Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah kemiskinan di Indonesia sebenarnya bukan masalah yang baru,


karena sudah ada sejak masa penjajahan, masa orde lama, masa orde baru, dan
bahkan pada era reformasi sekarang ini. Pada zaman orde baru, tepatnya pada
dekade 1990-an masalah kemiskinan mulai diangkat ke permukaan dengan
memberikan perhatian yang lebih besar sebagai upaya memacu pertumbuhan yang
sekaligus dibarengi dengan pemerataan hasil pembangunan. Kebijakan ini
dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa telah terjadi penumpukan kapital pada
sekelompok masyarakat yang berakibat pada semakin meningkatnya kesenjangan
sosial. (Hardiani, 2010)
Desentralisasi telah menjadi bagian penting dalam pembangunan
Indonesia sejak hampir dua dasawarsa terakhir. Banyak harapan ketika
desentralisasi dirumuskan di tahun 1999. Salah satu harapan tersebut adalah
terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan melalui
terciptanya tatakelola pemerintahan daerah yang lebih baik. Sebagaimana
dijelaskan dalam banyak kepustakaan tentang desentralisasi dan pembangunan di
negara-negara berkembang bahwa sistem pemerintahan desentralisasi menjadi
pilihan terbaik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah karena dalam
sistem ini pemerintah daerah diberikan kewenangan luas untuk menentukan
program-program pembangunan dan layanan masyarakat yang lebih cocok dengan
kebutuhan masyarakat setempat (Oates, 1972).
Namun demikian, seiring dengan waktu desentralisasi di Indonesia telah
memunculkan berbagai persoalan politik yang dikhawatirkan menggagalkan
tercapainya cita-cita mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan pengentasan
kemiskinan tersebut. Pada awal pelaksanaan desentralisasi beberapa ilmuwan
politik menengarai adanya fenomena raja-raja kecil yang ditandai dengan
munculnya elite-elite penguasa daerah (Hofman, 2002). Akhir-akhir ini beberapa
ilmuwan memperingatkan adanya fenomena dinasti politik yang menggambarkan
kekuasaan politik di daerah yang dijalankan oleh sekelompok orang yang terkait
dalam hubungan darah atau kekeluargaan. Ilmuwan politik bahkan
memperingatkan meluasnya dinasti politik di Indonesia akhir akhir ini adalah
pertanda munculnya gejala neopatrimonialistik dimana raja-raja kecil memperluas
kekuasaan politiknya melalui kerabat-kerabatnya.
Walaupun para ilmuwan dan akademisi telah menengarai bahaya dinasti
politik, tetapi sepertinya fenomena dinasti politik akan semakin meluas setelah
dianulirnya Pasal 7 huruf (r) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 oleh
Mahkamah Konstitusi. Ada banyak silang pendapat sehingga dinasti politik ini
dilanggengkan, namun demikian masih sedikit bukti empiris yang kokoh dan
sistematis yang menunjukkan konsekuensi dinasti politik bagi kemiskinan di
daerah selama ini. Tulisan singkat ini hendak menunjukkan bukti empiris
bagaimana hubungan dinasti politik dan kemiskinan di Indonesia setelah sembilan
belas tahun pasca reformasi, dan era desentralisasi.

1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, permasalahan
pokok yang akan dikaji adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan politik dinasti terhadap kemiskinan orang di Indonesia?
2. Apakah konsekuensi politik dinasti terhadap kemiskinan di Indonesia?

Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Kemiskinan di Indonesia 1


TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kemiskinan

Kemiskinan pada dasarnya merupakan kondisi tidak berdaya karena


terbatasnya kemampuan ekonomi sehingga kurang terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia, seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, lapangan
kerja dan keterisolasian. Soekanto (1995:406) berpendapat bahwa kemiskinan
diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara
dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu
memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
Persoalan kemiskinan masyarakat di negara-negara ini tidak hanya sekedar
bentuk ketidakmampuan pendapatan, akan tetapi telah meluas pada bentuk
ketidakberdayaan secara sosial maupun politik (Suryawati, 2004). Kemiskinan
juga dianggap sebagai bentuk permasalahan pembangunan yang diakibatkan
adanya dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang sehingga
memperlebar kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan
pendapatan antar daerah (inter region income gap) (Harahap, 2006).
Berdasarkan kondisi kemiskinan yang dipandang sebagai bentuk
permasalahan multidimensional, kemiskinan memiliki 4 bentuk. Adapun keempat
be ntuk kemiskinan tersebut adalah (Suryawati, 2004):
1) Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi di mana pendapatan seseorang atau
sekelompok orang berada di bawah garis kemiskinan sehingga kurang
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan standar untuk pangan, sandang,
kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk meningkatkan
kualitas hidup. Bentuk kemiskinan absolut ini paling banyak dipakai sebagai
konsep untuk menentukan atau mendefinisikan kriteria seseorang atau
sekelompok orang yang disebut miskin.
2) Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif diartikan sebagai bentuk kemiskinan yang terjadi karena
adanya pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau ke seluruh

Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Kemiskinan di Indonesia 2


lapisan masyarakat sehingga menyebabkan adanya ketimpangan pendapatan
atau ketimpangan standar kesejahteraan. Daerah-daerah yang belum
terjangkau oleh program-program pembangunan seperti ini umumnya dikenal
dengan istilah daerah tertinggal.
3) Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural adalah bentuk kemiskinan yang terjadi sebagai akibat
adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat yang umumnya
berasal dari budaya atau adat istiadat yang relatif tidak mau untuk
memperbaiki taraf hidup dengan tata cara moderen . Kebiasaan seperti ini
dapat berupa sikap malas, pemboros atau tidak pernah hemat, kurang kreatif,
dan relatif pula bergantung pada pihak lain.
4) Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural ada lah bentuk kemiskinan yang disebabkan karena
rendahnya akses terhadap sumber daya yang pada umumnya terjadi pada
suatu tatanan sosial budaya ataupun sosial politik yang kurang mendukung
adanya pembebasan kemiskinan. Bentuk kemiskinan seperti ini juga terka
dang memiliki unsur diskriminatif

2.2. Teori desentralisasi dan pengentasan kemiskinan

Beberapa ilmuwan politik dan ekonomi pembangunan telah menjelaskan


hubungan antara desentralisasi dan pengentasan kemiskinan. Jutting dkk (2004)
misalnya menulis model sederhana untuk memahami bagaimana mekanisme
hubungan antara desentralisasi dan pengentasan kemiskinan. Menurutnya, ada dua
mekanisme yang menghubungkan desentralisasi dan pengentasan kemiskinan.

Pertama, mekanisme politik. Desentralisasi politik diharapkan mampu


mendorong partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan politik.
Semakin aktif dan meluasnya keterlibatan masyarakat lokal dalam pengambilan
keputusan akan menciptakan keterwakilan masyarakat, memperluas akses
masyarakat miskin pada layanan dan bantuan jaring pengaman sosial. Semua ini
selanjutnya akan mengurangi kerentanan kelompok miskin. Dalam masyarakat
yang memiliki keragaman etnik, desentralisasi mendorong terciptanya distribusi

Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Kemiskinan di Indonesia 3


kekuasaan yang lebih merata diantara kelompok-kelompok etnik dalam
masyarakat, sehingga kesepakatan dan stabilitas politik akan terjaga. Stabilitas
politik dan keamanan adalah pondasi bagi masyarakat untuk dapat membangun
dan memperbaiki hidupnya dan keluarganya menjadi lebih baik. Selain itu,
stabilitas keamanan dan politik akan menghindarkan masyarakat, khususnya
masyarakat miskin dari kerentanan ekonomi akibat konflik dan kekerasan sipil.
Kedua, mekanisme ekonomi. Desentralisasi diharapkan dapat mengurangi
kemiskinan melalui alokasi efisiensi dan penentuan target layanan yang lebih
baik. Meningkatnya alokasi efisiensi dalam layanan dapat secara langsung
meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap layanan dasar seperti
pendidikan, kesehatan, air, sanitasi dan listrik. Selain itu pelimpahan kewenangan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah bisa mendorong penentuan target
kebijakan atau program lebih tepat sasaran. Monitoring program dan proyek
dalam kerangka desentralisasi tidak hanya menghemat ongkos tetapi juga dapat
menjangkau bagi mereka yang sangat membutuhkan. Berbagai kebijakan dan
program tersebut sangat diperlukan untuk pengentasan kemiskinan di daerah.

2.2. Dinasti politik dan kemiskinan


Lalu bagaimana dinasti politik bisa membuat pelaksanaan desentralisasi
tidak efektif dalam mengentaskan kemiskinan? Para ilmuwan politik menjelaskan
ancaman elite capture dalam pemerintahan terdesentralisir. Bardhan dan
Mokherjee (2005) dalam penelitiannya tentang desentralisasi dan program anti
kemiskinan di India, menemukan tiga ancaman serius dari elite capture dalam
program-program pemerintah yang dirancang dengan pendekatan desentralisasi.
Pertama, korupsi dimana sumberdaya yang dilimpahkan kepada pemerintah
daerah digunakan untuk kepentingan kelompok elite tertentu atau dinasti politik
tertentu. Dalam ulasannya mengenai praktek desentralisasi di Eropa Timur,
Prud’homme (1995) misalnya menjelaskan desentralisasi bisa mendorong
meluasnya praktek korupsi dan akar masalah korupsi justru semakin sulit
dipecahkan pada pemerintahan yang terdesentralisir. Kedua, inefisiensi alokasi
dimana kebijakan dan program-program yang dihasilkan oleh pemerintah daerah
ditujukan kepada kelompok elite tertentu atau dinasti politik tertentu dan bukan

Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Kemiskinan di Indonesia 4


kepada kelompok yang paling membutuhkan dalam masyarakat. Dalam banyak
kasus misalnya berbagai kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan
tidak tepat sasaran atau diselewengkan kepada mereka yang tidak berhak. Ketiga,
dinasti politik menghasilkan kelembagaan yang tidak sehat dan pembusukan
terhadap institusi daerah itu sendiri. Putnam (1976) misalnya menjelaskan
bahaya dinasti politik yang memperluas penyakit birokrasi seperti favoritisme
atau patronasi, kroniisme dan nepotisme. Semua ini juga pada akhirnya akan
menyebabkan gagalnya upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik
dan penanggulangan kemiskinan di daerah.

Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Kemiskinan di Indonesia 5


ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1. Politik Dinasti di Indonesia


Tercatat beberapa daerah di Indonesia menerapkan politik dinasti, bahkan
masih ada hubungan suami istri untuk melanggengkan kekuasaan. Dari salah satu
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya Kabupaten Bantul muncul nama
pasangan Idham Samawi dan Sri Surya Widati. Idham Samawi merupakan bupati
Bantul dengan masa jabatan 1999 hingga 2010. Karena telah memenuhi jabatan
dua kali, pada periode selanjutnya sang istri Sri Surya Widati mencalonkan diri
pada Pilkada Bantul pada 2010-2015. Sri Widati pun memenangkan pilkada dan
menjadi bupati Bantul ke-27. (Putri, 2017)
Kota Bontang terletak di Provinsi Kalimantan Timur ini juga memiliki
catatan sejarah dalam pemerintahan daerahnya. Pada tahun 2001-2011, Andi
Sofyan Hasdam pernah menjadi seorang wali kota Bontang. Kemudian pada tahun
2016 hingga 2021, sang istri bernama Neni Moerniaeni pun maju dalam pilkada
Bontang. Sang istri pun terpilih dan dilantik pada 23 Maret 2016. Kini Neni
Moerniaeni aktif menjadi wali kota Bontang.
Yang menarik ada di Kabupaten Kediri. Sutrisno menjabat Bupati Kediri
selama dua periode sejak tahun 1999 sampai 2009. Lalu dinastinya diteruskan
oleh sang istri yang menjabat pada periode 2010-2015 dan 2016-2021.
Menariknya, selain Haryanti, istri sah Sutrisno, ada istri siri bernama Nurlaila dan
istri ketiganya Sayekti. Pada 2010 lalu, istri sahnya, Haryanti maju ke Pilkada
Kediri bertanding dengan istri sirinya, Nurlaila. Hariyanti menang. Lalu pada
2015, Sutrisno pun kembali mendorong dua istrinya maju di Pilkada Kediri, kali
ini Hariyanti berhadapan dengan istri ketiga Sutrisno, Sayekti. Dan Haryanti
kembali memenangi persaingan
Dari Jawa Barat, muncul nama pasangan Irianto MS Syafiuddin dan Anna
Sophanah. Keduanya pernah menjabat menjadi Bupati Indramayu. Sang suami
menjabat pada dua kali periode, yaitu 2000 hingga 2010. Periode selanjutnya,
sang istri menggantikan jabatan Irianto. Anna Sophanah pun menjabat bupati
selanjutnya dengan masa jabatan 2010-2015.

Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Kemiskinan di Indonesia 6


Dari daerah lain tercatat adanya politik dinasti, dimana pimpinan
daerahnya yang masih ada hubungan keluarga. Contoh yang paling nyata ada di
Provinsi Banten. WaliKota Tangerang Selatan 2011-2016 Airin Rachmi Diany,
pasangan Airin-Benyamin dilantik oleh Gubernur Banten Ratu Atut Chosiah,
yang tidak lain adalah kakak ipar Airin. Kali ini Airin adalah orang keempat dari
keluarga besar Atut yang menjadi pejabat di empat dari delapan kabupaten atau
kota di Provinsi Banten. Sebelumnya, adik Atut, Tubagus Khaerul Zaman,
menjadi Wakil Wali Kota Serang, dan adik Atut lainnya, Ratu Tatu Chasanah,
menjadi Wakil Bupati Serang. Adapun ibu tirinya, Heryani, adalah Wakil Bupati
Pandeglang.
Politik dinasti yang cukup menyedot perhatian beberapa waktu terakhir
adalah yang ada di Klaten, Jawa Tengah. Setelah adanya Operasi Tangkap Tangan
(OTT) terhadap Bupati Klaten Sri Hartini, terkuak adanya politi dinasti di Klaten,
Jawa Tengah. Pasangan Hartini dan Mulyani terpilih dalam Pemilihan Kepala
Daerah pada 9 Desember 2015. Kedua orang yang dijuluki "Duo Srikandi"
lantaran sama-sama memiliki nama "Sri" itu dilantik sebagai bupati dan wakil
bupati pada 17 Februari 2016. Hartini adalah istri almarhum Haryanto Wibowo,
Bupati Klaten periode 2000-2005. Sebelum menjabat bupati, Hartini menjabat
wakil bupati (2010-2015) mendampingi Sunarna, suami Mulyani. Pada Pilkada
2015, Sunarna tidak bisa maju lagi karena sudah menjabat selama dua periode.
(Prasetyo, 2017)
Praktek politik dinasti di Indonesia mulai terjadi pasca pemberlakukan
otonomi daerah, khususnya sejak bergulirnya pemilihan kepala daerah (pilkada)
pertama kali tahun 2005. Kendati demikian, secara geneologis sebenarnya
sejumlah daerah dimana politik dinasti terjadi, telah memiliki rahim sejak era orde
baru.
Akselerasi kemunculan politik dinasti terlihat dari sekitar 500-an titik
dengan kasus percobaan politik dinasti yang terjadi pada provinsi dan
kabupaten/kota yang melaksanakan pilkada. Berdasarkan data Ditjen Otonomi
Daerah Kementerian Dalam Negeri 2013, diketahui proporsi kabupaten yang
mempraktekan politik dinasti mencapai 11% dari total seluruh kabupaten di
Indonesia.

Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Kemiskinan di Indonesia 7


3.2. Disinsentif Ekonomi
Keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan judicial
review atas Pasal 7 Huruf r Undang-Undang (UU) nomor 8/2015 tentang
Pemilihan Kepala Daerah yang melarang calon kepala daerah memiliki konflik
kepentingan dengan kepala daerah inkumben, menjadi babak baru tata kelola
pemerintahan daerah di Indonesia. UU tersebut dibatalkan karena dianggap
membatasi hak konstitusional warga negara. Putusan perkara nomor 33/PUU-
XIII/2015 tersebut mencuatkan kembali polemik di ranah publik tentang dampak
dari politik dinasti terhadap ekonomi dan usaha membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih dan antikorupsi.
Putusan MK ini juga patut diwaspadai karena politik dinasti berpotensi
memberikan disinsetif bagi ekonomi. Alih-alih mendorong pemerintahan yang
akuntabel dan antikorupsi, politik dinasti malah berpotensi melanggengkan
perilaku rente kebijakan politik yang hanya dikuasai oleh lingkaran dalam (inner
circle) politik dinasti yang sedang berkuasa.
Hal ini yang akhirnya memunculkan kondisi yang disebut Barbara Harris-
White sebagai praktik informal economy. Penelitiannya di India menunjukkan
praktik informal economy terjadi mengutamakan pola kekerabatan dan cenderung
bersifat intimidatif. Akibatnya, timbul sejumlah permasalahan berkelanjutan bagi
sektor ekonomi seperti terhambatnya pertumbuhan ekonomi, jerat kemiskinan dan
korupsi yang merajalela.
Temuan serupa oleh Mendoza et al (2013), yang menemukan hubungan
antara politik dinasti dengan langengnya kemiskinan di beberapa provinsi di
Filipina. Lebih lanjut, ditemukan bahwa praktik politik dinasti membuat
kompetisi politik dan akuntabilitas menjadi lemah yang akhirnya berkontribusi
dalam mempertahankan angka kemiskinan di beberapa provinsi yang memiliki
tingkat kemiskinan ekstrim. Sayangnya, seringkali segmen terbesar dari populasi
pemilih yang mendukung calon dari politik dinasti juga berasal dari masyarakat
miskin.
Lebih berbahaya lagi, politik dinasti berpotensi melanggengkan
pemerintahan yang korup. Ashikur Rahman (2013) dalam disertasinya di London
School of Economics menemukan negara dengan pengaruh rezim politik dinasti

Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Kemiskinan di Indonesia 8


yang kuat rata-rata lebih korup dibandingkan dengan yang tidak menjalankan
politik dinasti. Sebagai contoh, dua kasus yang sedang ditangani oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyeret mantan Bupati Bangkalan, Fuad
Amin dan Mantan Bupati Tanah Laut, Ardiansyah. Selain memiliki kemiripan
karena korupsi mereka menyasar sumberdaya alam (gas alam dan batubara),
keduanya menggunakan kuatnya cengkeraman pengaruh dan hubungan dengan
kepala daerah inkumben yang tak lain adalah anak kandungnya sendiri.

3.3. Korupsi SDA


Meski kini telah ada UU nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah yang
mengembalikan kewenangan sejumlah izin sumberdaya alam seperti kehutanan,
tambang dan kelautan dari kabupaten ke provinsi. Namun, potensi praktik korupsi
di sektor industri yang berfokus pada sumber daya alam (tambang, minyak dan
gas, kehutanan, perikanan, dan lainnya) masih terbuka lebar apabila klan politik
dibiarkan mengembangkan sayapnya di berbagai dinas dan level pemerintahan.
Temuan koordinasi dan supervisi yang dilakukan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi bekerjasama dengan Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral selama periode 2014-2015, menemukan carut marut tata kelola
pertambangan mineral dan batubara. Buruknya tata kelola minerba yang
merugikan negara hingga puluhan triliun ini, tidak terlepas dari tata kelola
pemerintahan yang buruk oleh kepala-kepala daerah. Praktek yang umum terjadi
mulai dari pemberian izin usaha pertambangan yang tidak terkontrol, tumpang
tindih izin, pemberian izin di kawasan konservasi, kerusakan lingkungan akibat
minimnya pengawasan operasi pertambangan, ketidakpatuhan kewajiban
pembayaran oleh industri yang merugikan negara, hingga pengelolaan penerimaan
dari sumber daya alam yang tidak efektif menanggulangi kemiskinan, khususnya
yang terdampak dan tinggal di sekitar industri pertambangan.
Memberi jalan bagi politik dinasti sama saja dengan memaklumi dan
mengijinkan generasi pemerintah daerah yang berkualitas rendah ini untuk
meneruskan kebobrokannya. Lebih parahnya, politik dinasti ini seolah menggelar
karpet merah untuk kepala daerah untuk membangun benteng-benteng kekuasaan
untuk melanggengkan praktek buruk pengelolaan sumber daya alam. Alih-alih

Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Kemiskinan di Indonesia 9


memperbaiki praktek buruk pendahulunya, kuatnya kekerabatan berpotensi
membuat kepala daerah akan berusaha menutupi kesalahan pendahulunya, bahkan
memperkuat cengkeraman dinastinya.
Belajar dari pengalaman di Bangkalan, Tanah Laut, serta kasus-kasus yang
melibatkan kepala daerah yang masih terus menghiasi media, politik dinasti ini
penting untuk diantisipasi sejak dini. Upaya pencegahan patut diperkuat, tentunya
juga disertai dengan memaksimalkan peran penegak hukum dan pengawasan oleh
publik.

3.4. Politik Dinasti dan Kemiskinan


Meluasnya dinasti politik selama pelaksanaan desentralisasi telah menjadi
isu politik yang mengkhawatirkan berbagai pihak. Walaupun para ilmuwan dan
akademisi telah menengarai berbagai konsekuensi buruk dinasti politik bagi
demokrasi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia, tetapi sepertinya praktek
tersebut akan semakin meluas dengan dianulirnya Pasal 7 huruf (r) Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang larangan dinasti politik oleh Mahkamah
Konstitusi Indonesia.
Dinasti politik memiliki efek buruk terhadap kemiskinan. Penduduk yang
tinggal di kabupaten/kota yang dikuasai oleh dinasti politik tertentu lebih miskin
dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di kabupaten/kota yang tidak
dikuasai oleh dinasti politik. Politik dinasti selain berdampak pada korupsi politik,
juga menyebabkan terjadinya ketimpangan sosial dan ekonomi, sehingga banyak
masyarakat miskin. Dampak dari politik dinasti dalam tata kelola pemerintahan
adalah terjadinya korupsi politik serta pembodohan terhadap masyarakat,
sehingga menyebabkan masyarakat tetap dalam keadaan miskin dan terbelakang.
(Romli, 2017)
Daerah-daerah yang dikuasai oligarki (politik dinasti) cenderung menjadi
daerah tertinggal secara ekonomi, selain itu pembangunan yang dilakukan pun
tidak merata. Biasanya, lanjut Apung, modus yang dilakukan adalah dengan
mengotak-atik belanja program dan kegiatan dalam APBD dimana pengadaan
tender barang dan jasa diatur sedemikian rupa untuk mengakomodir kepentingan
kelompok yang mendukung oligarki. Dampak lain dari politik dinasti adalah

Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Kemiskinan di Indonesia 10


terjadinya politisasi birokrasi serta jual beli jabatan publik. Tertangkapnya Bupati
Klaten, Sri Hartini, atas kasus dugaan menerima suap promosi jabatan dalam
pengisian formasi pejabat daerah di lingkungan Pemkab Klaten semakin
menguatkan hal tersebut.
Dari hasil pemetaan Bappeda Provinsi Jawa Tengah, kabupaten ini
termasuk dalam 15 daerah yang memiliki jumlah desa dengan rumah tangga
miskin terbanyak. berdasarkan data Pendataan Program Perlindungan Sosial
(PPLS) Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) tahun
2011, Klaten masuk urutan pertama dari 15 daerah yang memiliki desa dengan
rumah tangga miskin di seluruh Jateng. Total, ada sebanyak 72 desa yang masuk
kategori tersebut. Adapun 15 kabupaten yang direncanakan masuk dalam program
tersebut diantaranya Wonosobo (37 desa miskin), Kebumen (62), Rembang (40),
Brebes (37), Purbalingga (46), Pemalang (32), Banjarnegara (57), Banyumas (60),
Sragen (47), Demak (36), Purworejo (54), Cilacap (51), Grobogan (49) dan Blora
(34). Sedangkan Kabupaten Klaten memiliki 72 desa yang tergolong miskin.
(Pranoto, 2016)
Angka kemiskinan di Kabupaten Klaten tetap masuk zona merah Pemprov
Jateng tahun 2016. Di Jawa Tengah ada 15 kabupaten yang masuk zona merah.
Satu di antaranya Klaten. Data di Pemkab Klaten, hasil pendataan program
perlindungan sosial (PPLS) 2011 BPS, jumlah warga miskin di Klaten 494.559
jiwa atau 137.771 kepala keluarga atau 17,95 persen dari total penduduk 1,3 juta
jiwa (Hussain, 2016). Selengkapnya dapat dilihat pada gambar 3.1.
210,261

250,000
179,036
156,887
150,876
137,771
135,598

200,000
125,703
116,240
101,281

150,000
92,327
88,060
87,772
86,418
85,942
63,215

100,000

50,000

Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Kemiskinan di Indonesia 11


Gambar 3.1. Persebaran Jumlah Rumah Tangga dengan Status Kesejahteraan 30%
Terendah di 15 Kabupaten di JawaTengah

Penelitian ini mengindikasikan beberapa karakteristik kabupaten/kota


dimana dinasti politik langgeng. Pertama, dinasti politik langgeng di
kabupaten/kota yang masih belum dewasa berdemokrasi. Di kabupaten/kota yang
belum memiliki kedewasaan berdemokrasi, dinasti politik akan lebih mudah
melanggengkan kekuasaannya karena lemahnya kontrol dari masyarakat. Kedua,
dinasti politik langgeng di kabupaten/kota yang tingkat partisipasi masyarakat
dalam pembangunan rendah. Tanpa adanya partisipasi masyarakat dalam
pembangunan akan memudahkan dinasti politik menguasai pemerintahan daerah.
Ketiga, dinasti politik langgeng di kabupaten/kota dengan kompetensi birokrasi
yang rendah. Rendahnya kompetensi birokrasi ini akan memudahkan dinasti
politik untuk menguasai dan mengontrol birokrasi mulai dari level akar rumput.
Keempat, dinasti politik tumbuh subur di kabupaten/kota yang korup. Selain itu
tentu saja dinasti politik membuat suatu kabupaten/kota menjadi korup.
Kita tentunya wajib menghormati putusan MK ini. Kita juga berhak
menghormati hak konstitusional setiap warga negara untuk terlibat dalam
pemerintahan, apapun latar belakang keluarganya. Namun tidak bisa dipungkiri,
putusan ini menjadi peringatan siaga buat seluruh komponen masyarakat yang
merindukan pemerintahan yang bersih dan amanah. Kita tidak boleh melupakan
pengalaman pahit dari maraknya praktek penyimpangan politik dinasti yang
malah kontraproduktif dengan semangat membangun pemerintah yang bersih dan
antikorupsi.

Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Kemiskinan di Indonesia 12


Kesimpulan

Dinasti politik memiliki efek buruk terhadap terhadap penanggulangan


kemiskinan di Indonesia. Praktek tersebut akan semakin meluas dengan
dianulirnya Pasal 7 huruf (r) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang
larangan dinasti politik oleh Mahkamah Konstitusi Indonesia.
Dinasti politik langgeng di kabupaten/kota yang masih belum dewasa
berdemokrasi karena lemahnya kontrol dari masyarakat. Dinasti politik langgeng
di kabupaten/kota yang tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan
rendah. Dinasti politik langgeng di kabupaten/kota dengan kompetensi birokrasi
yang rendah, karena akan memudahkan dinasti politik untuk menguasai dan
mengontrol birokrasi mulai dari level akar rumput. Dinasti politik tumbuh subur
di kabupaten/kota yang korup. Selain itu tentu saja dinasti politik membuat suatu
kabupaten/kota menjadi korup.
Oleh karenanya pengambil kebijakan semestinya waspada terhadap bahaya
meluasnya dinasti politik yang akan menggagalkan upaya penanggulangan
kemiskinan di Indonesia. Di samping itu, perlu adanya sosialisasi terhadap
pentingnya partisipasi dan kontrol masyarakat terhadap kinerja pemerintah
terutama dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan mensejahterakan
masyarakat.

Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Kemiskinan di Indonesia 13


DAFTAR PUSTAKA

Bardhan, P. & Mokherjee, DP. 2005. Decentralizing anti-poverty program


delivery in developing countries. Working Paper. University of California,
Berkeley
Budiono, Agung. 2015. Politik Dinasti, Desinsentif Ekonomi dan Korupsi SDA.
http://pwyp-indonesia.org/id/67358/politik-dinasti-disinsentif-ekonomi-dan-
korupsi-sda/

Harahap, Y. 2006. Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaintannya dengan


Kemiskinan di Perkotaan. Laporan Penelitian Hukum Lingkungan ahasiswa
S-2 Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hardiani, Nurul Dini. 2010. Upaya Pemerintah Dalam Penanggulangan
Kemiskinan di Kabupaten Purbalingga.
http://nuruldinihardiani.blogspot.co.id/2010/12/makalah.html
Hofman, B. & Kaiser, K. 2002. The Making of the Big Bang and its Aftermath A
Political Economy. Paper Presented at the Conference: can
decentralization help rebuild Indonesia? University of Georgia, USA.
Hussain, Achmad. 2016. Kemiskinan Klaten Masuk Zona Merah Provinsi.
http://berita.suaramerdeka.com/kemiskinan-klaten-masuk-zona-merah-
provinsi/berita.suaramerdeka.com
Jutting, J., Kaufmann, C. McDonnell, I., Osterrieder, H. Pinaud, M. & Wegner,
L. 2004. Decentralisation and poverty reduction in developing countries:
Exploring the impact. OECD development centre Working Paper No. 236.
Paris: OECD
Oates, Wallace. 1972. Fiscal federalism, New York: Harcourt Brace Jovanovich
Publishing.
Pranoto, Padhang. 2016. Klaten Masuk Kategori Kabupaten dengan Jumlah Desa
Miskin Paling Banyak. http://jogja.tribunnews.com/2016/02/27/klaten-
masuk-kategori-kabupaten-dengan-jumlah-desa-miskin-paling-banyak

Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Kemiskinan di Indonesia 14


Prasetyo, Erwin Edhi. 2017. Klaten dalam Pusaran Politik Dinasti.
http://regional.kompas.com/read/2017/01/06/13190091/klaten.dalam.pusara
n.dinasti.politik?page=all
Prud'homme, R. 1995. The dangers of decentralization. World Bank Research
Observer. 2(10):201-220.
Putnam, R. 2003. Making democracy work: Civic tradition in modern Italy. New
Jersey: Princeton.
Putri, Vindiasari. 2017. Selain Klaten, 4 Kabupaten/Kota ini Kepala Daerahnya
juga Suami-Istri. https://www.brilio.net/politik/selain-klaten-4-
kabupatenkota-ini-kepala-daerahnya-juga-suami-istri-170105t.html

Romli, Mohamad. 2017. Politik Dinasti Berdampak pada Korupsi Politi dan
Kemiskinan. http://www.forumdemokrasi.com/politik-dinasti-berdampak-
pada-korupsi-politik-dan-kemiskinan/
Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Sujarwoto. 2015. Desntralisasi, Dinasti Politik dan Kemiskinan di Indonesia.
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik. Vol..1 No.2.
Suryawati. 2004. Teori Ekonomi Mikro. UPP. AMP YKPN. Yogyakarta

Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Kemiskinan di Indonesia 15

Anda mungkin juga menyukai