Anda di halaman 1dari 6

PEWARISAN KEARIFAN LOKAL DAN NILAI-NILAI MODERASI BERAGAMA

DALAM TRADISI NGASA DI KAMPUNG JALAWASTU

Faiqotul Khasanah

Program Studi Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

E-mail: 23042010115@student.upnjatim.ac.id

Abstract

Indonesia is an archipelagic country that is home to various ethnicities, customs, and cultures.
Ngasa tradition is one of the traditions on the island of Java that is still preserved to this day
by its supporting communities. This tradition is carried out in the Brebes Regency. This article
is written to elucidate the functions and meanings of the Ngasa tradition. The tradition is one
of the customs of the Sundanese ethnic group; hence, its people use the Sundanese language in
their daily lives. The writing of this article is based on research using a document analysis
approach with qualitative methods. The research results include: (1) several rituals in the
implementation of the Ngasa tradition; (2) the functions of the Ngasa tradition, which consist
of religious, educational, entertainment, as well as social and cultural functions; (3) the
meaning of each procession in the Ngasa tradition ceremony.

Keywords: Ngasa traditions, function, meaning

Abstrak

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki berbagai suku, adat, dan budaya. Tradisi
Ngasa merupakan salah satu tradisi di Pulau Jawa yang masih dilestarikan hingga kini oleh
masyarakat pendukungnya. Tradisi ini dilaksanakan di Kabupaten Brebes. Artikel ini ditulis
untuk memaparkan mengenai fungsi dan makna dari tradisi Ngasa. Tradisi merupakan salah
satu tradisi dari etnis Sunda, karena itu para masyarakatnya menggunakan bahasa Sunda dalam
kehidupan sehari-hari. Penulisan artikel ini melalui penelitian yang menggunakan pendekatan
analisis dokumen dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menghasilkan: (1) beberapa ritual
dalam pelaksanaan tradisi Ngasa; (2) fungsi tradisi Ngasa yang terdiri dari fungsi religi, fungsi
Pendidikan, fungsi hiburan, serta fungsi sosial dan budaya; (3) makna setiap prosesi dari
upacara tradisi Ngasa.

Kata Kunci: tradisi Ngasa, fungsi, makna.


PENDAHULUAN

Indonesia memiliki beragam suku hingga budaya di setiap wilayahnya. Setiap suku
memiliki tradisi masing-masing yang mempengaruhi kehidupan mereka sehingga membentuk
suatu kebudayaan yang harus dilestarikan dan menjadi jati diri identitas mereka. Identitas budaya
tersebut dalam pelaksanaannya dapat mempengaruhi penilaian dan persepsi diri dari setiap anggota
masyarakat sehingga menjadi pedoman untuk bersikap dan bertingkah laku. Tradisi dipercayai
sebagai kegiatan religi turun temurun sejak lama oleh para masyarakat pendukungnya. Salah satu
bentuk tradisi di Pulau Jawa diantaranya yaitu tradisi Ngasa yang sampai sekarang masih dilakukan
oleh masyarakat pendukungnya.
Tradisi yang dilaksanakan setahun sekali pada hari Selasa Kliwon bulan kesembilan ini
masih dilestarikan dan dipercayai oleh masyarakat yang berada di pedukuhan terpencil Bernama
Kampung Budaya Jalawastu Desa Ciseureuh Kabupaten Brebes. Masyarakat Jalawastu merupakan
masyarakat etnis Sunda sehingga dalam kehidupan sehari-hari menggunakan bahasa Sunda.
Tradisi Ngasa atau juga bisa disebut dengan sedekah gunung tidak hanya dilaksanakan di Dukuh
Jalawastu, namun juga dilaksanakan di beberapa pedukuhan dan pedesaan lain di sekililing gunung
Kumbang.
Mayoritas penduduk Dukuh Jalawastu beragama islam, namun masih kental dengan adat
istiadat. Dahulu penduduk Dukuh Jalawastu menganut ajaran Sunda Wiwitan yang hingga saat ini
sebagian masyarakatnya masih menganut paham animisme dan dinamisme. Dengan kekhasan
budaya yang ada pada Dukuh Jalawastu menjadikannya Kampung Budaya satu-satunya di
Kabupaten Brebes. Kampung ini telah diresmikan sebagai Kampung Budaya oleh Bupati dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes pada tahun 2015.
Pada awalnya tradisi Ngasa dilakukan sebagai bentuk kepatuhan kepada Batara Windu
Buana yang pada masanya dipercayai sebagai pencipta alam semesta. Selain itu, tradisi ini juga
sebagai bentuk kepatuhan pada Guriang Panutus sebagai penyampai ajaran yang dipercaya sebagai
pertapa sakti yang sepanjang hidupnya hanya memakan nasi jagung, ubi-ubian, sayuran, dan buah-
buahan yang tumbuh di sekitar gunung Kumbang tanpa memakan hewan atau makhluk hidup
bernyawa lainnya.
Sebelum diadakan tradisi Ngasa masyarakat Jalawastu mengadakan kerja bakti sebelum
tradisi ini dilaksanakan yaitu pada hari Senin Wage. Tradisi Ngasa berlangsung di di gedong
paseran (paseraean gedong petilasan), yaitu hutan kecil yang di dalamnya terdapat banyak pohon
tinggi dan besar, beberapa makam keramat dan juga Sungai kecil yang konon mitosnya air Sungai
tersebut dapat menghilangkan jerawat dan menghaluskan kulit wajah apabila dibasuhkan ke muka.
Pakaian yang digunakan saat tradisi Ngasa yaitu pakaian adat Jalawastu yang terdiri dari pakaian
serba putih dari mulai baju lengan panjang hingga celana panjang berwarna putih sampai ikat
kepala juga berwarna putih.
Masyarakat yang mengikuti tradisi ini khususnya ibu-ibu menyiapkan bakul (wadah) yang
berisi makanan dan hidangan lainnya yang akan dibawa menuju gedong paseran. Bahan makanan
yang disediakan terbuat dari jagung yang telah ditumnuk halus. Lauk pauk pelengkap nasi jagung
juga tidak boleh berbagai jenis daging, ikan, dan makhluk bernyawa lainnya melainkan sayur-
mayur. Hal ini berdasarkan dari pantangan-pantangan masyarakat Jalawastu yang tidak boleh
memakan makhluk hidup yang bernyawa.
Tradisi Ngasa memberikan kesadaran kepada masyarakat Jalawastu dan sekitarnya untuk
tetap melestarikan kebudayaan yang telah ada, serta diharapkan kepada Pemerintah dan Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes untuk selalu memberikan dukungan dalam
pelaksanaan tradisi Ngasa. Keunikan dan kekhasan pada Dukuh Jalawastu yang memiliki adat dan
tradisi menimbulkan ketertarikan peneliti untuk meneliti tradisi yang ada pada Dukuh tersebut.
Oleh karena itu artikel ini dibuat untuk mengetahui peran tradisi Ngasa dalam harmonisasi
masyarakat di Dukuh Jalawastu.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Menurut Bogdan
dan Taylor dalam (Moloeng, 2009), metode kualitatif merupakan tahap-tahap penelitian yang
berkaitan dengan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari informan dan perilaku
yang dapat diamati. Metode ini dipilih karena peneliti bertujuan untuk menjelaskan dan
menggambarkan mengenai Tradisi Ngasa Kampung Budaya Jalawastu Brebes. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis dokumen. Analisis dokumen merupakan
pendekatan yang digunakan untuk menggali pemahaman mendalam mengenai suatu fenomena
atau topik dengan cara menganalisis dokumen tertulis, seperti teks, catatan, laporan, surat, dan
sebagainya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tradisi adat Ngasa pada Kampung Budaya Jalawastu merupakan sebuah tradisi adat
yang tetap dipertahankan kelestariannya dari zaman dahulu hingga sekarang dengan
menyesuaikan perkembangan zaman yanga ada. Upaya masyarakat dalam melestarikan budaya
ini yaitu dimulai dari dengan menceritakan tradisi Ngasa kepada anak-anak mereka. Selain itu
Upaya dalam melestarikan budaya ini juga dilakukan dengan pembentukan sekolah lapang bagi
para pemuda. Sekolah lapang ini bertujuan mengajarkan berbagai macam tradisi adat istiadat
Jalawastu agar nantinya dapat dilestarikan oleh generasi selanjutnya. Adapun Upaya lainnya
dari tokoh masyarakat adat dan pemerintahan yaitu dengan mengajukan program-program
yang kepentingannya untuk melestarikan adat yang ada di Jalawastu terutama tradisi adat
Ngasa.
Menurut pengetahuan masyarakat Jalawastu, tradisi Ngasa memiliki pengaruh positif
bagi masyarakat Jalawastu dalam memenuhi kebutuhan jasmani maupun rohani. Fungsi tradisi
Ngasa bagi masyarakat Jalawastu, yaitu:
1) Fungsi religi: pelaksanaan upacara tradisi Ngasa dilakukan sebagai bentuk Syukur kepada
Allah atas berkah, Rahmat, dan nikmat yang telah diberikan kepada mereka. Masyarakat
Jalawastu percaya bahwa tradisi Ngasa akan mendatangkan berkah bagi masyarakat,
diberikan Kesehatan, dijauhkan dari bencana longsor, hasil panen yang melimpah,
dijauhkan dari keburukan dan sebagainya
2) Fungsi sosial dan budaya: pelakasanaan tradisi Ngasa digunakan sebagai sarana
mempersatukan dan mempererat tali silaturrahmi bagi masyarakat Jalawastu. Selain itu
tradisi ini juga sebagai sarana untuk menambah rasa kebersamaan masyarakat Jalawastu
dan sekitarnya untuk memperkenalkan Kampung Budaya Jalawastu yang masih kental
dengan adat dan tradisi sebagai ciri khas masyarakat Jalawastu agar selalu terjaga
3) Fungsi Pendidikan: pelaksanaan upacara tradisi Ngasa dapat diterapkan sebagai alat
mendidik yang dapat dijadikan bahan guru untuk mengajar yang dapat menunjang
pengetahuan sastra tentang adat dan budaya pada siswa, selain itu tradisi ini juga
mengandung pesan kepada generasi baru agar senantiasa mencintai dan melaksanakan adat
dan tradisi yang telah diwariskan.

Sebelum dilakukan upacara tradisi Ngasa para warga kampung Jalawastu melakukan
bersih desa yang bertujuan untuk membersihkan lingkungan desa sebelum pelaksanaan upcara
tradisi Ngasa. Saat pelaksanaa bersih desa para warga menempatkan satu tandan buah pisang
di depan rumah masing-masing sebagai bentuk sedekah dari pemilik rumah untuk para
pengunjung. Selain itu juga ada buah rambutan dan kelapa muda, buah buahan tersebut dapat
diambil oleh para pengunjung secara cuma-cuma.

Tradisi Ngasa diawali dengan ritual ciprat suci yang merupakan ritual penyambutan
untuk wakil Bupati Brebes dari warga Jalawastu. Makna ritual ini adalah doa dan harapan agar
pemimpin Kabupaten Brebes agar niat dan hatinya bersih, dan dipermudah dalam menjalankan
tugasnya serta dihindarkan dari hal-hal negative. Ritual ini juga sebagai permohonan kepada
Allah agar pelaksanaan tradisi Ngasa dapat berjalan dengan lancar sampai akhir pelaksanaan.
Dalam menjalankan ritual ciprat suci dibutuhkan air dan kembang setaman. Air yang
digunakan adalah air kahirupan atau air yang ada di Sungai Cihandeleu yang dianggap sebagai
air kehidupan oleh masyarakat Jalawastu.

Dalam ritual Ngasa juga disajikan tari perang centong yang merupakan tarian khas
Jalawastu. Tari ini merupakan cerita para leluhur yang memiliki makna bahwa jangan sampai
ada perang dingin antar saudara dan selalu mengalah demi kebaikan. Selain itu tari perang
centong juga bermakna untuk sarana hiburan bagi masyarakat yang ikut melaksanakan tradisi
Ngasa. Pelaksanaan tari perang centong membutuhkan perlengkapan seperti pakaian adat
Jalawastu yang berawarna putih melambangkan kesucian, telur melambangkan kepuasan
masyarakat Jalawastu. Centong, gogok (kendi), tampah dan haseupan (alat membuat nasi
tumpeng) yang melambangkan seni dan untuk hiburan, karena apabila menggunakan golok
atau senjata tajam ditakutkan dapat membahayakan.

Pada pelaksanaannya doa Ngasa bertujuan untuk mengutarakan rasa Syukur dan
meminta supaya diberikan keselamatan, kebahagiaan, serta keberkahan untuk masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat Jalawastu. Tetapi arti dari doa Ngasa yang dibacakan oleh
juru kunci Taryuki memiliki maksud bahwa masyarakat Jalawastu tidak lupa dengan ajaran-
ajaran leluhurnya, dan juga meminta perlindungan kepada batara windu buana serta leluhur-
leluhur Jalawastu. Kedua maksud tersebut saling berhubungan, mayoritas masyarakat
Jalawastu beragama islam tetapi mereka masih menghormati leluhur-leluhur mereka karena
memiliki peran penting untuk kelangsungan hidup mereka. Maka dalam prosesi upacara tradisi
Ngasa dalam berdoa masih menggunakan kata dewa ataupun leluhur sebagai bentuk rasa
hormat, tetapi dibatasi dengan agama yang mereka yakini.

Dalam pelaksanaan doa Ngasa disediakan sesaji sebagai syarat wajib pembacaan doa
Ngasa. Isi dari sesaji memiliki makna masing-masing, seperti kemenyan putih yang bermakna
sebagai bentuk penghormatan masyarakat Jalawastu kepada roh para leluhur agar diberi
kelancaran dalam pelaksanaan tradisi Ngasa. Lalu ada nasi jagung yang merupakan makanan
sehari-hari masyarakat Jalawastu pada zaman dulu. Dalam pengolahan nasi jagung, jagung
dirtumbuk terlebih dahulu sampai halus lalu dilanjutkan proses pembuatan selanjutnya. Jagung
yang ditumbuk memiliki makna bahwa dalam hidup pasti membutuhkan proses. Nasi jagung
juga sebagai bukti penghormatan kepada Guriang Panutus yang selama hidupnya hanya
memakan nasi jagung. Selain itu juga ada beberapa jajanan tradisional yang terbuat dari jagung,
seperti papais jagung dan lainnya. Jajanan tradisional ini menyimbolkan hubungan masyarakat
yang berbeda-beda tetapi terdapat kerukunan di dalamnya. Lalu yang terakhir kelapa muda
yang seluruh bagian tubuhnya memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Hidangan yang
disediakan ini ditujukan pada para pengunjung agar dapat mencicipi dan membawa pulang
hidangan tersebut yang diyakini dapat membawa berkah. Hidangan yang disediakan juga
sebagai bentuk penghormatan pada Guriang Panutus yang pada masanya dipercayai sebagai
pengantar ajaran-ajaran.

KESIMPULAN

Pada dasarnya upacara tradisi Ngasa merupakan upacara ritual sebagai bentuk ketaatan
dan penghormatan kepada Batara Windu Buana dan Guriang Panutus. Upacara tradisi Ngasa
dilaksanakan setahun sekali pada hari Selasa Kliwon mangsa kasanga atau bulan kesembilan.
Tradisi ini memiliki beberapa fungsi masyarakat pendukungnya, yaitu fungsi religi, fungsi
hiburan, fungsi Pendidikan, serta fungsi sosial dan budaya. Tardisi Ngasa sendiri memiliki
makna sebagai bukti penghormatan masyarakat Jalawastu kepada Guriang Panutus dan juga
sebagai bentuk rasa Syukur masyarakat Jalawastu kepada Allah SWT atas kenikmatan yang
telah diberikan, serta meminta keberkahan dan kejayaan untuk seluruh masyarakat Indonesia
terutama masyarakat Jalawastu.

DAFTAR PUSTAKA
Khumaeroh, Z. S. (2022). Aktualisasi Nilai Religius Dalam Upacara Ngasa di Kampung
Budaya Jalawastu Kabupaten Brebes. Retrieved from http://jurnal.um-
tapsel.ac.id/index.php/nusantara/article/view/6888
Mia Nur Fadlillah, T. S. (2020, Juni). Upacara Tradisi Ngasa di Dukuh Jalawastu Desa
Ciseureuh Kabupaten Brebes. Retrieved from
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/sutasoma/article/view/36691
Riska Dinda Permata, M. I. (2022). TRADISI UPACARA ADAT NGASA DALAM
KONSTRUKSI SOSIAL MASYARAKAT DUSUN JALAWASTU CISEURUH. Retrieved
from https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/GDG/article/view/27199

Anda mungkin juga menyukai