Anda di halaman 1dari 8

UPACARA KEHAMILAN

Upacara Meniga Bulan

Upacara meniga bulan adalah upacara yang dilaksanakan apabila umur


kehamilan / kandungan seorang perempuan telah mencapai tiga bulan.

Tujuan dan maksud upacara meniga bulan adalah :

1. Untuk memohon kepada Tuhan agar bayi yang dikandung tumbuh dengan sehat
dan selamat.

2. Agar dapat melihat kesehatan perempuan yang sedang hamil

3. Untuk memberitahukan kepada seluruh keluarga ada perempuan yang sedang hamil
dapat dijaga bersama – sama.

Jalannya upacara meniga bulan dilakukan oleh dukun beranak mengambil


mayang pinang kemudian membersihkannya. Mayang pinang dimantrai, kemudian
dan dipecahkan dengan cara memukulkan ke lantai sehingga selendangnya terpecah
dan mayangnya terurai keluar.
Menempah Bidan

Setelah genap 7 bulan seseorang wanita mengandung, mertua wanita tersebut akan bersiap
sedia dengan berbagai alat untuk melenggang perut serta menempah bidan. Masa yang baik
selalunya pada hari Khamis malam Jumaat. Maka pada hari tersebut mertua wanita yang
mengandung akan bersiap menghias rumah seperti menggantung langsir, langit – langit dan
membentangkan hamparan yang indah serta menjemput sanak saudara kaum keluarga.

Biasanya adat ini dilakukan pada akhir bulan antara 21 hingga 29hb bulan Islam. Masa yang
sebaiknya ialah pada hari Rabu dan Khamis. Hari Selasa merupakan hari yang tidak sesuai
untuk menempah bidan, lebih-lebih lagi sekiranya pada hari tersebut ada berlaku kematian di
kalangan keluarga mereka.

Upacara menempah bidan selalunya dilakukan untuk wanita yang mengandung anak sulung
sahaja. Tujuan upacara bagi menentukan bidan yang bertanggungjawab untuk menyambut
kelahiran bayi nanti. Adat menempah bidan ini dilakukan untuk merasmikan bahawa bidan
tertentu dapat menguruskan kelahiran bayi.

Jikalau tempahan tidak dilakukan dikhuatiri bahawa bidan – bidan yang ada di kawasan tidak
dapat menolong wanita yang hendak bersalin kerana keengganan mereka sendiri yang tidak
menempah dari awal atau kerana ada tempahan lain pada masa yang sama.
Tujuh Bulan Kehamilan Pertama Adat Melayu di Parit Aman

Kupaskasus.com, BAGANSIAPIAPI – Ba’da Maghrib tampak rumah panggung papan


berwarna biru ramai dikunjungi sanak keluarga. Rumah jalan lintas Bagansiapiapi ke Sinaboi
tepatnya di parit muneh ini dikunjungi sanak famili. Mereka melaksanakan prosesi tujuh
bulan kehamilan pertama adat melayu.

Perempuan setengah tua yang biasa disapa Mak kemudian duduk diantara dua sujud, Kamis
malam (20/062019). Dia menggunakan jilbab putih, lalu memperbaiki sesuatu di depannya.
Tampak di hadapan ada satu sisir pisang, satu tampan nasi kunyit dengan ayam kampung
rendang dan bakar yang diletakkan nyala lilin madu. Disebelahnya satu buah kendi berisi air
yang dihiasi dengan untaian rangkaian daun kelapa muda (yang biasanya membuat
ketupat,red), satu bentuk miniatur sampan, dua mayang, dua ember kecil yang juga dihiasi
daun kelapa muda. Beberapa jarak dari miniatur sampan ada tempat untuk bara api  yang
menyala.

Sementara diatas kepala mak berjilbab putih tergantung juga seperti tampan yang dihiasi oleh
untaian daun kelapa muda. Ada beberapa dari tempat di nyalakan lilin terbuat dari madu. 
Kemudian di sampingnya duduk pasangan pengantin muda yang isterinya sudah hamil tujuh
bulan. Kemudian keduanya di tudungkan dengan kain berwarna hitam.

Selanjutnya mak berjilbab putih tersebut mengambil tempayan yang berisi nasi kunyit dan
daging ayam yang telah dimasak dan dinyalakan lilin tersebut. Dia mengambil tempayan itu,
lalu mengangkatnya dan di letakkan diantara atas kepala kedua pasangan muda itu. Mulutnya
komat kamit tidak terdengar apa yang di ucapkannya.

“Lakukan upah upah,”katanya mak tersebut kepada orang tua kedua pasangan muda itu.

Secara bergantian kedua orang tua pasangan muda itu melakukan upah-upah terhadap
mereka. Didahului oleh ayah dari perempuan kemudian ayah dari pihak laki-laki (suami
perempuan hamil tersebut) selanjutnya ibu perempuan yang sedang hamil selanjutnya ibu
dari suami perempuan yang sedang hamil tersebut. Kemudian lilin pada tempayan nasi kunyit
yang ada daging ayam tadi di hembus oleh kedua pasangan muda tersebut Selanjutnya yang
disapa mak mempersilahkan pasangan muda yang masih berselubung kain warna hitam
tersebut makan ayam dan pisang yang ada di hadapan mereka.

UPACARA KELAHIRAN

    MENANAM ARI

Masyarakat Melayu di Kecamatan Lingga Kabupaten Lingga dikenal sebagai salah satu
masyarakat yang masih memelihara tradisi lama. Salah satu bukti adalah masih
dilaksanakannya berbagai upacara dan ritual Melayu. Upacara yang masih dipertahankan
diantaranya upacara peralihan tahap atau selingkar hidup. Masyarakat Melayu di Lingga
mengawali upacara selingkar hidup dengan berasuh, yang bertujuan untuk mengetahui dan
membenarkan posisi bayi dalam rahim.

Kajian mengenai upacara dan ritual dalam masyarakat Melayu Lingga dan masyarakat
Melayu Kepulauan Riau pada umumnya telah banyak dilakukan, seperti yang telah
dilaksanakan oleh : Siti Rohana (2008), Suarman dan Sindu Galba (1993), Eva Warni (2000),
Muhammad Ishak (2009). Dari sekian banyak upacara dan ritual dalam masyarakat Melayu,
ada suatu ritual yaitu ritual menanam tembuni (plasenta), yang masih belum mendapatkan
perhatian, karena dianggap hanya sebagai bagian kecil dalam rangkaian upacara kelahiran,
tidak megah, tidak melibatkan banyak orang.

Ritual tembuni dalam masyarakat Melayu Lingga didefinisikan sebagai perbuatan khusus
terhadap tembuni yang dilakukan atas dasar kepercayaan terhadap kekuatan gaib dan ajaran
agama, dan dilakukan menurut waktu, tempat, tata cara serta tujuan yang ditetapkan. Ritual
tembuni pada prisipnya adalah ritual yang dipandang penting, sebagaimana pentingnya ritual
yang lain dalam kehidupan orang Melayu Lingga. Di Lingga, meskipun seorang Ibu
melahirkan dengan meminta bantuan dokter di rumah sakit atau bidan desa, namun ia akan
tetap meminta bantuan kepada dukun kampung untuk membantu mengurusi plasenta bayinya.
Jika di daerah lain dukun kampung dipandang sebelah mata karena dianggap tidak memiliki
ilmu kandungan yang memadai, di Lingga bantuan dukung kampung dalam persalinan yang
sulit dan “janggal” sangat sangat diperlukan oleh tenaga medis. Kenyataan ini menunjukkan
kepercayaan orang Melayu Lingga  terhadap Tembuni masih terus bertahan meskipun ilmu
kedokteran modern telah mereka terima. 

Tanggal Pusat/Cuci Lantai


     Biasanya bayi yang baru lahir akan tanggal pusatnya dalam waktu seminggu. Pada saat
itu, adat cuci lantai akan diadakan. Di beberapa tempat, ia juga disebut adat naik buai karena
selagi bayi itu belum tanggal pusatnya, dia tidak bisa dibuaikan dan akan tidur disamping
ibunya. Adat ini sebaiknya dilakukan pada hari Senin atau Kamis.

Bahan-bahan yang digunakan untuk adat cuci lantai.

 Nasi kunyit dan lauk-lauk


Seekor ayam hidup
 Paku, buah keras, asam, garam dan sirih pinang
 Hadiah untuk bidan sepersalinan pakaian

     Kenduri doa selamat akan diadakan pada awal adat ini. Setelah itu bidan akan memulai
jampi serapahnya sambil memegang ayam dengan cara mengais-ngaiskan kaki ayam ke lantai
tempat wanita itu hamil. Selanjutnya lantai itu akan dibersihkan. Mak bidan akan
menjalankan keseluruhan upacara ini. Sebelum itu, si ibu dan si bayi akan dimandikan, diurut
dan dibedak. Selesai upacara tersebut, bahan yang digunakan tadi beserta sedikit uang akan
dihadiahkan kepada bidan tersebut.

    Jejak Tanah/Turun Tanah

     Di beberapa tempat, adat ini juga disebut adat menginjak tanah. Ini sebagai merayakan
anak yang baru pandai berjalan. Turun tanah berarti seorang anak kecil dilepaskan untuk
menginjak tanah sebagai lambang melanjutkan kehidupannya. Adat ini dilakukan secara
berbeda-beda dari satu tempat dengan tempat yang lain baik dari segi cara maupun barang
yang digunakan.
     Biasanya kenduri doa selamat diadakan untuk mengiringi upacara ini. Setelah pesta
selesai, tikar dipresentasikan di depan tangga sebagai alas anak tersebut berjalan. Di atas tikar
disediakan beberapa nampan yang berisi berbagai jenis barang, termasuk makanan dan
minuman. Antara barang yang diletakkan di dalam baki itu adalah cermin, sisir, jam tangan,
gelang, cincin, rantai, bedak, kain, sepatu, gunting, bubur, air dingin dan uang. Biasanya
jumlah barang yang ditempatkan adalah ganjil. Anak tersebut akan dibiarkan memilih barang
tersebut dan dibatasi mengambil tiga barang saja.

     Menurut kepercayaan orang Melayu juga, adat ini dilakukan untuk memprediksi masa
depan anak itu berdasarkan barang yang diambil. Umpamanya jika anak itu mengambil
gunting, kelak dia kuat bekerja atau pandai membuat pekerjaan tangan. Adat ini juga dapat
dilakukan secara sederhana yaitu dengan memijakkan kaki anak itu ke piring-piring kecil
yang berisi dengan padi, beras, tanah dan beberapa jenis daun yang telah dijampi oleh mak
bidan. Selanjutnya bayi itu dijejakkan ke tanah dan doa dibaca.

 Bersunat / Berkhatan

     Adat bersunat bagi bayi perempuan biasanya dilakukan ketika bayi itu masih kecil yaitu
beberapa hari setelah dilahirkan. Namun demikian, kebanyakan anak perempuan akan
menjalani upacara ini setidaknya ketika berumur setahun atau lebih. Adat ini akan dilakukan
oleh bidan. Bagi anak lelaki, mereka akan menjalani adat bersunat atau juga disebut sunat
ketika usia mereka dalam lingkungan 8 hingga 12 tahun. Adat sunat akan dilakukan oleh Tok
Mudim. Di dalam ajaran Islam, disunat atau sunat adalah wajib karena Islam menekankan
kesucian lahir dan batin. Selain itu juga, ia baik dari segi kesehatan. Dewan bersunat anak
perempuan tidak semeriah acara sunat anak lelaki dan ada juga yang menjalankannya
bersamaan dengan pernikahan.

Anda mungkin juga menyukai