Anda di halaman 1dari 9

Tradisi Selamatan.

Selamatan merupakan sebuah tradisi ritual yang hingga kini tetap dilestarikan
oleh sebagian besar masyarakat Jawa.Salah satu upacara adat Jawa ini dilakukan
sebagai bentuk rasa syukur atas anugerah dan karunia yang diberikan Tuhan.
Istilah Selamatan sendiri berasal dari bahasa arab yakni Salamah yang memiliki arti
selamat atau bahagia.
Dalam prakteknya, selamatan atau syukuran dilakukan dengan mengundang beberapa
kerabat atau tetangga . Secara tradisional acara syukuran dimulai dengan doa
bersama, dengan duduk bersila di atas tikar, melingkari nasi tumpeng dengan lauk
pauk dan kemuadian di lanjutkan dengan menikmati nasi tumpeng tersebut secara
bersama – sama

Macam-macam slametan memperingati orang meninggal -Surtanah atau geblak.


-Nelung dina.
-Mitung dina.
-Matang puluh dina.
-Nyatus.
-Mendak sepisan.
-Mendak Pindho.
-Nyewu.
Macam-macam selametan setelah kelahiran bayi.
1.Tradisi Brokohan
Selamatan brokohan di adat Jawa biasanya dilakukan sehari setelah kelahiran
bayi.Kata brokohan sendiri diambil dari bahasa Arab, yakni barokah, yakni
mengharapkan berkah.
2.Tradisi Sepasaran
Selamatan sepasaran di adat Jawa biasanya dilakukan 5 hari setelah kelahiran
bayi. Sepasaran sendiri berasal dari kata sepasar, yang artinya lima hari.
3.Tradisi Selapanan
Selamatan selapanan di adat Jawa biasanya dilakukan 35 hari setelah kelahiran
bayi. Selapan merupakan istilah Jawa yang berarti tiga puluh lima hari.

Tradisi selametan Jembulan

ini biasanya diiringi dengan pembacaan doa.Dulunya, Tradisi Jembulan


digunakan dilaksanakan di gua-gua, yang digunakan untuk persembunyian pada
zaman penjajahan, bertujuan untuk bertapa, menyembah roh dan jin. Jembulan pada
zaman dahulu dianggap sakral, penuh mistik, dan berbau syirik Namun saat ini,
tradisi jembulan mengalami evolusi karena adanya pengaruh agama, sehingga
jembulan saat ini merupakan bentuk wujud syukur terhadap hasil panen.
Tradisi Nyadran, Sambut Ramadan dengan Bakti Kepada Tuhan dan Leluhur

Kata Nyadran berasal dari kata 'Sraddha' yang bermakna keyakinan. Nyadran
menjadi bagian penting bagi masyarakat Jawa. Sebab, para pewaris tradisi ini
menjadikan Nyadran sebagai momentum untuk menghormati para leluhur dan
ungkapan syukur kepada Sang Pencipta. Biasanya, nyadran dilaksanakan setiap
menjelang Ramadan, tepatnya pada bulan Sya’ban/ diadakan satu bulan sebelum
dimulainya puasa, atau pada 15, 20, dan 23 Ruwah.
Masing-masing daerah di tanah Jawa punya ciri khas masing-masing dalam
tradisi ini. Masyarakat di beberapa daerah membersihkan makam sambil membawa
bungkusan berisi makanan hasil bumi yang disebut sadranan.
Namun, tidak semua masyarakat di daerah Jawa Tengah selalu membawa
sadranan. Di Kecamatan Muntilan Kota Magelang misalnya, masyarakat tidak
membawa sadranan ketika membersihkan makam. Satu hari setelah membersihkan
makam, masyarakat mengadakan doa bersama untuk mendoakan para leluhur yang
telah berjuang di masa lalu.

Selametan Tumpeng Sewu

Selain selametan bergilir, masyarakat Banyuwangi juga memiliki tradisi


selametan unik lainya. Yaitu selametan tumpeng sewu yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Selametan
tumpeng sewu ini dilakukan setiap menjelang idul adha. Pada acara tumpeng sewu
ini warga membuat tumpeng pecel pitik lalu disajikan di tepi jalan dan dinikmati
bersama.
Uniknya, di siang hari untuk melengkapi tradisi tumpeng sewu warga desa
melakukan ritual menjemur kasur secara massal. Uniknya, semua kasur yang dijemur
berwarna hitam dan merah. Warga Suku Using beranggapan bahwa sumber penyakit
datangnya dari tempat tidur, sehingga mereka menjemur kasur di halaman rumah
masing-masing agar terhindar dari segala jenis penyakit
Bancaan suronan

Istilah suro yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia khususnya
Jawa, berasal dari ‘asyura (bahasa Arab) yang berarti kesepuluh (maksudnya tanggal
10 bulan suro). Sementara itu dalam Islam, istilah suro sebagaimana yang telah
dipahami oleh mayoritas masyarakat Islam, adalah bulan Muharam.
saat malam 1 Suro tiba, masyarakat Jawa umumnya melakukan ritual tirakatan, lek-
lekan (tidak tidur semalam suntuk), dan tuguran (perenungan diri sambil berdoa),
juga pawai obor
Wilujengan

Seperti halnya berdoa untuk mengawalai sebuah acara. Wilujengan atau


selamatan adalah tradisi utama yang dilaksanakan sebelum memulai suatu hajat.
Tradisi ini masih erat dipegang oleh mayarakat Jawa. Tidak jarang acara wilujengan
kini dikemas dalam bentuk pengajian.
Pemangku hajat biasanya mengundang keluarga dan tetangga berkumpul di
rumahnya. Ubarampe yang disediakan untuk keperluan wilujengan antara lain nasi
golong, nasi asahan, nasi wuduk, dan jajan pasar. Warga yang sudah berkumpul
kemudian berdoa dipimpin oleh tokoh agama atau sesepuh. Setelah itu, ubarampe
yang disediakan dibagikan kepada para tamu.
Makna dari tradisi ini, pertama sebagai ajakan kepada keluarga dan tetangga
untuk bersilaturahmi dan berdoa sersama sekaligus mengutaraan maksud dari
selamatan tersebut. Kedua untuk mengajak berdoa bersama memohon kepada Tuhan
Yang Maha Esa agar acara pernikahan dari awal hingga akhir nantinya dianugerahi
keselamatan lahir batin oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Simbol-simbol ritual yang sering mereka gunakan dalam ritual slametan (wilujengan)
antara lain :

1. Golong sejodo

Golong sejodo ini biasanya dibuat dari nasi putih yang berbentuk tumpeng atau
seperti gunung yang berjumlah dua (sepasang). Arti dari tumpeng sendiri dalam
masyarakat muslim Jawa sering disebut “metu dalan kang lempeng” yang diartikan
bahwa manusia dalam kehidupannya didunia diwajibkan melalui jalan yang lurus
(lempeng) dan juga jalan yang benar, seperti yang diajarkan oleh agama. Selain itu,
tumpeng yang berbentuk seperti gunung juga merupakan gambaran dari bidang-
bidang kehidupan manusia dan puncak dari tumpeng merupakan gambaran dari
kekuasaan Tuhan yang bersifat transendental. Arti lain dari “golong sejodo” adalah
mengingatkan kita bahwa Nabi Adam dan Hawa adalah manusia pertama yang
diciptakan oleh Allah, dan merupakan cikal bakal manusia di Bumi ini.

2. Tumpeng Robyong

Tumpeng robyong merupakan tumpeng dari nasi putih yang pinggirnya dihiasi
dengan daun-daunnan, antara lain daun dadap, daun turi, dan sebagainya. Tumpeng
robyong sebagai gambaran kesuburan dan kesejahteraan. Tumbuh-tumbuhan ataupun
sayur-sayuran yang dipakai untuk kebutuhan hajat atau slametan tersebut diharapkan
akan segera tumbuh kembali.
3. Tumpeng Gepak

Tumpeng gepak merupakan pralambang dari “rojo koyo” yaitu hewan-hewan


peliharaan dari orang yang sedang melaksanakan hajat tersebut, semoga hewan
peliharaan tersebut dapat cepat beranak pinak, sehingga dapat dipergunakan untuk
membantu kehidupan manusia.

4. Ambengan

Ambengan adalah nasi putih yang ditempatkan dalam wadah, wadahnya dapat
berupa panci atau besek. Ambengan merupakan gambaran dari bumi (tanah) sebagai
tempat hidup dan kehidupan semua makhluk ciptaan Tuhan baik itu manusia, hewan,
tumbuhan, dan lainnya, yang harus dijaga kelestariaannya, karena itu merupakan
unsur yang penting dalam kehidupan semua makhuk ciptaan Tuhan.

5. Ingkung

Ingkung adalah ayam yang dimasak secara utuh setelah dibersihkan bulu dan
kotorannya. Dalam penyajiannya ayam diikat sehingga rapi, masyarakat jawa sering
menyebutnya “diingkung” artinya ayamnya ditali. Ingkung sebagai perlambang
dalam beribadah, masyarakat jawa sering memaknainya “manembaho ingkang
linangkung” yang berarti manusia dalam beribadah kepada Allah SWT sebaiknya
bersegeralah dan beribadahlah dengan khusuk, seakan engkau akan mati besok.
Dengan makna tersebut manusia akan lebih khusuk lagi dalam beribadah kepada
Tuhannya. Selain itu, makna dari ayam yang ditali tadi adalah mengambarkan bahwa
manusia dalam kehidupannya sebaiknya mengendalikan nafsunya agar tidak
berlebihan dan terlalu ambisius dalam berbagai bidang kehidupan

6. Jenang Palang

Jenang palang adalah nasi putih yang dicampur dengan gula merah dan
diatasnya diberi daun pandan yang dipalangkan dan biasanya ditempatkan pada
piring. Jenang palang merupakan penggambaran bahwa dengan slametan tersebut
diharapkan akan menghalangi “komo sengkolo” atau gangguan dan mala petaka yang
sudah ada maupun gangguan yang akan datang, baik itu gangguan dari manusia
ataupun dari syetan.

7. Jenang Pliringan

Jenang pliringan merupakan pralambang dari “kakang kawah adhi ari-ari”. Hal
ini terkait dengan ajaran mistik dalam masyarakat jawa bahwa setiap manusia
memiliki empat saudara yang dikenal dengan sebutan “kakang kawah adhi ari-ari”.
Sedangkan dua saudara yang lain adalah “rah” (darah) dan “puser” (tali pusar).
Keempat saudara tersebut dalam konteks Jawa dihayati sebagai “sing ngemong
awak” artinya yang menjaga dan memelihara manusia, karenanya harus dihormati,
tidak disia-siakan, dan selalu “disapa” dalam setiap ritual slametan atau wilujengan.

8. Jenang Abang Putih

Jenang abang putih sebagai pralambang terjadinya manusia yang melalui benih
dari ibu yang dilambangkan dengan jenang warna merah dan benih dari bapak yang
dilambangkan dengan jenang warna putih. Jenang ini terbuat dari nasi putih, untuk
warna merah dalam penyajiannya nasi putih dicampur dengan gula merah dan untuk
yang satunya nasi disajikan secara utuh.

9. Jenang Baro-baro

Jenang baro-baro merupakan perlambang dari kehidupan mikrokosmos, artinya


selain manusia yang hidup dibumi ini ada makhluk hidup lain yang diciptakan oleh
Tuhan hidup berdampingan dengan manusia itu sendiri, yang keberadaannya sering
terlupakan karena memang ukurannya yang tak dapat terlihat oleh mata secara
sekilas yaitu hewan-hewan yang ukurannya serba kecil seperti misalnya semut, kutu,
belalang, nyamuk, lalat, dan masih banyak lagi, yang kehidupan mereka juga
mendukung kelangsungan ekosistem di bumi ini. Atas dasar itu, masyarakat jawa
menyedekahi bangsa “kutu-kutu walang atogo” sebagai rasa kepedulian terhadap
sesama makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa

10. Jajan Pasar

Jajan pasar sebagai perlambang dari sesrawungan atau hubungan kemanusiaan,


silaturahmi antar manusia. Hal ini diasosiasikan bahwa pasar adalah tempat
bermacam-macam barang, seperti dalam jajan pasar ada buah-buahan, makanan
kecil, sekar setaman, rokok dan sebagainya. Dalam jajan pasar juga sering ada uang
dalam bentuk “ratusan” yang dalam bahasa jawa “satus”, yang merupakan simbol
dari sat atau “asat” yang berarti habis dan “atus” yang berartibersih. Hal ini dapat
diartikan bahwa manusia dalam beribadah kepada Allah untuk membersihkan diri
dari dosa hendaknya dilakukan sampai benar-benar bersih sehingga ketika mereka
kembali kepada Sang Pencipta dalam keadaan benar-benar bersih.

11. Dem-deman

Dem-deman merupakan lambang dari ketentraman, dengan diadakannya


slametan diharapkan kehidupan manusia atau orang yang menyelenggarakan hajatan
tersebut akan “adem ayem toto titi temtrem” yaitu tenang, tentram, dan damai tidak
ada suatu halangan apapun dalam menghadapi kehidupan. Dem-deman ini terbuat
dari daun “dadap srep” yang direndam air dalam wadah.
12. Telur

Merupakan sebagai lambang dari “wiji dadi” atau benih terjadinya manusia.

13. Kecambah

Merupakan simbol dari benih dan bakal manusia yang akan selalu tumbuh
seperti kecambah.

14. Kacang Panjang

Merupakan simbol dalam kehidupan sehari-hari semestinya manusia selalu


berpikir panjang (nalar kang mulur) dan jangan memikirkan pikiran yang picik,
sehingga akan selalu dapat menanggapi segala hal dan keadaan dengan penuh
kesadaran dan bijaksana.

15. Tomat

Merupakan simbol kesadaran akan menimbulkan perbuatan yang gemar “mad-


sinamadan” dan berupaya menjadi “jalma limpat seprapat tamat”. Manusai dalam
menjalani kehidupannya diharapkan dapat selalu cermat dalam berbagai bidang
kehidupan dan diharapkan dapat selalu paham situasi yang sedang terjadi maupun
kejadian yang sedang dihadapinya dan dapat mengikutinya.

16. Kangkung

Merupakan simbol manusia diharapkan termasuk sebagai manusia yang


linangkung atau manusia yang mempunyai kelebihan dalam bidang apapun.

17. Apem dan Kupat Lepet

Merupakan simbol dalam menyelenggarakan selamatan dan perbuatan yang


dilakukan setiap hari tentunya tidak luput dari kesalahan (lepat), untuk itu semoga
Allah SWT selalu memberikan ampunan segala kesalahan dan dosa-dosa yang telah
diperbuat.

18. Pisang
Yang dalam bahasa jawa disebut “gedang” merupakan pralambang dari etika
kehidupan, diharapkan orang yang melakukan hajat tersebut ataupun manusia pada
umumnya dapat mencontoh watak pisang yang dapat hidup dimana saja (ajur ajer),
dapat menyesuaikan dengan lingkungannya. Disamping itu bagian dari tanaman
pisang juga sangat banyak manfaatnya, mulai dari daunnya, batang pohon, buahnya
sendiri dan masih banyak yang lainnya. Selain itu, pisang (gedang) sering juga
dimaknai sebagai “gumreget nyuwun pepadang” artinya manusia dalam menjalani
kehidupannya diharapkan selalu meminta petunjuk hanya kepada Allah SWT dalam
keadaan atau situasi apapun.

19. Pembakaran kemenyan sebagai sarana “lantaran”

Setelah semua “ubarampe” atau piranti slametan diijabkan atau dikemukakan


maksud dan tujuan diadakannya slametan oleh sesepuh atau ulama setempat,
biasanya ditutup dengan berdoa dan membakar kemenyan, hal ini dimaknai sebagai
sarana terkabulnya doa-doa yang diinginkan. Pembakaran kemenyan dlam tradisi
masyarakat jawa sering dimaknai sebagai “talining iman, urubing cahya kumara,
kukuse ngambah swarga, ingkang nampi Dzat ingkang Maha Kuwaos”, artinya
bahwa slametan yang dilaksanakan tersebut diharapkan akan lebih meningkatkan
keimanan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa bagi keluarga yang melaksanakan
maupun bagi seluruh manusia pada umumnya. Selain itu, niat dari slmetan atau
tujuan diadakannya hajat itu digambarkan seperti “urubing cahya kumara” yaitu
seperti api yang berkobar-kobar, berharap bahwa tujuannya segera tercapai,
sedangkan asap (kukus) dari kemenyan dimaknai akan membawa doa-doa yang
diijabkan terbang sampai ke surga dan dapat diridhoi dan dikabulkan oleh Allah
SWT.

Beberapa perbedaan selametan Antara Jawa tengah dan Jawa timur :

1. Jembulan di Jawa timur lebi jarang dari pada Jawa tengah Jawa timur jembulan di
adakan saat resik' desa ,HUT pasar/ desa, panen
2. di Jawa timur ada selametan nyadran untuk panen sedangkan Jawa tengah tidak
ada atau bisa di sebut dengan methil ,untuk selametan panen.
3. di Jawa timur ada selametan tumpeng 1000 dilakukan disaat mendekati idul adha
saat shalat idul adha/ idul Fitri sedangkan di Jawa tengah jarang.
4. di Jawa timur di selametan jenang jarang ada kecuali saat nyadran dan saat
tumpeng 1000

Terima Kasih 😊

Anda mungkin juga menyukai