Anda di halaman 1dari 3

Unsur bahasa

“Koen wis mangan ta?” (Kamu sudah makan?)

“Wis kok, awakmu wis?” (Sudah, kamu sudah?)

Suroboyoan adalah sebuah dialek bahasa Jawa yang diucapkan di Surabaya dan sekitarnya (Gresik,
Sidoarjo, hingga Malang). Dialek ini berkembang dan digunakan oleh sebagian masyarakat Surabaya
dan sekitarnya.

Secara tingkatan bahasa jawa, bahasa Suroboyoan bisa dikatakan sebagai bahasa paling kasar.
Namun banyak diantara masyarakat Surabaya yang mencampurkan dengan bahasa jawa halus
(madya sampai krama) ketika berbicara dengan orang yang lebih tua, hal ini juga sebagai bentuk
penghormatan mereka.

Tidak ada kejelasan pada batas wilayah penggunaan dialek suroboyoan ini, karena
masyarakat Surabaya yang sering berpindah-pindah. Contohnya pada masa lalu banyak
warna Surabaya yang berpindah ke Sidoarjo untuk tempat tinggal, karena diperkirakan
Surabaya akan menjadi kota perkantoran.

Unsur organisasi kemasyarakatan

Masyarakat jawa pada jaman dahulu juga menganut system kekeluargaan dan kekerabatan, jadi
semua orang di anggap sebagai kerabat atau sodara sendiri. Karna masyarakat jawa jaman dahulu
menyadari bahwa manusia di dunia ini tidak bisa hidup sendiri, perlu adanya saling gotong royong
dan saling tolong menolong antar sesame.

Contohnya dalam masyarakat jawa yang tinggal di pedesaan, masih mengenal rewang. Yaitu para
pemuda karang taruna yang dengan sukarela membantu meladeni tamu waktu tetangga desa
tersebut mengadakan acara kemantenan.

UPACARA KEDUK BEJI

Upacara Adat Keduk Beji yaitu upacara adat yang dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan
sendang (danau) di daerah Tawun, Kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi. Keduk Beji berasa dari
dua kata, yaitu Keduk dan Beji. Keduk yang artinya yaitu membersihkan, sedangkan Beji adalah nama
dari tempat yang dibersihkan.

Sendhang Beji dipercaya oleh masyarakat daerah Tawun sebagai tempat yang sakral. Sumber air
Sendhang Beji ini digunakan untuk mengairi lahan pertanian serta menjadi penyuplai air pemandian
di tempat wisata Tawun. Di samping Sendhang Beji, terdapat sebuah makam leluhur dari desa
Tawun.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Sendhang Beji menyimpan berbagai kekuatan yang
mistis, sehingga tempat ini harus dijaga dan dikeramatkan. Maka dari itu, masyarakat melakukan
upacara penghormatan supaya tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan seperti bencana dan
marabahaya.
Unsur pengetahuan

Hal ini seperti yang teijadi di daerah Tuban, Jawa Timur khususnya di Kecamatan Kerek, kegiatan
kerajinan rumah tangga sudah merupakan bagian dari hidup mereka dan ini dikerjakan turun
temurun dari dulu hingga sekarang. Walaupun mungkin keberadaan kerajinan ini mengalami
perubahan karena perkembangan jaman (khususnya di bidang teknologi) namun masih bisa dijumpai
pada sekelompok masyarakat yang masih bertahan melakukan kegiatan sebagai perajin di desa
tersebut. Adapun alasannya adalah karena kegiatan ini biasanya membutuhkan tingkat pendidikan
dan ketrampilan relatif rendah serta modal yang relatif kecil sehingga kemungkinan mudah
dijangkau. Lebih-lebih dalam komunitas dimana kegiatan kerajinan ini sudah ada sejak dulu yang
secara turun temurun diwariskan ke anak cucu, mereka sudah terampil sehingga tidak lagi
membutuhkan suatu pendidikan baik formal maupun non formal. Melalui kegiatan kerajinan ini
sebetulnya mereka telah memiliki sistem pengetahuan yang ditanamkan sejak kecil melalui proses
sosialisasi dalam keluarga dan telah menjadi bagian dari hidupnya.

Sistem peralatan hidup dan teknologi

Alat-alat pertanian adalah bajak yang disebut luku, garu untuk melunakkan tanah, cangkul, dan
gosrok yaitu alat untuk menyiangi atau membersihkan tumbuhan liar yang ikut tumbuh bersama
padi. Peralatan kesenian antara lain, gamelan yang merupakan seperangkat alat musik yang terdiri
dari gendang, gambang, gong, suling dan sebagainya. Peralatan dapur antara lain, kuali, kendhil,
cowek, kukusan, tampeh, dan sebagainya. Sedangkan alat angkutnya yang terkenal adalah andong,
selain itu untuk mengangkut barang digunakan gerobak yang ditarik oleh hewan.

Sistem mata pencaharian

Mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian di bidang pertanian, sehingga membuat Jawa
Timur menjadi provinsi pengekspor hasil pertanian terbesar di Indonesia.

Sistem religi

Mayoritas masyarakat Suku Jawa bergama Islam, selain itu juga terdapat masyarakat penganut
agama Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Berdasarkan Buku Daring Antropologi, diketahui bahwa
masyarakat Jawa juga percaya terhadap keberadaan arwah/roh leluhur dan makhluk halus seperti
lelembut, tuyul, demit, dan jin. Masyarakat Jawa juga percaya bahwa hidup ini diatur oleh alam,
maka mereka bersikap nrimo (pasrah). Dilansir dari Portal Informasi Indonesia, masyarakat Jawa
masih memegang teguh kepercayaan kejawen. Kewajen sendiri merupakan ajaran yang dianut oleh
para filsuf Jawa dan merupakan kebudayaan dengan ajaran utama membangun tata krama atau
aturan dalam berkehidupan yang lebih baik. Meskipun Kejawen merupakan kepercayaan,
sebenarnya Kejawen bukanlah sebuah agama. Kejawen lebih berupa seni, budaya, tradisi, sikap,
ritual, dan filosofi masyarakat Jawa yang tidak terlepas dari spiritualitas suku Jawa. Aliran Kejawen
ini kemudian berkembang seiring dengan agama yang dianut oleh pengikutnya, sehingga kemudian
dikenal sebagai Islam Kejawen, Hindu Kejawen, Budha Kejawen, dan Kristen Kejawen. Saat ini
kepercayaan Kejawen dianggap kuno bagi sebagian orang. Akan tetapi, masih banyak masyarakat
yang menjalankan tradisi, upacara, dan ritual Kejawen seperti nyadran, mitoni, tedhak siten,
wetonan, dan lain-lain.
Tari Remong, sebuah tarian dari Surabaya yang melambangkan jiwa, kepahlawanan. Ditarikan pada
waktu menyambut para tamu.

Festival Bandeng selalu digelar setiap tahun. Namun, ada yang berbeda dalam perayaan tahun ini.
Kegiatan tersebut tidak dibarengi dengan acara lelang (menjual dengan harga tawar yang paling
tinggi) bandeng kawak yang sudah menjadi tradisi masyarakat Sidoarjo.

Anda mungkin juga menyukai