Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

AGAMA KRISTEN PROTESTAN


PENANGGANAN KEMISKINAN

Disusun oleh:

1. Aisyah Fadila ( 213020404061 )


2. Eri Sosila Nita ( 213020404071 )
3. Hillary Ate Jadi Br Ginting (213020404097 )
4. Rico Kardo Simbolon ( 213020404069 )

KELAS B

FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN KEHUTANAN

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA


BAB I

PENDAHULUAN
Bicara tentang kemiskinan banyak orang yang memahami bahwa kemiskinan adalah “ ketidak
kemampuan untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan pokok” yang diperlukan dalam memenuhi
kebutuhan hidup . kebutuhan-kebutuhan pokok ini adalah hak manusia untuk memiliki rumah kediaman
yang layak bagi dirinya dan keluarganya, makanan dan pakaian yang patut baginya dan keluarganya,
dapat menjaga kesehatan tubuhnya serta lingkungannya dan menjamin masa depan .

Tetapi pada masa sekarang ini ,ada banyak jiwa orang-orang yang tidak memiliki rumah yang layak
untuk dihuni, orang lapar tidak memiliki sandang, sakit, buta huruf karena kemiskinan . Hal ini menjadi
persoalan bagi kita . Persoalan kemelaratan dan kemiskinan itu sudah merupakan persoalan yang sudah
tua, setua manuasia itu sendiri, namun sampai sekarang sampai sekarang masih tetap menjadi persoalan
bahkan menjadi tantangan baik dinegara-negara yang sudah maju dan negara-negara berkembang .

Kemiskinan juga merupakan salah satu permasalahan yang timbul dalam pembangunan dengan
masalah pengganguran dan kesejangan yang ketiganya saling berkaitan . Dalam konteks pembangunan di
Indonesia masalah kemiskinan semakin menjadi primadona sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada
pertengahan tahun 1997 lalu . Kemiskinan menjadi semakin sering dibicarakan karena adanya
peningkatan jumlah penduduk miskin yang cukup tajam yang diakibatkan oleh krisis ekonomi tersebut .
Kemiskinan di Indonesia sekarang ini telah menjadi suatu masalah nasional yang bahkan pemerintah pun
tengah mengupayakan usaha pengetasan penduduk Indonesia dari masalah kemiskinan .

Kebijakan otonomi daerah yang mulai diberlakukan melalui UU Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun
1999 dan disempurnakan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah dan UU Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah membawa perubahan mendasar
kepada semua bidang pembangunan dalam pelaksanaan pemerintah daerah dan hubungaan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah,dengan tujuan agar pelaksanaan otonomi daerah dan Desentralisasi
fiskal semakin baik . Namun karena sering terlambatnya pengesahan APBN sekalipun pemerintah pusat
telah berulang kali menghimbau di ujung setiap akhir tahun berikutnya terhambat dan penyerapan
anggaran tidak bisa maksimal akan berimbas buruk juga pada realisasi pembangunan di daerah .

Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat
kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu . Dalam arti
proper kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin
keberlangsungan hidup . Kemiskinan adalah suatu intergrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu:

1. Kemiskinan (proper)
2. Ketidak berdayaan (powerless)
3. Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of omergency)
4. Ketergantungan (dependence)
5. Keterasingan (isolation)
Pembangunan ekonomi yang ditempuh bangsa Indonesia selama Pembangunan Jangka Panjang Pertama
(PJP I) telah menghasilkan laju pertumbuhan ekonomi sebesar rata‐rata 7 persen per tahun. Pembangunan
ekonomi tersebut dimulai sejak Pembangunan Lima Tahun Pertama (RepelitaI) tahun 1969 yang lalu, dan
proses pembangunan berjalan mulus hingga tahun 1970 dan 1980‐an, namun demikian tampaknya
pembangunan ekonomi Indonesia tersebut juga beberapa kali telah mengalami external shocks seperti
harga minyak mentah turun di pasar internasional dan apresiasi nilai tukar Yen terhadap Dollar Amerika
Serikat selama tahun 1980‐an dan yang paling parah adalah saat terjadinya krisis moneter pada akhir
tahun 1997 dan awal tahun 1998 yang lalu pembangunan ekonomi Indonesia terasa terhenti dan bahkan
mengalami pertumbuhan negatif sampai 13 persen (Prawoto,2005).Bangsa Indonesia sejak awal
kemerdekaan, telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur
sebagaimana termuat dalam alinea keempat pembukaan Undang‐Undang Dasar 1945. Program‐program
pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya
pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus‐
menerus menjadi masalah yang berkepanjangan. Sebenarnya sudah banyak program
pengentasankemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah, namun belum membawa perubahan yang
berarti.

Strategi pembangunan yang dikembangkan bangsa Indonesia selama ini adalah bertumpu pada
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi yang dianggap tinggi tersebut ternyata tidak
diikuti dengan pemerataan distribusi pendapatan pada semua golongan masyarakat. Sehingga
terjadi trade‐off antara pertumbunan dan pemerataan. Dalam atmosfer strategi ini, memunculkan budaya
konglomerasi yang diharapkanakan menghasilkan trickle down effect kepada lapisan ekonomi di
bawahnya. Model seperti ini mendasarkan diri pada pembangunanindustri secara besar‐besaran.
Permasalahan yang timbul adalah tidak berjalannya mekanisme trickle down effcts, dimana mekanisme
tersebut sebenarnya sangat diyakini akan terbentuk sejalan dengan meningkatnya akumulasi kapital dan
perkembangan institusi ekonomi yang mampu menyebarkan kesejahteraan yang merata. Namun demikian
yang terjadi justru sebaliknya, yaitu tetesan dorongan atau pemerataan ke bawah tidak terjadi, mungkin
sejak awal aturan dari pemerintah tidak jelas dan juga egoistik konglomerasi akhirnya yang terjadi adalah
ketidak seimbangan pembagian pendapatan dari pembangunan itu sendiri.

Pendek kata, kemiskinan merupakan persoalan yang sangat kompleks dan kronis. Karena sangat
kompleks dan kronis, maka cara penanggulangan kemiskinan pun membutuhkan analisis yang tepat,
melibatkan semua komponen permasalahan, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan
dan tidak bersifat temporer. Sejumlah variabel dapat dipakai untuk melacak persoalan kemiskinan, dan
dari variabel ini dihasilkan serangkaian strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tepat
sasaran dan berkesinambungan. Dari dimensi pendidikan misalnya, pendidikan yang rendah dipandang
sebagai penyebab kemiskinan. Dari dimensi kesehatan, rendahnya mutu kesehatan masyarakat
menyebabkan terjadinya kemiskinan.

Dalam literatur banyak mendefinisikan kemiskinan, namun pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga
pengertian kemiskinan antara lain: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural.
Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis
kemiskinan kultural .

Seseorang termasuk golongan miskin absolud apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis
kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum : pangan, sandang, kesehatan,
papan, pendidikan .

Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih
berada dibawah kemampuan masyarakat sekitarnya .

Sedangkan miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang
tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang
membantunya . Lebih lanjut, garis kemiskinan merupakan ukuran rata‐rata kemampuan masyarakat untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Melalui pendekatan sosial masih sulit mengukur garis
kemiskinan masyarakat, tetapi dari indikator ekonomi secara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan
tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Sementara ini yang dilakukan
Biro Pusat Statistik (BPS) untuk menarik garis kemiskinan adalah dengan menggunakan pendekatan
pengeluaran.

Peran gereja sebagai bagian dari Kerajaan Tuhan dalam karya-Nya adalah menanamkan pengajaran,
manfaat, fungsi bagi anggota jemaat serta masyarakat sekitarnya. Gereja dan orang Kristen, baik ke dalam
dan keluar selalu menghadapi orang-orang miskin, baik secara jasmani dan rohaninya yang miskin, tidak
mengenal Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan penyelamatnya. Pandangan gereja harus seimbang terhadap
segala hal, termasuk melihat kemakmuran dan melihat kemiskinan, keduanya tidak dapat dipisahkan.
Semua masyarakat, semua negara menghadapi keduanya. Untuk menjadi kaya semua tidak mungkin,
untuk menjadi miskin semua juga tidak mungkin, karena dipengaruhi oleh banyak faktor, dari faktor
pribadi orangnya sampai pada kehendak Tuhan.
Bab II

PEMBAHASAN
Dalam bahasa Indonesia arti kata ”miskin ” adalah suatu kemelaratan dan kesengsaraan, tidak berharta, serba
kekurangan . Dalam bahasa Inggris istilah miskin yang dipergunakan ialah ”poor” yang menunjukkan bidang sosial
ekonomi yang berati sedikit mempunyai, tidak ada jalan untuk mencapai kekayaan . Istilah ini juga berarti
kebutuhan-kebutuhan untuk hidup, sering disebut kaum tani, untuk menunjuk keadaan yang sangat menyedihkan
untuk memperoleh makanan demi keberlangsungan hidupnya setiap hari . Menurut H.E.Charke dan L.R.Summers
kata poor dapat berarti mempunyai sedikit atau tidak mempunyai apapun jika dihubungkan dengan kekayaan ,
barang-barang atau cara-cara mencari nafkah tidak sempurna .

Adapun secara umum penyebab kemiskinan diantaranya:

1. Kemalasan.

2. Kebodohan dan pemborosan.

3. Bencana alam.

4. Kejahatan, misalnya dirampok

5. Genetik dan dikehendaki Tuhan, baik genetik orang tua, tempat lahir, keadaan orang tua yang miskin, misalnya
orang lahir di daerah minus, telah berusaha supaya rohaninya baik, setia, dsb, namun disebabkan faktor
genetiknya, maka orang tersebut menegaskan ini kehendak Tuhan. Solusinya diperlukan keseimbangan yang kaya
terhadap si miskin, daerah perkotaan terhadap pedesaan atau terpencil, artinya memerlukan empati dari banyak
orang kaya untuk berperan mengatasi kemiskinan, sedangkan kemiskinan hanya dapat ditekan, namun sulit
mengusahakan agar tidak ada orang yang miskin, sebabnya banyak sekali, antara lain: jumlah penduduk yang
besar, pengangguran yang banyak, tingkat pendidikan yang rendah, kebodohan, persaingan hidup dalam meraih
kekayaan yang semakin kuat, yang mengakibatkan timbulnya kalangan miskin di tengah masyarakat dan negara.

Peran gereja dan masyarakat Kristen adalah memberi solusi mengatasi kemiskinan, sifatnya menekan,
mengurangi jumlahnya, supaya jangan semakin membesar, ini memerlukan pendidikan, ketrampilan, uluran
tangan si kaya untuk modalitasnya, membuka lapangan kerja, memberikan pelatihan ketrampilan untuk
mendapatkan uang. Di tengah masyarakat, problem kemiskinan didapati disemua daerah dan karena kesulitan
akibat tingginya harga berbagai kebutuhan dan rendahnya pendapatan masyarakat, maka kemiskinan seperti
lingkaran setan, sulit diatasi, namun dapat dikurangi, dan menanamkan sikap rajin, tekun, ulet, trampil, mau kerja
keras, dan jangan lupa iman kepada Tuhan.

Kita sebagai anggota gereja haruslah melihat langkah jangka pendek dari jangka panjangnya, jangka panjang
adalah mengurangi kemiskinan, namun jangka pendek di mana kita melihat kemiskinan di depan mata kita, lalu
apa peran gereja atau orang Kristen terhadap kemiskinan? Apakah hanya simpati, atau hanya menonton, baik di
depan mata juga lewat media? Gereja dan orang Kristen harus berperan aktif dalam menekan angka kemiskinan,
memberikan ketrampilan, menyekolahkan, memberikan modal usaha, memberikan pekerjaan.
Masalah kemiskinan bukan hanya menjadi masalah bagi Indonesia, tetapi juga menjadi masalah yang serius bagi
setiap negara-negara yang masuk dalam kategori dunia ketiga. Krisis yang terjadi sejak tahun 1997 juga
berdampak terhadap angka kemiskinan di Indonesia. Meskipun jumlah peningkatannya masih terjadi controversy,
kemiskinan tetap masih menjadi masalah yang serius yang perlu dicarikan solusinya oleh bangsa Indonesia. Dalam
masyarakat “gereja” kemiskinan memang telah menjadi salah satu masalah sentral yang dibicarakan dalam
Teologi Kekristenan Kontemporer. Namun sayangnya usaha-usaha ini masih terbatas pada level individual charity.
Kelupaan atau ketidak mengertian Gereja atas tanggung jawabnya pada masalah kemiskinan ini memang dapat
dimengerti karena:

1. Ke-ambigious-an istilah miskin dalam Alkitab


2. Cara pandang dunia yang dikotomis
3. ketakutan yang berlebih-lebihan terutama dari kalangan Injili (Evangelical) pada paham dari gerakan Injil
Sosial (Social Gospel).

Gelombang Neo-Marxism dan gap yang begitu lebar antara negara kaya dan negara miskin telah merubah
agenda teologi yaitu teologi yang bukan hanya sebagai filsafat dan ilmu melainkan sebagai kekuatan untuk
mengubah dan membebaskan. Kata kunci: Gereja, Kemiskinan, Teologi, Keadilan Sosial .
Bab III

PENUTUP (TINJAUAN ALKITAB)


Alkitab memberikan secara khusus untuk kaum miskin, dimana Tuhan memperhatikan dan mengasihi
orang miskin. Firman Tuhan dalam Mazmur 140 :13 mengatakan ” aku tahu, bahwa Tuhan akan
memberikan keadilan kepada orang tertindas, dan membela perkara orang miskin”.

Jangka pendeknya seperti dalam 2 Korintus 8:14 kelebihanmu mencukupkan kekurangan mereka,
artinya orang miskin, kekurangan selalu ada di sepanjang zaman, yang dibutuhkan adalah uluran tangan
dalam jangka pendek untuk meringankan beban si miskin. Dan bila gereja dan orang Kristen "cancut tali
wondo" disemua daerah mau bangkit dan membangun jembatan kaya - miskin, maka peran gereja
semakin kuat dan masyarakat akan melihat empati gereja atau orang Kristen dan oleh kuasa-Nya jalur ini
akan dapat dipakai-Nya untuk penginjilan, sehingga dapat memenangkan banyak jiwa baru, mereka
percaya kepada Tuhan Yesus dan hidupnya diubahkan menjadi semakin baik.

Pandangan-Pandangan Alkitab Pada Kemiskinan

1. Patahkan Titik Kelemahan

Kekuatan diri dikembangkan, namun titik-titik kelemahan dihancurkan, kelemahan itu misalnya, malas,
sembrono, ceroboh, tidak terampil, kurang pendidikan dll. Soal malas dapat dilihat dalam Amsal 6:6-11,
kemalasan mengakibatkan kemiskinan, namun ini hanya salah satu sebab. Masih ada lagi penyebab
kemiskinan yang lainnya, misalnya: boros, tidak terampil, kejahatan, genetik dan kehendak-Nya dll.
Namun yang penting mari kita cari solusinya, khususnya Hamba Tuhan bisa terampil mengkonseling
jemaatnya, mencari penyebab kemiskinan serta mencarikan jalan keluarnya, sehingga dapat menekan
kemiskinan, meningkatkan taraf hidup dan penghasilan jemaat semakin bertambah naik.

2. Perwujudan Tuhan Yesus

dalam Matius 25:34-40 maka kita diperhadapkan kepada empati untuk yang lapar, haus, telanjang, sakit,
orang asing, dan orang terpenjara. Artinya orang miskin selalu ada di depan kita di manapun juga kita
hidup, tetapi masalahnya, bagaimana empati kita? Saat kita manghadapi seperti di dalam Matius 25:34-
40? Kita tutup mata, lipat tangan atau kita segera ambil bagian untuk melakukan perintah Tuhan ini, dan
gereja atau orang Kristen telah bertahun-tahun diajar Matius 25:34-40 ini, namun seberapa jauh kita taat
atas perintah Firman Tuhan ini? Begitu banyak orang Kristen yang cukup dan yang kaya, namun seberapa
banyak mereka ambil bagian dalam ketaatan (Matius 25:34-40)

3. Kunci Mengalami Kelimpahan

Banyak pengkhotbah mengkhotbahkan bagaimana menemukan kunci sukses, namun terlalu sedikit yang
mengkhotbahkan Amsal 11:25 yang menyatakan siapa banyak memberi akan diberi kelimpahan. Firman
Allah ya dan amin. Banyak memberi ada dua penafsiran, Pertama, diartikan memberi dengan nilai besar,
misalnya Rp 10 juta dll, sampai milyaran. Kedua, banyak diartikan berulang-ulang memberi sehingga
jumlahnya banyak, banyak dalam makna perkalian, meski nilainya kecil atau tidak besar seperti pada
yang pertama. Adanya orang miskin sesungguhnya supaya ada kesempatan bagi banyak orang percaya
mengalami kelimpahan dari Tuhan dengan mau memberi banyak, banyak memberi. Amsal 11:25 juga
untuk membangun jembatan kaya dan miskin, perkotaan dan pedesaan, pedalaman. Sebab secara umum
perkotaan memang beda secara materi dengan pedesaan dan pedalaman. Di pedesaan dan pedalaman ada
banyak faktor penyebab kemiskinan, misalnya: pendidikan, kurangnya ketrampilan, transportasi sulit,
lapangan pekerjaan sangat sedikit, lahan pertanian sudah tandus, hutan sudah gundul, bencana alam banjir
dll. Sehingga masyarakat perkotaan yang berkecukupan selayaknya mengulurkan tangan untuk
mencukupkan kesulitan masyarakat miskin.

4. Menjadi Penanggung Sesama

Makna ini di dalam Kekristenan memiliki fungsi yang mendalam, yaitu fungsinya menolong sesamanya,
bahkan dalam Hukum Kasih di dalam Matius 22:37-40 bagaimana wujud mengasihi sesamanya itu? Apa
cukup hanya diucapkan saja? Pastilah tidak, wujudnya ialah menanggung sesamanya dalam kesulitan
mereka. Amsal 6:1 menjadi penanggung sesamanya. Lihatlah sekitar kepada yang kesulitan:

a. Mungkin ada orang butuh modal yang tidak terlalu besar, dan Anda sesungguhnya dapat
menolongnya, kerjakan itu ...

b. Mungkin ada orang yang sakit tidak punya uang untuk berobat, dan Anda sesungguhnya dapat
menolongnya.

c. Anda kelebihan sembako dan ada banyak orang tidak dapat makan, mengapa tidak membagi sembako
Anda? Begitu banyak masyarakat terkena busung lapar, mengapa? Padahal begitu banyak orang kaya,
bahkan hidup dalam dugem (dunia gemerlap), mobil mewah, mobil lebih dari satu.

Anda mungkin juga menyukai