Indonesia terkenal memiliki keragaman budaya, suku dan etnis, hal ini terlihat dari
keberadaan budaya yang dimiliki setiap suku, mulai dari Sabang hingga Merauke. Mengingat
budaya merupakan salah satu cara masuknya Islam ke Indonesia, maka budaya berperan dalam
tumbuhnya Islam di negara tersebut. Karena tradisi dan budaya membentuk struktur fisik
masyarakat, maka tidak mungkin memisahkan budaya Jawa dari agama Islam secara tiba-tiba.
Perpaduan praktik budaya Jawa dan agama Islam telah menjadi sebuah fenomena umum pada
Masyarakat Jawa. Orang Jawa akan sulit meninggalkan kebudayaan Jawa begitu saja. Oleh
karena itu, banyak orang Jawa yang taat menjalankan ajaran Islam tetapi masih enggan
meninggalkan tradisi ritual kejawen. Sebagai contoh, masyarakat Jawa sering melakukan ritual
dan do’a yang berkaitan dengan siklus kehidupan manusia seperti ngupati, mitoni, brokohan,
puputan, among-among, tedhak siten dan lain sebagainya. Agar kehidupan mereka tenteram
dan ceria, hal itu sudah ada berkat masyarakat Jawa terdahulu dan diwariskan kepada
keturunannya.
Meski sebagian kelompok masyarakat sudah meninggalkan adat istiadat Jawa yang
sudah diwariskan nenek moyang, namun di sisi lain masih ada kelompok masyarakat yang tetap
menjunjung tinggi tradisi tersebut. Mereka merupakan masyarakat Jawa yang tinggal di
Cilacap, tepatnya di Dusun Bendagede, Desa Binangun. Tradisi masyarakat yang masih
bertahan adalah tradisi among-among. Desa Binangun adalah sebuah desa yang terletak di
Kecamatan Bantarsari, Kabupaten Cilacap. Desa dengan luas 888,9 hektar ini masih kental
dengan kebudayaan Jawa. Tak hanya kental dengan kebudayaan Jawa namun juga selaras
dengan ajaran agama Islam. Beberapa kebudayaan yang masih kental di Desa Binangun antara
lain ada sedekah bumi, ruwatan bumi, wayangan, seni ebeg, sintren, dan masih banyak
kebudayaan lainnya. Kali ini saya sebagai penulis akan membahas tradisi among-among.
SEJARAH AMONG-AMONG
Menurut salah seorang tokoh masyarakat, tradisi among-among bermula ketika Sunan
Kalijaga menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Karena menghadapi tradisi sesajen
masyarakt Jawa yang sudah tertanam kuat, yang pada masa pra Islam digunakan untuk
persembahan kepada roh-roh ghoib, Sunan Kalijaga mengubah bentuk sesajen itu menjadi
sebuah hidangan yang terdiri dari: nasi putih, sayuran, dan juga lauk pauk. Tradisi among-
among ini muncul pada masa kekuasaan sultan agung dari Kerajaan Mataram atas ajaran Raden
Sahid atau Sunan Kalijaga. Dalam berdakwah Sultan Agung mengikuti jejak Suan Kalijaga,
yaitu dengan cara pendekatan kultur budaya yang ada di Jawa. Untuk menarik perhatian
masyarakat, beliau mencoba untuk memadukan sajin yang ada dalam masyarakat dengan
dakwah Islam. Yang kemudian dikenal dengn istilah among-among.
Dalam kehidupan masyarakast jawa among-among juga disebut juga slamatan, karena
tujuan pelaksanaanya agar memperoleh keselamatan hidup dunia dan akhirat. Slametan
merupakan suatu acara makan bersama yang hidangannya sudah didoakan sebelum
dihidangkan. Selamatan dapat digolongkan menjadi berbagai macam varian yang setiap
pelaksanaanya berbeda arah dan tujuan. Keenam varian tersebut dilaksnakan pada peristiwa
yang berbeda dalam rangka lingkaran hidup seseorang, yaitu; kehamilan, kelahiran, upacra
memotong rambut pertama, upacara menyentuh tanah pertama, upacara pernikahan, dan
upacara kematian atau setelah kematian. Adapun slametan yang lain seperti: slametan setelah
perjalanan jauh, slametan menempati rumah baru, dan slametan setelah sembuh dari penyakit.
Pada dasarnya masyarakat Jawa tidak mempercayai adanya roh gaib yang mengganggu
masyarakat. Namun mereka percaya akan adanya makhluk halus yang mengikuti mereka dalam
segala aspek kehidupan manusia dan membimbing manusia untuk berbuat baik dalam segala
hal dan menghindari perbuatan jahat. Dalam istilah bahasa Jawa, roh tersebut diberi nama
pamomong atau orang yang peduli. Saling menjalin hubungan dimaksudkan untuk
mengungkapkan rasa terima kasih orang tua yang telah merawat anak-anaknya. Masyarakat
Jawa merupakan masyarakat yang selalu mempertimbangkan segala sesuatunya. Mereka
mencoba menemukan keseimbangan antara dunia nyata dan dunia gaib. Mereka percaya pada
keseimbangan ini akan tercipta kehidupan yang harmonis dan dinamis, antara alam nyata dan
alam ghoib.