Anda di halaman 1dari 6

Sujarwoto/ JIAP Vol. 1 No.

2 (2015) 1-6

JIAP Vol. 1, No. 2, pp 1-6, 2015


© 2015 FIA UB. All right reserved
ISSN 1979-7243

Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP)


U R L : h t t p : / / e j o u r n a l f i a . u b . a c . i d / i n d e x. p h p / j i a p

Desentralisasi, dinasti politik dan kemiskinan di Indonesia

Sujarwoto a 
a
Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Indonesia

I N F O R M A S I A R T IK E L ABSTRACT

Article history: This paper examines the link between decentralisation, political dynasty and
Dikirim tanggal: 01 Oktober 2015 poverty in Indonesia. Data come from Indonesia Social Economic Survey 2013
Revisi pertama tanggal: 15 Januari 2015 and official statistics. Multilevel modelling is used to test whether people live in
Diterima tanggal: 30 Oktober 2015 districts with political dynasty are poorer compared to other districts without
Tersedia online tanggal 10 November 2015
political dynasty. The results show people live in districts with political dynasty
are significantly poorer and it robust with other individual and district
Keywords: decentralisation, political characteristics. The results highlight the detrimental effect of political dynasty on
dynasti, poverty poverty in Indonesia and therefore policy makers should aware of the danger of
political dynasty which can impede decentralisation in reducing poverty.

INTISARI
Tulisan ini menelaah hubungan desentralisasi, dinasti politik dan kemiskinan di
Indonesia. Data kemiskinan berasal dari Survei Sosial Ekonomi Indonesia
(Susenas) 2013 dan beberapa laporan statistik. Multilevel analisis digunakan
untuk menguji hipotesis apakah penduduk yang tinggal di kabupaten/kota yang
dipimpin oleh satu dinasti politik cenderung lebih miskin dibandingkah daerah
lainnya. Hasil analisis menunjukkan hubungan yang signifikan antara dinasti
politik dan kemiskinan di Indonesia. Hasil ini robust terhadap faktor-faktor
individual maupun kontekstual. Penelitian ini menyimpulkan dinasti politik buruk
terhadap penanggulangan kemiskinan di Indonesia dan karenanya pengambil
kebijakan semestinya waspada terhadap bahaya meluasnya dinasti politik yang
akan menggagalkan upaya penanggulangan kemiskinan di masa desentralisasi.

2015 FIA UB. All rights reserved.

1. Pendahuluan dijelaskan dalam banyak kepustakaan tentang


desentralisasi dan pembangunan di negara-negara
Desentralisasi telah menjadi bagian penting dalam
berkembang bahwa sistem pemerintahan desentralisasi
pembangunan Indonesia sejak hampir dua dasawarsa
menjadi pilihan terbaik bagi peningkatan kesejahteraan
terakhir. Banyak harapan ketika desentralisasi
masyarakat daerah karena dalam sistem ini pemerintah
dirumuskan di tahun 1999. Salahsatu harapan tersebut
daerah diberikan kewenangan luas untuk menentukan
adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan
program-program pembangunan dan layanan
pengentasan kemiskinan melalui terciptanya tatakelola
masyarakat yang lebih cocok dengan kebutuhan
pemerintahan daerah yang lebih baik. Sebagaimana
——— masyarakat setempat (Tiebout, 1956; Oates, 1972).
 Corresponding author. Tel.: +62-274-413736; fax: +62-274-413736; e-mail: sujarwoto@ub.ac.id

1
Sujarwoto/ JIAP Vol. 1 No. 2 (2015) 1-6

Namun demikian, seiring dengan waktu desentralisasi dan pengentasan kemiskinan.


desentralisasi di Indonesia telah memunculkan berbagai Menurutnya, ada dua mekanisme yang menghubungkan
persoalan politik yang dikhawatirkan menggagalkan desentralisasi dan pengentasan kemiskinan.
tercapainya cita-cita mewujudkan kesejahteraan
Pertama, mekanisme politik. Desentralisasi politik
masyarakat dan pengentasan kemiskinan tersebut. Pada
diharapkan mampu mendorong partisipasi masyarakat
awal pelaksanaan desentralisasi beberapa ilmuwan
lokal dalam pengambilan keputusan politik. Semakin
politik menengarai adanya fenomena raja-raja kecil
aktif dan meluasnya keterlibatan masyarakat lokal
yang ditandai dengan munculnya elite-elite penguasa
dalam pengambilan keputusan akan menciptakan
daerah (Hofman, 2002). Akhir-akhir ini beberapa
keterwakilan masyarakat, memperluas akses masyarakat
ilmuwan memperingatkan adanya fenomena dinasti
miskin pada layanan dan bantuan jaring pengaman
politik yang menggambarkan kekuasaan politik di
sosial. Semua ini selanjutnya akan mengurangi
daerah yang dijalankan oleh sekelompok orang yang
kerentanan kelompok miskin. Dalam masyarakat yang
terkait dalam hubungan darah atau kekeluargaan.
memiliki keragaman etnik, desentralisasi mendorong
Ilmuwan politik bahkan memperingatkan meluasnya
terciptanya distribusi kekuasaan yang lebih merata
dinasti politik di Indonesia akhir akhir ini adalah
diantara kelompok-kelompok etnik dalam masyarakat,
pertanda munculnya gejala neopatrimonialistik dimana
sehingga kesepakatan dan stabilitas politik akan terjaga.
raja-raja kecil memperluas kekuasaan politiknya melalui
Stabilitas politik dan keamanan adalah pondasi bagi
kerabat-kerabatnya.
masyarakat untuk dapat membangun dan memperbaiki
Walaupun para ilmuwan dan akademisi telah hidupnya dan keluarganya menjadi lebih baik. Selain
menengarai bahaya dinasti politik, tetapi sepertinya itu, stabilitas keamanan dan politik akan menghindarkan
fenomena dinasti politik akan semakin meluas setelah masyarakat, khususnya masyarakat miskin dari
dianulirnya Pasal 7 huruf (r) Undang-Undang Nomor 8 kerentanan ekonomi akibat konflik dan kekerasan sipil.
Tahun 2015 oleh Mahkamah Konstitusi. Ada banyak
Kedua, mekanisme ekonomi. Desentralisasi
silang pendapat sehingga dinasti politik ini
diharapkan dapat mengurangi kemiskinan melalui
dilanggengkan, namun demikian masih sedikit bukti
alokasi efisiensi dan penentuan target layanan yang
empiris yang kokoh dan sistematis yang menunjukkan
lebih baik. Meningkatnya alokasi efisiensi dalam
konsekuensi dinasti politik bagi kemiskinan di daerah
layanan dapat secara langsung meningkatkan akses
selama ini. Tulisan singkat ini hendak menunjukkan
masyarakat miskin terhadap layanan dasar seperti
bukti empiris bagaimana hubungan dinasti politik dan
pendidikan, kesehatan, air, sanitasi dan listrik. Selain itu
kemiskinan di Indonesia setelah lebih dari limabelas
pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada
tahun desentralisasi. Ada tiga pertanyaan penelitian
pemerintah daerah bisa mendorong penentuan target
yang akan dijawab dalam studi ini. Pertama, seperti
kebijakan atau program lebih tepat sasaran. Monitoring
apakah kondisi kemiskinan daerah-daerah yang dikuasai
program dan proyek dalam kerangka desentralisasi tidak
oleh dinasti politik di Indonesia? Kedua, bagaimana
hanya menghemat ongkos tetapi juga dapat menjangkau
hubungan dinasti politik terhadap kemiskinan orang di
bagi mereka yang sangat membutuhkan. Berbagai
Indonesia? Ketiga, apakah konsekuensi dinasti politik
kebijakan dan program tersebut sangat diperlukan untuk
terhadap kemiskinan di Indonesia? Untuk menjawab
pengentasan kemiskinan di daerah.
ketiga pertanyaan tersebut akan digunakan data Susenas
2013 dan data laporan dinasti politik daerah. Multilevel 2.2. Dinasti politik dan kemiskinan
modelling akan digunakan untuk menganalisis efek Lalu bagaimana dinasti politik bisa membuat
dinasti politik terhadap kemiskinan di lebih dari 500 pelaksanaan desentralisasi tidak efektif dalam
kabupaten/kota di Indonesia. mengentaskan kemiskinan? Para ilmuwan politik
2. Teori menjelaskan ancaman elite capture dalam pemerintahan
terdesentralisir. Bardhan dan Mokherjee (2005) dalam
2.1. Teori desentralisasi dan pengentasan kemiskinan penelitiannya tentang desentralisasi dan program anti
Beberapa ilmuwan politik dan ekonomi kemiskinan di India, menemukan tiga ancaman serius
pembangunan telah menjelaskan hubungan antara dari elite capture dalam program-program pemerintah
desentralisasi dan pengentasan kemiskinan. Jutting dkk yang dirancang dengan pendekatan desentralisasi.
(2004) misalnya menulis model sederhana untuk Pertama, korupsi dimana sumberdaya yang
memahami bagaimana mekanisme hubungan antara dilimpahkan kepada pemerintah daerah digunakan untuk

2
Sujarwoto/ JIAP Vol. 1 No. 2 (2015) 1-6

kepentingan kelompok elite tertentu atau dinasti politik menggunakan beberapa data laporan statistik
tertentu. Dalam ulasannya mengenai praktek diantaranya data daerah yang dikuasai oleh dinasti
desentralisasi di Eropa Timur, Prud’homme (1995) politik dari Departemen Dalam Negeri, data keuangan
misalnya menjelaskan desentralisasi bisa mendorong daerah yang diperoleh dari Sistem Informasi Keuangan
meluasnya praktek korupsi dan akar masalah korupsi Daerah Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah Depkeu
justru semakin sulit dipecahkan pada pemerintahan yang dan data Produk Domestik Bruto Daerah (PDRB) dari
terdesentralisir. Kedua, inefisiensi alokasi dimana Badan Pusat Statistik.
kebijakan dan program-program yang dihasilkan oleh
3.2. Dinasti politik dan kemiskinan
pemerintah daerah ditujukan kepada kelompok elite
tertentu atau dinasti politik tertentu dan bukan kepada Dalam penelitian ini dinasti politik dimaknai
kelompok yang paling membutuhkan dalam masyarakat. sebagai kekuasan politik daerah yang dijalankan oleh
Dalam banyak kasus misalnya berbagai kebijakan dan sekelompok orang yang masih mempunyai hubungan
program penanggulangan kemiskinan tidak tepat sasaran daerah atau kekerabatan. Dinasti politik dilihat dari
atau diselewengkan kepada mereka yang tidak berhak. kabupaten/kota yang ditengarai dipimpin oleh
Ketiga, dinasti politik menghasilkan kelembagaan yang bupati/walikota yang memiliki hubungan
tidak sehat dan pembusukan terhadap institusi daerah itu darah/kekerabatan dengan pimpinan daerah lainnya
sendiri. Putnam (1976) misalnya menjelaskan bahaya seperti gubernur, bupati/walikota, dewan perwakilan
dinasti politik yang memperluas penyakit birokrasi rakyat di kabupaten/kota lain atau di satu propinsi
seperti favoritisme atau patronasi, kroniisme dan tertentu. Departemen Dalam Negeri tahun 2013
nepotisme. Semua ini juga pada akhirnya akan melaporkan 57 kepala daerah yang termasuk dalami
menyebabkan gagalnya upaya mewujudkan tata kelola dinasti politik. Sedangkan kemiskinan dalam penelitian
pemerintahan yang baik dan penanggulangan ini akan diukur menurut ukuran kemiskinan Bank Dunia
kemiskinan di daerah. untuk negara-negara berpenghasilan menengah yakni
2.3. Hipotesis orang dikategorikan miskin apabila konsumsi per kapita
kurang dari US$ 1.9 dolar (Purchasing Power Parity)
Berdasarkan argumen teoritis hubungan per hari.
desentralisasi, dinasti politik dan kemiskinan tersebut,
penelitian ini akan menguji dua hipotesis. Pertama, 3.3. Karakteristik sosial ekonomi individu dan daerah
desentralisasi akan mengurangi kemiskinan apabila Beberapa variabel yang menggambarkan
disertai dengan kedewasaan demokrasi lokal, partisipasi karakteristik sosial ekonomi individu dan daerah
masyarakat dan efisiensi alokasi anggaran pemerintah digunakan sebagai variabel kontrol. Umur, jenis
daerah. Kedua, desentralisasi akan membuat masyarakat kelamin, status kawin, jumlah anggota rumah tangga,
lebih miskin ketika diikuti oleh meluasnya dinasti tempat tinggal, status pekerjaan dan pendidikan
politik. Dinasti politik mendorong terciptanya elite responden digunakan untuk mengontrol hubungan
capture karena itu di kabupaten/kota yang dikuasai oleh karakteristik sosial ekonomi individu dan rumah tangga
satu dinasti politik akan cenderung lebih miskin berhubungan dengan kemiskinan. PDRB daerah, besar
dibandingkan kabupaten/kota yang tidak dikuasai oleh Dana Alokasi Umum (DAU) tahun sebelumnya,
dinasti politik. kompetensi birokrasi lokal, usia demokrasi daerah, dan
3. Metode Penelitian beberapa rasio keuangan digunakan untuk mengontrol
apakah karakteristik sosial politik dan perekonomian
3.1. Susenas dan laporan statistik daerah mempengaruhi kemiskinan.
Untuk menjawab pertanyaan penelitian digunakan 3.4. Analisis statistik
data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2013
Analisis statistik dilakukan dengan beberapa
dan beberapa data laporan statistik. Sampel Susenas
tahapan. Pertana, analisis deskriptif digunakan untuk
2013 berjumlah 250 ribu rumah tangga di seluruh
menggambarkan status kemiskinan di daerah-daerah
wilayah Indonesia. Sampel dikumpulkan secara
yang dikuasai oleh dinasti politik. Kedua, analisis
bertahap dengan menggunakan metode stratified
multilevel logit regression akan digunakan untuk
random sampling. Sejak tahun 1998, sampling Susenas
melihat apakah dinasti politik berhubungan dengan
mewakili populasi rumah tangga kabupaten/kota di
status kemiskinan orang. Multilevel logit regression
Indonesia. Selain Susenas, penelitian ini juga
memiliki kelebihan dibandingkan dengan regresi

3
Sujarwoto/ JIAP Vol. 1 No. 2 (2015) 1-6

logistik biasa dimana analisis ini mampu mengontrol kemiskinan di kabupaten/kota. Penduduk yang tinggal di
variabel-variabel tidak terobservasi pada level kabupaten/kota yang memiliki partisipasi dalam
kabupaten/pemda. Model ini secara sederhana dapat pembangunan lebih tinggi, persentase angka
dituliskan sebagai berikut. kemiskinannya lebih kecil dibandingkan dengan
pendudukn yang tinggal di kabupaten/kota dengan
Eij* = ßo + Ʃ ßjWj + ßijXij + µj + ϵij tingkat partisipasi masyarakat rendah.
Dimana:
Eij* = logit (P (Eij* =1))
Wj adalah variabel yang menggambarkan karakteristik Tabel 1 korelasi bivariate
kabupaten/kota, seperti: dinasti politik, PDRB, DAU, Variables Miskin Dinasti politik
dsbnya.
Miskin
Xij adalah variabel yang menggambarkan karaktersitik
Dinasti politik 0.027*
individu dan rumah tangga seperti umur, jenis kelamin,
status pendidikan, dsbnya. Usia pilkada -0.06* -0.04*
µj adalah random intercept sedangkan σµ2 adalah Partisipasi -0.05* -0.03*
variance. Kades S1 atau
ϵij berbentuk distribusi normal dengan nol dan variance lebih -0.11* -0.14*
σϵ2. Dana
perimbangan 0.01* -0.02*
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan Efisiensi -0.06* -0.01*
4.1. Hasil Penelitian Korupsi 0.05* 0.03*
*p < 1%
Pertama-tama digambarkan persentase kemiskinan
di kabupaten/kota yang dikuasai oleh dinasti politik dan Kompetensi birokrasi lokal yang diukur dari
tidak dikuasai oleh dinasti politik. Dari gambar 1 pendidikan kepala desa juga berperan penting dalam
dibawah tampak bahwa persentase jumlah orang miskin penurunan kemiskinan. Hasil korelasi menunjukkan
di kabupaten/kota yang dikuasai oleh dinasti politik bahwa penduduk yang tinggal di kabupaten/kota dengan
lebih besar dibandingkan di kabupaten/kota yang tidak kompetensi birokrasi lokal lebih baik, persentase angka
dikuasai oleh dinasti politik dengan selisih 5%. kemiskinannnya lebih kecil dibandingkan dengan
penduduk yang tinggal di daerah yang memiliki
kompetensi birokrat yang rendah. Efisiensi anggaran
yang mencerminkan kemampuan kabupaten/kota
engalokasikan anggaran dengan lebih baik juga
berhubungan negatif terhadap kemiskinan. Korupsi
berhubungan positif terhadap kemiskinan. Jumlah orang
miskin lebih besar di kabupaten/kota yang ditemukan
kasus korupsi dibandingkan kabupaten/kota yang tidak
ditemukan kasus korupsi.
Dinasti politik berhubungan negatif terhadap usia
pilkada, partisipasi masyarakat, pendidikan kepala desa,
dan efisiensi anggaran. Ini menunjukkan bahwa dinasti
politik kemungkinan kecil untuk berkembang di
Gambar 1 Persentase kemiskinan di kabupaten/kota
kabupaten/kota yang sudah relatif dewasa berdemokrasi,
yang dikuasai oleh dinasti politik dan tidak dikuasai
memiliki tingkat partisipasi masyarakat dalam
oleh dinasti politik
pembangunan yang tinggi, dan birokrasinya memiliki
Selanjutnya korelasi bivariate menggambarkan kemampuan untuk mengalokasikan anggaran
hubungan antara variabel desentralisasi, dinasti politik pembangunan secara efisien. Sebaliknya, dinasti politik
dan kemiskinan (Tabel 1). Persentase kemiskinan lebih akan tumbuh subur di kabupaten/kota yang tingkat
rendah di kabupaten/kota dengan kedewasaan korupsinya tinggi, tidak dewasa dalam berdemokrasi,
berdemokrasi. Partisipasi masyarakat dalam birokrasinya tidak memiliki kompetensi untuk
pembangunan berperan penting dalam menurunkan

4
Sujarwoto/ JIAP Vol. 1 No. 2 (2015) 1-6

mengelola anggaran lebih baik serta tingkat partisipasi kelamin, status perkawinan, status pekerjaan,
masyarakat dalam pembangunan yang rendah. pendidikan dan tempat tiggal.
4.2. Pembahasan
Tabel 2 Hasil estimasi multilevel logit regression Meluasnya dinasti politik selama pelaksanaan
desentralisasi telah menjadi isu politik yang
koef. se
mengkhawatirkan berbagai pihak. Walaupun para
Dinasti politik 0.79* 0.18 ilmuwan dan akademisi telah menengarai berbagai
Usia pilkada -0.09* 0.03 konsekuensi buruk dinasti politik bagi demokrasi dan
Partisipasi -0.01* 0.02 kesejahteraan masyarakat Indonesia, tetapi sepertinya
Kades berpendidikan S1 praktek tersebut akan semakin meluas dengan
atau lebih -1.7* 0.32 dianulirnya Pasal 7 huruf (r) Undang-Undang Nomor 8
Dana perimbangan daerah 0.10 0.18 Tahun 2015 tentang larangan dinasti politik oleh
Persepsi korupsi 0.88* 0.37 Mahkamah Konstitusi Indonesia. Silang pendapatpun
Efisiensi anggaran -0.03* 0.01 bermunculan baik yang menolak maupun mendukung
Pemekaran 0.02 0.15 dilanggengkannya dinasti politik, namun demikian
Luar Jawa 0.67* 0.18 masih sedikit bukti empiris yang kokoh dan sistematis
Konstanta -4.85* 0.03 yang menunjukkan konsekuensi dinasti politik bagi
Variance kemiskinan di daerah selama ini. Penelitian ini
Individu 0.16 menyajikan bukti empiris mengenai hubungan dinasti
Kabupaten/kota 0.25 politik dan kemiskinan di Indonesia setelah lebih dari
Log likehood 4.982.8 limabelas tahun desentralisasi.
N individu 950.845 Hasil penelitian ini mempertegas konsekuensi buruk
N kabupaten/kota 473 dinasti politik terhadap pembangunan di Indonesia.
*p < 1%, koefisien regresi dikontrol dengan karakteristik Dinasti politik memiliki efek buruk terhadap
individu dan rumahtangga: umur, jenis kelamin, status kemiskinan. Penduduk yang tinggal di kabupaten/kota
perkawinan, status pekerjaan, pendidikan serta tempat
tinggal (pedesaan/perkotaan). yang dikuasai oleh dinasti politik tertentu lebih miskin
dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di
kabupaten/kota yang tidak dikuasai oleh dinasti politik.
Hasil estimasi dengan multilevel logit regression Hasil penelitian ini robust terhadap berbagai faktor yang
sebagaimana yang terlihat pada tabel 2 menunjukkan berhubungan dengan kemiskinan di level rumah tangga
konsistensi dimana penduduk yang tinggal di maupun di level kabupaten/kota.
kabupaten/kota yang dikuasai oleh dinasti politik lebih
miskin. Demikian pula usia pilkada, partisipasi, Penelitian ini mengindikasikan beberapa
pendidikan kepala desa, dan efisiensi anggaran, karakteristik kabupaten/kota dimana dinasti politik
semuanya berhubungan negatif terhadap kemiskinan. langgeng. Pertama, dinasti politik langgeng di
Artinya penduduk yang tinggal di kabupaten/kota yang kabupaten/kota yang masih belum dewasa
demokrasinya lebih dewasa, partisipasi masyarakatnya berdemokrasi. Di kabupaten/kota yang belum memiliki
lebih tinggi, birokrasi lokalnya memiliki kompetensi, kedewasaan berdemokrasi, dinasti politik akan lebih
dan memiliki kemampuan untuk mengelola anggaran mudah melanggengkan kekuasaannya karena lemahnya
pembangunan dengan lebih baik kondisi lebih makmur kontrol dari masyarakat. Kedua, dinasti politik langgeng
dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di di kabupaten/kota yang tingkat partisipasi masyarakat
kabupaten/kota yang belum dewasa dalam dalam pembangunan rendah. Tanpa adanya partisipasi
berdemokrasi, rendah partisipasi masyarakatnya, masyarakat dalam pembangunan akan memudahkan
birokrasinya tidak kompeten dan tidak efisien dalam dinasti politik menguasai pemerintahan daerah. Ketiga,
mengelola anggaran belanja daerah serta korup. dinasti politik langgeng di kabupaten/kota dengan
kompetensi birokrasi yang rendah. Rendahnya
Hasil tersebut robust terhadap beberapa variabel kompetensi birokrasi ini akan memudahkan dinasti
variabel yang berhubungan dengan kemiskinan dan politik untuk menguasai dan mengontrol birokrasi mulai
dinasti politik di level kabupaten/kota yaitu status dari level akar rumput. Keempat, dinasti politik tumbuh
pemekaran dan letak geografi dan juga variabel di level subur di kabupaten/kota yang korup. Selain itu tentusaja
individu dan rumah tangga antara lain umur, jenis

5
Sujarwoto/ JIAP Vol. 1 No. 2 (2015) 1-6

dinasti politik membuat suatu kabupaten/kota menjadi Tiebout, CM. (1956). A pure theory of local. Journal of
korup. Political Economy, 64 (1): 416-424.
Temuan penelitian ini memiliki beberapa
kelemahan. Pertama, karena data yang digunakan
bersifat cross-section maka ancaman endogeneity.
Karena itulah penelitian selanjutnya akan perlu
menganalisis hubungan antara dinasti politik dan
kemiskinan dengan data yang mencakup tahun yang
lebih panjang. Kedua, temuan penelitian ini juga tidak
lepas dari ancaman unobserved heterogeneity yang ada
di level individu maupun level kabupaten/kota. Karena
itulah penelitian selanjutnya diperlukan untuk
mengontral beberapa faktor unobserved heterogeneity
ini. Walaupun demikian, temuan penelitian ini memiliki
implikasi penting baik bagi praktek maupun
kepustakaan desentralisasi dan pembangunan di
Indonesia karena menyajikan bukti empiris dan
mekanisme dinasti politik dan kemiskinan.
5. Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa dinasti politik
buruk terhadap penanggulangan kemiskinan di
Indonesia dan karenanya pengambil kebijakan
semestinya waspada terhadap bahaya meluasnya dinasti
politik yang akan menggagalkan upaya penanggulangan
kemiskinan di masa desentralisasi.

Daftar Pustaka

Bardhan, P. & Mokherjee, DP. (2005). Decentralizing


anti-poverty program delivery in developing
countries, Working Paper. University of
California, Berkeley
Hofman, B. & Kaiser, K. (2002). The Making of the Big
Bang and its Aftermath A Political Economy,
Paper Presented at the Conference: can
decentralization help rebuild Indonesia?
University of Georgia, USA.
Jutting, J., Kaufmann, C. McDonnell, I., Osterrieder, H.
Pinaud, M. & Wegner, L. (2004).
Decentralisation and poverty reduction in
developing countries: Exploring the impact,
OECD development centre Working Paper No.
236. Paris: OECD
Oates, Wallace (1972): Fiscal federalism, New York:
Harcourt Brace Jovanovich Publishing.
Prud'homme, R. (1995). The dangers of
decentralization. World Bank Research Observer,
2(10):201-220.
Putnam, R. (2003). Making democracy work: Civic
tradition in modern Italy. New Jersey: Princeton.

Anda mungkin juga menyukai