Anda di halaman 1dari 7

Suku Jawa

Disusun Oleh: Kevin Jhosua Tambunan

SMK NEGERI 1 BALIGE

TEKNIK INSTALASI LISTRIK

2019/2020
Provinsi Jawa Barat

Suku jawa merupakan suku terbesar yang mendiami wilayah Indonesia. Keberadaan suku ini
bukan hanya di pulau Jawa tetapi juga menyebar merata di seluruh Nusantara.

Suku jawa terkenal dengan keramahtamahan dan kehalusannya. Adat istiadat jawa sangat banyak
dan beragam. Masyarakat jawa biasanya masih mempercayai mitos-mitos dan legenda leluhur.

Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan Bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam
sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an, kurang lebih hanya
42% orang Jawa yang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, sekitar
28% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya
menggunakan bahasa Jawa saja.

Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosakata dan intonasi berdasarkan hubungan antara
pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki
pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar
akan status sosialnya di masyarakat.

Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh masyarakat Jawa khususnya
di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara garis besar dapat dibagi menjadi 3
yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa
mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari. Budaya
Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Budaya Jawa selain terdapat di Jawa
Tengah, DIY dan Jawa Timur terdapat juga di daerah perantauan orang Jawa yaitu di Jakarta,

Kevin Jhosua Tambunan 1


Sumatra dan Suriname. Bahkan budaya Jawa termasuk salah satu budaya di Indonesia yang paling
banyak diminati di luar negeri. Beberapa budaya Jawa yang diminati di luar negeri adalah Wayang
Kulit, Keris, Batik dan Gamelan. Di Malaysia dan Filipina dikenal istilah keris karena pengaruh
Majapahit.[3] LSM Kampung Halaman dari Yogyakarta yang menggunakan wayang remaja adalah
LSM Asia pertama yang menerima penghargaan seni dari AS tahun 2011. Gamelan Jawa menjadi
pelajaran wajib di Amerika Serikat, Singapura dan Selandia Baru.[4] Gamelan Jawa rutin digelar
di AS-Eropa atas permintaan warga AS-Eropa. Sastra Jawa Negarakretagama menjadi satu satunya
karya sastra Indonesia yang diakui UNESCO sebagai Memori Dunia. Menurut Guru Besar
Arkeologi Asia Tenggara National University of Singapore John N. Miksic jangkauan kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatra dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan dengan pengaruh
kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan seni.[5] Budaya Jawa termasuk unik karena
membagi tingkat bahasa Jawa menjadi beberapa tingkat yaitu Ngoko, Madya Krama.

Mayoritas orang Jawa menganut agama Islam (sekitar 97%). Masyarakat Muslim Jawa umumnya
dikategorikan ke dalam dua golongan, yaitu kaum Santri dan Abangan. Kaum santri mengamalkan
ajaran agama sesuai dengan syariat Islam, sedangkan kaum abangan walaupun menganut Islam
namun dalam praktiknya masih terpengaruh Kejawen yang kuat.

Orang Jawa juga ada yang menganut agama Kristen (sekitar 2,5%), baik Protestan maupun
Katolik.Sama seperti muslim Jawa, orang Jawa Kristen juga ada yang disebut Kristen abangan
yang masih terpengaruh Kejawen yang kuat. Orang Jawa Kristen kebanyakan tersebar di Salatiga,
Surakarta, Magelang dan Yogyakarta di mana penganut Kristen mencapai 15% hingga 25% dan
penganut Islam sekitar 75% hingga 85%.

Di kota-kota besar seperti Semarang, Surabaya, Malang dan wilayah perkotaan lainnya penduduk
beragama Islam sekitar 85% hingga 95% dan Kristen sekitar 5% hingga 15% yang sebagian juga
terdiri dari orang Tionghoa. Di kawasan lainnya di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta
hampir semua penduduknya beragama Islam (sekitar 95% hingga 99%) dan penduduk non muslim
hanya sekitar 1% hingga 5%.

Sekitar 1% Orang Jawa lainnya juga menganut Hindu, Buddha maupun kepercayaan suku Jawa
yang disebut sebagai Kejawen. Kantong kecil Orang Jawa Hindu masih ditemukan dseperti di

Kevin Jhosua Tambunan 2


Blitar, Banyuwangi, Probolinggo dan Pasuruan di mana terdapat umat Hindu yang membentuk
populasi sekitar 1% hingga 2% dari jumlah penduduk, sedangkan kantong kecil orang Jawa
Buddha dapat ditemukan di Temanggung yang memiliki 1% umat Buddha dari total penduduk. Di
wilayah-wilayah lain penganut Hindu dan Buddha kurang dari 1%, kecuali di Kota Surabaya yang
memiliki umat Buddha 1% karena banyak terdapat orang Tionghoa.

Adat Istiadat Suku Jawa

1. Adat Istiadat Suku Jawa Ketika Perempuan Sedang Hamil

Ketika seorang perempuan sedang hamil/mengandung bayi didalam perutnya, didalam suku jawa
seorang perempuan yang sedang mengandung itu akan benar-benar yang namanya dijaga, supaya
tidak akan terjadi hal yang buruk menimpa perempuan dan calon anaknya itu. Untuk mengenai hal
ini, biasanya didalam penduduk suku jawa akan menyelenggarakan acara semacam selamatan-
selamatan.

Mengadakannya acara selamatan ini dilakukan selama dua kali selama masih pada masa-masa
mengandung/kehamilan, pertama adanya acara selametan ini ketika usia sang bayi didalam
kandungan mencapai tiga bulan, dan acara selamatan yang kedua ini dilakukan ketika usia sang
bayi sudah mencapai umur 7 bulan.

Ketika setiap melakukan selamatan-selamatan itu ada namanya tersendiri, yaitu selamatan-
selamatan yang pertama itu diberi dengan sebutan nama “Neloni”, dan selamatan yang kedua atau
Kevin Jhosua Tambunan 3
yang terakhir ini disebut dengan sebutan nama “Mitoni”. Ketika kedua selamatan itu dijalankan,
maka akan dibuatnya beberapa jenis makanan untuk dibagikan kepada kerabat-kerabat terdekat,
atau diberikan kepada tetangga-tetangga.

Makanan-makanan yang dibuat itu seperti jenang blowok, apa jenang blowok itu? Jenang blowok
itu adalah kue yang dibuat dari tepung terigu dengan dilengkapi oleh bungkusan daun nangka.

Selain dari jenang blowok juga ada makanan yang namanya trancam, trancam itu adalah makanan
yang dibuat dari potongan-potongan timun, kacang toro, tempe goreng, dan setelah itu dicampur
dengan parutan kelapa.

2. Upacara Sekaten

Didalam suku jawa adanya upacara sekaten ini merupakan bentuk rasa hormat masyarakat Jawa
kepada Baginda Nabi Rasulullah SAW yang mana Rasulullah SAW ini sudah menyebarkan agama
yang mulia (Islam) di tanah Jawa ini. Selain itu, upacara sekaten juga merupakan upacara
peringatan kelahiran Rasulullah SAW yang mana upacara sekaten ini diadakan selama 7 hari.

Pada saat ini upacara sekaten ini masih dilestarikan di kawasan kerajaan-kerajaan, seperti di
Yogyakarta dan Kota Solo. Bahkan ketika upacara sekaten dimulai, dari pihak kerajaan keraton
didaerah Surakarta ini mengeluarkan 2 jenis alat musik gamelan, yaitu gamelan Guntur Sari, dan
gamelan Kyai Gunturmadu.

Kevin Jhosua Tambunan 4


3. Upacara Kenduren

Adanya upacara kenduren ini meruapakan hasil penggabungan budaya Jawa dan agama Islam di
pada abad 16 masehi. Pada awalnya, upacara kenduren ini menggunakan doa-doa agama budha
atau menggunakan doa-doa agama hindu. Kemudian setelah mengalami penggabungan dengan
agama Islam, digantikanlah doa-doa itu menjadi doa-doa yang biasa digunakan di agama Islam.

Begitu juga dengan sesaji yang dulu biasanya digunakan ketika adanya upacara kenduren ini,
namun pada saat ini sesaji-sesaji itu tidak di gunakan lagi. Untuk saat ini upacara kenduren ini
hanya ditujukan untuk makan-makan bersama, itupun sebagai tanda syukur kepada Allah SWT,
bukan untuk persembahan-persembahan seperti budaya Kejawen pada zaman dulu.

4. Upacara Tedak Sinten

Kevin Jhosua Tambunan 5


Tedal siten ini adalah selamatan, yang mana didalam kebudayaan adat Jawa harus mengadakan
tedak siten. Selamatan ini dimulai dari si bayi sudah mulai bisa belajar berjalan. Di beberapa
bagian kawasan lain yang berada di Negara Indonesia mengenal tradisi ini dengan sebutan nama
turun tanah.

Dalam upacara tedak siten ini tidak ada maksud tujuan lain/tujuan yang berkaitan dengan hal-hal
mistik. Upacara tedak siten ini tujuannya hanya untuk mengungkapka rasa syukur kepada sang
pecipta, karena Allah telah memberikan nikmat kesehatan, dan nikmat kesempurnaan fisik pada
sang bayi.

Kevin Jhosua Tambunan 6

Anda mungkin juga menyukai