Ekologi sebenarnya merupakan cabang ilmu yang masih relatif baru, yang
baru muncul pada tahun 70-an. Akan tetapi, ekologi mempunyai pengaruh yang
besar terhadap cabang biologinya. Ekologi mempelajari bagaimana makhluk
hidup dapat mempertahankan kehidupannya dengan mengadakan hubungan
atarmakhluk hidup dan dengan benda tak hidup di dalam tempat hidupnya atau
lingkungannya. Para ahli ekologi mempelajari hal berikut;
1. Perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk
hidup yang lain ke dalam lingkungannya dan faktor-faktor yang
menyebabkannya.
2. Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang berbeda dan faktor-faktor
yang menyebabkannya.
3. Terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies) makhluk hidup dan
hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Ada beberapa istilah yang berkaitan ekoogi yang tidak bisa lepas dari
wacana lingkungan, yaitu:
- Species : kelompok organisme yang sejenis.
- Populasi : kumpulan mahluk hidup yang terdiri dari satu species yang
menempati sebuah ekosistem yang sama pada waktu tertentu.
- Komunitas : beberapa populasi semua macam species yang menduduki suatu
habitat
- Ekosistem : komunitas beserta lingkungan biotik dan abiotik / tempat di mana
mahluk hidup berinteraksi dengan lingkungannya.
- Habitat : tempat hidup suatu organisme di alam.
Elemen-elemen ekologi tersebut, dalam dasawarsa terakhir ini,
membutuhkan perhatian agar tidak mengalami krisis ekologi. Salah satu isu
global yang berkembang dalam tiga dasawarsa terttakhir adalah masalah krisis
ekologi (lingkungan). Ketertarikan dunia internasional terhadap masalah ini
muncul akibat kenyamanan manusia di muka bumi mulai terganggu akibat
adanya kerusakan lingkungan, yang ditandai dengan adanya perubahan iklim
dan penurunan kulalitas lingkungan. Kerusakan lingkungan ini, menurut
pengamatan sejumlah pakar lingkungan sudah berada pada ambang yang
sangat mencemaskan.
Kita tidak bisa lagi memisahkan kepedulian nasib akhir kita sendiri dari nasib
akhir seluruh alam semesta. Lihatlah akhir-akhir ini akibat kita tidak
memperdulikan ekologi, maka yang terjadi adalah kemarahan kosmos dalam
bentuk semakin besarnya lubang ozone, semakin meluasnya pemanasan
global, meningkatnya laju deforestasi dan isu hayati. Di negara kita banjir,
gunung meletus, tsunami dan sebagainya menghantam kehidupan kita, seolah-
olah kita hidup dengan bencana. Dalam realitas krisis ekologis ini maka
pertanyaan yang perlu dikedepankan adalah peranan-peranan apakah yang
dimainkan dan agama (Tuhan) dalam bentguk sikap-sikap (moreealitas) terhadap
lingkungan?
PERMASALAHAN
Kesadaran dan keprihatinan akan adanya krisis lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh ulah manusia, sebenarnya sudah kita rasakan pada kurun waktu
tiga puluh tahun terakhir. Banyak kajian yang mencoba menimbang ulang
konsep-konsep pembangunan yang telah dilaksanakan seperti beberapa ahli
ekonomi mengkaji dampak pertumbuhan ekonomi atas lingkungan. Kajian lain
adalah Lynn (1967) yang menerbitkan artikel dalam majalah science yang
berjudul Akar Historis dari Krisis Ekologi yang Menimpa Kita, yang menjelaskan
sumber masalah lingkungan adalah kekristenan barat, sains dan teknologi. The
Limit To Growth yang disusun oleh Massachusetts Institute of Technology
merupakan kajian yang menjelaskan bahwa ada faktor-faktor seperti jumlah
penduduk, pola konsumsi manusia, polusi merupakan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya krisis ekologi.
CARA MENGATASI
teknologi dapat berperan mengatasi permasalahan ekologi salah satunya adalah
bidang ilmu pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, dimana bidang ilmu
ini harus dapat menjembati antara lingkungan sebagai sumber daya alam untuk
keberlangsungan kehidupan manusia dengan konservasi lingkungan. Oleh
karena itu bidang ilmu pengelolaan lingkungan sangat berperan untuk mengelola
lingkungan salah satunya dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Dengan
konsep ini diharapkan proses pembangunan untuk meningkatkan kualitas
kehidupan manusia tetap berlangsung tanpa mengurangi kualitas lingkungan
hidup.
Solusi Penyelesaian Krisis Ekologi
Krisis ekologi secara global pada umumnya diakibatkan oleh aktivitas
industri dari negara-negara yang sedang berkembang, termasuk indonesia.
Kondisi ini dapat dipahami, karena semenjak berakhirnya perang dunia ke II
negara-negara tersebut baru bebas dari kolonialisme sehingga dengan kondisi
sumber daya manusia yang terbatas, eksploitasi lingkungan secara besar-
besaran merupakan salah satu alternatif pilihan.
Dengan adanya beberapa bencana di permukaan bumi, manusia mulai
merasa perlu untuk besikap ramah terhadap lingkungan. Sikap tersebut
diantaranya ditunjukkan dengan adanya usaha terencana dalam mengelola
lingkungann mengingat lingkungan memiliki keterbatasan dalam
pengelolaannya. Sumber daya hutan, sumber daya lahan, sumber daya manusia
dan sumber daya air, masing-masing merupakan satu kesatuan ekosistem yang
memiliki sumber daya alam yang semestinya dapat dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Atau juga dapat ditunjukan dengan memperlakukan lingkungan
dengan penuh tanggung jawab.
Krisis ekologi bermula dari jumlah manusia yang semakin meningkat, sehingga
terjadi over population, sementara kita memiliki keterbatasan daya dukung
alam. Ditambah lagi, sifat manusia yang antroposentris, terlalu egois menguras
kekayaan alam.
Bahwa manusia adalah makhluk paling sempurna yang dilengkapi dengan akal,
itu benar. Tapi apakah kemudian kita bisa seenaknya mengeksploitasi sumber
daya alam dengan mengabaikan kehadiran makhluk yang lain? Juga, patutkah
kita mengabaikan kelestariannya? Manusia kadang memilki pikiran instan. Short-
term action. Melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang. Padahal, apa yang
dilakukannya ternyata membawa bencana di masa datang. Lihat saja, beberapa
krisis ekologi di negeri ini.
Kerusakan hutan, menurut pemberitaan media, Indonesia adalah perusak hutan
tercepat di dunia, sebesar 2 persen/tahun (1,87 juta hektar), atau 51 km/hari. Itu
berarti, seluas 300 lapangan sepak bola/jam (Kompas, 21 Maret 2007).
Pencemaran akibat pertambangan. Banyak sungai di Pongkor, Jawa Barat dan
Timika, Papua yang tercemari akibat proses penambangan emas dan tembaga.
Di Kabupaten Mungkur Raya, Kalimantan Tengah, lahan-lahan banyak yang rusak
akibat pertambangan batu bara. Belum lagi bencana yang ditimbulkan akibat
pertambangan, yang paling terkenal adalah ledakan sumur migas Sukowati 5,
desa Campurejo, Kecamatan Bojonegoro; Desa Ngampel dan Sambiroto di
Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro. Kecelakaan migas di tempat ini terjadi
hampir setiap tahun dalam lima tahun terakhir di Jawa Timur.
Lebih dari 13 juta penduduk yang sumber hidupnya berada dalam wilayah 16
blok migas (1.796.072,03 Ha) kita menghadapi resiko besar. Sampai saat ini
sudah lebih dari 148 orang warga dirawat di RS Sosodoro Djatikoesoemo, sedang
lebih dari 2000 warga lainnya mengungsi ke daerah aman. Bencana akibat
lumpur Lapindo di Sidoarjo sampai sekarang juga belum terlihat tanda-tanda
penyelesaiannya. Ribuan warga harus kehilangan tempat tinggal dan mata
pencaharian akibat keteledoran dalam eksplorasi gas alam.
Pencemaran udara yang menimbulkan penipisan lapisan ozon dan pemanasan
global. Selain itu, pencemaran udara juga membuat lebih dari 3 juta jiwa
meninggal. Penyakit yang disebabkan polusi udara menajdi penyumbang 5% dari
angka mortalitas dunia, yaitu 55 juta orang per tahun. Ada lebih banyak lagi
penderita masalah kesehatan yang parah dari efek samping polusi udara, yakni
kanker paru-paru, asma, penyakit cardio vaskuler, penyakit chronic obstructive
pulmonary. Kehidupan yang produktif pun diperpendek oleh masalah kesehatan
yang disebabkan oleh menghirup udara yang kotor (WHO, 2003).
Dampak Krisis Ekologi bagi Keseimbangan Ekologi
Krisis ekologi akan mengganggu keseimbangan ekologi, yang akhirnya akan
kembali mengancam eksistensi manusia sebagai pelaku utama dalam ekologi.
Dengan terganggunya keseimbangan ekologi, maka kemampuan alam untuk
produksi akan semakin menurun, sedangkan kebutuhan manusia akan semakin
meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi. Akibatnya, alam menjadi
rusak, sebab manusia terus memanfaatkannya tanpa adanya usaha pemulihan
kembali. Efek samping dari kerusakan tersebut adalah timbulnya bencana alam
yang menelan banyak korban, baik fisik ataupun material, bahkan sampai ke
mental. Banjir, tanah longsor, dan kebakaran hutan cukuplah menjadi bukti dan
saksi akan kelalaian manusia mengelola alam.Penyebab Krisis Ekologi
Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa krisis ekologi yang selama ini terjadi
adalah akibat ulah manusia sendiri sebagai subyeknya. Ulah manusia yang tidak
tahu diri, yang selalu `think to taking not think to giving`, yang inginnya
menerima tapi tak mau memberi, yang menyebabkan tidak adanya hubungan
timbal-balik sebagai syarat ideal bagi keseimbangan alam. Kita menebang pohon
di hutan secara sembarangan, tapi tak mau menanam pohon yang baru.
Akibatnya, laju pertumbuhan pohon jauh sekali perbedaannya dari laju
penebangannya, yang selanjutnya akan menyebabkan hutan menjadi gundul,
sehingga banjir tak bisa dihindari. Kita memanfaatkan alam, tapi tak mau
melestarikannya. Kita mengeksploitasi, tapi tak mau merehabilitasi. Kita menjadi
korban atas ulah kita sendiri. Kita bunuh diri secara perlahan.
Selain hal di atas, permasalahannya adalah kita belum siap untuk menghadapi
perubahan. Harus ada konsekuensi untuk setiap tindakan kita. Harus ada
pertanggungjawaban atas kondisi yang kita buat sendiri. Over population
sebagai basis permasalahan krisis ekologi belum bisa kita tanggulangi.
Seharusnya, ketika terjadi peningkatan populasi, kita menetralkannya dengan
meningkatkan teknologi, organisasi sosial, dan kondisi lingkungan sehingga tidak
terjadi ketimpangan. Sehingga keseimbangan akan tetap terbentuk.