa
Alasmalang setempat yang harus memainkan peran Kebo (kerbau) dalam suatu
upacara karena khawatir jika Kebo (kerbau) tersebut bukan penduduk asli Desa
Alasmalang maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kerasukan yang
lama proses penyadaranya.

7
Susanti, Sururi Nur. Sukarman. Tradhisi Kebo-keboan ing Desa Alasmalng lan Tradisi Keboan Desa
Aliyan Kabupaten Banyuwangi, Vol 01, Jurnal Baradha, 2018, 01
8
Yuli Kartika dkk, Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila dalam Upacara Adat Kebo-Keboan (Studi Kasus
Upacara Adat Kebo-Keboan Alasmalang), Vol 03, Jurnal Ideas Pendidikan Sosial dan Budaya, 2021, 02

7
2.5 Teori Sosiologi
1). Teori Ralph

Menurut pengertian ini, setiap budaya dipengaruhi oleh pengaruh umum pada
orang-orang yang dibesarkan di dalamnya. Sementara pengaruh ini bervariasi dari
satu budaya ke budaya lain, mereka semua adalah bagian dari apa artinya menjadi
anggota peradaban tertentu. Setiap masyarakat akan memberikan pengalaman
eksklusif kepada anggotanya yang tidak tersedia bagi anggota kelompok lain.
Perkembangan kepribadian unik yang spesifik untuk masyarakat itu dihasilkan dari
pengalaman sosial itu. Selanjutnya, kita dapat menyimpulkan dari perkembangan
kepribadian yang berbeda ini bahwa ciri-ciri khusus dari masyarakat umum
merupakan cerminan dari kepribadian komunitas tersebut.

2). Teori Subkultural Soerjono Soekanto

Dalam kehidupan sehari-hari, budaya dan seni sering dikaitkan. Kata


“budaya” sendiri berasal dari kata Sanskerta “buddhayah”, yang merupakan bentuk
jamak dari kata “budhi”, yaitu budhi, atau akal. Pakar Selo Soemardjan & Soelaeman
Soemardi mendefinisikan kebudayaan sebagai segala hasil karya, rasa dan cipta
masyarakat. Kerja masyarakat menghasilkan teknologi dan budaya material atau
budaya fisik yang dibutuhkan manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar
kekuatan dan hasilnya dapat diabadikan untuk kebutuhan masyarakat (Soerjono
Soekanto: 1990).

Gagasan ini berupaya memahami hubungan antara budaya dan kepribadian


yang khas dengan cara yang lebih terarah (subkultural). Berikut beberapa tipe
kepribadian unik yang ia sebutkan yang mempengaruhi kepribadian. Karena setiap
orang tinggal di daerah yang terpisah dengan budaya khusus yang berbeda, maka
terdapat berbagai kepribadian di antara mereka yang tergabung dalam suatu
peradaban tertentu. Cara hidup di kota dan desa sangat berbeda satu sama lain.
Penduduk kota besar cenderung memiliki mentalitas individualistis, sedangkan

8
penduduk kota kecil cenderung memiliki sikap gotong royong yang sangat tinggi.
Budaya spesifik kelas sosial: Pada kenyataannya, setiap kelas sosial dalam
masyarakat mengembangkan budaya khas yang, pada gilirannya, menghasilkan
kepribadian yang berbeda untuk setiap anggotanya. Misalnya, orang kelas atas
cenderung merencanakan liburan ke luar negeri. Perilaku tersebut akan menghasilkan
kepribadian yang unik dibandingkan dengan strata sosial ekonomi lainnya.

9
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Subjek dan Objek Penelitian


Subjek penelitian adalah ketua adat ritual upacara Kebo – keboan Desa
Alasmalang yang merupakan keturunan ke 7 dari Ketua Adat sebelumnya yang ada
sejak turun menurun. Selain itu ada juga warga asli desa Alasmalang yang menjadi
narasumber untuk memberikan informasi tentang ritual Upacara Adat Kebo – keboan
Desa Alasmalang Kecamatan Singojuruh Kabupaten Banyuwangi.

3.2 Pendekatan Penelitian


Kegiatan penelitian ini merupakan kegiatan yang mengarah pada budaya, adat
dan tradisi masyarakat daerah, maka metode yang diperlukan harus sesuai dengan
objek yang dikaji. Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah Nilai Tradisi dan
Rangkaian ritual Upacara adat Kebo – keboan di desa Alasmalang. Oleh karena itu,
metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif, adalah sebuah
metode yang memfokuskan dan menekankan pada penelitian bersifat memberikan
gambaran secara jelas dan sesuai dengan fakta di lapangan.

Dalam metode ini segala proses yang diteliti harus terjadi sesuai kenyataan
dan tidak ada manipulasi data. Pada umumnya metode kualitatif menggunakan jenis
data bukan angka, untuk proses analisis metode penelitian kualitatif analisi hanya
dilakukan berdasarkan data yang ditemukan di lapangan. Data tersebut dianalisis
dengan menggeneralisasi untuk memperoleh sesuatu kesimpulan yang bersifat umum.
Penelitian atau mengkritis dari sebuah teori yang ada. Pendekatan penelitian ini
berupa untuk mengetahui lebih dalam dan mengerti apa arti dari sebuah serangkalan
ritual Upacara Adat Kebo–keboan. Dari metode penelitian ini dapat dihasilkan berupa
data deskriptif berupa kalimat tertulis atau lisan dari masyarakat yang menjadi subjek
penelitian. Penelitian kualitatif ini memiliki sejumlah arti-arti yang membedakan
dengan penelitian jenis lainnya antara lain sebagai berikut:

10
1. Data yang dikumpulkan dalam kondisi yang asli atau ilmiah

2. Penelitian sebagai alat penelitian, artinya penelitian sebagai alat utama


pengempulan data yaitu dengan metode pengumpulan data berdasarkan pengamatan
dan wawancara.

3. Dalam penelitian kualitatif diusahakan pengumpulan data secara deskriptif


kemudian ditulis dalam bentuk laporan yang diperoleh berupa kata – kata dan gambar
bukan angka [angaka dapat ditampilkan untuk memperjelas deskripsi.

4. Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses dari pada hasil.

Pendekatan metode terdiri dari wawancara mendalam, observasi dan catatan


lapangan.wawancara mendalam digunakan untuk mengetahui informasi lebih jelas
dan detail semaksimal mungkin dengan tatap muka. Dalam kegiatan wawancara
penelitian dapat melontarkan pertanyaan – pertanyaan kepada narasumber. Penelitian
harus ikut berpartisipasi langsung aktif untuk berinteraksi secara terbatas. Proses
pengumpulan data tidak boleh terjadi perubahan karena sesuai dengan kenyataan
dilapangan. Adapun tahapan yang harus dilalui dalam mengumpulkan data ialah
memeriksa keabsahan data, menyajikan data dan menyimpulkan hasil temuan dengan
menghubungkan teori konsep, serta hasil penelitian.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Dalam kegiatan penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan
wawancara, observasi dan dokumentasi, berikut adalah penjelasannya :

1). Wawancara.

11
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara
dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan
interview guide (panduan wawancara). Dengan menggunakan teknik ini dapat
membangun hubungan dan memotifasi responden selain itu dengan wawancara bisa
mengklarifikasi pertanyaan menjernihkan keraguan menambah pertanyaan baru serta
dapat memperoleh data yang lebih banyak.

2). Observasi

Terknik pengumpulan data dengan observasi adalah cara pengumpulan data


yang menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan lain.
Adapun kriteria saat menggunakan teknik pengumpulan data observasi yaitu
penelitian dilakukan secara sistematik telah direncanakan.

3). Dokumentasi

Yang dimaksud dengan teknik pengumpulan data dokumentasi adalah suatu


cara pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen – dokumen yang ada atau
catatan – catatan yang tersimpan, baik berupa catatan transkrip, buku, foto dan lain
sebagainy

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rangkaian Ritual Upacara Adat Kebo – keboan


Masyarakat Suku Osing mempraktikkan animisme dan dinamisme. Denti &
Legowo (2015) berpendapat bahwa masyarakat Osing menjunjung tinggi ajaran
nenek moyang mereka yang sebelumnya dan tetap memiliki kepercayaan yang kuat
terhadap kekuatan mistik. Hal ini terkadang dapat diamati dalam cara hidup Suku
Osing. Peristiwa yang berhubungan dengan pertanian selama musim tanam dan panen
merupakan indikasi lain dari keberadaan roh leluhur. Dalam Suku Osing nenek
moyang biasanya berpakaian petani serta mengadakan Upacara Adat Kebo-keboan di
Desa Alasmalang. Kebo-keboan atau biasa disebut kerbau merupakan mamalia yang
dapat menirukan perbuatan bahkan penampakan hewan kerbau juga sambil diiringi
kekuatan mistik di dalam Upacara Adat Kebo-keboan bahakan masyarakat Desa
Alasmalang sangat menjunjung tinggi ritual ini. Di Desa Alasmalang, Upacara Adat
Kebo-keboan sudah sangat tidak asing lagi bagi masyarakat Banyuwangi khususnya
Suku Osing. Kesenian tradisional Banyuwangi lainnya digunakan dalam pelaksanaan
upacara Kebo-keboan. Penulis tertarik untuk mempelajari lebih jauh tentang nilai-
nilai adat Upacara Adat Kebo-Keboan Desa Alasmalang berdasarkan uraian di atas
dengan harapan dapat bermanfaat dan memberikan pengaruh yang bermanfaat bagi
masyarakat luas. .

Desa Alasmalang awalnya dikelola oleh kakek Buyut Karti. Desa ini mulai
dahulu ramai penduduknya dan mereka hidup sejahtera sebagai masyarakat agraris
yang selalu memiliki hasil panen yang melimpah. Melihat hasil panen tersebut, Buyut
Karti mulai berusaha menunjukkan rasa syukurnya kepada Tuhan Yang Maha Esa

13
atas karunia yang telah diberikannya. Buyut Karti mengundang seluruh warga desa
untuk melaksanakan upacara tersebut sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas rahmat dan karunia-Nya yang melimpah. Upacara ini disebut Upacara Kebo-
Keboan karena upacara tersebut berwujud kerbau yang dimainkan oleh beberapa
warga desa. Sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia hasil panen yang melimpah
dari Yang Maha Kuasa, masyarakat pengguna Desa Alasmalang mengadakan
Upacara Kebo-kebo. Warga Desa Alasmalang, khususnya warga Dusun Krajan,
meyakini akan terjadi sesuatu yang buruk bagi seluruh masyarakat, khususnya warga
Dusun Krajan.

Upacara adat Kebo-keboan bertujuan untuk mengusir sebuah wabah penyakit


yang menyerang masyarakat Desa Alasmalang hingga menyebabkan banyak warga
meninggal dunia maka dari itu Upacara ini juga memohon perlindungan kepada
Tuhan Yang Maha Esa agar terhindar dari musibah dan bencana serta sebagai
perwujudan ucapan rasa syukur atas panen yang berlimpah. Hal tersebut seperti yang
dikemukakan oleh Sekertaris Desa Alasmalang berikut ini.

“ Upacara Adat Kebo-keboan merupakan upacara ritual bentuk syukur masyarakat


atas hasil pertaniannya dan juga untuk menghidupkan tradisi adat yang sudah turun
temurun. Juga untuk permohonan agar kedepannya diberikan keselamatan. “
(Wawancara dengan Pak Gunawan, 2022).

“ Pelaksanaan adat ini berasal dari cerita ribuan tahun silam ada sebuah penyakit
pagebluk semacam pandemi di bidang pertanian yang menimpa masyarakat tani dan
kerbau artinya masyarakat banyak informasi malamnya, sakit, paginya meninggal
terus terjadi kerbaunya juga begitu. Kenapa kerbaunya juga begitu karna kerbau itu
binatang yang di agungkan oleh masyarakat disini dalam rangka menopang
kehidupan yaitu ekonomi dan kehidupaan untuk bercocok tanam kerbau segala-
galanya. Disini dulu gudangnya kerbau, sekarang tinggal dua kerbaunya, karna
peradapan jaman peran kerbau di gantikan oleh mesin, tapi pada saat itu di sini
kerbau bisa membantu warga bercocok tanam mengolah pertanian. Kemudian terkait

14
pagebluk tadi pertaniannya terganggu dan mendapat hama tikus dan hama yang lain,
kemudian mbah buyut Karti menginisiasi mengadakan ritual. “ (Wawancara dengan
Pak Gunawan, 2022).

Upacara Adat Kebo-keboan sampai saat ini masih dilestarikan oleh


masyarakat Desa Alasmalang karena mereka percaya jika Upacara Adat Kebo-keboan
ini tidak dilaksanakan maka Desa tersebut akan menghadapi malapetaka dan
musibah. Oleh karena itu, dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa Upacara
Adat Kebo-keboan adalah upacara pembersihan desa yang dilakukan secara rutin
setiap bulan Suro sebagai bentuk doa memohon perlindungan kepada Tuhan Yang
Maha Esa dari bencana dan wabah penyakit juga memiliki arti mengucap syukur atas
panen yang melimpah dan memohon doa untuk panen yang melimpah pada tahun-
tahun depannya.9 Sebuah Upacara Tradisional Kebo-keboan yang memiliki nilai
sakral yang tinggi mulai mempengaruhi di berbagai keberadaan bidang-bidang
kepentingan ekonomi tertentu. Sebuah perayaan tradisional awalnya disajikan untuk
tujuan keagamaan, namun kini telah berkembang menjadi konteks ekonomi. Sesuatu
hal ini terlihat pada pelaksanaan program Adat Kebo-keboan memiliki program yang
berbeda dalam debutnya namun inti acaranya tidak berubah, hanya saja terdapat
sebuah bentuk kolaborasi antara Pemerintah dengan Masyarakat asli Desa
Alasmalang.10 Adanya Upacara Adat tersebut juga menopang daya tarik Pariwisata
Kabupaten Banyuwangi karena dianggap masih bersifat tradisional dan miliki
keakayaan budaya dan tradisi yang melimpah. Tujuannya juga adalah agar
masyarakat luas lainya bisa datang dan menyaksikan Upacara Adat Kebo-keboan
tersebut dengan harapan mereka juga akan tau betapa pentingnya menjaga warisan
leluhur dari zaman nenek moyang terdahulu hingga saat ini masih tetap bertahan
keasliannya dan tidak merubah sedikitpun. Buktinya pendapatan dari hasil event ini

9
Ibid 1
10
Dinna Eka, Upacara Adat Kebo-Keboan Desa Alasmalang Kecamatan Singojuruh Kabupaten
Banyuwangi (Suatu Kajian Ekonomi, Sosial, Budaya dan Religi Masyarakat Using), Vol 04,Jurnal
Humaniora, 2020, 02

15
Upacara Adat Kebo-keboan juga memiliki pengaruh yang besar terhadap
pembangunan Dusun Kraja Desa Alasmalang, dibuktikan dengan upaya Pemerintah
dalam melestarikan Upacara tersebut sebagai aset Pariwisata maka ditetapkan juga
Desa Alasmalang sebagai Desa Adat.

Gambar 1. Figur Kebo-keboan

(Sumber: Kabare.id, 2018)

Upacara Adat Kebo – keboan adalah sebuah rangkaian upacara yang diawali
Pambuko 1 Suro di empat Pepunden dusun krajan Desa Alasmalang yang kemudian
diakhiri dengan Wilujengan penutup Pajupatan. Ritual upacara adat kebo – keboan ini
dimulai pada bulan Suro yakni mulai awal hingga akhir bulan dalam satu bulan penuh
bulan Suro. Sejarah awal mulainya upacara adat kebo – keboan tidak ada yang tahu
begitupun masyarakat asli Desa Alasmalang, masyarakat menjalankan upacara adat
kebo – keboan berdasarkan warisan budaya yang sudah turun – temurun dilaksanakan
setiap tahun. Masyarakat Desa Alasmalang sendiri yang warganya mayoritas petani
sudah mengganggap ritual sakral ini sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa.

16
Ritual awal Upacara Adat Kebo–keboan yaitu di awali dengan pambuko 1
suro di empat pepunden dusun krajan Desa Alasmalang dengan kegiatan bersih desa,
selametan desa, selametan kampung, dan sedekah bumi. Kegiatan awal dalam ritual
pambuko adalah bersih desa yang memiliki arti selametan untuk membersihkan desa
supaya selama rangkaian ritual dalam satu bulan penuh bulan suro tidak ada halangan
selama Upacara Adat Kebo–keboan berlangsung. Selanjutnya adalah selametan desa
yang merupakan kegiatan ritual yang berkaitan dengan memasak kue, daging, lauk
pauk, jajanan pasar guna dihantarkan kepada sanak keluarga. Salah satu contoh ritual
pambuko sedekah bumi adalah dengan memasang hasil bumi seperti palawija, buah –
buahan, padi, serta sayur – sayuran yang diletakkan di gapuro gang desa. Setelah itu
ritual selanjutnya adalah ritual ater – ater dimana masyarakat krajan melaksanakan
ritual kegiatan yang berkaitan dengan selametan memasak kue, daging, lauk pauk,
jajanan pasar yang dihantarkan kepada sanak saudara dan handaitaulan diluar Desa
Alasmalang, sore harinya dilaksanakan makan bersama di sepanjang jalan dan
dilanjutkan do’a bersama. Ritual itu dilakukan diempat penjuru desa jalur itu penuh
dengan masyarakat menggelar tikar makan bersama diakhiri dengan istigosah dan
do’a. Pada pagi harinya setelah sholat subuh dilanjutkan sebuah ritual menanam cabe
disepanjang pinggir jalan desa, yang berguna sebagai lambang atau simbol rasa
syukur terhadap hasil bumi yang sangat melimpah. Ritual ini dilakukan oleh
masyarakat Desa Alasmalang sebagai syarat akan dilaksanakannya Upacara Adat
Kebo–keboan.

Dalam serangkaian Ritual Upacara Adat Kebo–keboan ini ada salah satu
ritual inti yang di laksanakan oleh masyarakat Desa Alasmalang yakni ritual
menghias gapura desa. Ritual menghias gapura terdiri dari bambu yang di pasang di
gapura desa, di bambu itu di gantung berbagai macam palawija dan buah – buahan
seperti jagung, singkong, padi, pisang, serta macam – macam buah lainnya.
Masyarakat Desa Alasmalang bergotong royong tanpa mengenal usia muda maupun
tua, ada juga menanam polowija pinggir jalan dengan harapan kelak berhasil dan

17
berbuah untuk menopang keuangan keluarga masing-masing. Polowijo ditanam
masyarakat di setiap jalan desa, mulai dari barat, timur, selatan, dan utara, dengan
garis lurus ke titik pusat yang memanjang ke empat arah mata angin. Di sepanjang
jalan lokasi tanaman tersebut diibaratkan sebagai lahan pertanian masyarakat yang
ada di dusun yang nantinya masih terkait dengan prosesi pelaksanaan tahapan
berikutnya.

Upacara adat kebo – keboan ini mempunyai syarat sesajen untuk


dilaksanakan ritual adat ini yaitu:

Gambar 2. Sesajen Ritual Jawa

(Sumber: detikfood.com, 2010)

1). Ayam Kampung

Ayam yang digunakan dalam ritual upacara sudah dimasak yang biasa di sebut oleh
masyarakat jawa “Ayam peteteng (Ingkung)”.Cara yang digunakan untukmemasak
ayam yakni dengan di bakar.

2). Kemenyan

Kemenyan itu sesungguhnya adalah zat – zat gaib, kemenyan juga salah satu benda
alam yang Allah berikan khasiat khusus kepadanya.

18
3). Kelapa

Syarat kelapa ini merupakan lambang keandalan pikiran dan kekuatan batin.
Maksudnya, dalam bertindak kita tidak boleh hanya mengandalkan pikiran dan fisik,
tetapi juga hati dan akal budi.

4). Pisang

Pisang adalah salah satu pelengkap dari sesajen untuk ritual upacara adat kebo –
keboan. Buah pisang ini memiliki banyak arti dalam upacara adat biasanya
melambangkan kemakmuran maka dari itu buah pisang menjadi simbol ucapan rasa
syukur.

5).Tumpeng

Tumpeng adalah cara penyajian nasi yang berbentuk kerucut dan ditata bersama lauk
pauknya. Olahan nasi yang dipakai umumnya nasi kuning. Tumpeng sendiri biasanya
digunakan saat slametan tengah jalan desa Alasmalang.

6). Bunga

Bunga adalah bermakna filosofi agar kita serta famili senantiasa mendapatkan
keharuman menurut para leluhur. Biasanya bunga tersebut disatukan dengan ayam
ingkung dibuat slametan di watuloso.

Ritual Upacara Adat Kebo–keboan Desa Alasmalang ini memiliki ritual


upacara inti yang di laksanakan dalam satu hari penuh. Acara inti yang pertama yakni
selametan desa atau bisa di sebut dengan bersih desa, dalam selametan ini semua
masyarakat Desa Alasmalang atau para tamu yang hadir melakukan makan bersama
dengan menu nasi tumpeng dan biasanya acara ini dihadiri oleh bupati, jajaran
pemerintahan, serta budayawan-budayawan banyuwangi lainnya. Untuk acara ini

19
yang kedua diisi oleh persembahan tari – tarian yang diiringi panjak (dalam bahasa
Indonesia berarti gamelan), memasuki acara selanjutnya yakni sambutan – sambutan.
Yang ditunggu – tunggu dalam acara inti ialah pembukaan Ritual Upacara Adat
Kebo–keboan Desa Alasmalang yang dibuka langsung oleh Bupati Banyuwangi,
setelah dibukanya acara inti ini semua kebo (kerbau) berjalan dari arah barat lalu
keliling kampung semua yang terlibat dalam iringan kebo (kerbau) berjalan menuju
arah timur ditengah perjalanan tiba diperempatan berhenti karena ada sebuah tokoh
leluhur bernama Dewi Sri yang membagikan padi kepada masyarakat Alasmalang
serta masyarakat luar yang hadir. Selesainya berkeliling kampung rombongan kebo
(kerbau) tiba ditempat Rumah Budaya Kebo–keboan yang merupakan tempat proses
dilakukannya upacara ritual ini. Setibanya rombongan kerbau dirumah Budaya Kebo-
keboan (RBK) sudah siap beberapa petani untuk menanam padi setelah ditanam
masyarakat tersebut, lalu kebo (kerbau) mengejar masyarakat yang mengambil padi
itu, diikuti oleh Dewi Sri yang memutari tempat acara itu lalu meninggallkan. Semua
serangkaian Ritual Upacara Adat Kebo–keboan Alasmalang dalam satu hari sudah
dilaksanakan tetapi setelah itu ada sebuah acara hiburan masyarakat yaitu disore
sampai malam hari ada tontonan jaranan, orkes musik dilanjutkan malam harinya seni
pertunjukan wayang kulit yang melakonkan Dewi Sri. Pertunjukan memiliki arti
sebagai Ritual Tenger Ngeruat Dewi Sri yang menjadi simbol kemakmuran petani.
Tidak hanya pagelaran wayang kulit yang ditampilkan, kesenian lain berupa tari-
tarian dan lagu-lagu daerah juga ditampilkan. Hal ini bertujuan untuk melestarikan
budaya Indonesia agar generasi muda mengenal seni wayang kulit dan mencintai
kesenian tanah air.

Makna dari rangkaian ritual diatas mempunyai arti tersendiri seperti bersih
desa yang memiliki arti yaitu selametan atau upacara yang fungsinya untuk
membersihkan desa dari roh – roh jahat yang mengganggu, selametan desa yaitu
salah satu bentuk rasa syukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Yang telah
memberi rezeki melalui bumi berupa segala hasil bumi. Salah satu contoh ritual adat

20
yang ada di Banyuwangi yang terletak di Dusun Krajan, Desa Alasmalang,
Kecamatan Singojuruh. Ritual ater–ater ialah dimana masyarakat melaksanakan ritual
kegiatan yang berkaitan dengan slametan seperti masak – masak, membuat kue – kue,
daging – daging, lauk pauk, jajan – jajanan pasar yang di hantarkan kepada sanak
saudara dan handaitolan di luar Alasmalang. Makna ritual berikutnya yaitu
penanaman palawija pemasangan uborampik- uborampik persiapan pembuatan kereta
kencana Dewi Sri pembuatan ubangan untuk fasilitas kegiatan ider bumi kebo
keboan.

Perkembangan adat kebo – keboan mulai zaman dahulu hingga sekarang


masih tetap sama tidak ada yang berubah, hanya saja banyak perkembangan yang
terjadi. Upacara adat kebo – keboan merupakan upacara yang dilakukan secara turun
temurun dan upacara ini sangat sakral oleh karena itu masyarakat desa alasmalang
masih mempertahankan adat tradisi ini. Masyarakat desa alasmalang melaksanakan
upacara ini secara rutin setiap satu tahun sekali dibulan suro. Ritual upacara kebo –
keboan ini tidak ada yang mengetahui dengan pasti dari mana asal usulnya, tetapi
yang masyarakat ketahui mulai dari ratusan tahun yang lalu hingga sekarang tradisi
ini sudah menjadi ritual adat secara turun temurun. Sejarah dari upacara adat kebo –
keboan ini tidak ada bukti jelas untuk menunjukan kapan awal mulainya dilaksanakan
upacara ini, hanya saja masyarakat mengetahui cerita ritual ini dari buyut – buyut
terdahulu dan diwariskan turun temurun sampai generasi ke tujuh saat ini.

Dari penelitian yang peneliti lakukan dapat diketahui bahwa berkaitan dengan
teori yang peneliti pilih yaitu teori Ralph yang mengatakan bahwa setiap kebudayaan
menekankan serangkaian pengaruh umum terhadap individu yang tumbuh. Di bawah
kebudayaan itu. Kaitanya teori dengan rumusan masalah yakni ingin mengetahui
Rangkaian Upacara Adat Kebo–keboan di Desa Alasmalang Kabupaten Banyuwangi
karena dalam Upacara Adat itu memiliki serangkaian pengaruh dalam masyarakat
serta yang kedua ingin mengetahui Nilai Tradisi dari Upacara Adat Kebo–keboan.
Jadi, penelitian ini sangat berkaitan dengan teori yang peneliti pilih yaitu teori Ralph

21
4.2 Nilai Tradisi Upacara Adat Kebo – keboan
Indonesia dikenal dengan keanekaragaman budayanya yang kaya, dan setiap
wilayah memiliki tradisi masing- masing yang masih dijunjung tinggi dan
dipraktikkan hingga saat ini. Setiap ritus tradisional Indonesia pada umumnya harus
berpegang pada seperangkat prinsip. Kelompok adat masih banyak yang mengikuti
hukum adat. Penduduk asli Desa Alasmalang masih tergolong animisme dan dinamis.
Keyakinan mereka pada hantu dan roh berdampak besar pada cara berpikir mereka.
Jelas bahwa acara itu dilakukan secara mendalam. Di suatu tempat, upacara adat
dianggap sebagai ekspresi bernilai dari upacara yang dilakukan selama waktu
tertentu. Upacara adat adalah semua acara masyarakat setempat yang pada
hakekatnya menggambarkan syarat dan cara merayakannya. Upacara adat juga
disebut- sebut oleh beberapa ahli, termasuk Koentjaningrat, yang mengklaim bahwa
semua itu adalah peristiwa kolektif yang dipandang sebagai bentuk kelahiran kembali
secara komunal. Pernikahan, pemakaman, dan ritual lainnya adalah di antara banyak
bentuk yang dianggap sebagai upacara adat. Banyak jenis yang dianggap sebagai
upacara adat, termasuk pernikahan, pemakaman, serta peresmian.

Tradisi budaya komunitas Muslim tertentu menunjukkan bahwa mereka


menghargai warisan nenek moyang mereka dan memiliki rasa sejarah yang
mendalam. Rasa kebersamaan mereka antara lain tercermin dalam pandangan
sosioreligius mereka yang menyambut tradisi maupun budaya lokal dalam berbagai
wujud. Contoh yang khas merupakan pelaksanaan kenduri atau slametan untuk
beberapa peristiwa yang dianggap penting dalam perjalanan hidup manusia serta juga
ditandai dengan perayaan, seperti pindah ke rumah baru, memulai perjalanan panjang,
menerima hadiah berupa kekayaan atau pekerjaan, mulai bertani, dll.

22
Salah satu wilayah atau desa di Banyuwangi, termasuk desa Kemiren,
Alasmalang, dan Aliyan, sangat mengutamakan nilai- nilai spiritual dan religi,
khususnya di bidang pertanian serta permukiman. Masyarakat Alasmalang dan
Aliyan mengadakan upacara adat kebo- keboan. Upacara adat kebo- keboan tidak
hanya sebagai hiburan bagi warga, tetapi juga sebagai sarana komunikasi,
penyuluhan, serta pendidikan, khususnya untuk mengajak, menolak, membina, serta
menumbuhkannya. Bagi sebagian orang Osing, itu juga berperan sebagai panduan.
Upacara tradisional ritual Kebo- keboan mempunyai berbagai tujuan dan
menanamkan berbagai kebajikan. Keberagaman nilai yang ada dalam budaya atau
kultur manusia, berdasarkan arah dan tujuan dan fungsi nilai bagi kehidupan manusia
dapat digolongkan menjadi tiga jenis oleh karena itu secara garis besar akan dibahas
pada bagian berikut, terutama yang berkaitan dengan mitos dalam upacara kebo-
keboan :

a. Nilai Religius

Kepercayaan serta kesalehan manusia terhadap Tuhan, ingatan manusia


terhadap Tuhan, kepatuhan manusia terhadap firman Tuhan, dan ketundukan manusia
terhadap kekuasaan Tuhan adalah beberapa cita- cita keagamaan yang terdapat dalam
sastra Jawa( Suwondo dkk, dalam Sari 2015: 21). Lebih sering daripada tidak, ketika
kita berbicara tentang agama, kita berbicara tentang perasaan manusia yang paling
dalam, gelombang getaran kita, dan sikap tertutup terhadap orang lain. Hal ini terlihat
pada prosesi slametan tradisi kebo- keboan yang merepresentasikan upacara- upacara
Islam; bahkan di Jawa, semua agama besar berpartisipasi dalam slametan.

23
Gambar 3 Selametan

(Sumber: Liputan6.com)

b. Nilai Kepribadian

Manusia menggunakan nilai- nilai kepribadiannya untuk menjalankan


aktivitas sehari- hari serta memberi makna pada kehidupannya( Sukatman, 2009: 31).
Karakter seseorang selalu memiliki sebagian nilai. Setiap orang memiliki karakter
unik yang membedakannya dari orang lain, karena nyaris setiap orang memiliki mutu
yang berbeda. Pola tingkah laku serta tingkah laku selalu merupakan gambaran dari
nilai- nilai karakter seorang. Berbagai karakteristik watak, seperti keinginan hidup,
ketulusan, cinta, serta penderitaan, dapat ditemukan dalam cerita rakyat Indonesia.
Melihat tradisi kebo- keboan, terlihat bagaimana warga Desa Alasmalang tetap
konsisten dengan terus mengingat dan mengamalkan ajaran para pendahulunya
dengan tetap mempertahankan upacara ini. Mengingat duka, realita kejam, dan wabah
penyakit yang menyerang Desa Alasmalang dan tercatat dalam sejarah agar
masyarakat setempat memiliki kepribadian buat tetap memegang teguh sejarah nenek
moyangnya.

24
c. Nilai Sosial

Buat melaksanakan, mempertahankan, dan memperluas kehidupan sosial


manusia, nilai- nilai sosial jadi landasan, arah, dan tujuan akhir tindakan( Amir dalam
Sari, 2015: 22). Suwondo( dalam Sari, 2015: 22) menciptakan kualitas masyarakat
seperti: komitmen terhadap sesama, kerukunan, dialog, gotong royong, serta lainnya
dalam kerangka sastra Jawa. Dalam adat Kebo- keboan, aktivitas gotong royong
dilakukan saat sebelum ritual adat dicoba oleh seluruh warga Desa Alasmalang selaku
bentuk nilai sosial.

25
BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Upacara Ritual Kebo - keboan merupakan sebuah ritual yang dapat
menyadarkan diri manusia kepada realita tertinggi yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Upacara adat Kebo-keboan bertujuan untuk mengusir wabah penyakit dan memohon
perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar terhindar dari musibah dan bencana
serta sebagai perwujudan ucapan syukur atas panen yang berlimpah. Upacara Kebo-
keboan melambangkan tradisi desa yang murni, penyelamatan desa, dan sedekah
bumi sebagai ungkapan terima kasih warga Desa Alamalang atas hasil panen atau
panen yang sangat melimpah. Alhasil, upacara adat Kebo-keboan terdiri dari
beberapa ritual, dimulai dengan Pambuko 1 Suro di empat pepunden Dusun Krajan,
Desa Alasmalang, dan diakhiri dengan Wilujengan Penutup Pajupatan.

Upacara adat kebo- keboan tidak hanya sebagai hiburan bagi warga, tetapi
juga sebagai sarana komunikasi, penyuluhan, serta pendidikan, khususnya untuk
mengajak, menolak, membina, serta menumbuhkannya. Bagi sebagian orang Osing,
itu juga berperan sebagai panduan. Upacara tradisional ritual Kebo- keboan
mempunyai berbagai tujuan dan menanamkan berbagai kebajikan. Keberagaman nilai
yang ada dalam budaya atau kultur manusia, berdasarkan arah dan tujuan dan fungsi
nilai bagi kehidupan manusia dapat digolongkan menjadi tiga jenis oleh karena itu
secara garis besar akan dibahas pada bagian berikut, terutama yang berkaitan dengan
mitos dalam upacara kebo-keboan yaitu nilai kehidupan ketuhanan manusia, nilai
sosial kehidupan manusia, serta yang terakhir nilai kehidupan pribadi manusia.

5.2 Saran
Saran dari penyusun adalah dengan adanya penelitian ini mahasiswa atau
membaca dapat mengerti dan memahami Analisis Nilai Tradisi Upacara Adat Kebo-
keboan Desa Alasmalang Kecamatan Singojuruh Kabupaten Banyuwangi. Sehingga
bisa memahami dan mengerti apa yang sedang dikaji sebagai landasan kita berfikir.

26
disini penulis menyadari bahwasannya dalam penyusuann penelitian ini saya masih
banyak kesalahan dalam penulisan. Oleh karna itu mohon kepada pembaca agar
besedia mengkritik dan memberi saran terhadap hasil penelitian ini, Agar dapat saya
perbaiki selanjutnya. Besar harapan saya sebagai penyusun hasil penelitian ini agar
dapat bermanfaan bagi pembacanya .

27
DAFTAR PUSTAKA
Sistem Mata Pencaharian pada Masyarakat Using di Banyuwangi (1997)

Sri Sudarsih, Nilai Etis Individu Sosial dalam Filsafat Pierre Teilhard de Chardin, Vol
03, Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi, 2020, 02

Mattulada, Kebudayaan Kemanusiaan Dan Lingkungan Hidup, (Hasanuddin


University Press, 1997), 1

Ibrahim, dkk, Upacara Adat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Pangkal Pinang,
CV TALENTA SURYA PERKASA, 2015.

Koentjananingrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: Dian Rakyat, 1980),


140.

Suryono aryono, Kamus Antropologi, Jakarta, Persindo, 4

Susanti, Sururi Nur. Sukarman. Tradhisi Kebo-keboan ing Desa Alasmalng lan
Tradisi Keboan Desa Aliyan Kabupaten Banyuwangi, Vol 01, Jurnal Baradha,
2018, 01

Yuli Kartika dkk, Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila dalam Upacara Adat Kebo-
Keboan (Studi Kasus Upacara Adat Kebo-Keboan Alasmalang), Vol 03,
Jurnal Ideas Pendidikan Sosial dan Budaya, 2021, 02

Dinna Eka, Upacara Adat Kebo-Keboan Desa Alasmalang Kecamatan Singojuruh


Kabupaten Banyuwangi (Suatu Kajian Ekonomi, Sosial, Budaya dan Religi
Masyarakat Using), Vol 04,Jurnal Humaniora, 2020, 02

28
LAMPIRAN

Dokumentasi wawancara bersama Pak H. Indra Gunawan

Dokumentasi bersama Pak H. Indra Gunawan

29
Transkip Wawancara

NAMA : H Indra Gunawan

UMUR : 52 tahun

ALAMAT : Dsn Krajan Ds Alasmalang Kecamatan Singojuruh

Peneliti : Assalamualaikum pak

Informan : Waalaikumsalam, ada yang bisa dibantu?

Peneliti : Begini pak kami mau melakukan wawancara untuk penelitian kami
tentang Upacara Adat Kebo – keboan Alasmalang

Informan : Baiklah silahkan apa saja yang mau ditanyakan

Peneliti : Dirumah adat ini menjabat sebagai apa?

Informan : Sebagai pengelola rumah budaya kebo – keboan

Peneliti : Bagaimana Rangkaian Ritual Upacara Adat Kebo – keboan di Desa


Kecamatan Singojuruh Alasmalang Kabupaten Banyuwangi pak?

Informan : Upacara adat kebo – keboan Alasmalang ini adalah sebuah tradisi
bersih desa, selametan desa, selametan kampung, sedekah bumi dll,
artinya upacara adat kebo – keboan ini adalah sebuah rangkaian yang
diawali pambuko1 suro diempat pepunden dusun krajan Desa
Alasmalang yang kemudian diakhiri dengan wilujengan, penutup
selametan, penutup pajupatan juga di empat penjuru punden desa.
Dari rangkaian itu di awali dengan berbagai macam kegiatan ritual
salah satunya ritual ater – ater dimana masyarakat krajan
melaksanakan ritual kegiatan yang berkaitan dengan selametan,

30
memasak kue – kue, daging – daging, lauk pauk, jajan – jajanan pasar
yang dihantarkan kepada sanak family dan handaitolan diluar
Alasmalang, itu ritual ater – ater rangkaian berikutnya mungkin ada
yang namanya istigosah akbar selametan disepanjang jalan ditengah
kampung, doa bersama dan dilanjutkan dengan selametan makan
bersama disepanjang jalan kampung dusun krajan Desa Alasmalang.
Dari empat penjuru jalur itu penuh dengan masyarakat mengeglar
tikar, makan bersama, berdoa bersama, istigosah bersama yang
artinya selametan barikan rangkaian selanjutnya santunan anak yatim
acara berikutnya penanaman gapuro – gapuro polowijo pemasangan
uborampik – uborampik upacara persiapan pembuatan kereta kencana
Dewi Sri, pembuatan ubangan untuk fasilitas kegiatan ider bumi kebo
– keboan. Kemudian acara rangkaian berikutnya ijab qobul kebo –
keboan selametan ditengah perempatan sebagai puser bumi
alasmalang yang menyaksikan 12 sajian tumpeng beserta ingkungnya
7 porsi jenang suro dan 5 porsi jenang sengkelo. Dari rangkaian ini
didukung oleh berbagai uborampik yang lain, seperti bakar kemenyan
sebagai aturan dahar sekul arum istilahnya kemudian ada ritual
uborampik upacara yang lain entah membuat pitungtawar, membuat
pinangan, suruh pinangan dan uborampik – uborampik peras yang
lain. Didalam kegiatan utama yaitu iderbumi kebo – keboan yang
biasa ditonton oleh ribuan orang itu setelah iderbumi kebo – keboan,
ritual nyingkal ngurit ditengah sawah. Secara filosofi itu gambaran
kegiatan pertanian didesa Alasmalang lantas kemudian setelah acara
ngurit disawahan ditutup dengan rangkaian acara ruatan Dewi Sri
yang mengundang lelakon wayangnya itu Dewi Sri atau ruatan Dewi
Sri setelah itu hari demi hari sampai akhirnya dibulan suro jadi kebo
– keboan ini berawal dari awal bulan suro berakhir dibulan suro
kegiatan yang setiap dilaksanakan dalam setiap bulan suro sebagai

31
bulan adat masyarakat Desa Alasmalang ditutup dengan selametan di
empat penjuru tadi gambaran pendek tentang selametan Desa
Alasmalang.

Peneliti : Dari itu kok bisa ada sih asal usul kebo – keboan di Alasmalang?

Informan : Kita tidak bisa berbicara kapan dimulainya kebo – keboan dan asal
usulnya dari mana tapi yang pasti kita adalah generasi ke 7 dari
rangkaian ritual ini yang bisa nyampai cerita dan tuturnya cerita, kita
tidak tau kapan mulainya kebo – keboan yang tau ini acara beberapa
ratusan tahun. Turun temurun saya saja dianggap generasi ke 7 dari
ritual ini yang nyampai kekita ceritanya ya ndak tau cerita buyut –
buyut dulu ndak pernah tau kita karena ndak ada bukti sejarah.

Peneliti : Syarat adanya kebo – keboan ini apa saja?

Informan : Ya istilahnya selametan desa

Peneliti : Apakan harus ada sesajennya?

Informan : Iya ada pastinya banyak itemnya jadi samean membahas kedalam
itu menjadi sangat spesifik nanti tambah sempit jadi mungkin secara
sosiologis itu kegiatan kemasyarakatan ini adalah salah satunya
kegiatan adat sesuatu yang dibiasakan dan telah terbiasa
dilaksanakan.

Peneliti : Yang menjadi peran kebo – keboan itu gimana? Warga sini apa
gimana?

Informan : Iya warga sini yang menjadi pemeran kebo (kerbau), yang menjadi
Dewi Sri semua melingkupi seluruh Desa Alasmalang dan memang
tidak diperbolehkan orang diluar desa itu ikut – ikutan menjadi kerbau
takutnya nanti kesurupan gak bisa sadar dan lama prosesnya

32

Anda mungkin juga menyukai