Anda di halaman 1dari 6

PROPOSAL PENELITIAN

TRADISI ADAT KEBO-KEBOAN ALASMALANG

Untuk memenuhi Tugas Bahasa Indonesia

Disusun oleh :

1. Nanda Aurelia Salsabila P (24)


2. Gitzha Nazara Quranique A A (14)
3. Septi Trianingsih (31)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Upacara Adat Kebo-keboan di wilayah Kabupaten Banyuwangi, begitu kerap kaitannya dengan
bermacam-macam kebudayaan di setiap kecamatan maupun masing masing desa.
Tepat di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi, terdapat acara tiap
tahunnya yang di adakan pada tanggal 1 Suro dalam kalender jawa. Acara ini di kenal sebagai
Upacara Adat Kebo-Keboan. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang di anggap sakral bagi penduduk-
anya, memang dengan alasan kegiatan ini berbentuk sakral.

Kebo-keboan memiliki padanan kata dengan kerbau-kerbauan, yang di tinjau dari arti katanya
dengan menirukan kebiasaan atau kegiatan kerbau pada umumnya. Dalam kegiatan tersebut,
pemeran yang menjadi sosok kerbau melakukan kegiatannya dengan keadaan trance atau tidak
sadar. Ritual ini merupakan kegiatan selamatan bersih dusun yang di laksanakan oleh komunitas
masyarakat Using (suku asli Banyuwangi) dengan tujuan untuk menolak balak, memohon kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas keselamatan pada dusunnya. Kegiatan ini tidak jauh berbeda
sepertiUpacara Kasada yang di lakukan oleh suku tengger, dan Upacara Grebeg di Jogja dengan
tujuan yang sama yaitu menolak balak. Selain itu juga, upacara ini sebagai ungkapan syukur terhadap
Tuhan Yang Maha Esa atas rejeki atau hasil panen yang di peroleh. Di sisi lain, Upacara ini
juga perwujudan ritual memuja Dewi Sri sebagai dewi Kesuburan.

Upacara adat Kebo-keboan merupakan warisan dari leluhur masyarakat desa Alasmalang, yaitu
warisan dari Buyut Karti. Buyut Karti adalah tokoh pertama kali yang melaksanakan upacara adat
Kebo-keboan di desa Alasmalang yang di yakini sebagai pawang yang sakti. Buyut Karti Hidup pada
masa penjajahan Belanda yaitu sekitar tahun 1725. Semasa hidupnya, Buyut Karti terkenal memiliki
ilmu Linuwih yang mampu memasuki alam gaib dan dapat menaklukkan kejahatan makhluk halus
yang dapat mengancam keselamatan penduduk. Pada masa itu, wilayah di sekitar Desa Alasmalang
memiliki banyak lahan pertanian. Tidak hanya lahan pertanian saja, wilayah tersebut juga di kelilingi
oleh hutan yang lebat. Dengan katalain, Desa Alasmalang ini berada di tengah-tengah lahan
persawahan dan di kelilingi dengan pepohonan yang sangat rimbun. Sehingga masyarakat sekitar
tidak berani untuk masuk ke wilayah dusun Krajan terutama masuk ke bukit karena warga meyakini
bahwa bukit tersebut di kenal angker. Masing masing bukit tersebut terdapat batu besar yaitu watu
loso. Dengan bentuk seperti loso atau kloso yang bermakna tikar, batu tersebut berada di sebelah
timur laut desa. Kemudian terdapat watu gajah yaitu batu yang bentuknya mirip dengan gajah,
letaknya terdapat di barat daya desa. Di sebelah barat laut terdapat watu karangan yaitu batu yang
menyerupai karang. Dan watu nogo dan watu tumpang, batu yang mirip dengan bentuk naga ini
terletak di tenggara desa. Menurut kepercayaan warga Desa Alasmalang, masing-masing batu
tersebut ada penunggu di dalamnya.

Awal mula pelaksanaan upacara adat Kebo-keboan ini ketika masyarakat petani di Desa Alasmalang
mengalami musim Paceklik. Sehingga pertanian mengalami rusak parah. Musim kemarau yang
berkepanjangan, mengakibatkan seluruh tanaman pertanian tidak membuahkan hasil, atau bisa di
bilang gagal panen. Selain itu, di desa tersebut terjadi wabah pagebluk yaitu wabah penyakit ganas
yang menyerang masyarakat. Wabah pagebluk sendiri merupakan penyakit dengan gejala jika
seseorang tersebut paginya sakit, maka malam harinya akan meninggal. Begitu sebaliknya, jika
sorenya sakit, maka paginya akan meninggal. Tidak hanya manusia saja yang di serang oleh wabah
tersebut, hewan ternak pun menjadi sasaran oleh wabah tersebut dan salah satunya adalah kerbau.
Memang pada waktu itu, sebagian masyarakat menggunakan kerbau sebagai alat untuk
membajak sawah. Terjadinya wabah pagebluk mengakibatkan hewan kerbau di daerah tersebut
langka dan sulit di dapatkan. Hingga akhirnya, masyarakat tersebut kesusahan untuk mengerjakan
sawahnya.

Menyikapi kondisi tersebut, Buyut Karti merasa terpanggil hatinya untuk berusaha mencari solusi
atas permasalahan yang di alami oleh warganya. Kemudian Buyut Karti melakukan semedi untuk bisa
melakukan interaksi dengan makhluk atau roh halus yang menunggu Desa Alasmalang. Hingga pada
akhirnya, semedi dari Buyut Karti membuahkan hasil dan menemukan solusi untu permasalahan
pada warganya. Buyut Karti mengumpulkan seluruh penduduk Dusun Krajan Desa Alasmalang,
tepatnya berlokasi pada pos kamling yang berada di perempatan jalan desa, dengan tujuan untuk
mengajak seluruh penduduk.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang pemilihan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana sejarah awal mula Tradisi Adat Kebo-keboan menjadi ciri khas
Tradisi Alasmalang?
2. Bagaimana prosesi dalam upacara adat Kebo-keboan masyarakat Alasmalang?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai kebudayaan yang ada di Banyuwangi


Yaitu Tradisi Adat Kebo-keboan Alasmalang.
2. Untuk mengetahui prosesi pelaksanaan upacara adat kebo-keboan alasmalang.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi peneliti, sebagai latihan untuk melakukan penelitian di berbagai hal, dan juga untuk
Menambah wawasan mengenai tradisi adat kebo-keboan Alasmalang Banyuwangi.
2. Dapat dijadikan semangat dan motivasi untuk melakukan penelitihan yang lebih mendalam
diwaktu kedepannya.
3. Bagi pembaca, dapat memberikan pengetahuan baru tentang kemunculan dan keberadaan
Adat Kebo-keboan Alsmalang di Kabupaten Banyuwangi, serta mengetahui bagaimana
tradisi adat Kebo-keboan bisa menjadi identitas di desa Alasmalang Kabupaten
Banyuwangi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Untuk menunjang penelitian ini, peneliti berupaya menelaah penelitian-penelitian


Menurut dari para ahli serta budayawan sebagai berikut :

Penelitian ini membahas mengenai kebo-keboan yang ditulis oleh Rita Nariswani pada Minggu 23
September 2018 yang berjudul “ Kebo-keboan, Tradisi Sederhana di Banyuwangi yang Bernilai
Besar”. Pada penelitian tersebut peneliti membahas mengenai Tradisi adat Kebo-keboan yang ada di
Kabupaten Banyuwangi. Kegiatan ini mendapat apresiasi langsung dari Dirjen Kebudayaan
Kemendikbud RI, Hilmar Farid.

Hilmar mengaku sangat tertarik dengan tradisi budaya ini. Ia menilai warga Alasmalang berhasil
menjaga dan melestarikan tradisi turun temurun ini. "Nilai dari budaya ini mempunyai makna,
festival kebo-keboan ini dalam rangka menyambut kehidupan mengenal alam, dan menjadi tradisi
yang memiliki nilai besar bagi masyarakat. Dan saya salut, warga berhasil melestarikan, bahkan
semua swadaya dan bergerak bersama. Satu kata untuk Alasmalang, hebat," ujarnya dalam rilis
yang diterima TEMPO, Ahad ini, 23 September 2018.

Menurutnya, Banyuwangi telah berhasil membuat kegiatan sederhana menjadi sangat luar biasa.
Kegiatan ini, kata dia, merupakan paket lengkap karena menggabungkan pariwisata, sosial,
pendidikan dan tentunya kebudayaan. "Pendapatan masyarakat juga tumbuh dan ini seiring
semangat yang terus tinggi demi menjaga kebudayaan di kampung-kampung Banyuwangi. Maka
pantaslah saya menyebut ini event nasional karena tujuannya bukan hanya untuk Alasmalang dan
Banyuwangi, tapi juga untuk Indonesia”.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, pemkab Banyuwangi terus berdampingan
dengan masyarakat untuk mengemas kegiatan budaya menjadi tontonan yang apik. "Banyuwangi
terus menjaga kegiatan seperti ini, bahkan event seperti ini sangat mengantre namun kita melihat
kesiapan masyarakat menjadi hal utama. Ini dalam rangka mendorong kebudayaan mendapat
dampak dari kegiatan Banyuwangi Festival sehingga bisa membawa manfaat besar buat pariwisata
di Indonesia khususnya Banyuwangi," papar Anas.

Ada dua desa yang memiliki tradisi yang hampir sama. Namun di dua desa itu, Pemkab hanya
mengemas tanpa mengubah dan menganggu ritual adat aslinya. "Banyuwangi memiliki cara
memberi penghargaan kepada masyarakat melalui tradisi budaya, dengan dihormati maka
masyarakat akan berkembang dengan sendirinya," kata Anas.

Dengan data diatas dapat diketahui bahwa antusiasme masyarakat Banyuwangi khususnya
Alasmalang terhadap tradisi adat kebo-keboan sangatlah besar dan sangat potensial dalam
Pelakaksanaanya. Tradisi Adat kebo-keboan juga merupakan salah satu ciri khas dari budaya yang
sangat di kenal di Kabupaten Banyuwangi.
BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif konstruksi. Sumber data menggunakan sumber data
primer dan sumber data sekunder. Informan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua informan yakni
informan pendukung dan informan kunci. Prosedur pengumpulan data yang digunakan meliputi
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan Miles dan Huberman yang
terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, display data, pengambilan keputusan dan veirifikasi.
Pengecekan keabsahan temuan pada penelitian ini meliputi perpanjangan pengamatan,
meningkatkan ketekunan dan triangulasi. Tahap-tahap penelitian meliputi tiga tahap yang pertama
tahap awal, tahap pengumpulan dan analisis data, serta tahap pembahasan dan penulisan laporan
akhir
Hasil penelitian: (1) Sejarah hingga pelaksanaan Tradisi Kebo-keboan Alasmalang tidak lepas dari
teori konstruksi sosial yang terbentuk melalui tiga proses dialektika yakni eksternalisasi, objektivasi,
dan internalisasi (2) Tradisi Kebo-keboan mengalami dinamisasi dalam pelaksanaannya. Hal ini
dikarenakan masyarakat desa setempat yang semakin berfikir realistis, (3) Makna tentang Tradisi
Kebo-keboan mulai kehilangan kesakralannya dan lebih kepada konsep pariwisata, namun
masyarakat masih tetap memegang teguh pakem ritual sebagaimana mestinya karena hal ini sudah
menjadi kebiasaan bagi masyarakat setempat.
Tradisi Kebo-keboan Alasmalang selalu menarik untuk dijadikan sebagai topik penelitian. Seiring
perkembangan jaman suatu tradisi akan terus menerus mengalami dinamisasi.Maka peneliti
Selanjutnya disarankan untuk menggali terkait dengan Tradisi Kebo-keboan melalui perspektif yang
Bebeda seperti fenomenologi maupun interaksionisme simbolik.

BAB IV

JADWAL PELAKSANAAN

Nama Kegiatan Bulan

penyusunan proposal dan persiapan Februari


instrumen penelitian.
Pelaksanaan penelitian Maret

Analisis data dan Penyusunan Laporan Maret

BAB V
RENCANA ANGGARAN

Terlampir

DAFTAR PUSTAKA

Rita Nariswani 2018 “ Kebo-keboan, Tradisi Sederhana di Banyuwangi yang bernilai


Besar”. Portal Berita Utama Banyuwangi ,Minggu 23 September 2018.

Lintang Dwi Nurmayang Sari “Kebo-kebon Tradisi Adat Khas Kabupaten Banyuwangi
Yang Unik dan dipercaya sebagai Tolak Bala” 2 November 2021.

https://travel.tempo.co/read/1129305/kebo-keboan-tradisi-sederhana-di-banyuwangi-yang-
bernilai-besar

https://portaljember.pikiran-rakyat.com/pariwisata/pr-162926665/kebo-keboan-tradisi-
adat-khas-kabupaten-banyuwangi-yang-unik-dan-dipercaya-sebagai-tolak-bala

Anda mungkin juga menyukai