Anda di halaman 1dari 12

Nama :Tiwi Christi Rajagukguk

Nim :170204073

Kelas :PSIK D.3.2

Mata kuliah :KEPERAWATAN KELUARGA

ANALISIS BUDAYA SUNDA TERKAIT KESEHATAN DALAM MASA


KEHAMILAN

A. Suku Sunda
Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa,
Indonesia, dengan istilah Tatar Pasundan yang mencakup wilayah administrasi
provinsi Jawa Barat, Banten, Jakarta, Lampung dan wilayah barat Jawa Tengah
(Banyumasan). Suku Sunda merupakan etnis kedua terbesar di Indonesia. Sekurang-
kurangnya 15,2% penduduk Indonesia merupakan orang Sunda. Jika Suku Banten
dikategorikan sebagai sub suku Sunda maka 17,8% penduduk Indonesia merupakan
orang Sunda. Mayoritas orang Sunda beragama Islam, akan tetapi ada juga sebagian
kecil yang beragama Kristen, Hindu, dan Sunda Wiwitan (Jati Sunda). Agama Sunda
Wiwitan masih bertahan di beberapa komunitas pedesaan suku Sunda, seperti di
Kuningan dan masyarakat suku Baduy di Lebak Banten yang berkerabat dekat dan
dapat dikategorikan sebagai suku Sunda.3

B. Kebudayaan Sunda
Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan tertua di Nusantara dan
merupakan salah satu sumber kekayaan bangsa Indonesia yang dalam
perkembangannya perlu di lestarikan. Sistem kepercayaan spiritual tradisional Sunda
adalah Sunda Wiwitan yang mengajarkan keselarasan hidup dengan alam. Kini,
hampir sebagian besar masyarakat Sunda beragama Islam, namun ada beberapa yang
tidak beragama Islam, walaupun berbeda namun pada dasarnya seluruh kehidupan di
tujukan untuk kebaikan di alam semesta.4

1
Kebudayaan Sunda memiliki ciri khas tertentu yang membedakannya dari
kebudayaan–kebudayaan lain. Secara umum masyarakat Jawa Barat atau Tatar
Sunda, dikenal sebagai masyarakat yang lembut, religius, dan sangat spiritual.
Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo silih asih, silih asah dan silih
asuh; saling mengasihi (mengutamakan sifat welas asih), saling menyempurnakan
atau memperbaiki diri (melalui pendidikan dan berbagi ilmu), dan saling melindungi
(saling menjaga keselamatan). Selain itu Sunda juga memiliki sejumlah nilai-nilai
lain seperti kesopanan, rendah hati terhadap sesama, hormat kepada yang lebih tua,
dan menyayangi kepada yang lebih kecil. Pada kebudayaan Sunda keseimbangan
magis di pertahankan dengan cara melakukan upacara-upacara adat sedangkan
keseimbangan sosial masyarakat Sunda melakukan gotong-royong untuk
mempertahankannya.4

C. Upacara Adat Sunda


1. Upacara Adat Masa Kehamilan
a. Upacara Mengandung Empat Bulan. Dulu Masyarakat Jawa Barat apabila
seorang perempuan baru mengandung 2 atau 3 bulan belum disebut hamil,
masih disebut mengidam. Setelah lewat 3 bulan barulah disebut hamil.
Upacara mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan dilakukan sebagai
pemberitahuan kepada tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah
betul-betul hamil. Namun sekarang kecenderungan orang-orang
melaksanakan upacara pada saat kehamilan menginjank empat bulan, karena
pada usia kehamilan empat bulan itulah saat ditiupkannya roh pada jabang
bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan upacara Mengandung empat
Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do’a selamat, biasanya
doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat, dan
selamat.
b. Upacara Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban. Upacara Tingkeban adalah
upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan.
Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang

2
melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup,
maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh
bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan
jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini
untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini
biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf,
surat Lukman dan surat Maryam. Di samping itu dipersiapkan pula peralatan
untuk upacara memandikan ibu hamil dan yang utama adalah rujak kanistren
yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi
dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara
bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian
setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran
ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini
dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin
seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah
digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini
dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik
lahir dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah
airnya bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang
dikandung supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat. Sesudah selesai
dimandikan biasanya ibu hamil didandani kemudian di bawa menuju ke
tempat rujak kanistren yang sudah dipersiapkan.
c. Upacara Mengandung Sembilan Bulan. Upacara sembuilan bulan
dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan bulan. Dalam upacara
ini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang dikandung cepat lahir
dengan selamat karena sudah waktunya lahir. Dalam upacara ini dibuar bubur
lolos, sebagai simbol dari upacara ini yaitu supaya mendapat kemudahan
waktu melahirkan. Bubur lolos ini biasanya dibagikan beserta nasi tumpeng
atau makanan lainnya.
d. Upacara Reuneuh Mundingeun. Upacara Reuneuh Mundingeun dilaksanakan
apabila perempuan yang mengandung lebih dari sembilan bulan, bahkan ada

3
yang sampai 12 bulan tetapi belum melahirkan juga, perempuan yang hamil
itu disebut Reuneuh Mundingeun, seperti munding atau kerbau yang bunting.
Upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua itu segera
melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan. Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan
dituntun oleh indung beurang/paraji sambil membaca doa kemudian dibawa
ke kandang kerbau. Jika tidak ada kandang kerbau, cukup dengan
mengelilingi rumah sebanyak tujuh kali. Perempuan yang hamil itu harus
berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi kerbau sambil dituntun dan
diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk. Setelah mengelilingi
kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang dimandikan dan
disuruh masuk ke dalam rumah. Di kota pelaksanaan upacara ini sudah jarang
dilaksanakan.

2. Upacara Kelahiran dan Masa Bayi


a. Upacara Memelihara Tembuni. Tembuni/placenta dipandang sebagai saudara
bayi karena itu tidak boleh dibuang sembarangan, tetapi harus diadakan
upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke sungai.
Bersamaan dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya
dirawat dibersihkan dan dimasukan ke dalam pendil dicampuri bumbu-bumbu
garam, asam dan gula merah lalu ditutup memakai kain putih yang telah
diberi udara melalui bambu kecil (elekan). Pendil diemban dengan kain
panjang dan dipayungi, biasanya oleh seorang paraji untuk dikuburkan di
halaman rumah atau dekat rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke sungai
secara adat. Upacara penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat
dan menyampaikan hadiah atau tawasulan kepada Syeh Abdulkadir Jaelani
dan ahli kubur. Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan cempor/pelita
sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya. Upacara pemeliharaan tembuni
dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang yang berbahagia.
b. Upacara Nenjrag Bumi. Upacara Nenjrag Bumi ialah upacara memukulkan
alu ke bumi sebanyak tujuh kali di dekat bayi, atau cara lain yaitu bayi

4
dibaringkan di atas pelupuh (lantai dari bambu yang dibelah-belah), kemudian
indung beurang/paraji menghentakkan kakinya ke pelupuh di dekat bayi.
Maksud dan tujuan dari upacara ini ialah agar bayi kelak menjadi anak yang
tidak lekas terkejut atau takut jika mendengar bunyi yang tiba-tiba dan
menakutkan.
c. Upacara Puput Puseur. Setelah bayi terlepas tali pusatnya, biasanya diadakan
selamatan. Tali pusat yang sudah lepas itu oleh indung beurang/paraji
dimasukkan ke dalam kanjut kundang (tempat tali pusat kering yang terbuat
dari kain). Seterusnya pusar bayi ditutup dengan uang logam/benggol yang
telah dibungkus kasa atau kapas dan diikatkan pada perut bayi, maksudnya
agar pusat bayi tidak dosol/menonjol ke luar. Ada juga pada saat upacara ini
dilaksanakan sekaligus dengan pemberian nama bayi. Pada upacara ini
dibacakan doa selamat, dan disediakan bubur merah bubur putih. Ada
kepercayaan bahwa tali pusat (tali ari-ari) termasuk saudara bayi juga yang
harus dipelihara dengan sungguh-sungguh. Adapun saudara bayi yang tiga
lagi ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari, tembuni,
pembungkus, dan kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu
empat bersaudara dan kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya
itu harus dipelihara dengan baik agar bayi itu kelak setelah dewasa dapat
hidup rukun dengan saudara-saudaranya (kakak dan adiknya) sehingga
tercapailah kebahagiaan.
d. Upacara Ekah. Sebetulnya kata ekah berasal dari bahasa Arab, dari kata
aqiqatun “anak kandung”. Upacara Ekah ialah upacara menebus jiwa anak
sebagai pemberian Tuhan, atau ungkapan rasa syukur telah dikaruniai anak
oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mengharapkan anak itu kelak menjadi
orang yang saleh yang dapat menolong kedua orang tuanya nanti di alam
akhirat. Pada pelaksanaan upacara ini biasanya diselenggarakan setelah bayi
berusia 7 hari, atau 14 hari, dan boleh juga setelah 21 hari. Perlengkapan yang
harus disediakan adalah domba atau kambing untuk disembelih, jika anak
laki-laki dombanya harus dua (kecuali bagi yang tidak mampu cukup seekor),
dan jika anak perempuan hanya seekor saja. Domba yang akan disembelih

5
untuk upacara Ekah itu harus yang baik, yang memenuhi syarat untuk kurban.
Selanjutnya domba itu disembelih oleh ahlinya atau Ajengan dengan
pembacaan doa selamat, setelah itu dimasak dan dibagikan kepada saudara
dan tetangga.
e. Upacara Nurunkeun. Upacara Nurunkeun ialah upacara pertama kali bayi
dibawa ke halaman rumah, maksudnya mengenal lingkungan dan sebagai
pemberitahuan kepada tetangga bahwa bayi itu sudah dapat di gendong, di
bawa berjalan-jalan di halaman rumah. Upacara Nurunkeun dilaksanakan
setelah tujuh hari upacara puput puseur. Pada pelaksanaannya biasa diadakan
pengajian untuk keselamatan dan sebagai hiburannya diadakan pohon tebu
atau pohon pisang yang digantungi aneka makanan, permainan anak-anak
yang diletakan di ruang tamu untuk diperebutkan oleh para tamu terutama
oleh anak-anak.
f. Upacara Cukuran/Marhaban. Upacara cukuran dimaksudkan untuk
membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari segala macam najis.
Upacara cukuran atau marhabaan juga merupakan ungkapan syukuran atau
terima kasih kepada Tuhan YME yang telah mengkaruniakan seorang anak
yang telah lahir dengan selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat bayi
berumur 40 hari. Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah
para undangan disertai perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan
gunting yang digantungi perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang
untuk mencukur rambut bayi. Pada saat itu mulailah para undangan berdo’a
dan berjanji atau disebut marhaban atau pupujian, yaitu memuji sifat-sifat
nabi Muhammad saw. dan membacakan doa yang mempunyai makna selamat
lahir bathin dunia akhirat. Pada saat marhaban itulah rambut bayi digunting
sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat itu.
g. Upacara Turun Taneuh. Upacara Turun Taneuh ialah upacara pertama kali
bayi menjejakkan kakinya ke tanah, diselenggarakan setelah bayi itu agak
besar, setelah dapat merangkak atau melangkah sedikit-sedikit. Upacara ini
dimaksudkan agar si anak mengetahui keduniawian dan untuk mengetahui
akan menjadi apakah anak itu kelak, apakah akan menjadi petani, pedagang,

6
atau akan menjadi orang yang berpangkat. Perlengkapan yang disediakan
harus lebih lengkap dari upacara Nurunkeun, selain aneka makanan juga
disediakan kain panjang untuk menggendong, tikar atau taplak putih, padi
segenggam, perhiasan emas (kalung, gelang, cincin), uang yang terdiri dari
uang lembaran ratusan, rebuan, dan puluh ribuan. Jalannya upacara, apabila
para undangan telah berkumpul diadakan doa selamat, setelah itu bayi
digendong dan dibawa ke luar rumah. Di halaman rumah telah dipersiapkan
aneka makanan, perhiasan dan uang yang disimpan di atas kain putih,
selanjutnya kaki si anak diinjakan pada padi/ makanan, emas, dan uang, hal
ini dimaksudkan agar si anak kelak pintar mencari nafkah. Kemudian anak itu
dilepaskan di atas barang-barang tadi dan dibiarkan merangkak sendiri, para
undangan memperhatikan barang apa yang pertama kali dipegangnya. Jika
anak itu memegang padi, hal itu menandakan anak itu kelak menjadi petani.
Jika yang dipegang itu uang, menandakan anak itu kelak menjadi
saudagar/pengusaha. Demikian pula apabila yang dipegangnya emas,
menandakan anak itu kelak akan menjadi orang yang berpangkat atau
mempunyai kedudukan yang terhormat.

D. Tabu Selama Kehamilan, Persalinan dan Nifas


Tabu yang diberlakukan bagi wanita yang sedang hamil antara lain :
a. Tidak boleh tidur sembarangan serta tidak boleh memakai bantal sebab akan
mengakibatkan kesulitan saat melahirkan
b. Tidak boleh duduk nangunjar (memanjangkan kedua kaki ketika duduk) agar
saat melahirkan tidak kakinya terlebih dahulu
c. Tidak boleh tidur terlentang sebab akan mengakibatkan melahirkan dengan
keadaan terlentang
d. Tidak boleh tidur di siang hari sebab akan mengakibatkan melahirkan dalam
keadaan kotor.  
e. Tidak boleh duduk di depan pintu agar tidak susah saat melahirkan

7
f. Tidak  boleh duduk di atas kulit domba, sapi, kerbau atau duduk diatas tanah
tanpa memakai tikar sebab bisa mengeluarkan darah saat melahirkan
g. Tidak boleh mandi memakai pakaian basah sebab bisa mendatangkan
penyakit yang mengeluarkan air saat melahirkan.
h. Tidak boleh memakan telur rebus agar anak yang dilahirkan tidak bisul di
kepalanya
i. Tidak boleh memakan buah nanas sebab akan mendatangkan penyakit gatal di
pipinya
j. Tidak boleh memakan buah salak sebab bisa mendatangkan penyakit koreng
di kepalanya
k. Tidak boleh mencoba sayuran dengan sendok sebab akan mengakibatkan
anaknya buruk rupa
l. Tidak boleh memakan buah waluh (labu) agar perutnya tidak gendut.
m. Tidak boleh memakan belut sebab akan mengakibatkan anaknya suka
bermain
n. Tidak boleh memakan tutut (siput) agar tidak mengantuk saat melahirkan
o. Tidak boleh memakan kepiting dan lele karena akan mengakibatkan anak
yang dilahirkan bertabiat galak, suka mengganggu temannya.
p. Tidak boleh memakan udang sebab akan mengakibatkan kesulitan saat
melahirkan.
q. Tidak boleh makan yang pedas - pedas sebab akan mengakibatkan penyakit
susah membuang kotoran.
r. Tidak boleh menyimpan gulungan tikar sebab akan didekati kuntilanak,
s. Tidak boleh membawa botol dengan cara di jinjing sebab akan
mengakibatkan kepala sang bayi kecil saat dilahirkan.
t. Tidak boleh melihat orang yang meninggal sebab akan mengakibatkan anak
yang dilahirkan  mempunyai rupa yang pucat seperti bangkai.
u. Tidak boleh membawa bayi keluar rumah setelah magrib karena bayi yang
baru lahir masih sangat berbau darah sehingga dapat menarik perhatian
kuntilanak untuk mencolek si bayi yang dapat mengakibatkan bayi rewel dan
sakit-sakitan.

8
v. Bayi jangan pernah ditinggal atau tidur sendirian karena bayi dapat diajak
bermain oleh roh-roh jahat. Bahkan, di sebagian tempat banyak orang sengaja
menunggui bayi dan ibunya. Jika ada yang mendengar suara manuk koreak,
bayi harus segera digendong. Burung koreak dipercaya sebagai representasi
hantu yang hendak menculik atau mengganggu bayi. Tidak hanya bayi yang
diperlakukan khusus, pakaiannya pun diperlakukan khusus, yaitu jangan
menyimpan cucian baju bayi di kamar mandi atau tidak boleh menyimpan
pakaian bayi di luar rumah selepas magrib. Jika hal ini dilakukan maka bayi
akan sering mengamuk. Kemudian, ibu-ibu yang ingin anaknya amis budi
atau murah senyum biasanya mengusapkan cincin emasnya ke mulut bayi.
w. Ibu yang baru melahirkan dianjurkan juga melakukan beberapa hal di
antaranya agar tubuhnya segera pulih kembali seperti sedia kala dan agar
peranakannya cepat kering. Ibu bayi dianjurkan memotong ayam. Darah ayam
yang baru dipotong dicoretkan di jidat si ibu dan bayinya. Hal ini dipercaya
dapat mengganti darah yang dikorbankan selama proses melahirkan sehingga
sang ibu bugar kembali dan si bayi pun dapat cepat menjadi bayi yang kuat.
Memakan cabe rawit (cengek) dan memakan nasi kuning dipercaya pula dapat
memulihkan tenaga, menguatkan lambung, dan memulihkan usus atau
menurut istilah paraji “ngolotkeun peujit”. Untuk mengeringkan peranakan
ibu yang baru melahirkan dianjurkan memakan bawang putih yang sudah
direbus. Bawang putih yang direbus pun dipercaya dapat menjarangkan
kelahiran. Supaya teu tarorek atau khawatir terhadap cerita-cerita negatif
tetangga sekitar, ibu yang baru melahirkan dianjurkan memakan biji-bijian
yang sudah digarang api.

PEMBAHASAN
Latar belakang tradisional masyarakat kadang-kadang mempengaruhi
perilaku wanita selama masa kehamilan, persalinan dan nifas. Di beberapa daerah di
Indonesia, khususnya Jawa Barat proses kehamilan mendapat perhatian tersendiri
bagi masyarakat setempat. Harapan-harapan muncul terhadap bayi dalam kandungan,
agar mampu menjadi generasi yang handal dikemudian hari, disamping mereka juga

9
mengharapkan keselamatan terhadap ibu dan janin yang dikandungnya dan
kelancaran saat persalinannya. Untuk itu, dilaksanakan beberapa tradisi yang dirasa
mampu mewujudkan keinginan mereka terhadap anak tersebut.
Disamping melakukan upacara keselamatan, terdapat pula
pantangan/tabu/mitos yang diyakini jika dilanggar maka dapat menimbulkan
kebahayaan atau masalah pada kehamilan, pertumbuhan bayi atau kesukaran pada
saat persalinan, bahkan terjadi gangguan makhluk halus pada bayi atau ibu
pascapersalinan. Selama masa kehamilan dan persalinan, banyak wanita yang
mengalami perubahan kesehatan-dihubungkan dengan perilaku termasuk jenis
makanan yang dikonsumsi seorang wanita dan aktivitas mereka. Ada kebudayaan
khusus bagi wanita hamil dan bersalin yang melarang wanita tersebut mengkonsumsi
makanan tertentu, meskipun tidak semua wanita mengadopsinya. Mereka yakin
bahwa agar selama menjalani kehamilan dan persalinannya sehat, mereka
membutuhkan yang terbaik bagi mereka dan bayinya, sebagaimana mereka meyakini
mengikuti kepercayaan tradisional dan berdoa pada Tuhan membuat mereka merasa
aman dan terlindungi.
Mitos-mitos/tabu yang dipaparkan sebagian sudah ditinggalkan. Sebagian lagi
masih dipertahankan. Mitos-mitos tersebut ada yang masih dipertahankan bukan
semata-mata nilai kebenaran empirisnya tetapi mitos-mitos tersebut dianggap
mengandung siloka atau pepatah para leluhur yang disampaikan secara tidak
langsung. Perlu tidaknya mitos-mitos tersebut dipertahankan atau sebaliknya
ditinggalkan bergantung kepada orang sunda itu sendiri. Dengan menggunakan
parameter teori nilai guna, secara alamiah sebuah tradisi akan terus dipertahankan
jika dianggap memiliki nilai guna. Jika sebuah mitos sudah dianggap tidak lagi
memiliki nilai guna, mitos tersebut dengan sendirinya ditinggalkan.
Demikian juga dalam aspek kesehatan, perilaku maupun
mitos/tabu/pantangan yang dikerjakan harus diperhatikan agar tidak membahayakan
atau mengganggu kesehatan ibu dan janinnya atau bayi yang akan dilahirkannya.
Perawat sebagai seorang care provider di masyarakat, harus mampu membangun
kepercayaan yang positif terhadap kesehatan. Membangun kekuatan wanita agar
mampu mandiri dan paham adalah kunci penting dalam menguatkan kemampuan

10
wanita terhadap kemampuan mereka membuat keputusan untuk dirinya sendiri
maupun keluarganya. Seorang wanita yang memiliki kesempatan membuat keputusan
tentang pilihan kesehatan bagi mereka, merasakan dirinya memiliki kemampuan
pengetahuan yang lebih dan mampu membuat keputusan kesehatan yang baik dan
logis. Dialog untuk bertukar informasi antara wanita dan perawat merupakan salah
satu strategi yang dapat dikembangkan untuk memahami apa yang wanita yakini dan
dapat menjadi peluang bagi perawat untuk memberi informasi kesehatan yang baik
dilakukan untuk kesehatan dirinya maupun keluarganya.
Perawat penting mempertimbangkan pemahaman tradisional dan keyakinan
ditengah masyarakat dan menemukan cara agar dapat diterima lebih baik dan mampu
membangun hubungan saling percaya ditengah masyarakat. Kepercayaan merupakan
faktor yang penting diperhatikan untuk meningkatkan penggunaan tenaga kesehatan
oleh masyarakat. Dengan meningkatkan kepercayaan masyarakat, seorang perawat
akan mampu melakukan pendidikan kesehatan lebih efektif kepada masyarakat,
sehingga masyarakat menjadi lebih sehat dan sejahtera dengan tetap menjaga
kelestarian budaya yang positif dan tidak merugikan bagi kesehatan khususnya ibu
dan bayinya.
Antara kesehatan dan tradisional tidak dapat dipisahkan, karena masyarakat
sudah memiliki keyakinan terhadap dirinya maupun keluarganya. Namun demikian
yang perlu diperhatikan adalah keselarasan dan keharmonisan di antara kelompok
masyarakat yang memiliki keyakinan budaya tertentu dengan landasan kesehatan
yang tidak merugikan atau bahkan membahayakan kesehatan ibu maupun janinnya.
Sebagai salah satu praktisi kesehatan di masyarakat, harus memiliki
kemampuan mengelola masyarakat, mulai dari mengidentifikasi kondisi masyarakat,
menggali potensi dan sumberdaya yang ada ditengah masyarakat dan lingkungannya,
mampu menganalisis kebutuhan masyarakat dan mampu melakukan edukasi dan
tindakan yang akhirnya dapat bermanfaat bagi masyarakat secara umum dan
meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak.

11
12

Anda mungkin juga menyukai