Anda di halaman 1dari 3

Tradisi Brokohan di Desa Jurug Jumapolo

Perspektif Teori Antropologi Symbolic

Kebudayaan merupakan seluruh pengetahuan manusia sebagai makhluk


sosial yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan
lingkungan dan pengalamnnya serta menjadi kerangka landasan bagi
terwujudnya kelakuan.1 Seperti yang kita ketahui, budaya yang diwariskan
secara turun-temurun sehingga menjadikan sebuah tradisi. Tradisi
merupakan suatu kebiasaan, dalam bahasa Latin berbunyi traditio
“diteruskan”. Adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi
bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, untuk pelstariannya
pada generasi brikutnya dengan cara lisan atau pembiasaan, maupun tulisan.
Atau dapat diartikan bahwa suatu tradisi merupakan bentuk pelambangan
dari suatu budaya.2

Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki kemajemukkan


suku, bangsa, agama, ras, dan budaya. Salah satu keragaman budaya
terdapat di Provinsi Jawa, lebih tepatnya di Dusun Jurug, Jumapolo,
Kabupaten Karanganyar. Jawa sendiri memiliki banyak tradisi, salah
satunya adalah Selametan. Slametan sendiri merupakan kegiatan masyarakat
Jawa yang biasanya digambarkan sebagai pesta atau ritual, baik upacara di
rumah maupun di Desa. Pelaksanaannya sendiri adalah, para warga duduk
melingkar di atas tikar untuk berdoa bersama. Kemudian disambung dengan
makan bersama hidangan yang telah disediakan oleh tuan rumah, dan
beberapa bungkusan untu dibagikan. Bungkusannya terdiri dari nasi berserta
lauk pauknya. Selametan sendiri ada bermacam-macam, seperti selametan
rumah baru, kehamilan, kelahiran, perkawinan, dan kematian.

Brokohan, merupakan salah satu ritual dalam slametan kelahiran.


Tradisi brokohan dilaksanakan ketika bayi telah lahir. Brokohan berasal dari

1
Safitri, Yuni Retria. Risma Margaretha Sinaga, Yustina Sri Ekwandari. “Perspektif
Masyarakat Jawa Terhadap Tradisi brokohan di Desa Jepara Kabupaten Lampung
Timur”. Jurnal: FKIP UNILA, 2018, hal 1-12.
2
Diah, Silvana. Skripsi. Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Brokohan di
Dusun Kadipiro Desa Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.
Pendidikan Agama Islam. IAIN Salatiga. 2015, hal 44-46.
bahasa Arab yaitu ‫“ بركة‬barokah”, yang berarti mengaharapkan berkah,
kemudian oleh masyarakat Jawa dibahasakan ulang menjadi brokohan.3
Menurut salah satu sesepuh di Dusun Jurug, broohan dilakukan sebagai rasa
syukur kepada Allah SWT karena telah diberi karunia anak, semoga
menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, berguna bagi agama, dan
bangsa.4 Dimana sejalan dengan Firman Allah SWT dalam QS an-Nahl ayat
78:

َ ٰ ‫َوٱهَّلل ُ أَ ۡخ َر َج ُكم ِّم ۢن بُطُو ِن أُ َّم ٰهَتِ ُكمۡ اَل ت َۡعلَ ُمونَ َش ٗۡ‍ٔيا َو َج َع َل لَ ُك ُم ٱلسَّمۡ َع َوٱأۡل َ ۡب‬
٧٨ َ‫ َدةَ لَ َعلَّ ُكمۡ ت َۡش ُكرُون‬NO‫ص َر َوٱأۡل َ ِۡٔٔ‍ف‬

78. Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

Tentunya dalam sebuah ritual ada beberapa tahapan didalamnya, sama


halnya dengan tradisi brokohan. Ada beberapa tiga tahapan pelaksanaan
tradisi tersebut, yaitu memendam ari-ari, rewangan, dan slametan.
Memendam ari-ari, ketika akan memendam ari-ari ada beberapa
perlengkapan yang harus tersedia, seperti bunga 7 rupa, minyak wangi,
kunyit, garam (yang sudah mempasir), gelas, lampu, penutup. 5
Penempatannya sendiri ada aturannya, jika anaknya laki-laki dipendam
disebelah kanan pintu depan. Jika anaknya perempuan maka, dipendam di
sebelah kanan pintu belakang.

Kedua, adalah rewangan yaitu mengabari kepada kerabat ataupun


tetangga sekitar untuk membantu masak-masak. Ketika akan membantu
memasak, diwajibkan untuk datang ke dapur terlebih dahulu kemudian
memasukkan tangan dan kakinya kedalam pawon/tungku api. Bertujuan
agar membuang sawan atau bisa dibilang dengan hal-hal yang negatif bagi
si bayi.

Ketiga, slametan brokohan. Biasanya akan dihadiri ustad sebagai


pemimpin doa, dan tetangga sekitar. Dalam acara tersebut ada beberapa
3
ibid
4
Wawancara dengan sesepuh Mbah Sinto, 29 April 2020.
5
Wawancara dengan sesepuh Mbah Sinto, 29 April 2020.
sajian, seperti Nasi ambeng, ingkung, nasi brokohan dan kembang
brokohan. Sedangkan yang dibagikan untuk tamu, berisikan nasi woro,
bacem, kulupan, sambal goreng, dan ayam kampung. Biasanya sajian
disesuaikan dengan biaya yang tersedia oleh tuan rumah. Ketika doa,
biasanya dibacakan al-fatihah 3x, al-ikhlas 3x, al-falaq dan an-nas 1x,
kemudian dilanjutkan dengan doa selamat. Biasanya setelah membaca doa,
dilanjutkan dengan membaca doa kajatan oleh sesepuh. Yaitu doa yang
menggunakan bahasa Jawa halus yang berisi harapan yang baik untuk sang
bayi. Waktu pelaksanaannya sendiri biasanya dilakukan ketika ba’da
magrib.6

Jika dipandang secara antropologi menggunakan teori symbolist, tradisi


brokohan menggunakan beberapa symbol dalam pelaksanaannya, dimana
setiap symbol memiliki makna tersendiri. Seperti nasi ambeng, ayam
ingkung, nasi brokohan, dan kembang brokohan sebagai sajian slametan.
Nasi ambeng sendiri digambarkan sebagai bumi (tanah) sebagai tempat
hidup dan kehidupan semua makhluk ciptaan Tuhan baik manusia, hewan,
maupun tumbuhan. Biasanya pada nasi brokohan diberi kelapa dan gula
jawa, dimana memiliki makna kelapa sebagai “sperma” dan gula jawa
sebagai “sel telur.” Kemudian, ketika akan melakukan rewangan para
kerabat maupun tetangga diharuskan menuju ke dapur untuk memasukkan
tangan dan kakinya kedalam pawon/tungku api.

Ada beberapa hal yang dapat dipetik dalam tradisi ini, seperti dalam hal
aqidah dan ibadah kepada Allah SWT. Terbukti dari tujuan brokohan sendiri
yaitu, rasa syukur dari orang tua yang telah dikaruniai anak dan memohon
berkah kepada Allah SWT. Serta, dalam acara slametan diselipkan lantunan-
lantunan ayat suci al-Qur’an sebagai doanya. Dari hal tersebut bisa
disimpulkan bahwa setiap tradisi tidak lain ditujukan kepada Sang Pencipta
yaitu Allah SWT, dan seyogyanya sebuah tradisi dalam suatu desa
seharusnya dilestarikan agar anak cucu mengetahuinya.

6
Wawancara dengan sesepuh Mbah Sinto, 29 April 2020.

Anda mungkin juga menyukai