Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

A. Sonny Keraf mengemukakan bahwa ada dua kategori dari bencana yaitu

bencana alam dan bencana lingkungan hidup. Sebagian dikategorikan sebagai bencana

alam karena bencana tersebut murni peristiwa alam, seperti gempa bumi, tsunami,

gunung meletus, dan lain sebagainya. Selebihnya dikategorikan sebagai bencana

lingkungan hidup karena krisis lingkungan hidup, yaitu kehancuran, kerusakan dan

pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia.

Selama satu tahun terakhir ini, telah terjadi 1.598 bencana alam di Indonesia,

berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Data

bencana tahun 2002-2011 menunjukkan bahwa sekitar 89 persen dari total bencana di

Indonesia didominasi oleh banjir, banjir bandang, kekeringan, tanah longsor, puting

beliung dan gelombang pasang.1

Pola dan gaya hidup manusia, khususnya manusia modern dengan segala

kemajuan industri dan ekonominya, telah merusak dan mencemari lingkungan hidup

sehingga banyak jiwa yang terenggut dan timbulnya kerugian yang besar. Ini

menunjukkan bahwa manusia berada pada fase kritis berkaitan dengan masa depan

lingkungan hidup di planet ini.

1
Pendapat Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB yang dikutip oleh Fahmi Firdaus, “BNPB: 1.598 Bencana
Alam Terjadi Ditahun 2011,” diunduh melalui http://news.okezone.com/read/2011/12/30/337/549497/bnpb-1-
598-bencana-alam-terjadi-ditahun-2011, pada tanggal 30 Desember 2011.

1
Kerusakan lingkungan hidup terbagi menjadi tiga kategori2 yaitu pertama,

kerusakan hutan, kerusakan lapisan tanah, kerusakan terumbu karang dan kerusakan

lapisan ozon. Kedua, kepunahan sumber daya alam, kepunahan keanekaragaman hayati

baik di darat, laut dan udara serta kepunahan sumber mata air. Kerusakan lingkungan

hidup yang ketiga adalah kekacauan iklim global akibat efek dari gas rumah kaca.

Kerusakan-kerusakan ini menimbulkan masalah yang luas dan semakin kompleks dari

tahun ke tahun, sebagai akibat langsung maupun akibat lanjutan dari berbagai krisis

lingkungan hidup yang terjadi. Persoalan-persoalan itu meliputi persoalan kesehatan,

ketidakadilan dalam pemanfaatan sumber daya alam lintas daerah, antara daerah hulu

yang mengeksploitasi habis sumber daya alamnya dengan daerah hilir yang hanya

mendapatkan banjir atau pun longsor. Ketidakadilan antara jenis kelamin yang

menempatkan kaum perempuan sebagai korban paling rentan terhadap berbagai

penyakit serta ketidakadilan antara generasi sekarang yang mengeruk, merusak dan

mencemari lingkungan hidup dengan generasi masa depan yang kehilangan berbagai

sumber daya alam dan hanya diwarisi dengan krisis serta bencana lingkungan hidup.

Isu kerusakan lingkungan merupakan isu krusial yang diperbincangkan oleh

berbagai pihak. Perbincangan ini adalah reaksi terhadap dampak kerusakan lingkungan

yang dirasakan oleh semua ciptaan. Kita tidak akan ada artinya, jikalau persoalan

lingkungan hidup yang meliputi tanah, hutan, air dan udara tidak diperhatikan. Krisis

lingkungan hidup adalah krisis kehidupan. Ini persoalan hidup atau mati. Ini persoalan

bagaimana kita harus bertindak nyata untuk menyelamatkan kehidupan bersama

ataukah kita musnah ditelan banjir, longsor, terserang penyakit atau bahkan mati

2
A. Sonny Keraf, Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global (Yogyakarta: Kanisius, 2010), 27-69.

2
kepanasan dan kelaparan karena gagal panen? Oleh karena itu, kita perlu perlu semakin

peka dan mengambil langkah yang lebih efektif untuk penyelamatan alam semesta ini,

dimulai dari tempat di mana kita berada. Kita hendaknya paham bahwa aspek

lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan sehingga perlu mendapat

perhatian lebih. Inti permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan antarmakhluk

hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang hubungan timbal

balik antara keduanya disebut ekologi. Oleh karena itu, permasalahan lingkungan hidup

pada hakekatnya adalah permasalahan ekologi.3

Jika dilihat dari sudut pandang agama maka bisa dikatakan bahwa agama

hampir tidak pernah menyinggung aspek ekologi, padahal lingkungan adalah masalah

yang sangat mendasar dalam kehidupan kita. Hans Kung menegaskan bahwa agama

yang baik adalah agama yang menjaga dan melestarikan, bukan menghancurkan dan

memusnahkan kemanusiaan. Corak teologi yang hanya mengurus Tuhan belaka dan

melupakan persoalan bumi, tidak akan bertahan lama. Masa depan agama akan

ditentukan sejauh mana ia bermanfaat untuk kehidupan manusia di bumi.

Alkitab yang ditulis berabad-abad yang lalu, masih dapat berbicara bagi

krisis lingkungan pada masa kini. Namun, tidak dapat disangkal jika penafsiran tertentu

terhadap ajaran agama Kristen memiliki andil dalam krisis ekologi. Keutamaan Kristus

dalam Kolose 1:15-23 memiliki tiga pemahaman. Pemahaman yang pertama adalah

pernyataan Kristus sebagai dasar segala sesuatu dalam surat Kolose 1:15-19,

berimplikasi pada pemaknaan Kristus bagi ciptaan. Ada yang menafsirkan pernyataan

segala sesuatu ini sebagai keseluruhan alam ciptaan, namun ada pula yang menafsirkan

3
Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan (Jakarta:Djambatan,1991), 19.

3
bahwa hal ini hanya menunjuk kepada manusia itu sendiri. Kedua, kedatangan dan

penebusan Yesus Kristus pada Kolose 1:20-23, hanya menunjuk kepada umat manusia

dan hubungannya dengan Allah maupun sesama manusia. Ketiga, manusia seakan-akan

ditempatkan sebagai pusat ciptaan.

Dampak pemikiran-pemikiran tersebut adalah antroposentrisme yaitu

manusia merupakan pusat atau ciptaan terluhur dari segala ciptaan. Bumi dan seluruh

isinya ada untuk memenuhi kebutuhan manusia dan penafsiran seperti inilah yang

mendorong perlakuan manusia terhadap alam yaitu sikap mengeksploitatif alam hanya

untuk keuntungan manusia.4 Penafsiran ini pun seakan-akan mendapat dukungan dari

teologi penciptaan dan lingkungan yang berasumsi bahwa manusia sebagai pusat

ciptaan, mendapatkan tugas dari Allah untuk merawat keutuhan ciptaan (integrity of

creation).5

Ekoteologi menandai babak baru dalam relasi antara teologi dan ekologi.

Paradigma ekoteologi telah mulai diadopsi oleh masyarakat dunia sejak tahun 1970-

an, namun mulai populer di akhir abad ke-20. Konferensi Stockholm di Swedia yang

digelar pada 1972 menjadi tonggak diterimanya paradigma ekoteologi. Ekoteologi

muncul sebagai reaksi terhadap penafsiran Alkitab yang membenarkan tindakan

pengeksploitasian alam secara semena-mena oleh manusia sehingga berdampak pada

krisis ekologi.

Ketika harus dicari pelaku utama dari kerusakan ekologi ini, maka

kemungkinan Gereja menjadi satu-satunya institusi agama yang selalu duduk di kursi

4
Celia Deane-Drummond, Teologi dan Ekoteologi (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2001), 16-36.
5
P. Mutiara Andalas, Lahir dari Rahim (Yogyakarta: Kanisius, 2009), 232.

4
terdakwa. Para pemerhati ekologi mendakwa Gereja sebagai pewaris tunggal budaya

patriarkhi, telah menyusun, mengeluarkan serta mewariskan teologi penciptaan dan

lingkungan yang bias patriakhi dan bersifat antroposentris serta dualisme hierarki. Pada

prakteknya, hal tersebut mengakibatkan kerusakan ekologi. Oleh karena itu, penafsiran

akan keutamaan Kristus menjadi sangat penting sebagai dasar yang mengubah

paradigma Gereja terhadap masa depan ciptaan.

Berdasarkan pemaparan di atas maka penelitian ini hendak menjelaskan dan

membantu kita untuk memahami pemikiran teologis dalam Kolose 1:15-23, tentang

keutamaan Kristus terhadap masa depan ciptaan serta membantu kita untuk

merekonstruksi ekoteologi dengan menggunakan penelitian hermeneutik. Latar

belakang inilah yang mendorong saya untuk meneliti dan judul penelitian yang

diusulkan adalah Keutamaan Kristus terhadap Masa Depan Ciptaan, Suatu Studi

Hermeneutik terhadap Kolose 1:15-23 dan Kontribusi bagi Rekonstruksi Ekoteologi.

Perumusan Permasalahan

Berdasarkan pada pemaparan di atas maka diambil beberapa rumusan masalah guna

pembahasan sebagai batasan penelitian, antara lain:

1. Apa pemahaman teologis tentang keutamaan Kristus dalam Kolose 1:15-23 secara

hermeneutis terhadap masa depan ciptaan?

2. Bagaimana pemikiran-pemikiran teologis dalam Kolose 1:15-23 mengenai

keutamaan Kristus bagi rekonstruksi ekoteologi?

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, antara lain:

5
1. Mendeskripsikan pemahaman teologi tentang keutamaan Kristus dalam Kolose 1:15-

23 secara hermeneutik terhadap masa depan ciptaan.

2. Mendeskripsikan pemikiran-pemikiran teologis dalam Kolose 1:15-23 mengenai

keutamaan Kristus bagi rekonstruksi ekoteologi.

Metodologi

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hermeneutis untuk

memudahkan dalam memahami pesan teks. Penelitian hermeneutik ini bukan

sekedar mengeluarkan makna dari teks, tetapi juga mempertemukan makna teks

pada konteks masa lalu dengan pemahaman akan teks pada konteks masa kini. Oleh

karena itu, penelitian hermeneutik ini terdiri dari berbagai kritik yaitu kritik

kesejarahan, kritik teks, kritik kebahasaan dan kritik-kritik lainnya yang mendukung

penelitian ini.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

studi pustaka, yaitu mengumpulkan informasi dengan literatur-literatur berupa

Alkitab bahasa Indonesia maupun Yunani, buku-buku, dokumen, jurnal atau pun

sumber bacaan lain yang dapat menjadi acuan penelitian.

Signifikansi (manfaat) Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, antara lain:

6
1. Manfaat Teoritis

Penelitian pustaka ini hendaknya dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah

serta memperkaya teori yang mendukung perkembangan studi hermeneutik

perjanjian baru, khususnya mengenai keutamaan Kristus bagi masa depan ciptaan

dalam Kolose 1:15-23.

2. Manfaat Praktis

Pada akhirnya, penelitian ini dapat dipelajari, dikembangkan bahkan diaplikasikan

secara langsung dalam kehidupan bernegara, bermasyarakat, bergereja maupun

dalam diri setiap individu demi terwujudnya masa depan ciptaan yang lebih baik.

Definisi Operasional

Ekoteologi berasal dari kata ekologi dan teologi. Istilah ekologi pertama kali

digunakan oleh Haeckel, seorang ahli ilmu hayat dalam pertengahan dasawarsa 1860-

an. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah dan logos yang

berarti ilmu. Oleh karena itu, secara harafiah ekologi adalah ilmu tentang makhluk

hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah tangga

makhluk hidup.6 Istilah teologi dalam bahasa Yunani adalah theologia. Istilah ini

berasal dari gabungan dua kata theos yang berarti Allah dan logos yang berarti logika.

Jadi, teologi adalah ilmu mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan

beragama. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ekoteologi

merupakan ilmu yang mempelajari interrelasi antara Tuhan dengan alam semesta demi

6
Soemarwoto, Ekologi, 19.

7
terciptanya keseimbangan dan pola relasi yang saling menghargai antara manusia

dengan alam.

Sistematika penulisan

Penulisan penelitian ini dideskripsikan dalam lima bab. Pada bab pertama,

penulis memaparkan latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan

penelitian, signifikansi (manfaat) penelitian, definisi operasional dan sistematika

penulisan yang menjadi kerangka umum penulisan penelitian ini. Bab kedua memuat

penjelasan mengenai surat Kolose dalam konteks sosio-historis dan kosmologi

Yudaisme serta Helenisme. Pada bab ketiga, penulis akan menganalisa secara kritis

Kolose 1:15-23 untuk mendapatkan pemahaman teologi secara hermeneutik tentang

keutamaan Kristus bagi masa depan ciptaan. Penulis kemudian melakukan rekonstruksi

ekotelogi sesuai pemikiran teologis dalam Kolose 1:15-23 mengenai keutamaan

Kristus pada bab keempat dan bab kelima akan berisi pemaparan kesimpulan penelitian

serta saran-saran membangun, yang dapat dipergunakan oleh berbagai pihak berkaitan

dengan penelitian ini.

8
BAB II

SURAT KOLOSE DALAM KONTEKS SOSIO-HISTORIS DAN KOSMOLOGI

YUDAISME SERTA HELENISME

Pendahuluan

Ekoteologi muncul sebagai jawaban atas pengakuan luas tentang krisis

lingkungan yang serius dan mengancam kehidupan manusia di bumi. Ekoteologi

berkaitan erat dengan konsep keutamaan Kristus atau ide bahwa ciptaan hanyalah

obyek dari dominasi manusia. Kolose 1:15-23 merupakan teks yang sangat potensial

karena merupakan satu dari teks-teks yang paling signifikan dalam keseluruhan

Perjanjian Baru untuk mendeskripsikan keutamaan Yesus Kristus dan teks ini

menunjukkan perhatiannya bukan saja kepada manusia dan keselamatan manusia, tetapi

juga kepada dunia dan keselamatan dunia. Pada bab ini, berkaitan dengan hal-hal yang

telah dijelaskan maka secara sistematis akan saya kemukakan konteks sosio-historis

surat Kolose, dunia dalam perspektif Yudaisme dan Helenisme serta diakhiri dengan

kesimpulan sebagai dasar yang membantu proses penafsiran dan rekonstruksi di bab-

bab selanjutnya.

Latar Belakang Penulisan Surat Kolose

Ada dua paradigma yang dapat dikemukakan dalam melakukan kritik

kesejarahan terhadap teks Kolose 1:15-23, yakni sejarah dalam teks dan sejarah dari

teks. Sejarah dalam teks berkaitan dengan tokoh-tokoh historis dan keadaan sosial,

sedangan sejarah dari teks membahas mengenai penulis, waktu penulisan, penerima

dan harapan penulis surat.

9
Tokoh-tokoh

Surat Kolose merupakan Deutro-Pauline Epistle. Sebagian ahli mengklaim

surat ini sebagai surat yang ditulis oleh Paulus sendiri dan sebagian ahli yang lain

berpendapat bahwa surat ini merupakan pseudepigrafa atau ditulis kemudian oleh

seseorang yang merupakan pengikut dari Paulus. Saya berpendapat bahwa Paulus

bukanlah penulis dari teks ini sehingga tokoh-tokoh historis yang memainkan peranan

penting dalam masa penulisan teks ini adalah anggota jemaat gereja Paulus yang

menghargai otoritas Paulus, para pengajar bidat sesat, Orang Yahudi, Orang Kristen

Yahudi maupun non-Yahudi yaitu jemaat Kolose.

Keadaan Sosial

Kolose hanyalah sebuah kota kecil yang terletak di Asia Minor dengan

ibukota Efesus. Sekitar seratus mil dari Efesus, di lembah Sungai Lykus, dekat suatu

tempat di mana sungai itu menghubungkan Maeander, pernah berdiri tiga kota

penting, yaitu: Laodikia, Hierapolis dan Kolose. Pada mulanya kota-kota itu

merupakan bagian wilayah Frigia, tetapi saat itu mereka termasuk bagian provinsi

Asia dari kekaisaran Romawi. Tiga kota tersebut merupakan wilayah yang kaya.

Tanah gunung berapi selalu subur dan bagian-bagian yang tidak ditutupi oleh

endapan kapur merupakan hamparan padang rumput yang mengagumkan. Pada

hamparan padang rumput tersebut ada sekawanan besar domba dan daerah itu

mungkin merupakan pusat industry wol terbesar di dunia. Jadi, ketiga kota ini berdiri

10
di wilayah yang indah dari segi geografis dan makmur karena pusat-pusat

perdagangan itu.1

Gereja Kristen di Kolose bukan didirikan oleh Paulus dan ia pun tidak

pernah mengunjunginya. Namun, tidak diragukan bahwa pendirian gereja itu berasal

dari pengarahan Paulus sendiri.

Peristiwa yang tergambar dalam teks ini adalah usaha dari penulis untuk

menasihatkan jemaat di Kolose tentang ancaman yang datang dari bidat Kolose yaitu

istilah yang diberikan kepada bidat yang mengancam kehidupan gereja di Kolose.
2
Bidat Kolose ini datang dari ajaran sesat yang bernama Gnostisisme.

Gnostisisme merupakan pandangan hidup dan pemikiran intelektual. Ajaran

Gnostik mulai dengan dua asumsi dasar tentang dan roh dan materi. Roh pada

dasarnya baik dan bahwa materi pada dasarnya jahat. Hal yang kedua, ia juga percaya

bahwa materi bersifat kekal dan alam semesta tidak diciptakan dari ketiadaan. Allah

itu roh maka Ia sama sekali baik dan tidak mau bekerja dengan materi yang jahat.

Allah bukanlah khalik dunia ini. Bila materi sama sekali jahat dan bila Yesus adalah

anak Allah, Yesus tidak mungkin memiliki tubuh yang terdiri dari darah dan daging.

Bila materi jahat, maka tubuh juga jahat sehingga kita harus mengalami kelaparan,

memukuli dan menyangkal tubuh, mempraktikkan hidup bertarak atau asketisme

yang sangat ketat di mana setiap kebutuhan dan keinginan harus ditolak dan bila

tubuh ini jahat maka tidak menjadi soal apa yang diperbuat manusia dengan tubuhnya

1
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2010), 141-143.
2
Barclay, Pemahaman, 151.

11
karena yang terpenting adalah roh. Gnostik percaya akan semua jenis perantara.

Yesus Kristus hanyalah salah satu dari malaikat. Ajaran tentang astrologi juga berasal

dari Gnostik. Ada unsur Yahudi, filsafat-filsafat asing selain Gnostik dalam ajaran

sesat yang sedang mengancam gereja di Kolose.3

Penulis Surat

Barclay secara tegas tanpa perlu diragukan lagi mengatakan bahwa surat

Kolose ditulis oleh Paulus.4 Berbeda dari pandangan tersebut, Setyawan

mengemukakan bahwa Paulus dan Timotius-lah yang merupakan penulis surat,

namun ada keberatan-keberatan5 yakni: pertama, kata-kata yang dipakai dalam surat

ini tidak seperti kata-kata dalam tulisan Paulus yang asli. Kedua, tidak ada jejak

pemikiran apokaliptis Paulus. Ketiga, sulit untuk dimengerti Paulus menulis surat

kepada jemaat yang ia tidak ketahui. Keempat, gaya bahasa Yunani Kolose berbeda

dengan gaya bahasa surat-surat asli Paulus. Gaya bahasa surat ini lebih kompleks.

Kelima, ada pemikiran teologis baru yaitu orang percaya telah menikmati berkat

penuh dari keselamatan. Keenam, ada perbedaan pemikiran tentang baptisan antara

Rom. 6:3-5 dan Kol 2:1-1. Ketujuh, Paulus berinteraksi dengan masyarakat luas, hal

yang belum ada dalam surat asli Paulus. Kedelapan, dalam mengemukakan tentang

hakekat ajaran sesat pada surat ini, Paulus berpandangan agak positif. Jadi, penulis

Kolose adalah anggota jemaat gereja Paulus yang menghargai otoritas Paulus.

3
Barclay, Pemahaman, 152-154.
4
Pendapat ini juga dibenarkan oleh John Drane dan Dr. M. H. Bolkestein
5
Yusak B. Setyawan, Introduction To The New Testament: A Draft (Salatiga, 2010), 75-76.

12
Saya sependapat dengan Setyawan karena terdapat perbedaan-perbedaan

antara surat-surat Paulus sebelumnya dengan surat Kolose. Pemikiran Paulus pun

berbeda, pemahamannya tentang penebusan Kristus dalam surat Kolose berbeda dari

surat-surat yang lain.

Waktu Penulisan Surat

Waktu penulisan surat Kolose menjadi perdebatan di antara para ahli. Jika

surat Kolose menjadi surat yang autentik ditulis oleh Paulus maka kemungkinan

besar surat ini ditulis selama masa penahanan Paulus di Roma tahun 60-62 ZB, akan

tetapi surat Kolose bukanlah ditulis oleh Paulus tetapi oleh anggota jemaat gereja

Paulus yang menghargai otoritas Paulus. Hal yang perlu diperhatikan adalah Kolose

telah hancur pada tahun 61 ZB.6 Surat Kolose mempunyai kesamaan dengan surat

Efesus yang ditulis oleh orang Kristen generasi kemudian sekitar tahun 80-140 ZB.7

Kemungkinan besar surat Kolose adalah fiktif, akan tetapi tidak menutup

kemungkinan jika surat Kolose ditulis sebelum tahun 61 ZB. Surat ini bukanlah surat

edaran karena surat ini memaparkan dengan jelas situasi suatu jemaat yang

mengalami permasalahan karena munculnya guru-guru palsu yang mengajarkan

ajaran sesat.

Penerima Surat

Gereja yang dimaksudkan dalam surat Kolose atau sebut saja gereja Kolose

memiliki jemaat yang sebagian besar terdiri dari orang-orang bukan Yahudi. Orang

6
Setyawan, Introduction, 76.
7
George H. Van Kooten, Cosmic Christology in Paul and the Pauline School (Germany: Mohr Siebeck,
2003), 2.

13
bukan Yahudi disebut orang kafir karena dianggap belum mengenal Allah. Tidak ada

penjelasan mengenai pendiri gereja, kemungkinan Epafras, rekan pelayanan Paulus

dan hamba setia dari Gereja Kolose-lah yang mendirikan gereja ini. Surat ini

ditujukan kepada jemaat Kolose yang sebagian besar bukanlah orang Yahudi. Hal ini

ditegaskan dalam Kolose 1:21, yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang

memusuhi-Nya dalam hati. Frase ini menggambarkan mereka yang dulunya tidak

mengenal perjanjian dengan Israel. 8

Harapan Penulis Surat

Penulis surat menasihatkan jemaat tentang ancaman yang datang dari bidat

Kolose dengan harapan agar mereka tetap percaya dan berpegang teguh kepada Yesus

Kristus. Bidat Kolose ini menggunakan filsafat dan perkataan yang kosong untuk

merusak iman jemaat dengan ajaran yang berdampak pada doktrin penciptaan dan

menyangkal kemanusiaan Yesus Kristus. Pengajaran yang dilakukan oleh guru-guru

palsu ini diwarnai oleh bidat gnostik yang berusaha mengalihkan kekristenan menjadi

suatu filsafat dan teosofi.

Kosmologi Yudaisme dan Helenisme

Naskah-naskah Perjanjian Baru tidak berasal dan ditujukan kepada dunia

pada masa kini tetapi dunia pada masa lampau. Hal ini dapat mengakibatkan kekeliruan

dalam memahami pesan teks, jika penafsir tidak memiliki pengetahuan mengenai dunia

pada masa itu. Iman yang dibicarakan dalam naskah-naskah Perjanjian Baru tidak

diperuntukkan bagi satu dunia yang bersangkut-paut secara logis, tetapi dua dunia yakni

8
Barclay, Pemahaman, 146.

14
Yudaisme dan Helenisme. Dua dunia ini memiliki perbedaan karena merupakan dunia

sosial yang berbeda-beda. Sebagian besar teks-teks Perjanjian Baru menunjuk pada

pertemuan Yudaisme dan Helenisme, demikian pula halnya dalam surat Kolose.

Kolose 1:15-23 memberikan penekanan pada keutamaan Kristus yang

berkaitan dengan kedudukan-Nya di kosmos. Ini berarti bahwa pengetahuan akan

kosmologi dalam perspektif Yudaisme dan Helenisme sangat penting. Pengetahuan

inilah yang akan menjadi dasar bagi penafsiran penulis.

Kosmologi Yudaisme

Agama Yahudi bertujuan untuk menciptakan suatu kehidupan yang

komunal, yang sehat dan yang berkenan kepada Allah serta mengakui bahwa

keluarga merupakan unit dasariah dalam masyarakat. Bangsa Yahudi merupakan

umat Allah yang sifatnya nasionalistis dan intoleran, meyakini bahwa Allah sendiri

yang telah memilih dan membentuk mereka menjadi suatu bangsa, diberi hukum

perjanjian dan harus hidup dalam ketaatan yang ketat kepada firman dan kehendak

Allah. Peraturan-peraturan yang kelihatannya bersifat mekanis dan ritual bagi orang

Yahudi merupakan tanda-tanda yang membedakan umat perjanjian dari dunia

kekafiran. Keserbaragaman allah merupakan suatu kengerian keagamaan dan adanya

raja ilahi merupakan penghujatan yang paling besar.

Ada dua keyakinan sentral Yudaisme yakni keyakinan bahwa Allah

menciptakan alam semesta, Ia adalah pencipta tunggal alam semesta dan keyakinan

bahwa kehendak Tuhan telah diwahyukan kepada Israel dalam bentuk hukum yaitu

Torah atau Taurat. Tradisi Yahudi memandang pemberian Taurat kepada bangsa

15
Israel sebagai peristiwa bersejarah yang membentuk perjanjian yang kekal antara

Allah dan Israel, Rakyat Terpilih.

Yudaisme memperlakukan Taurat sebagai media yang sakral untuk

komunikasi antara Allah dan Israel. Taurat adalah objek yang eksklusif dari cinta,

pengabdian dan penghormatan. Taurat dianggap sebagai perantara antara Allah dan

dunia.9 Ada lima pandangan mengenai Taurat, yakni pertama, Taurat dipercayai telah

diciptakan sebelum pembentukan dunia, sebelum segala sesuatu ada. Kedua, Taurat

terletak pada dada Allah. Ketiga, Taurat adalah anak perempuan Allah. Keempat,

melalui anak sulung, Allah menciptakan langit dan bumi dan anak sulung itu adalah

Taurat dan yang kelima, kata-kata Taurat merupakan kehidupan bagi dunia.

Para ahli Taurat menghasilkan tafsiran monumental Taurat, yaitu Talmud

yang merupakan dasar bagi Yudaisme masa kini dan menjadikan sinagoge sebagai

sarana terbaik untuk mengajarkan Taurat. Talmud adalah catatan tentang diskusi para

rabi yang berkaitan dengan hukum Yahudi, etika, kebiasaan dan sejarah. Doktrin

utama dari Talmud Yudaisme adalah kedaulatan mutlak Allah dan kekuasan-Nya atas

dunia.10 Allah adalah zat yang kekal, pencipta alam semesta, dan sumber moralitas.

Semua tergantung pada keberadaan Allah dan semua berasal dari Allah. Kisah

penciptaan menjadi titik tolak untuk menggambarkan kebesaran Allah. Allah yang

berkuasa diyakini menciptakan dunia dari ketiadaan, creatio ex nihilo.

Midrash adalah salah satu dari ajaran para rabi selain Mishna. Midrash.

memahami ayat pertama dalam Taurat melalui pendekatan pada setiap kata atau

9
Lawrence E. Toombs, Di Ambang Fajar Kekristenan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978), 126.
10
Hannu Toyryla, “Theories of Creation in Judaism,” 1998, http://www.proquest.com (diunduh 06 Juni
2012), 2.

16
huruf. Huruf pertama Taurat dimulai dengan huruf b, huruf ini memiliki beberapa arti

yakni, yang pertama untuk mengajarkan bahwa ada dua dunia, yang sekarang dan

yang akan datang, arti ini didapatkan dari penafsiran peran ganda huruf Ibrani.

Sumber lain juga menyatakan bahwa alam semesta ini merupakan suatu kesatuan

proses yang saling bergantung, berasal dari sumber dan diarahkan untuk berakhir.

Pemahaman ini melahirkan pandangan bahwa dunia terbagi menjadi dua yakni masa

kini dan masa akhir yang akan datang. Dunia akhir disebut juga sebagai akhir zaman.

Orang Yahudi yang hidup pada abad pertama sebelum Kristus memahami bahwa

selamat berarti mendapat bagian dalam zaman yang akan datang, namun hidup masa

kini tak boleh diremehkan sebagai suatu babakan yang kurang penting dalam

perjalanan menuju kemuliaan, karena status seseorang pada hari penghakiman,

tergantung kepada perbuatannya, yang diukur dengan standar ganda yakni

kepercayaan dan ketaatan, iman dan perbuatan. Arti kedua dari huruf b didasarkan

pada bentuk huruf yang terbuka di bagian depan tetapi tertutup pada sisi-sisi lainnya.

Ini mengajarkan bahwa manusia hanya dapat menyelidiki apa yang ada di depan,

bukan apa yang terjadi sebelum penciptaan dan apa yang ada di atas atau di bawah.

Penciptaan seperti sebuah misteri yang mendalam dan belum pernah dapat

sepenuhnya dipahami oleh pikiran manusia. Arti yang ketiga menjelaskan bahwa

permulaan huruf b dalam Taurat yang merupakan huruf kedua dari alfabet Ibrani,

bukan a yang merupakan huruf pertama dikarenakan b adalah bahasa dari berachah

yaitu berkat, sedangkan a adalah bahasa dari arirah yakni kutukan.11

11
Toyryla, “Creation in Judaism,” 3.

17
Kata Ibrani tyvÞiarEB. secara harafiah berarti pada mulanya. Frase pada

mulanya dalam narasi kejadian menyatakan bahwa Allah menciptakan dunia dari

ketiadaan. Awalan b berarti dapat, namun biasanya awalan ini diartikan dalam, oleh

atau demi. Reshit menafsirkan awalan ini secara alegoris yakni kebijaksanaan, Taurat

atau Israel. Bagian pertama Alkitab atau Taurat dikaitkan dengan kepentingan Israel.

Hal ini menciptakan pandangan umum bahwa dunia telah diciptakan untuk orang-

orang Yahudi guna memenuhi Taurat, bahkan keabadian dunia tergantung kepada

orang-orang Yahudi dalam menerima hukum Taurat. Berbagai tahapan atau elemen
12
penciptaan juga dijelaskan sebagai sebuah alegori untuk sejarah bangsa Yahudi.

Pemisahan merupakan bagian integral dari penciptaan. Alkitab dan

Yudaisme pasca-Alkitab meyakini bahwa Tuhan sengaja memisahkan langit dari

bumi, lahan kering dari air, benda-benda hidup dari benda-benda mati serta manusia

dari hewan. Tindakan menetapkan batas-batas atau pemisahan ini berfungsi sebagai

dasar pemikiran terhadap perbedaan antara yang suci dan yang profan, yang diijinkan

dan yang dilarang. Rabinik Yudaisme memandang bahwa Tuhan telah menciptakan

dunia dengan baik, secara tertib dan penuh keteraturan tetapi dunia itu sendiri adalah

tidak sempurna atau suci.

Manusia diberi tempat yang istimewa dalam kerangka penciptaan karena

diciptakan menurut gambar Allah menurut Kej 1:26. Yudaisme meyakini bahwa

manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling istimewa dan alam diciptakan untuk

manusia. Arti yang tepat dari penciptaan menurut gambar Allah diperdebatkan oleh

para teolog Yahudi di abad pertengahan. Sebagian para rabi menyatakan bahwa
12
Toyryla, “Creation in Judaism,” 3-5.

18
penciptaan menurut gambar Allah mencerminkan superioritas manusia terhadap

ciptaan yang lain sehingga menaklukan serta mengeksploitasi adalah hal yang

diperbolehkan. Ada juga yang mengemukakan bahwa penciptaan menurut gambar

Allah melibatkan tanggung jawab manusia terhadap seluruh ciptaan. Midrash

Ecclesiastes Rabba 7:13, menyatakan bahwa manusia tidak seharusnya mengabaikan

alam atau membawa alam pada kehancuran, karena sebagai mitra Allah manusia

bertanggungjawab untuk melindungi alam. Keyakinan bahwa dunia dan segala

sesuatu di dalamnya adalah milik Allah, berkaitan erat dengan gagasan penatalayanan

manusia atas alam, yang dapat diterjemahkan sebagai kebijakan pelestarian. Alam

adalah ciptaan Allah sehingga Yudaisme harus memahami bahwa dunia alam

bukanlah milik manusia tetapi milik Allah. Dunia tidak diciptakan untuk kebutuhan

manusia tetapi untuk kemuliaan Allah.

Yudaisme pada masa antar-perjanjian sangat dipengaruhi oleh agama Persia.

Agama Persia adalah agama Zoroaster yang mulai muncul pada abad 6 SZB. Agama

ini bersifat politheistis dan kaya sekali akan ajaran tentang malaikat dan setan. Agama

Zoroaster menjadi agama negara apada zaman Darius I. Yudaisme memang

menyakini bahwa Allah menciptakan roh-roh gelap dan roh-roh terang, tetapi mereka

tidak dapat mengancam kedaulatan universal dari Allah. Malaikat-malaikat menjadi

perantara untuk menjembatani jurang antara manusia dan Allah. Pada kitab hari-hari

peringatan, ada tiga golongan malaikat yang dibentuk pada hari pertama penciptaan

yaitu malaikat-malaikat hadirat, malaikat-malaikat pengudusan dan malaikat-malaikat

19
yang lebih rendah, yang memimpin hal-hal tertentu seperti api, angin dan awan.

Malaikat merupakan sekutu terkuat Allah dalam melawan kejahatan. 13

Kosmologi Helenisme

Helenisme merupakan hasil peragian kebudayaan yang dilakukan oleh

Aleksander Agung. Hasil proses peragian ini menciptakan suatu kebudayaan yang

tidak murni Yunani dan tidak pula murni Timur, kebudayaan ini diberi nama

Helenistis, sebuah paham ke-Yunani-an yang menerima bangsa lain dalam kehidupan

bermasyarakat di bawah pemerintahan Aleksander. Kebudayaan ini akhirnya

mempengaruhi Roma ketika Roma berhasil menaklukan kekuasaan wangsa Seleukid

yang menguasi wangsa Ptolomei. Kekuasaan dua wangsa ini muncul setelah

kematian Aleksander Agung. Tentara Roma merebut Yunani, tetapi kebudayaan

Yunani mengalahkan Roma. Kota Roma dipenuhi oleh segala macam ahli dan

petualang Yunani. Bahasa Latin terdesak oleh bahasa Yunani sebagai bahasa orang

yang berpendidikan. Pendidikan Yunani kemudian menjadi pra-syarat untuk masuk

dalam bidang politik, sosial dan ekonomi. Inilah alasan betapa kuatnya pengaruh

kebudayaan Yunani dalam kekaisaran Romawi.

Kebudayaan Yunani atau Yunani-Romawi begitu terasa dalam kota Kolose

pada masa itu. Ini karena kota Kolose termasuk dalam kekaisaran Romawi.

Sinkretisme ajaran Yahudi dan Yunani yang terjadi dalam masyarakat Kolose,

nampaknya disebabkan oleh kebudayan Yunani yang toleran. Agama negara Roma

memang terdiri dari pemujaan terhadap sejumlah dewa-dewi, pemujaan terhadap

13
Lawrence E. Toombs, Di Ambang Fajar Kekristenan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978), 101-105.

20
kaisar dan ibukota Roma pun didewakan. Ini bukanlah hal yang diharuskan karena

masyarakat Helenistis toleran dalam hal-hal ketuhanan sehingga setiap orang dapat

memilih dewa-dewi yang ingin dipuja maupun agama lain yang dianut dalam hal ini

agama Yahudi.

Kosmologi Helenisme sangat bermacam-macam karena dipengaruhi oleh

para penegak dan pendukung tata susila yang agak luhur dan tinggi yaitu para filsafat

dengan aliran filsafatnya. Aliran filsafat yang mempengaruhi masyarakat kota Kolose

pada masa itu yakni Gnostik, Philo, Mazhab Stoa dan Neoplatonisme. Penulis surat

Kolose nampaknya juga dipengaruhi oleh filsafat-filsafat ini.

Gnostik

Salah satu sinkretisme yang dualistis-pantheistis dan berusaha

menggabungkan filsafat barat dengan agama timur ialah gnostik, yakni ajaran

tentang gnostis. Kata gnostik berarti pengetahuan, tetapi yang dimaksudkan oleh

ajaran ini ialah suatu hikmat tinggi yang rahasia dan tersembunyi tentang asal dan

tujuan hidup manusia. Puncak pengaruh gnostik terjadi pada tahun 150 SZB.

Adapun dalam kosmologinya, Gnostik meyakini bahwa dunia ini diciptakan

melalui serangkaian emanasi yang dipancarkan oleh Allah. Emanasi itu semakin

lama, semakin menjauh dari Allah sampai akhirnya berhubungan dengan materi.

Emanasi inilah yang telah menciptakan dunia.Setiap emanasi yang semakin

menjauh dari Allah, semakin kurang mengenal tentang-Nya dan pada akhirnya

emanasi yang berlangsung terus itu menjadi memusuhi Allah. Pencipta dunia ini

yaitu demiurgos, kurang mengenal dan memusuhi Allah.

21
Philo

Pada zaman kira-kira dua abad SZB, ada kurang lebih sejuta orang Yahudi di

Mesir. Mereka terdiri dari tiga kelompok, yang pertama adalah mereka yang setia

kepada ajaran nenek-moyang mereka dengan mengharapkan Mesias, yang kedua

adalah mereka yang jatuh kepada aliran ortodoks dan yang terakhir adalah mereka

yang mencoba mencampur agama Yahudi dengan filsafat Helenis. 14

Philo, seorang Yahudi dari Aleksandria yang hidup sekitar tahun 20 SZB –

40 SZB, dianggap mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap penulis-penulis

Perjanjian Baru. Philo menerima teori Plato bahwa di balik dunia yang kelihatan

terdapat dunia yang sesungguhnya. Philo menggabungkan gagasan-gagasan Yunani

dan Yahudi. Ia adalah seorang sinkretik yang berusaha untuk memasukkan ajaran-

ajaran agama Yahudi ke dalam dunia Yunani.

Pada ajaran mengenai kosmos, Philo menjelaskan bahwa Allah digambarkan

sebagai yang transenden dalam arti yang bersemayam jauh di atas segala sesuatu.

Allah adalah roh dan dunia adalah benda. Allah yang demikian dipandang tidak

layak secara langsung menciptakan dunia. Oleh karena itulah, Ia memakai tokoh

perantara. Tokoh ini dapat disebut dengan berbagai macam sebutan yakni idea atau

gagasan yang dipakai sebagai pola dalam menciptakan dunia, kekuatan ilahi yang

bekerja di dalam dunia ataukah malaikat-malaikat yaitu para utusan Allah yang

melaksanakan kehendak-Nya. Semua istilah ini dipersatukan dalam istilah logos.

Logos adalah pencipta dunia ini.

14
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta: Kanisius, 1980), 63.

22
Ia dipengaruhi oleh teori Plato tentang ide-ide. Ia menganggap logos sebagai

penduduk dunia gagasan, namun ia juga menghubungkan logos dengan

pengungkapan gagasan itu, ia dipengaruhi juga oleh latar belakang Ibrani dan

Yunani. Pertama, logos tidak memiliki kepribadian khusus, tidak dijadikan,

digambarkan sebagai gambar Allah dan melalui gambaran itu seluruh alam semesta

dibentuk. Logos merupakan idea dari segala idea, disebut kebijaksanaan. Kedua,

logos sebagai Allah kedua, anak sulung Allah, parakletos, yang secara tidak

langsung menyatakan keberadaannya sebelum segala sesuatu ada. Logos dianggap

kekal dan merupakan duta Allah, sebagai pembela manusia serta imam besar.

Ketiga, gagasan logos tidak dihubungkan dengan terang dan hidup dalam Philo

seperti halnya dalam injil Yohanes. Keempat, tidak menduga bahwa logos dapat

menjadi manusia. Hal ini merupakan sesuatu yang asing bagi pemikiran Yunani,

karena mereka percaya bahwa benda materi bersifat jahat. Kelima, logos memiliki

fungsi perantara untuk menjembatani jurang pemisah antara Allah yang transenden

dengan dunia. Logos dapat dianggap sebagai personifikasi dari perantara yang

efektif, walaupun tidak pernah dinyatakan secara pribadi.15

Seluruh kosmos terdiri dari empat elemen yakni air, bumi, udara dan api.

Semua spesies yang berasal dari elemen ini fana dan dapat dirusak. Manusia juga

demikian karena tercampur dengan empat elemen tersebut. Elemen ini materi yang

tidak hidup, bergerak sendiri dan tidak berdaya dihadapan Allah. Ia menentang

pendewaan terhadap elemen-elemen ini. 16

15
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 365.
16
Van Kooten, Cosmic, 62-66.

23
Philo juga meyakini bahwa komponen-komponen dari alam semesta terpisah-

pisah karena posisi yang ditempati oleh mereka, akan tetapi semuanya disatukan oleh

ikatan kesatuan. Ikatan ini ialah Allah. Ia memegang segala sesuatu dan segala

sesuatu larut dalam diri-Nya. 17

Mazhab Stoa

Pendirinya adalah Zeno dari Citium, Siprus, 336-264 SZB. Sebutan Stoa

diturunkan dari stoa poikila, tiang-tiang di gang tempat ia mengajarkan filsafatnya.

Pandangan dunia Stoa adalah materialistis. Hanya apa yang bersifat jasmanilah yang

dianggap nyata.

Kaum Stoa meyakini bahwa Yang Ilahi atau Allah dan alam adalah satu.

Dunia adalah tubuh Allah. Allah bercampur dengan materi, melingkupinya,

membentuk, menyusun dan membuatnya menjadi dunia. Dunia telah disusun atas

empat elemen yakni air, bumi, udara dan api. Dunia juga dipandang monistik yakni

dunia sekaligus materiil, ilahi dan rasional. Ia merupakan kesatuan homogen namun

di dalam kesatuan tersebut, ia tertata secara hierarkis. Seluruh realitas bersifat

materiil, akan tetapi ada materi yang lebih padat, benda-benda dan ada yang halus

yakni kekuatan-kekuatan yang menggerakkan, biasanya disebut api atau jiwa.

Seluruh alam semesta dijiwai atau diresapi oleh logos atau Budi Ilahi. Logos

bukanlah sesuatu yang terpisah dari alam semesta, karena ia adalah jiwa alam

semesta itu sendiri. Ia menjiwai manusia dan menghubungkannya dengan segala

sesuatu karena manusia mengambil bagian dalam kesatuan tersebut. Logos adalah

17
Van Kooten, Cosmic, 45.

24
hukum alam universal yang mendasari segala gerak, menentukan segala sesuatu

yang terjadi. Dalam alam semesta berlaku determinisme mutlak. Segala sesuatu

tidak dapat terlepas dan berada di dalam determinisme mutlak tersebut.

Neoplatonisme

Ide yang sangat baik oleh Plotinus disebut to en - to hen atau Yang Esa.

Yang Esa adalah yang pertama, yang paling baik, paling tinggi dan kekal. Yang esa

tidak dapat dikenal oleh manusia karena ia tidak dapat dibandingkan dengan apa

pun juga. Ia adalah pusat daya dan kekuatan. Seluruh realitas berasal dari pusat itu

lewat suatu proses mengalir keluar atau pancaran yang disebut emanasi. Pada proses

emanasi ini yang pertama keluar ialah noux – nous. Nous diterjemahkan sebagai

budi, akal ataupun roh. Nous merupakan gambaran dari to hen. Nous mengalirkan

keluar yuch - psyhke atau jiwa. Psykhe merupakan penghubung antara roh dan

materi. Psykhe kemudian disusul oleh mh on - me on, yaitu materi atau zat. Materi

bersama dengan psykhe dunia merupakan jagat raya. Materi adalah tingkatan paling

rendah dan sumber kejahatan.18

Plotinus berpendapat bahwa Yang Paling Awal merupakan sebab yang

pertama. Yang Esa adalah semuanya, tetapi tidak mengandung satu pun dari

banyaknya makhluk. Dasar makhluk tidak mungkin kalau makhluk itu sendiri, akan

tetapi Yang Esa-lah yang menjadi dasar semua makhluk. Corak filsafat Plotinus

berkisar pada konsep Yang Satu. Artinya, semua yang ada bersumber dan akan

kembali kepada Yang Satu.

18
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1996), 13.

25
Kesimpulan

Surat Kolose merupakan Deutro-Pauline Epistle yang ditujukan kepada

jemaat yang mendapatkan ancaman dari suatu bidat. Tidak diketahui dengan pasti siapa

pengarang surat Kolose dan kapan surat ini ditulis dengan tepat, akan tetapi cukup

jelaslah bahwa surat ini mencerminkan tradisi gereja purba.

Unsur Yudaisme dan Helenisme dalam hal kosmos mewarnai perikop

Kolose 1:15-23. Yudaisme meyakini bahwa taurat adalah instrument penciptaan

sehingga melalui taurat, Allah menciptakan dunia ini. Penciptaan dari ketiadaan. Alam

memanifestasikan keteraturan dan rancangan yang bijaksana, tidak ada yang

berlebihan. Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan tertib dan baik, akan tetapi

dunia itu sendiri yang tidak sempurna dan suci. Yudaisme memberikan tempat yang

istimewa bagi manusia dalam kerangka penciptaan karena manusia diciptakan seturut

gambar Allah. Alam diciptakan untuk manusia.

Kosmologi dalam Helenisme sangat dipengaruhi oleh aliran-aliran filsafat.

Gnostik meyakini bahwa dunia diciptakan oleh emanasi yang dipancarkan oleh Allah.

Philo dan mengemukakan bahwa logos-lah yang menciptakan dunia. Aliran filsafat

yang lain yaitu mazhab Stoa menjelaskan bahwa dunia adalah tubuh Allah dan terdiri

dari empat elemen yakni api, air, udara dan bumi. Plotinus yang memperkenalkan

filsafat Neoplatonisme mengemukakan mengenai teori emanasi yakni jagat raya adalah

hasil emanasi yang bersumber dari Yang Esa.

26
BAB III

KEUTAMAAN KRISTUS TERHADAP MASA DEPAN CIPTAAN

(STUDI HERMENEUTIK KOLOSE 1:15-23)

Pendahuluan

Penulis akan melakukan studi hermeneutik terhadap Kolose 1:15-23 dengan

memanfaatkan pendekatan kritis terhadap bentuk dan varian teks. Kritik bentuk

bertugas untuk mengidentifikasi atau menggolongkan teks ke dalam salah satu jenis

sastra serta menentukan kedudukan dalam kehidupan. Kritik aparatus bertujuan untuk

menentukan proses penerusan teks dan timbulnya bentuk-bentuk varian teks yang

beragam, menentukan susunan kata yang asli jika dinilai mungkin atau terjangkau

serta untuk menentukan bentuk dan susunan kata yang terbaik dari teks. Hasil studi

hermeneutik ini akan menghasilkan suatu pemahaman akan makna keutamaan Kristus

dan hubungan-Nya terhadap masa depan ciptaan yang pada akhirnya, diakhiri dengan

kesimpulan. Penafsiran ini merupakan hasil analisis terhadap teks dan data-data yang

telah dikemukakan dalam bab dua.

Persoalan Teks

Teks-teks Alkitab merupakan hasil dari suatu proses transmisi sehingga ada

begitu banyak varian dalam teks dan ragam sastra yang berbeda. Persoalan inilah yang

mengakibatkan penafsir perlu mengkaji setiap teks yang akan ditafsir. Kajian yang

akan dilakukan oleh penulis untuk membantu penafsiran Kolose 1:15-23 adalah kritik

aparatus teks dan kritik bentuk.

27
Pendekatan kritis dengan kritik aparatus terhadap teks Kolose 1:15-23

menghasilkan temuan dua persoalan tekstual dalam teks tersebut. Persoalan teks

pertama terdapat dalam Kolose 1:20, kai. diV auvtou/ avpokatallax, ai ta. pa,nta eivj

auvto,n( eivrhnopoih,saj dia. tou/ ai[matoj tou/ staurou/ auvtou/( ÎdiV auvtou/Ð ei;te ta. evpi.

th/j gh/j ei;te ta. evn toi/j ouvranoi/jÅ Pada ayat ini terdapat persoalan tekstual pada kata

diV auvtou/ yang diapit oleh tanda kurung […].1 Persoalan ini dinilai C dan terdapat

dalam manuskrip P46, a, A, C, D1 dan Ψ.2 Ada versi lain yang menyatakan bahwa kata

tersebut tidak terdapat dalam teks sebagaimana dalam manuskrip B, D*, F G, I dan L.
3
Kata ini memang menunjukkan adanya sedikit keragu-raguan tetapi diV auvtou/ yang

berarti melalui dia, terdapat pada salah satu naskah Yunani yang tertua yaitu papyrus

46 atau Chester Beatty.

Persoalan teks kedua terdapat dalam Kolose 1:22, nuni. de. avpokath,llaxen evn

tw/| sw,mati th/j sarko.j auvtou/ dia. tou/ qana,tou parasth/sai u`ma/j a`gi,ouj kai. avmw,mouj

kai. avnegklh,touj katenw,pion auvtou/( yakni pada kata avpokath,llaxen. Teks ini

diberikan nilai C. Ada banyak versi mengenai teks ini, versi yang pertama yaitu

a,pokath,llazen/a,pekath,llazen yang terdapat dalam manuskrip a, A, C, D2 dan Ψ.

1
Tanda kurung […] mengapit kata-kata atau sejumlah kata-kata yang kehadiran atau kedudukannya dalam
teks masih diperdebatkan.
2
Setiap huruf yang ada pada permulaan tiap perangkat varian-varian teks berusaha untuk menunjukkan
seberapa jauh kira-kira tingkat keaslian suatu teks. Kesimpulan diambil atas dasar pertimbangan-
pertimbangan internal maupun atas bukti-bukti eksternal sehingga bacaan tersebut diterima sebagai teks.
Huruf C berarti bahwa tingkat keragu-raguan cukup besar apakah teks maupun aparatus berisi bacaan yang
tinggi nilainya. P46 berasal kira-kira pada tahun 200 yang merujuk pada surat-surat Rasul Paulus. Adapun a
ditanggalkan pada abad IV. D1 ditanggalkan pada pada abad VI dan angka superscript pada huruf menunjukan
korektor dari naskah tersebut. Angka 1 menunjukkan korektor pertama. Ψ ditanggalkan pada pada abad
VIII/IX.
3
B ditanggalkan pada abad IV, tanda bintang (asterisk) merupakan bunyi teks seperti yang dimaksudkan oleh
penulis asli dari naskah tersebut, F ditanggalkan pada abad IX, G ditanggalkan pada pada abad IX, I
ditanggalkan pada abad ke V dan L ditanggal kan pada abad ke IX.

28
Versi selanjutnya yaitu a,ph,llazen (l 921 kath,llazen) yang bernomor 104 dan 459.4

Versi yang ketiga adalah a,pokath,llaktai bernomor 33 yang ditanggalkan pada pada

abad ke-X. Versi keempat yang terdapat dalam P46 adalah a,pokathlla,ghte dan versi

yang terakhir adalah a,pokatallag,entej yang terdapat dalam D*, F, G, itb, d, g


, vgms,

Irenaeuslat, Ambrosiaster dan Speculum.5 Ragam asli terdapat dalam manuskrip P46

yakni a,pokathlla,ghte yang merupakan bentuk kata kerja orang kedua jamak aorist

kuat pasif, berarti kamu diperdamaikan.

Kolose 1:15-20 merupakan sebuah himne yang kemungkinan besar

mempergunakan sebuah himne yang sudah ada sebelumnya. Himne tersebut

kemungkinan dibuat dan dipakai oleh jemaat Kolose sendiri, namun tidak mustahil

juga himne ini atau sebagian daripadanya, berasal dari kalangan kafir. Ini tidak dapat

ditentukan dengan pasti. Gordley menduga bahwa himne ini serupa dengan Orphic

Hymns yang kemungkinan disusun pada abad 3 atau 4 ZB.6 Hal yang mengesankan

dalam perikop ini yakni terdapat keserupaan antara awal dan akhir dalam Kolose 1:15-

4
Nomor 104 berisi kisah para rasul, surat-surat rasul Paulus dan wahyu yang ditanggalkan pada tahun 1087.
Nomor 459 ditanggalkan pada tahun 1092. Tanda kurung dalam aparatus menunjukkan bahwa suatu saksi
atau terbitan, mendukung bacaan terkait untuk mana hal itu dikutip, namun perbedaannya hanya kecil. l
merupakan sebuah daftar bacaan Kitab Suci ditandai dengan angka cetak agak naik dibelakangnya.
5
It dan berbagai huruf-huruf superscript menandakan naskah-naskah Itala atau Latin Tua. Vg merupakan
versi vulgata dan ms yang mengikutinya merupakan naskah dari versi tua atau dari tulisan seorang Bapa
Gereja, bila berbeda dari teks yang diterbitkan. Irenaeus, Ambrosiaster dan Speculum merupakan tulisan dari
bapa gereja. Superscript lat merupakan penjelasan bahwa teks tersebut merupakan versi latin dari bapa gereja
Yunani.
6
Matthew E. Gordley, “The Colossian Hymn in Context: An Exegesis in Light of Jewish and Greco-Roman
Hymnic and Epistolary Conventions,” Review of biblical literature, http://www.ebscohost.com (diunduh 01
September 2012), 439. Orphic Hymns merupakan 87 kumpulan himne kepada Tuhan yang digunakan dalam
ritual Hellenismos, yaitu agama Yunani kuno atau tradisi politeisme Yunani. Himne ini dihubungkan dengan
budaya kepahlawanan Orpheus.

29
207 yang jika dilihat dalam bahasa Yunani yakni terdapat kata o[j yang berarti yaitu,

prwto,tokoj berarti yang sulung dan o[ti evn auvtw|/ yang berarti sebab di dalam Dia-lah.
15
yaitu gambar Allah yang tidak kelihatan

yang sulung dari segala yang diciptakan

Himne ini memperlihatkan bagaimana kedudukan kosmis Kristus

mempunyai arti soteriologis. Himne ini memberikan perhatian utama pada bagian

7
Tom Jacobs, Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru (Yogyakarta: Kanisius, 1993), 73. Pandangan
bahwa Kolose 1:15-20 merupakan sebuah himne juga disampaikan oleh A.A. Sitompul, Ulrich Beyer,
Vincent A. Pizzuto, Suzanne Watts Henderson dan Matthew E. Gordley.

30
kristologis yang terdapat dalam ayat 15-16a, 18b-19. Ayat 20 bukanlah perluasan dari

ayat 19, melainkan membuka suatu tema baru yakni tema perdamaian.8 Ayat 21-22

sepertinya merupakan tambahan atau perluasan dari ayat 20 yang masih bertemakan

perdamaian, namun dikhususkan pada tokoh kamu yang menggambarkan umat

manusia yaitu jemaat Kolose. Ayat 23 merupakan tambahan yang bersifat penegasan

kepada jemaat Kolose untuk hidup sesuai firman yang disampaikan oleh Paulus.

Penekanan nama Paulus di sini memberikan suatu gambaran bahwa surat Kolose

berhubungan dengan Paulus serta menyatakan bahwa Paulus benar-benar pelayan

Kristus.

Keutamaan Kristus terhadap Masa Depan Ciptaan dalam Kolose 1:15-23

Ide Keutamaan Kristus

Ada begitu banyaknya gelar atau nama yang dikenakan jemaat kepada Yesus

untuk menjelaskan siapa dan apa makna Yesus bagi mereka. Pada teks Kolose 1:15-

23, Yesus yang diimani sebagai Kristus merupakan pokok pemikiran dari penulis

surat. Ia disebut gambar Allah, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan,

kepala tubuh, dan lain sebagainya. Sebutan-sebutan ini merupakan sarana untuk

menjelaskan Kristus.

Andrew Shepherd dalam penafsirannya terhadap teks Kolose 1:15-23 seakan-

akan menyatakan bahwa teks hanya mengenai kedudukan Kristus secara kosmos,9

padahal teks berbicara lebih daripada itu. Teks berbicara mengenai

8
Jacobs, Siapa, 74.
9
Andrew Shepherd, “Creation and Christology: the ecological crisis and eschatological ethics,” Stimulus 18,
no. 4 (2010), http://www.ebscohost.com (diunduh 01 September 2012), 52-56.

31
keutamaan Kristus. Istilah keutamaan dipilih sebagai judul perikop10 karena teks

berbicara tentang Kristus secara istimewa. Keutamaan berarti keunggulan,

keistimewaan ataukah hal yang terpenting. Ada empat hal yang membuktikan

keutamaan Kristus yakni, pra-eksistensi dan kemanusiaan Kristus, kesetaraan Kristus

dengan Allah Bapa dan Roh Kudus, kedudukan Kristus dalam karya penciptaan,

penebusan dan pendamaian-Nya yang bersifat kosmik. Kolose 1:15-23 merupakan

himne yang berusaha menjunjung tinggi keagungan dan kebesaran Kristus.

Kesetaraan Kristus dengan Allah Bapa dan Roh Kudus

Gnostik meyakini bahwa Yesus hanyalah salah satu dari malaikat, para

pengantara.11 Ajaran yang membuat perbedaan antara Yesus dengan Allah Bapa

atau Allah yang tertinggi, sebutan kaum Gnostik. Pandangan ini ditentang oleh

penulis surat Kolose dengan menekankan kesetaraan antara Kristus, Allah Bapa dan

Roh Kudus. Pertama, kesetaraan Kristus dengan Allah Bapa secara implisit nampak

dalam frase gambar Allah, ayat 15a. Pada ayat 15a, Ia adalah gambar Allah yang

tidak kelihatan, penulis menggunakan kata eivkw.n yaitu gambar atau citra. Barclay

mengemukakan bahwa suatu gambar dapat berupa representasi, tetapi suatu

representasi, apabila benar-benar sempurna dapat menjadi manifestasi.12 Jacobs

mengatakan bahwa Kristus disebut gambar Allah yang tidak kelihatan, bukan

berarti Kristus adalah gambar yang kelihatan dari Allah yang tidak kelihatan.

10
Larry L. Helyer dan Andrew Shepherd menggunakan istilah Kristus kosmik. Giedrius Saulytis memilih
untuk memberikan judul keilahian Kristus dan William Barclay mencantumkan judul adekuasi total Yesus
Kristus dalam penafsirannya.Adekuasi merupakan kata bentukan yang berasal dari kata adekuat. Adekuat
diartikan sebagai memadai, ketercukupan dalam kamus besar bahasa Indonesia.
11
Lih. Bab 2, Pembahasan tentang Gnostisisme, 9-10.
12
Barclay, Pemahaman, 177-178.

32
Gambar Allah serupa dengan Kebijaksanaan Ilahi. Tradisi Yahudi menerangkan

bahwa gambar Allah bukanlah manusia yang fana, melainkan Kebijaksaan atau
13
Sang Sabda. Saya setuju dengan apa yang dikemukakan oleh Barclay dan Jacobs.

Teks ini ingin menyampaikan bahwa Kristus adalah manifestasi yang sempurna dari

Allah, Sang Bapa. Kristus adalah kebijaksanaan ilahi yang telah menciptakan segala

sesuatu, datang ke dunia dalam wujud manusia yang fana, menderita, mati dan

bangkit dari kematiaan. Semuanya ini terjadi karena Allah Bapa ada di dalam

Kristus.

Kedua, frase yang sulung pada ayat 15b menjelaskan kesetaraan antara

Kristus, Allah Bapa dan Roh Kudus. Barclay menjelaskan bahwa kata yang sulung

atau prwto,tokoj menunjuk pada dua pemahaman. Pertama, kata ini merupakan

sebutan umum untuk penghormatan, misalnya bangsa Israel adalah anak sulung

Allah. Kedua, yang sulung merupakan gelar bagi Mesias.14 Berdasarkan teks maka

arti yang kedua lebih tepat dikenakan pada Kristus, karena mengungkapkan

hubungan antara Kristus dengan Allah Bapa dan Roh Kudus pada karya penebusan,

peran pengutusan Kristus ke dalam dunia sekaligus menentang pemahaman umat

Yahudi yang tidak mempercayai bahwa Kristus ialah Mesias. Karya penebusan

menghadirkan Kristus selaku Sang Anak sebagai utusan Allah Bapa. Dalam

pemahaman orang Yahudi, seseorang yang diutus (saliah), menjadi wakil dari sang

pengutus secara penuh. Ia sepenuhnya menghadirkan sang pengutus di tempat di

13
Jacobs, Siapa, 75.
14
Barclay, Pemahaman, 182.

33
mana ia berada.15 Jadi, Kristus tidak lebih rendah dari Allah Bapa dan Ia rela

menjadi rendah untuk melaksanakan rencana penyelamatan. Keduanya adalah Allah

yang sama. Roh kudus berkerja di dalam Yesus Kristus dan setelah kebangkitan-

Nya Roh Kudus dicurahkan di tengah-tengah para murid. Roh Kudus adalah wujud

baru dari Yesus Kristus yang hadir di tengah-tengah para murid. Roh Kudus berasal

dari Allah dan Roh Kudus ialah Allah. Hubungan antara Yesus Kristus, Allah Bapa

dan Roh Kudus adalah setara.

Pada ayat 15c terdapat frase yang lain yakni lebih utama dari segala yang

diciptakan. Jika frase ini dibaca dengan seksama maka dapat diartikan bahwa

Kristus memiliki kedudukan yang lebih rendah dari Allah dan Ia diciptakan, namun

Ia lebih utama. Pernyataan ini mengingatkan pada ajaran Arius mengenai Yesus

Kristus. Arius meyakini bahwa Yesus Kristus adalah ciptaan, tetapi berbeda dengan

ciptaan yang lain, karena Ia diciptakan sebelum ada segala sesuatu dan Ia tidak

kekal. Ajaran ini salah dan penafsiran terhadap ayat 15c tanpa memahami ayat 15-

16,19 adalah suatu kekeliruan. Jika dibaca secara keseluruhan ayat 15-16, maka

penulis surat ingin menyampaikan bahwa Kristus merupakan gambar Allah, Mesias

sekaligus pencipta segala sesuatu. Kedudukan, karya penyelamatan dan penciptaan

terjadi karena Ia bersatu dengan Allah, segala kepenuhan Allah berdiam di dalam-

Nya, ayat 19. Jadi, tidak ada kedudukan tinggi-rendah antara Kristus dengan Allah.

Kata kepenuhan menjelaskan juga tentang kesetaraan. Ayat 19 dalam

Alkitab bahasa Yunani, tidak mencantumkan kata Allah untuk menjelaskan kata

kepenuhan, akan tetapi kemungkinan besar kepenuhan yang dimaksudkan adalah

15
Ebenhaizer I. Nuban Timo, Aku Memahami yang Aku Imani (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 13.

34
kepenuhan Allah. Kata plh,rwma merupakan bentuk dari kata benda netral tunggal.

Morfologi kata tersebut hanya digunakan untuk menjelaskan pneu,ma yang berarti

Roh. Ini berarti Roh menjelaskan kepenuhan, plh,rwma pada ayat 19. Roh yang

dimaksud di sini ialah Roh Allah. Penulis surat Kolose ingin menjelaskan bahwa

Roh Allah ada di dalam Kristus. Roh inilah yang memampukan Kristus berkarya

baik dalam penciptaan, penebusan maupun pendamaian. Saya setuju dengan Nuban

Timo yang menyatakan bahwa Alkitab melihat Roh sebagai Ia yang memenuhi tubuh

Kristus. Ini adalah plh,rwma, yaitu kehadiran yang penuh dan sempurna dari

Kristus. Ia adalah kepenuhan tubuh karena Kristus adalah Roh dan di mana Kristus

ada, di sana juga Roh bekerja.16

Penulis surat Kolose bukan saja menekankan kesetaraan antara Kristus

dengan Allah atau Sang Bapa tetapi juga dengan Roh Allah. Persekutuan di antara

ketiganya adalah setara. Allah sebagai Sang Bapa yang berdiam di tempat yang tak

terhampiri (Deus absconditus) mengulang diri-Nya untuk ada sebagai Allah kali

kedua, dalam diri Sang Anak yang merupakan Allah yang memperkenalkan diri

(Deus revelatus). Dua cara berada Allah ini terus bergerak dan melahirkan cara

berada yang ketiga dari Allah yaitu Roh Kudus. Roh kudus merupakan kasih yang

mempersatukan sang Bapa dan Sang Anak, ataupun sebaliknya. Allah yang satu

tidak ingin kesepian sehingga dalam kebebasan-Nya, Ia berinisiatif menjadi Allah

untuk kali kedua dan kali ketiga. Ia tetap sebagai Allah dalam pengulangan ini,

namun dengan cara berada yang lain dari sebelumnya. Allah yang satu itu berada

dalam tiga cara dan dalam ketiga cara itu, Ia tetap satu. Pengakuan iman GMIT
16
Nuban Timo, Aku, 46.

35
mengartikulasikan hal ini dengan tiga ungkapan yaitu Allah di atas kita, Allah di

antara kita dan Ia Allah di dalam kita.17 Penjelasan tentang ketritunggalan Allah ini

menentang pengajaran dari Arius maupun Gnostik. Kristus yakni Sang Anak

sehakekat dengan Sang Bapa maupun Roh Kudus dan kedudukan ini bukan pra-

keutamaan tetapi salah satu bukti keutamaan Kristus. Kesetaraan itu mengatasi

segala makhluk.

Kemanusiaan dan Pra-eksistensi Kristus

Kaum Gnostik sungguh-sungguh menyangkal kemanusiaan Yesus yang

nyata. Mereka pun menulis kisah-kisah mengenai Yesus yang berjalan dan tidak ada

jejak-Nya di tanah.18 Pemahaman sesat inilah yang menyebabkan penulis berbicara

mengenai kemanusiaan dan pra-eksistensi Kristus. Topik kemanusiaan Kristus tidak

dapat dipisahkan dari pra-eksistensi-Nya dalam kerangka memahami karya ganda

Kristus sebagai Allah yang sejati dan manusia yang sejati.

Ada tiga fase dari sejarah Yesus Kristus yang perlu diketahui yakni Kristus

pra-eksistensi, Kristus yang berinkarnasi dan Kristus yang dimuliakan. K. Barth

menjelaskan tiga fase ini dengan menggunakan perumpamaan sang anak dalam

rumah Bapa. Fase pertama merupakan keberadaan dalam kekekalan atau immanent

trinity yakni Yesus Kristus berada dalam kemuliaan bersama-sama dengan Sang

Bapa. Fase kedua menggambarkan sang anak yang pergi ke negeri yang jauh. Suatu

peristiwa inkarnasi yakni Yesus Kristus meninggalkan kemuliaan dan menjadi

17
Nuban Timo, Aku, 15-17. Ide pengulangan diri Allah ini saya adaptasi dari tulisan Bpk. E. I. Nuban Timo.
18
Lih. Bab 2, Pembahasan tentang Gnostisisme, 9-10.

36
manusia, seorang hamba. Fase ketiga merupakan kembalinya sang anak ke rumah

Bapa yakni peristiwa kebangkitan.19

Pra-eksistensi Kristus terletak pada fase pertama dan bukan fase ketiga

karena fase ketiga merupakan eksistensi Kristus setelah kebangkitan. Pada teks

Kolose 1:15-23, fase pertama terletak di ayat 16-17. Ayat 16, karena di dalam

Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi,

yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik

pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.

Kristus dihadirkan oleh penulis surat sebagai pencipta segala sesuatu. Kristus telah

ada pada Allah, Sang Bapa dan Roh Kudus sebelum Ia lahir ke dalam dunia. Pada

ayat 17, pra-eksistensi dari Kristus semakin dipertegas. Segala sesuatu ada di dalam

Kristus dan berawal dari-Nya. Pandangan ini sekaligus menjadi bukti bahwa penulis

dipengaruhi oleh ajaran dari filsafat Neoplatonisme mengenai Yang Esa20 dan

pemikiran dari Paulus.

Pra-eksistensi dari Kristus secara implisit nampak dalam surat-surat Paulus

yakni Galatia 4:4-5, Roma 8:3-4 yang membahas tentang pengutusan Kristus,

Putera Allah ke dalam dunia. Saya memahami bahwa pengutusan ini memberikan

pengertian bahwa Kristus sudah ada sebelumnya, walaupun Paulus sebenarnya

hanya mau menekankan Yesus benar-benar merupakan utusan Allah bukan

mengenai pra-eksistensi-Nya. Pra-eksistensi tentu hal yang penting ketika Paulus

mengajar Yesus Kristus kepada orang-orang Yunani yakni mereka yang selalu

19
Nuban Timo, Aku, 18.
20
Lih. Bab 2, Neoplatonisme, 14.

37
melihat ke belakang, bertanya sebab dari segala sesuatu, namun pra-eksistensi tidak

pernah menjadi titik pangkal kristologi Paulus. Titik pangkal kristologinya adalah

kedudukan Kristus sebagai Tuhan yang mulia berdasarkan karya penebusan dan

kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Jelas teks Kolose 1:15-23 bukanlah ditulis

oleh Paulus karena karya penciptaan atau pra-eksistensi menjadi pangkal kristologi

dari penulis teks namun penulis sebagai pengagum dari Paulus tentu dipengaruhi

oleh pandangan Paulus, selain filsafat-filsafat asing yang berkembang pada masa

itu.

Jika fase pertama menjelaskan tentang pra-eksistensi Kristus, fase kedua

justru menjelaskan kemanusiaan Kristus. Kristus yang datang ke dunia dalam rupa

seorang manusia yang rendah. Barth menyatakan bahwa Yesus Kristus sudah ada

sebagai manusia dalam bentuk kodrat manusia yang azali yaitu manusia tanpa

hipostasi manusia, sebelum peristiwa inkarnasi. Ini berarti Yesus Kristus sejak

semula adalah Allah manusia. Pada peristiwa inkarnasi manusia Yesus Kristus

menjadi manusia yang fana. Ia memiliki tubuh, darah dan mengalami kematian.

Barth menjelaskan bahwa sebelum Allah beraktifitas dalam sejarah atau

economic trinity, Allah sudah mempunyai rencana dalam kekekalan. Allah ingin

menghadirkan rekan yakni manusia yang segambar dengan-Nya.21 Dalam

mewujudkan rencana ini, Allah berasumsi dalam kekekalan-Nya bahwa manusia

memiliki kebebasan karena segambar dengan rupa Allah. Kebebasan ini dapat

membawa manusia dengan mudah jatuh di dalam dosa dan gambar Allah menjadi

rusak. Allah memerlukan manusia sejati yang segambar dengan-Nya secara utuh,

21
Karl Barth, Church Dogmatics III/1 (Edinburgh: T&T Clark, 1965), 95-97.

38
manusia yang tidak mengenal dosa untuk menyelamatkan manusia yang berdosa,

akan tetapi tidak ada manusia yang seperti itu, yang ada hanya Sang Anak atau

Allah manusia dalam kekekalan. Allah manusia ini pada akhirnya turun ke dalam

dunia sebagai manusia yang rendah dan berdosa.22 Luther mengatakan ketika Ia

datang, aku menjadi kebenaran dan Ia menjadi dosa.

Jika berpijak pada pandangan Barth maka kelahiran di Betlehem bukan

tanda awal kemanusiaan-Nya, tetapi menjadi tanda kedua kemanusiaan Kristus.

Kemanusiaan Kristus mengambil alih dosa. Ia menjadi manusia sejati dengan tubuh,

darah, menanggung dosa, mati di kayu salib dan dikuburkan. Ia sungguh manusia

yang fana. Kristus mendamaikan manusia dengan Allah di dalam tubuh jasmani-

Nya. Tubuh, darah, kematian untuk menanggung dosa adalah istilah-istilah yang

menentang sekaligus menyatakan kemanusiaan Kristus yang sejati, dijelaskan pada

ayat 20, 22 dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya,

baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan

pendamaian oleh darah salib Kristus. sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam

tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak

bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya. Yesus Kristus adalah Allah yang sejati

dan manusia yang sejati ketika Ia datang ke dunia.

Pra-eksistensi dan kemanusiaan Kristus saya jelaskan dalam bingkai

pemikiran Barth23, namun saya tidak sepakat bahwa hanya manusia-lah yang

22
Barth, Church, 230-232.
23
Barth sebenarnya mengusulkan bahwa karya Allah tidak hanya dibatasi pada umat manusia tetapi kepada
seluruh ciptaan, namun pendapat yang disampaikan Barth justru hanya berpusat pada manusia walaupun
menggunakan kata makhluk dalam penjelasannya tetapi kata tersebut hanya mengarah kepada manusia.

39
diinginkan Allah pada perjanjian dalam kekekalan, bahwa hanya manusia-lah yang

menjadi keprihatinan Allah sejak semula dan hanya karena manusia-lah Allah

datang ke dunia dalam rupa manusia yang sejati. Bukan manusia satu-satunya yang

diinginkan, diciptakan, diperhatikan dan ditebus oleh Allah tetapi seluruh ciptaan-

Nya tanpa terkecuali. Ini dijelaskan dalam frase segala sesuatu yang disebutkan

enam kali pada teks Kolose 1:15-23.

Kristus dalam Karya Penciptaan

Kosmologi adalah salah satu ajaran dari filsafat-filsafat yang berkembang di

Kolose pada masa itu. Ajaran ini terbukti meresahkan penulis Kolose karena

merupakan penyangkalan terhadap doktrin penciptaan.

Gnostik adalah bidat sesat yang paling mempengaruhi jemaat Kolose. Gnostik

dengan ajarannya bahwa dunia diciptakan dari emanasi Allah yaitu demiurgos, 24

dianggap oleh penulis surat dapat menggoyahkan iman jemaat. Anggapan ini

didasarkan karena jemaat Kolose sebagian besar terdiri dari non-Yahudi, bangsa

yang tidak mengenal Allah dan Yahudi, bangsa yang meyakini bahwa penciptaan

terjadi untuk kepentingan mereka karena merekalah umat pilihan Allah dan tidak

mengakui bahwa Yesus adalah Kristus, Sang Mesias. Umat Yahudi meyakini

bahwa Allah menciptakan dunia melalui Taurat.25 Latar belakang inilah yang

memberikan suatu dorongan bagi penulis surat untuk menjelaskan serta

menekankan mengenai doktrin penciptaan dan kedudukan Kristus di dalamnya.

24
Lih. Bab 2, Gnostik, 11.
25
Lih. Bab 2, Kosmologi Yudaisme, 6.

40
Hal yang berbeda telah disampaikan oleh penulis surat Kolose. Kristus yang

dikenal dalam karya penebusan karena melalui Dia, Allah menyelamatkan dunia

dihadirkan oleh penulis dalam karya penciptaan. Penekanan ini dikemukakan oleh

penulis dari ayat 16a-18a. Kristus sebagai pencipta alam semesta telah menciptakan

segala sesuatu, yang di sorga dan di bumi, yang kelihatan dan tidak kelihatan,

sekaligus menjadi pusat atau bagian yang integral dari seluruh ciptaan-Nya. Ayat

tersebut menepis ajaran dualisme para ahli-ahli filsafat tentang roh yang baik dan

materi yang jahat. Kata segala sesuatu dalam Bahasa Yunani secara harafiah berarti

berdiri bersama dan dalam Alkitab terjemahan lama dituliskan segala sesuatu

wujudnya ada di dalam Dia.

Kristus sebagai pencipta merupakan pandangan yang membingungkan

karena dalam pengakuan iman rasuli dan pengakuan iman Nicea, Allah Bapa

diyakini sebagai pencipta alam semesta. Perbedaan Allah Bapa, Sang Anak dan Roh

kudus diyakini terletak dalam peran-Nya. Barth dalam bukunya church dogmatics

III/1 menjelaskan bahwa dalam proses penciptaan, Sang Bapa, Sang Anak dan Roh

kudus hadir, akan tetapi Sang Bapa berperan sebagai subyek yang bertindak,

bekerja dalam karya penciptaan, sedangkan Sang Anak dan Roh Kudus berperan

sebagai subyek yang mendukung karya penciptaan tersebut.26 Pandangan ini

menjelaskan bahwa peran dari Sang Bapa, Sang Anak dan Roh Kudus memang

berbeda, akan tetapi kehadiran ketiga-Nya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang

lain. Pada karya penciptaan Kristus hadir sebagai pencipta segala sesuatu dalam

peran yang berbeda dengan Sang Bapa.

26
Barth, Church, 49-59.

41
Kedudukan Kristus secara kosmik dalam karya penciptaan menjadi

pernyataan yang menyerang ajaran Gnostik dan pengajaran mengenai penyembahan

malaikat. Pada ayat 18, penulis surat menggunakan istilah atau konsep kepala tubuh

untuk menjelaskan kedudukan kosmik Kristus. Konsep ini nampaknya diadaptasi

dari filsafat Stoa, Philo dan Neoplatonisme. Stoa memahami bahwa dunia adalah

tubuh Allah. Philo menjelaskan tentang alam semesta yang merupakan komponen-

komponen terpisah, namun disatukan oleh Allah sedangkan Neoplatonisme

menekankan bahwa Yang Esa adalah sebab pertama dan dasar segala makhluk. Stoa

dan Philo juga meyakini bahwa dunia tersusun dari empat elemen yakni api, air,

udara dan bumi.27 Teori-teori kosmologi ini mempengaruhi penulis menggunakan

istilah kepala tubuh dalam ayat 18a.

Ciptaan yang sifatnya beranekaragam dilukiskan seperti tubuh yang

memiliki banyak anggota dengan peran atau fungsi yang berbeda dan Kristus seperti

kepala yakni bagian dari tubuh yang mengendalikan gerak atau proses kerja tubuh.

Konsep kepala tubuh menjelaskan bahwa seluruh ciptaan itu baik dan berpusat pada

Kristus yang bertindak sebagai pemimpin, mengendalikan seluruh ciptaan. Konsep

ini hampir sama seperti pemikiran Philo bahwa seluruh ciptaan merupakan

komponen yang terpisah-pisah dipersatukan dalam kesatuan tunggal oleh Kristus

kosmik, karena bukan kesatuan yang terpisah-pisah melainkan seluruh ciptaan

merupakan suatu keutuhan dengan peran yang berbeda-beda dan dikepalai oleh

27
Lih. Bab 2, Kosmologi Helenisme, 10-14.

42
Kristus. Ciptaan berpusat pada Kristus tetapi ciptaan bukanlah Kristus. Kedudukan

kosmik Kristus bukanlah panteisme28.

Kosmologi Yudaisme meyakini bahwa awalan B pada kata tyvÞiarEB.

menunjukkan bahwa dunia diciptakan bagi orang Yahudi. Jika dilihat sintaksnya

maka B merupakan partikel preposisi dari Tyviare yang merupakan kata benda

feminim tunggal. Tyviare memiliki dua arti yakni permulaan dan kepala (chief). Ini

berarti kata pembuka dari kitab pertama Perjanjian Lama telah menegaskan

mengenai hal kepala. Kata kepala merujuk pada kepala semua ciptaan, kepala

kebijaksanaan. Tom Jacobs menjelaskan bahwa Sang Kebijaksanaan tersebut

menurut tradisi Yahudi bukanlah manusia yang fana. Ia adalah Sang Sabda.29

Pernyataan tersebut bersesuaian dengan penjelasan sebelumnya bahwa Kristus

adalah kebijaksaan Ilahi atau Sang Sabda. Ini berarti konsep Kristus, Sang Sabda

sebagai kepala atas seluruh ciptaan dalam Perjanjian Baru memiliki keterkaitan erat

dengan Perjanjian Lama. Sejak semula Kristus bertindak sebagai kepala atas seluruh

ciptaan. Kristus adalah kepala karena daripada-Nya mengalir atau bersumber kuasa

yang menghidupkan tubuh.30

Pada hemat saya, konsep kepala tubuh bukan saja menjelaskan bahwa

Kristus pencipta segala sesuatu tetapi juga menjelaskan alasan penebusan dan

pendamaian Kristus yang tidak dapat dilepaskan dari kaitan pra-eksistensi-Nya,

kesetaraan-Nya dengan Allah Bapa dan Roh Kudus serta kemanusiaan-Nya, karena

28
Panteisme adalah suatu pandangan yang meyakini bahwa semua adalah ilahi dan memposisikan Allah sama
dengan alam semesta. Semua hal merupakan wujud dari Allah itu sendiri.
29
Jacobs, Siapa, 75.
30
Nuban Timo, Aku, 46.

43
Ia adalah pusat segala ciptaan bukan hanya manusia. Penulis surat juga mengkritik

elemen-elemen penyusun dunia yang diajarkan oleh filsafat-filsafat asing. Kritikan

ini disampaikan melalui ayat 16-17. Penciptaan berlangsung di dalam Kristus,

diciptakan oleh Kristus dan untuk Kristus.

Penebusan dan Pendamaian Kristus Bersifat Kosmik

Penulis surat dipengaruhi oleh pemikiran Paulus mengenai Kristus. Paulus

memahami bahwa wafat dan kebangkitan Kristus adalah dua fase dari proses

penyelamatan. Soteriologi Paulus ini diadaptasi oleh penulis surat untuk

menghadirkan kedudukan kosmik Kristus yang menyelamatkan. Kehadiran kosmik

Kristus adalah keberadaan Kristus, karya dan peran-Nya dalam alam semesta yang

ditujukan bagi segala sesuatu tanpa terkecuali yang tergambar dalam konsep kepala

tubuh.

Segala sesuatu berpusat pada Kristus sehingga karya penebusan yang

dilakukan oleh Kristus bersifat kosmik, yakni melibatkan seluruh alam semesta.

Kristus berkarya bagi seluruh alam semesta dan tujuan kedatangan-Nya adalah

pendamaian atau rekonsiliasi. Kristus mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya.

Segala sesuatu yakni ta panta dalam bahasa Yunani adalah kata yang bersifat netral,

bukan maskulin atau feminim yang berarti bahwa pendamaian Allah bukan saja

ditawarkan kepada semua manusia, melainkan juga kepada seluruh ciptaan, yang

bernyawa maupun tidak bernyawa. Wafat Kristus menyelamatkan seluruh ciptaan.

Wafat Kristus adalah bukti cinta bagi ciptaan-Nya. Sarana pendamaian adalah salib

Kristus.

44
Superioritas Kristus ditekankan oleh Barth. Barth menyampaikan bahwa

Yesus Kristus adalah Allah yang tidak gagal dalam memenuhi tugas-Nya. Hal yang

“dari atas” muncul sebagai faktor dominan dan bersifat monopoli hal-hal yang “dari

bawah”. Keilahian Kristus menjadi hal yang terpenting sehingga aspek kemanusiaan

Yesus seolah-olah terabaikan. Berbeda dengan Barth, Kosuke Koyama dalam buku

Tidak Ada Gagang Pada Salib menawarkan suatu perspektif keutamaan Yesus

Kristus dilihat dari Yesus yang diludahi. Koyama menekankan pengosongan diri

Yesus, Yesus yang benar-benar mengambil rupa seorang hamba, menjadi manusia

yang rendah, Yesus yang diludahi untuk menyelamatkan dunia ini. Aspek

pengosongan diri atau sisi kemanusiaan Yesus inilah yang menjadi bukti keutamaan-

Nya.

Saya sependapat dengan Koyama, karena bagi saya Kristus yang

berinkarnasi adalah Kristus yang hadir bukan sebagai tokoh yang berkuasa, unggul

tetapi sebaliknya Ia datang sebagai seseorang yang rendah, dianiaya, disiksa,

diludahi, dicerca bahkan karena penderitaan ini, di taman Getsemani Ia berdoa agar

penderitaan tersebut boleh berlalu daripada-Nya. Yesus menyelamatkan dunia ini

dari dosa bukan dalam superioritas-Nya tetapi dalam pengosongan diri-Nya.

Ide Hubungan Keutamaan Kristus terhadap Masa Depan Ciptaan

Teks Kolose 1:15-23 memiliki pesan ekologi bagi masa depan ciptaan.

Keutamaan Kristus memiliki arti kosmik. Andrew Shepherd menyatakan bahwa ada

empat pernyataan yang dapat disimpulkan dari teks Kolose 1:15-23, yakni Kristus

sebagai pencipta, Kristus adalah penopang dunia, Kristus adalah tujuan atau

45
penyempurnaan dari ciptaan dan Kristus adalah pendamai.31 Empat pernyataan ini

hanyalah landasan saya untuk menafsir teks Kolose 1:15-23 dalam kerangka berpikir

keutamaan Kristus terhadap masa depan ciptaan.

Penafsiran teks terhadap keutamaan Kristus menghasilkan empat sub-judul

yakni, pra-eksistensi dan kemanusiaan Kristus, kesetaraan Kristus dengan Allah Bapa

dan Roh Kudus, kedudukan Kristus dalam karya penciptaan, penebusan dan

pendamaian-Nya yang bersifat kosmik. Keutamaan Kristus yang dihadirkan oleh

penulis dalam teks ini berkaitan dengan ciptaan. Pra-eksistensi Kristus berhubungan

dengan kedudukan Kristus dalam penciptaan yakni Kristus sebagai pencipta segala

sesuatu. Kemanusiaan Kristus berkaitan erat dengan peran-Nya dalam karya

penebusan dan pendamaian yang berlaku untuk semua ciptaan tanpa terkecuali.

Kesetaraan Kristus dengan Allah Bapa dan Roh Kudus menekankan tentang peran

dan cara Allah berkarya untuk dan dalam ciptaan.

Keutamaan Kristus menjadi pokok pemikiran dari penulis surat Kolose

karena situasi yang terjadi pada saat itu dianggap dapat membahayakan kehidupan

iman jemaat. Situasi yang dimaksudkan ialah kehadiran ajaran-ajaran sesat atau

filsafat-filsafat kosong yang mempengaruhi cara pandang sehingga mampu

menghasilkan perubahan perilaku yang jahat, seperti digambarkan pada ayat 21, Juga

kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan

pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat. Tokoh kamu pada ayat ini

menunjuk kepada orang-orang yang kehidupannya tidak sesuai dengan injil yang

31
Andrew Shepherd, “Creation and Christology: the ecological crisis and eschatological ethics,” Stimulus 18,
no. 4 (2010): 51-55, diunduh melalui http://www.ebscohost.com, pada tanggal 17 juli 2012.

46
diberitakan oleh Paulus tetapi mengikuti ajaran-ajaran sesat. Nama Paulus sangat

penting untuk menunjukkan wibawa surat.

Pokok pemikiran penulis teks Kolose berimplikasi pada masa depan ciptaan.

Masa depan ciptaan menyangkut relasi antara sesama manusia, manusia dengan alam

serta manusia dengan Tuhan. Penulis teks berusaha untuk memulihkan hubungan

yang rusak dengan menghadirkan keutamaan Kristus.

Relasi Antar Ciptaan

Latar belakang penulisan Kolose 1:15-23 sangat diwarnai oleh kebudayaan

Yudaisme dan Helenisme. Helenisme merupakan kebudayaan yang sangat

memegahkan kekuatan manusia dan bersifat patriakhi walaupun perempuan masih

diberikan kesempatan untuk memimpin. Helenisme juga menghadirkan filsafat-

filsafat asing yang ajarannya bersifat dualistik, membandingkan antara roh dan

materi/dunia. Sama halnya dengan Helenisme, Yudaisme juga merupakan

kebudayaan yang bersifat patriakhi dengan ajaran agamanya mengenai manusia

sebagai ciptaan yang paling istimewa dan alam diciptakan untuk manusia.

Helenisme-Yudaisme bukan saja melahirkan arogansi manusia terhadap alam tetapi

lebih tepatnya, arogansi terhadap ciptaan, karena permasalahan yang terjadi bias

patriakhi, bukan hanya antara manusia dengan alam tetapi juga antar sesama

manusia, laki-laki dan perempuan.

Laki-laki adalah pihak yang berkuasa atas seluruh ciptaan. Laki-laki

dipandang lebih tinggi dari perempuan. Laki-laki diciptakan baik adanya, tetapi

tidak demikian dengan perempuan yang merupakan sumber dosa. Matilda Joslyn

47
Gage berpendapat bahwa perempuan diciptakan tidak sama dengan laki-laki. Hanya

karena satu perempuan berbuat dosa, semua perempuan digiring dalam

penghukuman Allah. Perempuan lambang dosa dan mengakibatkan laki-laki berada

dalam dosa. Ketidakteraturan dalam dunia disebabkan oleh perempuan. Perempuan

yang merusak semuanya.32 Allah yang menciptakan langit dan bumi dipahami

dalam konteks Allah menciptakan laki-laki dan perempuan. Laki-laki seperti langit

yang memberi dan perempuan seperti bumi yang merespon. Ada inferioritas dan

superioritas. Kaum ekofeminisme berpendapat bahwa oleh karena nafsu untuk

mendominasi, patriakhi melupakan bahwa manusia, termasuk orang-orang yang

berkuasa, memiliki pertautan biologis alami dengan semua bentuk kehidupan yang

ada di atas muka bumi ini.33

Semua ini berdampak pada kehidupan yang tamak, semena-mena antara laki-

laki dan perempuan, antara manusia dengan alam atau bahkan sebaliknya merasa

jijik, menghindar, menolak setiap kebutuhan dan keinginan. Helenisme- Yudaisme

secara implisit mendukung penindasan dan penganiayaan terhadap perempuan dan

ciptaan lain. Pemahaman inilah yang berakar dalam kekristenan dan mendorong

penulis teks untuk menekankan tentang kesetaraan semua ciptaan dalam karya

penciptaan, karya penebusan dan pendamaian serta kedudukan Kristus sebagai kepala

dari seluruh alam semesta tanpa terkecuali.

32
Victoria S. Harrison, “Modern Woman, Traditional Abrahamic Religions and Interpreting Sacred
Texts,”2007, http://www.ebscohost.com (diunduh 12 Oktober 2012), 3.
33
Anne M. Clifford, Memperkenalkan Teologi Feminis (Maumere: Ledalero, 2002), 363-364.

48
Hubungan Keutamaan Kristus terhadap Masa Depan Ciptaan

Terminologi untuk lingkungan hidup atau alam dalam teologi Kristen ialah

ciptaan. Istilah ini digunakan dengan berpijak pada pemahaman bahwa lingkungan

hidup atau alam diciptakan oleh Allah dan tidak terjadi dengan sendirinya. Istilah

ini berkaitan dengan segala sesuatu dan menunjuk pada hubungan segala sesuatu itu

dengan Allah.

Masa depan ciptaan berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan, antar

manusia dan manusia dengan alam semesta. Masa depan ciptaan berarti suatu

kehidupan yang saling menghargai, menjaga, penuh cinta kasih antar sesama

ciptaan yang berpusat pada Kristus. Jürgen Moltmann menjelaskan bahwa masa

depan ciptaan merupakan langit dan bumi yang baru. Keadaan yang setara tanpa

inferioritas dan superioritas. Tidak ada lagi gambaran mengenai langit sebagai laki-

laki yang memberi, tempat Allah berdiam dan bumi sebagai perempuan yang

merespon. Langit dan bumi yang baru adalah tempat Allah berdiam. 34 Masa depan

ciptaan juga digambarkan dalam kitab Wahyu pasal 21-22 sebagai langit yang baru

dan bumi yang baru, kota Yerusalem yang baru.

Ada suatu kesamaan antara taman Eden dalam Kejadian 2-3 dan kota

Yerusalem baru dalam Wahyu pasal 22. Pada taman Eden terdapat satu pohon

kehidupan yang tumbuh di tengah-tengah taman. Ada empat sungai yang mengalir

dari Eden untuk membasahi taman. Adam diberikan wewenang untuk berada di

taman hanya tidak boleh berada di tengah taman untuk memakan buah pohon

34
Jürgen Moltmann, God on Creation: A New Theology of Creation and The Spirit of God (Minneapolis:
Fortress Press, 1993), 158-184.

49
pengetahuan yang baik dan yang jahat. Adam justru bertindak sebaliknya, dosa

membuat ia berada di tengah dan memakan buah dari pohon yang dilarang Allah.

Ketika jatuh dalam dosa, daun pohon ara digunakan untuk menutupi ketelajangan.

Taman yang dikisahkan pada Kejadian berubah menjadi kota dalam kitab

Wahyu. Ada sungai air kehidupan yang mengalir ke luar dari takhta Allah dan

takhta Anak Domba. Pada tengah-tengah jalan kota terdapat pohon kehidupan yang

berbuah dua belas kali, sekali setiap bulan dan daun pada pohon itu digunakan

untuk menyembuhkan. Taman Eden yang mencerminkan dosa diubahkan menjadi

kota Yerusalem yang baru. Kota yang tidak terdapat ratap tangis, dukacita ataupun

maut. Perubahan ini memerlukan campur-tangan dari adam kedua. Ia yang berada

ditengah-tengah taman Eden dan kota Yerusalem baru. Kehadiran yang

dimaksudkan ialah kehadiran-Nya di taman Getsemani. Pada taman ini, Yesus

Kristus hanya berjalan dipinggir tidak ditengah. Penebusan yang dikerjakan oleh

Yesus Kristus terhadap dosa membuahkan hasil sebuah kota baru yang di dalam-

Nya tidak terdapat ketidakadilan, penindasan, penganiayaan, perlakuan semena-

mena dan lain sebagainya.

Keberadaan Yesus Kristus mendamaikan dan memulihkan hubungan yang

rusak antara alam, manusia dan Allah. Kedatangan-Nya di dunia dalam peristiwa

inkarnasi berimplikasi ekologi. Menurut Thomas Derr, peristiwa inkarnasi adalah

jalan dramatis yang ditempuh Allah dalam menyatakan solidaritas-Nya dengan

dunia ciptaan-Nya, yakni dengan mengambil kondisi eksistensi material.35 Peristiwa

ini membawa visi pendamaian dan pemulihan yang terdapat dalam Kolose 1:20.

35
Pendapat ini dikutip dalam Robert P. Borrong, Etika Bumi Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 200), 210.

50
Visi yang dinyatakan melalui misi serta pemberitaan Kristus tentang Kerajaan Allah

yakni pemerintahan Allah di dunia, pemerintahan yang mendamaikan dan

memulihkan hubungan Allah dengan seluruh ciptaan.

Peristiwa inkarnasi juga mencakup karya penebusan melalui kematian di atas

kayu salib. Karya yang dilaksanakan sebagai ungkapan kasih dan cinta Allah bagi

ciptaan-Nya. Karya yang ditujukan kepada seluruh ciptaan karena kejatuhan

manusia dalam dosa menyebabkan seluruh ciptaan turut menderita dan penderitaan

alam terutama dikarenakan perlakuan secara buruk oleh manusia untuk memenuhi

ambisi dan keserakahannya sebagai dampak pemberontakan kepada Allah. Duchrow

dan Liedke menyebut karya penebusan dan penyelamatan ini sebagai soteriologi

yang cosmic oriented,36 berorientasi pada kosmik.

Keutamaan Kristus memberikan suatu harapan baru yakni adanya masa depan

ciptaan yang mengarah pada kesempurnaan dalam Kristus, meskipun proses

penyelamatan kosmos belum sempurna karena masih terus berlangsung dan akan

disempurnakan dalam langit dan bumi yang baru, di mana tidak ada lagi

penderitaan, perlakuan semena-mena, pengeluhan akibat kuasa dosa dan berkat

Tuhan akan terus tercurah seperti halnya di Taman Eden sebelum kejatuhan

manusia. Sekarang ini, ciptaan masih berada dalam masa transisi menuju masa

depan ciptaan. Masa transisi yaitu masa penantian penggenapan penyempurnaan

ciptaan baru.37

36
Ulrich Duchrow & Gerhard Liedke, Shalom: Biblical Perspective on Creation, Justice & Peace dalam
Borrong, Etika, 209.
37
Borrong, Etika, 214.

51
Ayat 16, 20-22 menjadi pijakan untuk memahami bahwa masa depan yang

diimpikan oleh penulis adalah suatu kehidupan yang di dalamnya tidak ada lagi

pemahaman mengenai dunia ataupun perempuan sebagai sesuatu yang jahat, kotor

dan sumber dosa. Tidak ada lagi kepemimpinan ataupun pemerintahan yang tidak

adil, sikap menghakimi orang lain tentang hal yang salah dan yang benar karena

kebenaran yang hakiki hanya terdapat di dalam Kristus. Harapan masa depan inilah

yang mendorong penulis merasa penting untuk memberikan nasehat kepada jemaat

Kolose agar tetap berpegang teguh, jangan mudah goyah mendengar ajaran-ajaran

dari guru-guru palsu, ayat 23.

Masa depan ciptaan dapat hadir karena dipengaruhi oleh keutamaan Kristus.

Kristus berada di pusat segala ciptaan. Ini bukanlah kalimat yang bertentangan

dengan aspek pengosongan diri Yesus dalam karya penebusan. Dalam karya

penebusan pada proses inkarnasi, Kristus memang menaklukan diri sebagai Anak di

bawah Allah. Ia menyelamatkan dunia ini dalam pengosongan diri-Nya.

1 Korintus 15:28 menyatakan bahwa tetapi kalau segala sesuatu telah

ditaklukkan di bawah Kristus, maka Ia sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diri-

Nya di bawah Dia, yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawah-Nya, supaya

Allah menjadi semua di dalam semua. Ketika Ia dalam pengosongan diri- Nya

datang ke dalam dunia, peran-Nya dalam pra-eksistensi itu diabaikan, Ia benar- benar

mengambil rupa seorang hamba. Kristus merendahkan diri agar Allah menjadi semua

dan di dalam semua, hanya saja peran dan kedudukan Kristus ketika Ia berhasil

mengalahkan dosa tidak begitu saja hilang. Ia berada pada fase ketiga dari penjelasan

Barth. Kristus ditinggikan setelah Ia mengalahkan kuasa dosa. Walaupun

52
Ia merendahkan diri-Nya, namun karya dan peran-Nya menempatkan Ia menjadi

pusat dari segala ciptaan. Kehadiran-Nya tidak dapat dilepaskan dari Allah Bapa

dan Roh Kudus. Ia setara dengan Allah Bapa dan Roh Kudus. Ketiga-Nya adalah

satu. Alam semesta bersinar karena terang Kristus. Ini berita mengenai pemulihan

ciptaan. Dalam penciptaan, Kristus adalah kepala dari semua ciptaan. Dalam

penebusan, Kristus adalah kepala yang menyangkal diri, menempatkan diri di

bawah Allah dan setelah karya penebusan, Kristus adalah pusat dari segala ciptaan,

Ia adalah kepala dari semua ciptaan. Semua ciptaan adalah bagian yang utuh, tidak

tepisah, setara dan saling bergantung.

Model kedudukan Kristus secara kosmik mewujudnyatakan masa depan bagi

seluruh ciptaan. Model yang menunjukkan suatu kesatuan dan ketergantungan antar

anggota tubuh atau antar ciptaan. Ini berarti manusia turut berperan serta sebagai

bagian dari tubuh Kristus untuk meneladani Kristus yang mengosongkan diri,

berelasi secara baik dengan Allah dan ciptaan lain serta bertanggungjawab terhadap

ciptaan lain dalam peran sebagai penatalayanan, pengurus dari alam ini bukan

pemilik yang mendominasi, saling dan atau bersikap menghancurkan serta

menunjukkan kekuasaan. Masa depan ciptaan dapat terwujud ketika seluruh anggota

tubuh Kristus sungguh-sungguh berelasi dengan baik dan mengikuti kendali

kepemimpinan Kristus sebagai kepala yang menyangkal diri.

Kesimpulan

Perikop Kolose 1:15-23 amat penting bagi kepercayaan kita terhadap Kristus

dan merupakan jawaban terhadap ajaran sesat perpaduan Gnostik dan Yudaisme.

53
Istilah perpaduan ini digunakan karena dalam ajaran sesat yang diajarkan oleh guru-

guru palsu, terdapat unsur Gnostik maupun Yudaisme, akan tetapi dalam Kolose 1:15-

23 unsur Gnostik-lah yang paling mewarnai penulisan teks.

Pada penafsiran teks, penulis terlihat secara sengaja mempertemukan ajaran

filsafat yakni Stoa, Philo dan Neoplatonisme dengan pemikiran Paulus mengenai

Kristus. Pertemuan ini pun menghasilkan suatu kritikan terhadap ajaran-ajaran palsu

mengenai doktrin penciptaan terkhususnya elemen penyusun kosmos yang

sesungguhnya merupakan doktrin yang ditransmisikan oleh tradisi manusia, kritikan

terhadap ajaran yang menyangkal kemanusiaan Kristus, kritikan terhadap kedudukan

Kristus serta kritikan terhadap pandangan dualisme antara materi dan roh.

Keunikan dari teks Kolose 1:15-23 adalah unsur kosmik pada kedudukan

Kristus. Teks ini pun memberikan penjelasan mengenai keutamaan Kristus yang

dibuktikan melalui pra-eksistensi dan kemanusiaan Kristus, kesetaraan-Nya dengan

Allah Bapa dan Roh Kudus, kedudukan Kristus dalam karya penciptaan serta

penebusan dan pendamaian-Nya yang bersifat kosmik. Keutamaan Kristus ini

berimplikasi pada masa depan ciptaan. Masa depan ciptaan yang tanpa inferioritas

dan superioritas, saling menghargai, saling menjaga dan penuh cinta kasih. Masa

depan ciptaan berpijak pada kedudukan serta peran Kristus secara kosmik seperti

gambaran kepala tubuh dengan Kristus sebagai kepala.

54
BAB IV

REKONSTRUKSI EKOTEOLOGI

Pendahuluan

Pada bab sebelumnya, penulis telah menafsir dan membahas teks Kolose

1:15-23. Hasil penafsiran dan pembahasan tersebut menghasilkan pemikiran mengenai

keutamaan Kristus terhadap masa depan ciptaan yang dibuktikan melalui kedudukan

dan peran-Nya dalam kosmos yakni pada pra-eksistensi, kemanusiaan, kesetaraan

dengan Allah Bapa dan Roh Kudus, pencipta, penebus serta pendamai segala sesuatu.

Pemahaman-pemahan yang berdasar pada Kolose 1:15-23 akan digunakan

untuk merekonstruksi wacana ekoteologi. Rekonstruksi ini penting guna melahirkan

pemikiran baru yang berdampak pada perubahan cara pandang dan perilaku. Penulis

pun akan menjelaskan tentang wacana ekoteologi pada masa kekinian dan kehadiran

wacana tersebut dalam konteks Indonesia.

Wacana Ekoteologi Masa Kini

Ekoteologi melihat seluruh ciptaan Allah sebagai suatu sistem yang saling

terkait1 dan penekanannya terletak pada relasi yang harmonis antara Allah, manusia

dan alam semesta. Relasi yang baik antara manusia dengan ciptaan lain digambarkan

dalam relasi lingkaran yakni setiap ciptaan saling berhubungan dan tidak mendominasi

1
Haskarlianus Pasang, Mengasihi Lingkungan: Bagaimana Orang Kristen, Keluarga dan Gereja
Mempraktikkan Kebenaran Firman Tuhan untuk Menjadi Jawaban atas Krisis Ekologi dan Perubahan Iklim
di Bumi Indonesia (Jakarta: Literatur Perkantas, 2011), 84-85.

55
satu dengan yang lain. Ekoteologi tetap mengakui peran penting manusia dalam

kehidupan planet bumi, namun menolak klaim mengenai peran dominasi manusia. 2

Ekoteolog melukiskan kembali kisah penciptaan dan menolak pandangan

tradisional yang melihat penciptaan dimulai dari tingkatan yang paling sederhana

menuju tingkatan yang paling sempurna karena pandangan tersebut menempatkan

manusia pada kedudukan yang tertinggi.3

Wacana ekoteologi pada masa kini masih diwarnai oleh perdebatan-

perdebatan mengenai alasan terjadinya krisis ekologi yang dikaitkan dengan peristiwa-

peristiwa alam baik itu bencana alam, dampak perubahan iklim, kelangkaan sumber

daya alam, pengrusakan hutan, penggunaaan teknologi yang tidak ramah lingkungan,

dan lain sebagainya serta bagaimana teologi menjawab dan bertindak menangani

permasalahan-permasalahan lingkungan tersebut.

Hal yang harus diakui bahwa krisis ekologi yang terjadi pada saat ini

menyadarkan sebagian pemikir Kristen mengenai masalah lingkungan hidup sebagai

bagian dari tugas agama. Para pemikir tersebut mulai mengkaji ulang pandangan

agama yang telah berabad-abad lalu hanya terfokus pada keselamatan manusia yakni

keselamatan untuk jiwa setelah kematian.4

Kritikan pedas bagi kekristenan oleh Lynn White dalam artikel yang

berjudul The Historical Roots of Our Ecological Crisis juga memberikan pengaruh

besar bagi para teolog dengan tuduhan bahwa kekristenan menanggung beban besar

2
David G. Hallman, Beyond “North/South Dialogue” dalam David G. Hallman, Ed., Ecotheology: Voices
From South and North (Maryknoll, NY: Orbis Books, 1994), 6.
3
Andalas, Lahir, 236.
4
Martin Harun, “Alkitab dan Ekologi,” dalam Forum Biblika-Jurnal Ilmiah Populer No. 14 (Jakarta:
Lembaga Indonesia, 2001), 2.

56
dari rasa bersalah atas krisis ekologi5 atau dengan kata lain, orang Kristen adalah biang

keladi dari dieksploitasinya alam secara semena-mena dengan berdasar pada Kejadian

1:28, mengakibatkan banyaknya pemikiran-pemikiran baru yang muncul baik sifatnya

mendukung maupun menentang tuduhan tersebut.

Pengkajian ulang, pernyataan ataupun jawabab-jawaban yang disampaikan

oleh para teolog pada hakekatnya bertujuan untuk membangun suatu pandangan dan

pola perilaku yang mampu diterapkan dalam pemulihan ekologi. Sikap para teolog

untuk merubah cara pandang lama yang antroposentrisme menjadi cara pandang yang

ekoteologi agar menghasilkan suatu keutuhan ciptaan memang hal yang susah

sehingga tidak terlepas dari perdebatan ataupun tantangan-tantangan yang ada di

tingkat global maupun lokal.

Saya berpendapat ada beberapa hal penting yang terdapat dalam bingkai

pemikiran ekoteologi masa kini, yakni pertama, pengaruh filsafat dalam pemikiran

barat yang memperkenalkan dualisme dalam perkembangan teologi gereja

mengakibatkan ketimpangan relasi antara manusia dan alam. Ajaran tersebut

membedakan dunia dan sorga ataupun jasmani dan rohani yang mempengaruhi konsep

keselamatan, eskatologi, dan lain sebagainya. Kedua, ajaran yang menempatkan Allah

di tempat yang sulit dijangkau yakni di Sorga, mengajarkan bahwa hal yang terpenting

adalah di Sorga, bukan di dunia sehingga manusia dapat bersikap acuh tak acuh

bahkan tidak peduli terhadap dunia ini. Ketiga, ilmu dan teknologi tidak salah, manusia-

lah yang salah karena memakai ilmu dan teknologi dengan tujuan untuk

5
Pendapat Lynn White dikutip oleh Laurel Kearns, “The Context of Eco-Theology” dalam Gareth Jones, Ed.,
The Blackwell Companion to Modern Theology, 466.

57
kepentingan diri sendiri tanpa memperhatikan dampaknya pada alam. Keempat,

intepretasi keliru terhadap teks Alkitab tanpa melihat konteks dari teks, terkhususnya

dalam mandat Kej 1:28 yang dijadikan dasar atau justifikasi dari tindakan dominasi

manusia terhadap alam bahkan sesamanya. Kelima, perlunya pertobatan ekologi.

Andrew Shepherd menjelaskan bahwa pertobatan ekologi adalah pertobatan dengan

cara mengakui bahwa kabar baik yang dinyatakan oleh Kristus berlaku juga bagi

seluruh ciptaan dan disertai dengan perubahan cara hidup yakni gaya hidup yang

sederhana dan berkelanjutan. Keenam, hubungan antar ciptaan adalah mitra sejajar

dengan tugas manusia sebagai penatalayan, pengelola alam semesta ini dengan

meneladani Kristus. Ketujuh, perlu adanya kepekaan yang kuat terhadap lingkungan di

samping iman yang kuat. Bukan hanya berdoa untuk kelestarian alam tanpa tindakan

tetapi perlu adanya tindakan yang selaras dengan doa.

Ekoteologi semakin mengalami perkembangan yang pesat dengan corak

yang bermacam-macam. Ekoteologi bukan hanya mencakup kaum Kristen namun

mencakup keanekaragaman suara, telinga dan wajah dari berbagai pihak pada berbagai

disiplin ilmu. Ini suatu pemikiran yang baik sekaligus tantangan yang harus dihadapi.

Tantangan ekoteologi bukan hanya berupa permasalahan global tetapi juga masalah

internal antar berbagai pihak dalam penanaman sikap kepeduliaan, menjaga, merawat

dan memelihara ciptaan lain.

Perspektif ekoteologi juga dihubungkan dengan feminisme yang melahirkan

cara pandang ekofeminisme yang melihat bahwa bumi ini sengsara bukan hanya

karena sikap manusia yang eksploitatif desktruktif tetap juga karena pandangan

58
androsentris dengan penempatan laki-laki sebagai puncak hierarki yang menjadi tolak

ukur segala sesuatu.

Wacana Ekoteologi dalam Konteks di Indonesia

Dalam konteks Indonesia, ekoteologi meupakan wacana yang tepat karena

persoalan ekologi sangat yang relevan untuk dibicarakan di Indonesia. Betapa tidak,

Indonesia yang kaya akan sumber daya alam tidak mampu mensejahterahkan

rakyatnya. Ini suatu fakta yang menggelitik dan menjadi bukti bahwa bangsa

Indonesia telah berada pada situasi yang tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan

yang tertera dalam ideologi pancasila maupun UUD 45.

Banjir bandang, angin puting beliung, lumpur lapindo, kegagalan panen,

kekeringan, kelangkaan air bersih, kondisi laut dan terumbu karang yang semakin

memburuk setiap harinya serta terjadinya kerusakan alam yang lain,

mempresentasikan keserakahan sebagian umat manusia yang tamak akan kekuasaan,

kekayaan atau keuntungan pribadi sehingga menjadikan lingkungan hidup sebagai

objek eksploitasi serta rusaknya rantai ekosistem bumi dengan beberapa faktor, antara

lain: penebangan hutan secara illegal maupun legal, penggunaan sumber daya energi

yang tidak dapat diperbaharui secara semena-mena, perumbuhan industri dan

korporasi global yang mengeruk sumber daya alam, pertumbuhan dan kepadatan

penduduk yang tak terkendali serta gaya hidup manusia yang konsumtif dan

materialistis mengantarkan bumi Indonesia pada ambang kepunahaan. Laporan Green

Peace menyebutkan bahwa kerusakan hutan di Indonesia adalah kerusakan hutan

tertinggi di dunia dengan musnahnya 72 persen hutan Indonesia serta tercatat dalam

59
Guinnes Book of World Records sebagai negara dengan kerusakan hutan tercepat di

dunia.6 Sungguh suatu realita hidup yang ironis.

Manusia pada dasarnya sadar bahwa konsumsi sumber daya alam tanpa

prosedur dan berlebihan akan berdampak negatif, yaitu rusaknya lingkungan, akan

tetapi kesadaran tersebut tereduksi oleh nafsu eksploitatif dan paradigma patriakhi

yang berpandangan bahwa alam harus dimanfaatkan oleh manusia. Suatu paradigma

yang telah mengakar, sehingga tidakan-tindakan yang merusak tersebut seolah benar

dan malah tidak jarang dicarikan justifikasi dari berbagai sumber, termasuk agama.

Menurut Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nabiel Makarim kesadaran

masyarakat Indonesia cukup baik, kelembagaan kelestarian lingkungan sudah ada di

tingkat pusat maupun daerah, peraturan tentang pelestarian lingkungan hidup sudah

memadai, namun sampai sekarang kegiatan eksploitasi dan perusakan hutan masih

berlangsung.7

Persoalan ekologi bukan hanya ulah pribadi atau sekelompok orang tertentu,

pemerintah juga dituding sebagai pihak yang bertanggungjawab karena pemerintah

dinilai lemah dalam upaya penegakkan hukum, padahal dasar hukum perlindungan

lingkungan yang ada di Indonesia telah tercantum dalam UUD 45, Pasal 338 dan UU

6
Imam Mustofa, “Urgensi Eko-Teologi,” diunduh dari
http://catatanlepasnick.blogspot.com/2010/01/ekoteologi-menurut-denis-edwards.html, pada tanggal 10
November 2012.
7
Nick Doren, “Ekoteologi menurut Dennis Edwards,” dalam http://mushthava.blogspot.com/2012/02/urgensi-
eko-teologi.html, pada tanggal 10 November 2012.
8
(ayat 1) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (ayat 4) Perekonomian Nasional diselenggarakan berdasarkan atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Jangan hanya
membaca ayat 1 dari pasal 33 UUD 45 tanpa melihat ayat 4 ataupun UU LH No. 32 Tahun 2009 karena
makna yang didapat akan bersifat antroposentris bahkan hierarkis dengan negara di tempat pertama, rakyat
ditempatkan pada kedudukan kedua dan yang terbawah adalah alam.

60
LH No. 32 Tahun 20099. Kerusakan ekologi Indonesia menuntut upaya perbaikan dari

setiap warga negara, baik secara pribadi maupun secara kelompok, melalui lembaga

pemerintahan maupun lembaga swadaya untuk segera memikirkan solusi jangka

pendek dan panjang yang berguna bagi pertobatan ekologi.

Pada bidang teologi, teologi keselamatan yang antroposentrik sangat kuat

kehadirannya dalam gereja-gereja di Indonesia. Pengaruh teologi ini khususnya oleh

Luther dan Calvin10 benar-benar tertanam dalam ajaran kekristenan sampai hari ini,

Pengajaran dalam gereja selalu menekankan bahwa Kristus datang untuk menebus

manusia. Fokus interpretasi Yohanes 3:16 oleh sebagian besar para pemimpin gereja

terletak pada keselamatan manusia bukan keselamatan dunia.

Teologi penciptaan yang bias antroposentrisme serta dualisme hierarkis juga

dianut oleh gereja-gereja di Indonesia. Manusia11 dianggap sebagai pusat ciptaan.

Teologi penciptaan ini cenderung berpikir bahwa manusia adalah ciptaan yang paling

istimewa dan berhak mengusai ciptaan-ciptaan lain. Manusia berelasi dengan ciptaan

lain secara piramidal. Mereka tidak hanya menemukan diri mereka berbeda, tetapi

juga terpisah dari ciptaan-ciptaan lain. Manusia menganggap diri sebagai tuan atas

ciptaan-ciptaan lainnya. Manusia menganggap diri sebagai tuan dan merasa

mendapatkan penugasan istimewa dari Allah untuk menguasai dan menaklukan

9
mengatur dan melaksanakan proteksi atau perlindungan terhadap sumber daya alam yaitu udara, tanah, air,
pesisir dan laut, keanekaragaman hayati, pedesaan, perkotaan, lingkungan sosial agar tidak mengalami
kerusakan dan atau pencemaran.
10
Luther dan Calvin berpandangan sangat antroposentrik, walaupun tidak ekstrem seperti Origenes. Luther
memandang alam bukan sebagai saksi kemuliaan Allah, sedangkan Calvin melihat alam hanyalah latar
belakang dari drama penyelamatan manusia.
11
Kata manusia hanya menunjuk pada kaum laki-laki dalam perspektif teologi penciptaan yang bias
antroposentrisme dan patriakhi.

61
ciptaan lain. Mereka dapat mempergunakan atau mengeksploitasi ciptaan lain demi

keberlangsungan hidup.

Ekoteologi sendiri telah menjadi salah satu tugas dari Persekutuan Gerejawi

Indonesia (PGI). Tugas ini dinyatakan dalam buku Lima Dokumen Keesaan Gereja12

dan buku Tahun Rahmat dan Pemerdekaan: Perenungan Perjalanan Lima Puluh

Tahun Republik Indonesia13. Dalam pertama, PGI berusaha melibatkan seluruh gereja

untuk berperan aktif dalam memberitakan injil kepada seluruh makhluk dalam bentuk

tanggung jawab terhadap keutuhan ciptaan dengan menwujudnyatakan tindakan-

tindakan pemeliharaan dan pelestarian lingkungan hidup sedangkan dalam buku yang

kedua, PGI menegaskan telah sadar mendukung dan ingin mengembangkan perspektif

ekoteologi dalam kehidupan sehari-hari.

Pada hemat penulis, ekoteologi dalam konteks Indonesia masih berusaha

untuk mengubah paradigma antroposentrisme, dualisme hierarki dan pemahaman

bahwa bencana adalah hukuman Tuhan sehingga manusia hanya pasrah menerima

musibah yang terjadi.

Sumbangsih Penafsiran Kolose 1:15-23 terhadap Wacana Ekoteologi

Teks Kolose 1:15-23 berbicara mengenai dimensi transendental dari kosmik

Kristus, yang meliputi kedudukan dan peran Kristus dalam kosmos. Seluruh karya

Kristus bernilai ekologi dan sejalan dengan wacana ekoteologi. Karya-Nya bukan

12
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Lima Dokumen Keesaan Gereja Persekutuan Gereja-gereja di
Indonesia (LDKG-PGI): Keputusan Sidang Raya XII PGI, Jayapura 21-30 Oktober 1994 (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1996), 25.
13
Pada empat Artikel yang ditulis oleh Dr. Th. Kobong, Karel Phil Erari, Emmanuel Gerrit Singgih dan
Kasumbogo Untung.

62
hanya dalam proses inkarnasi dan penebusan serta pendamaian umat manusia dari

dosa tetapi juga dalam pra-eksistensi-Nya sebagai pencipta segala sesuatu.

Keutamaan Krisus terhadap Masa Depan Ciptaan dalam Wacana Ekoteologi

Keutamaan Kristus dalam pra-eksistensi dan kemanusiaan-Nya, kesetaraan-

Nya dengan Allah Bapa dan Roh Kudus, kedudukan-Nya dalam karya penciptaan

dan karya penebusan serta pendamaian yang bersifat kosmik memberikan suatu

harapan akan masa depan ciptaan yang berimplikasi pada pola relasi yang setara

antar ciptaan.

Penafsiran terhadap Kolose 1:15-23 menyatakan bahwa Kristus berkaitan

dengan segala ciptaan bukan sejak proses inkarnasi dan penebusan tetapi sejak awal,

sebelum segala sesuatu dijadikan. Hubungan tersebut dijelaskan dalam konsep

kosmik Kristus dalam gambaran kepala tubuh.

Keterkaitan antara Kristus dan ciptaan mewujudnyatakan peristiwa

Inkarnasi. Allah yang dalam kekekalan-Nya telah berencana sejak semula untuk

menebus, mendamaikan serta memulihkan keutuhan ciptaan. Ini tujuan dari

kedatangan dan pemberitaan Kristus mengenai Kerajaan Allah. Karya penebusan

dan pendamaian-Nya menjadi awal transformasi dari relasi yang baru antara ciptaan

dan Allah serta antar ciptaan.

Ini sesuai dengan wacana ekoteologi, karena merupakan cara pandang yang

menentang relasi antroposentrisme dan atau yang bias dualisme hierarki serta sama-

sama mengakui bahwa seluruh ciptaan saling bergantung dan berpusat pada Allah di

dalam Kristus.

63
Keutamaan Kristus dalam wacana ekoteologi menghadirkan pemahaman

bahwa masa ini adalah masa transisi menuju masa depan ciptaan. Pemulihan

ekologi akan terjadi dan itu didahului oleh pertobatan ekologi, sehingga tidak ada

kata terlambat untuk memulai sesuatu. Kristus sebagai kepala ciptaan telah

mengumpulkan semua ciptaan yang berbeda-beda fungsinya untuk bersatu dan

saling membangun, menjaga dan memelihara. Paradigma ini meyakini bahwa

Kristus adalah teladan semua ciptaan tanpa terkecuali.

Saya berpendapat bahwa mengaitkan atau menjelaskan wacana ekoteologi

dalam pemahaman iman akan Kristus sangat penting untuk membantu penghayatan

dan kepeduliaan pada ekologi yang berakar pada iman akan Kristus dan ini adalah

bagian dari tanggung jawab menjadi pengikut Kristus, suatu jalan pemuridan

Kristen. Kepeduliaan kepada ekologi bagi para pengikut Kristus bukanlah perintah

atau paksaan tetapi sesuatu yang lahir dari iman akan Kristus.

Etika Kristosentris-Holisme dalam Kolose 1:15-23

Kacamata baru sangat diperlukan untuk membaca teks Alkitab dalam

sentuhan ekoteologi. Kacamata tersebut ialah paradigma berpikir atau berteologi

yang meniadakan relasi hierarkis dan menyatakan keutuhan ciptaan melalui karya

Kristus, namun paradigma tersebut akan lebih bernilai jika dapat diterapkan dalam

kehidupan.

Paradigma keutamaan Kristus dalam wacana ekoteologi hasil penafsiran

Kolose 1:15-23 melahirkan suatu pola berelasi yang baru antara Allah dan ciptaan

maupun antar ciptaan. Pola atau etika ini, saya sebut sebagai kristosentris-holisme.

64
Ini berarti bahwa teks Kolose 1:15-23 seharusnya dibaca dalam paradigma

ekoteologi yang ber-etika kristosentris-holisme.

Etika adalah uraian tentang bagaimana seseorang seharusnya hidup atau

berkelakuan dengan mencerminkan kebenaran, keadilan dan kasih kepada

sesamanya.14 Holisme adalah paham yang memandang bahwa seluruh ciptaan

adalah bagian yang utuh dan bukan merupakan kesatuan yang terpisah-pisah.

Holisme berasal dari kata Yunani o[loj yang berarti semua, keseluruhan, lengkap.

Etika kristosentris-holisme merupakan etika yang menjadikan Kristus

sebagai teladan bagi ciptaan dan melihat ciptaan sebagai bagian yang utuh dan tidak

terpisah, setara dan saling bergantung, dengan tanggungjawab manusia sebagai

penatalayanan. Etika ini menghargai nilai dari semua ciptaan, tetapi juga melihat

tempat tanggung jawab manusia dan semuanya tidak dapat terpisah dari Kristus.

Seluruh ciptaan merupakan suatu keutuhan dengan peran yang berbeda-beda dan

dikepalai oleh Kristus.

Kenosis berasal dari kata Yunani keno,w yang berarti menghilangkan

kekuasaan (deprive of power), mengesampingkan apa yang memiliki. Paham

holisme telah mencakup kenosis karena keutuhan ciptaan dapat terjadi jika manusia

mampu meneladani Kristus, yaitu teladan pengosongan diri Kristus.

Pada paradigma baru ini, manusia berperan sebagai penatalayan yang

memelihara, mengelola dan menjaga alam. Saya tidak sependapat dengan

pernyataan yang menilai bahwa peran ini masih bias antroposentrisme karena setiap

ciptaan dalam tubuh Kristus memiliki peran yang berbeda-beda, begitu pun dengan
14
Borrong, Etika, 142.

65
manusia. Peran penatalayan ini bukan dalam relasi hierarki tetapi relasi yang sejajar

dalam hubungan kesalingbergantungan sebagai bagian dari tubuh Kristus.

Teks Kolose 1:15-23 menekankan kristosentris daripada teosentris. Peranan

dan kedudukan Kristus mewarnai keseluruhan teks daripada pembahasan mengenai

Allah Tritunggal, walaupun keberadaan Kristus tidak bisa dilepaskan dari

keberadaan Sang Bapa dan Roh Kudus. Allah Tritunggal berperan dalam ciptaan,

namun keutamaan Kristus yang hadir dalam pra-eksistensi, kesetaraan-Nya dengan

Sang Bapa dan Roh Kudus, kedudukan-Nya dalam karya penciptaan, kemanusiaan-

Nya serta karya-Nya dalam penebusan dan pendamaian menjadi alasan dari penulis

untuk menekankan kepada jemaat di Kolose agar tidak dipengaruhi oleh ajaran-

ajaran sesat. Ini berarti, Kristus dijadikan sebagai dorongan tingkah-laku jemaat.

Kristus menjadi dasar beretika. Kuasa dan kasih yang dipraktekkan serta seluruh

perbuatan dan perkataan Kristus membuka makna dan maksud karya Allah baik

dalam peristiwa penciptaan, penebusan maupun setelah kenaikan Kristus ke Sorga.

Keselamatan yang telah dikerjakan oleh Kristus bagi seluruh ciptaan adalah

prasyarat yang mengakibatkan pertobatan yang harus dilakukan oleh manusia, yaitu

berbalik dari tindakan yang dilarang oleh Allah dan melakukan apa yang Ia

kehendaki. Pertobatan yang dimaksud oleh teks Kolose 1:15-23 adalah perubahan

cara pandang atau perilaku yang mengakibatkan penderitaan dengan perlakuan

semena-mena terhadap ciptaan lain, memilah-milah ciptaan yang baik dan yang

buruk, memposisikan diri unggul dari ciptaan lain, dan lain sebagainya. Pertobatan

dari ajaran sesat. Pertobatan yang menghasilkan perilaku yang benar untuk menuju

pada masa depan ciptaan yang sempurna dalam Kristus, suatu pertobatan ekologi.

66
Sikap yang benar tercantum dalam konsep kepala tubuh atau kosmik Kristus

yang secara jelas dinyatakan dalam etika kristosentris-holisme. Tidak ada yang

teristimewa atau teramat baik karena seluruh ciptaan adalah baik adanya dan

perlakuan manusia terhadap ciptaan lain haruslah meneladani Kristus dengan

kesadaran bahwa semua keberadaan, semua ciptaan tidak terpisah-pisah namun

disatukan oleh Kristus dan saling berhubungan.

Ekoteologi yang ber-etika kristosentris-holisme sudah sepantasnya

diperjuangkan untuk menggantikan teologi-teologi, terkhususnya di Indonesia yang

tidak melihat perempuan-laki-laki-alam sebagai ciptaan yang sejajar dan tidak

melihat alam sebagai bagian yang telah ditebus serta diciptakan baik adanya sebagai

perwujudan dari kemuliaan dan kebesaran Allah sehingga dapat dieksploitasi

dengan semena-mena. Paradigma ekoteologi yang ber-etika kristosentris-holisme

melihat kaum laki-laki-perempuan-alam sebagai ciptaan yang saling bergantung dan

berpusat pada Kristus. Keberadaan ciptaan yang satu ditentukan oleh keberadaan

ciptaan lain. Tanpa kesalingbergantungan ini, tidak ada kehidupan di muka bumi.

Kristologi Kosmik bukan Kristologi Eksklusif

Paradigma ekoteologi yang ber-etika kristosentris-holisme ternyata memiliki

kelemahan, karena dapat dipahami dalam elemen pemikiran kristologi yang

eksklusif. Kristologi yang eksklusif yakni kristologi yang menekankan keutamaan

Kristus sebagai Anak Tunggal Allah dan keselamatan hanya terjadi melalui Kristus,

di luar kekristenan, di luar Kristus tidak ada kebenaran mutlak dan tidak ada

keselamatan.

67
Pemahaman tersebut dapat berkembang karena teks dipahami hanya

diperuntukkan bagi para pengikut Kristus. Masa depan ciptaan hanya ada di dalam

Kristus dan Kristus menjadi dasar beretika yang tepat. Koridor pemikiran ini kurang

tepat karena walaupun Kristus yang menjadi pokok pembahasan teks, teks

menekankan ke-universal-an kedudukan Kristus bagi segala sesuatu, bagi semua

ciptaan. Teks Kolose 1:15-23 membawa nilai kesetaraan, persamaan dan

pembebasan untuk semua ciptaan tanpa terkecuali.

Paradigma ekoteologi yang ber-etika kristosentris-holisme lebih tepat

dipahami sebagai kristologi kosmik karena teks menekankan mengenai kedudukan

dan peran Kristus dalam kosmos. Ini berarti kehadiran Kristus tidak dapat dibatasi

oleh agama dan budaya tertentu. Kristus hadir dalam kosmos dan Ia bertindak

sebagai kepala atas seluruh ciptaan yang adalah tubuh. Pemikiran tersebut

menjelaskan bahwa paradigma ekoteologi yang ber-etika kristosentris-holisme

adalah paradigma yang dapat diterapkan dalam agama dan kebudayaan yang lain.

Kesimpulan

Saat ini, ekoteologi merupakan wacana yang ramai diperbincangkan oleh

berbagai pihak. Wacana ini bukan hanya berkaitan dengan kekristenan tetapi juga

berkaitan dengan agama-agama lain dalam lingkup pembahasan yang beranekaragam

karena ekoteologi hanya dapat berhasil diterapkan apabila disesuaikan dan dipahami

dalam konteks ekoteologi tersebut diwacanakan.

Sebagian besar masyarakat dunia menggunakan pendekatan etis tradisional

yang memahami bahwa nilai ciptaan tergantung pada manusia. Keberadaan ciptaan

68
lain hadir untuk memenuhi kebutuhan manusia sehingga manusia perlu

bertanggungjawab terhadap alam. Ciptaan lain tidak memiliki tempat dalam karya

penebusan dan pendamaian Kristus. Ciptaan lain tidak dijelaskan dalam konsep kepala

tubuh karena konsep ini hanya menjelaskan hubungan antara Kristus dan jemaat yang

menunjuk pada manusia. Ketimpangan relasi antar ciptaan ini menyatakan bahwa

pendekatan etis tradisional yakni antroposentrisme tidak dapat menolong sebagai dasar

ber-etika karena manusia selalu menganggap dirinya sebagai tuan atau ciptaan yang

paling istimewa.

Kenyataan antroposentrisme semakin diperparah oleh relasi yang tidak

seimbang antara laki-laki dan perempuan. Perilaku mendominasi, semena-mena

terhadap perempuan disamakan dengan materi atau alam sebagai sesuatu yang pasif,

bernafsu rendah dan kotor. Siklus haid dianggap najis dan perempuan yang datang

bulan kadang-kadang ditolak ikut serta dalam perjamuan kudus, seperti yang nampak

dalam agama-agama lain.

Pendekatan antroposentrisme yang bias dualisme hierarkis dikoreksi dalam

wawasan ekoteologi yang ber-etika kristosentris-holisme. Pemikiran yang layak

menjadi dasar berteologi pada konteks masa kini. Pada pemikiran ini Kristus menjadi

dasar dalam ber-etika dan terdapat penghargaan terhadap semua ciptaan dalam

hubungan kemitraan yang sejajar sambil melihat tempat tanggung jawab manusia

yakni sebagai penatalayan yang mengurus dan mengelola alam secara

bertanggungjawab. Pandangan terhadap Kristus yang berdasar pada Kolose 1:15-23

membentuk cara pandang dan perilaku antar ciptaaan.

69
DAFTAR PUSTAKA

Barclay, William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat Filipi, Kolose, 1 dan 2

Tesalonika. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.

Barth, Karl. Church Dogmatics III/1. Edinburgh: T&T Clark, 1965.

Barth-Frommel, Marie Claire. Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu. Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2006.

Berkhof, H., dan I. H. Enklaar. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.

Borrong, Robert P. Etika Bumi Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.

Bradley, Ian. God is Green. London: Darton, Longman and Todd Ltd, 1990.

Browning, W.R.F. Kamus Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.

Bultmann, Ridolf. Theology of the New Testament Volume 1. New York: Charles

Schribner’s Sons, 1951.

Chilton, Bruce. Studi Perjanjian Baru bagi Pemula. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.

Clifford, Anne M. Memperkenalkan Teologi Feminis. Maumere: Ledalero, 2002.

Conzelmann, Hans. History of Primitive Christianity. New York: Abingdon Press, 1973.

Deane-Drummond, Celia, terj. Robert P. Borrong. Teologi dan Ekologi: Buku pegangan.

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.

Drane, John. Memahami Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.

Ferguson, Everett. Backgrounds of Early Christianity-Second Ed. United States of

America: WM. B. Berdmans Publishing Company, 1993.

79
Fletcher, Verne H. Lihatlah Sang Manusia: Suatu Pendekatan Pada Etika Kristen Dasar.

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.

Granberg-Michaelson, Wesley. Menebus Ciptaan: Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio,

Tantangan bagi Gereja-Gereja. Jakarta: Gunung Mulia, 1994.

Groenen, C. Pengantar ke dalam Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius, 1984.

Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

. Pengantar Perjanjian Baru Volume 2. Surabaya: Momentum, 2009.

Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisius, 1980.

Hallman, David G., ed. Ecotheology: Voices from South and North. New York: Orbis

Books, 1994.

Hayes, John H. dan Carl R. Holladay. Pedoman Penafsiran Alkitab. Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2006.

Hommes, Anne. Perubahan Peran Pria dan Wanita dalam Gereja dan Masyarakat.

Yogyakarta: Kanisius, 1992.

Jacobs, Tom. Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius, 1993.

Jones, Gareth., Ed. The Blackwell Companion to Modern Theology. Oxford: Blackwell

Publishing, 2003.

Keraf, A. Sonny. Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global. Yogyakarta: Kanisius,

2010.

Kooten, George H. Van. Cosmic Christology in Paul and the Pauline School. Germany:

Mohr Siebeck, 2003.

80
Machen, J. Gresham. The New Testament: An Introduction to its Literature and History.

Great Britain: The Banner of Truth Trust, 1976.

Martin, Ralph P. New Testament Foundations: A Guide of Christian Students. United States

of America: WM. B. Berdmans Publishing Company, 1978.

Meeks, Wayne A. The First Urban Christians. London: Yale University Press, 1983.

Metz, Johann Baptist and Edward Schilebeeckx (ed). No Heaven without Earth. London:

SCM Press/Philadelphia: Trinity Press International, 1991.

Napel, Henk ten. Jalan yang lebih utama lagi: Etika Perjanjian Baru. Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2006.

Nuban Timo, Ebenhaizer I. Aku Memahami yang Aku Imani. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2011.

Pasang, Haskarlianus. Mengasihi Lingkungan: Bagaimana Orang Kristen, Keluarga dan

Gereja Mempraktikkan Kebenaran Firman Tuhan untuk Menjadi Jawaban atas

Krisis Ekologi dan Perubahan Iklim di Bumi Indonesia. Jakarta: Literatur

Perkantas, 2011.

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia. Lima Dokumen Keesaan Gereja Persekutuan

Gereja-Gereja di Indonesia (LDKG-PGI): Keputusan Sidang Raya XII PGI,

Jayapura 21-30 Oktober 1994. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.

Peters, Ted. God-the World’s Future: Systematic Theology for a Postmodern Era.

Minneapolis: Fortress Press, 1992.

81
Raintung, F.W., Gustaf Dupe, Indera Nababan dan Yosef P. Widyatmadja., Ed. Tahun

Rahmat dan Pemerdekaan: Perenungan Perjalanan Lima Puluh Tahun Republik

Indonesia. Jakarta: Departemen Pelayanan dan Pembangunan PGI, Yayasan

Komunikasi Masyarakat PGI, Kelompok Kerja Lembaga Pelayanan Kristen dan

Yayasan Bimbingan Kesejahteraan Sosial-Surakarta, 1995.

Rapar, Jan Hendrik. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 1996.

Rasmussen, Larry. L. Komunitas Bumi: Etika Bumi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.

Ruether, Rosemary Radford. Gaia & God: An Ecofeminist Theology of Earth Healing.

United Kingdom: HarperCollins Publisher Ltd, 1992.

Scharper, Stephen B. and Hilary Cunningham (ed). The Green Bible. Maryknoll: Orbis

Books, 1993.

Setyawan, Yusak B. Introduction To The New Testament: A Draft. Salatiga, 2010.

. Critical Approaches in New Testament Hermeneutics: A Draft. Salatiga: Faculty

of Theology UKSW, 2010.

Silver, Cheryl Simon dan Rith S. DeFries. Satu Bumi Satu Masa Depan: Perubahan

Lingkungan Global. Bandung: PT Remaja Risdakarya, 1992.

Sitompul, A.A. dan Ulrich Beyer. Metode Penafsiran Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2008.

Soemarwoto, Otto. Ekologi: Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan,

1991.

82
Stambaugh, John dan David Balch. Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula. Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2004.

Sukandarrumidi. Bencana Alam dan Bencana Anthropogene. Yogyakarta: Kanisius, 2010.

Sunarko, A dan A. Eddy Kristiyanto. Menyapa Bumi Menyembah Hyang Ilahi: Tinjauan

Teologis atas Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Kanisius, 2008.

Sutanto, Hasan. Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian

Baru (PBIK): Jilid II. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2010.

The Presbyterian Eco-Justice Task Force, Keeping and Healing the Creation. United States

of America. 1990.

Toombs, Lawrence E. Di Ambang Fajar Kekristenan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978.

Wahono, S. Wismoady. Di Sini Kutemukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

Jurnal Buku

Harun, Martin. “Alkitab dan Ekologi,” dalam Forum Biblika-Jurnal Ilmiah Populer No. 14.

Jakarta: Lembaga Indonesia, 2001.

Jurnal Online

Clifford, Richard J. “The Hebrew Scriptures and The Theology of Creation.” Theological

Studies 46 (1985). http://www.ebscohost.com, akses 06 Juni 2012.

Calvin, John. “Commentary on Philippians, Colossians, and Thessalonians.” Grand Rapids,

MI: Christian Classics Ethereal Library, (1999).

www.ccel.org/ccel/calvin/calcom42.html. http://www.ebscohost.com, akses 06 Juni

2012.

83
Doerfler, Maria. “Ambrose’s Jews: The Creation of Judaism and Heterodox Christianity in

Ambrose of Milan’s: Expositio evangelii secundum Lucam.” Church History 80 (2011):

749–772. http http://www.ebscohost.com, akses 06 Juni 2012.

doi:10.1017/S000964071100120X.

Forbes, Chris. “Pauline Demonology and/or Cosmology? Principalities, Powers and the

Elements of the World in their Hellenistic Context.” Australia, JSNTS5 (2002) 51-

73. http://www.ebscohost.com, akses 06 Juni 2012.

Harakas, Stanley S. “Hellenism and Orthodox Christianity.” Greek Orthodox Theological

Review 51(2006): 1-4. http://www.ebscohost.com, akses 06 Juni 2012.

Gordley, Matthew E. “The Colossian Hymn in Context: An Exegesis in Light of Jewish

and Greco-Roman Hymnic and Epistolary Conventions.” Review of biblical

literature (2007): 439. http://www.ebscohost.com, akses 06 Juni 2012.

Neville, Richard. “Differentiation in Genesis 1: An Exegetical Creation ex nihilo.” JBL

130, no. 2 (2011): 209–226. http://www.ebscohost.com,, akses 06 Juni 2012.

Och, Bernard. “Creation and Redemption: Towards a Theology of Creation.” (2011).

http://www.proquest.com, akses 06 Juni 2012.

Samuelson-Tirosh, Hava. “Nature in Source of Judaism.” Proquest Agriculture Journals pg.

99. http://www.proquest.com, akses 06 Juni 2012.

Shepherd, Andrew. “Creation and Christology: The Ecological Crisis and Eschatological

Ethics.” Stimulus 18, no. 4 (2010): 51-57. http://www.ebscohost.com, akses 17 Juli

2012.

84
Suzanne Watts Henderson. “God's Fullness in Bodily Form: Christ and Church in

Colossians.” Sage Publication, Ltd Vol. 118, no. 4 (2007): 169-173.

http://www.ebscohost.com, akses 17 Juli 2012.

“The Bible and Quentions of Cosmology.” Journal of NABPR. http://www.proquest.com,

akses 06 Juni 2012.

Toyryla, Hannu. “Theories of creation in Judaism.” 1998. http://www.proquest.com, akses

06 Juni 2012.

Vincent A. Pizzuto. “A Cosmic Leap of Faith: An Authorial, Structural, and Theological

Investigation of the Cosmic Christology in Col 1:15-20.” Review of biblical

literature (2006): 461. http://www.ebscohost.com, akses 06 Juni 2012.

Website

Imam Mustofa, “Urgensi Eko-Teologi,” dalam

http://catatanlepasnick.blogspot.com/2010/01/ekoteologi-menurut-denis-

edwards.html, diundung pada tanggal 10 November 2012.

Nick Doren, “Ekoteologi menurut Dennis Edwards,” dalam

http://mushthava.blogspot.com/2012/02/urgensi-eko-teologi.html, diunduh pada

tanggal 10 November 2012.

85

Anda mungkin juga menyukai