Anda di halaman 1dari 33

HIDANGAN KHUSUS JAWA BARAT

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Hidangan Khusus
yang dibina oleh Dr. Dra. Rina Rifkie Mariana, M.P

Oleh

Dwi Puspita Wati (150543607431)


Kukuh Saputryasto (150543605174)
Palupi Indah Puspitasari (150543607438)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI
November 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan


rahmat, ridho serta kelancaran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Makalah ini diajukan kepada Dr. Dra. Rina Rifkie
Mariana M.P. dengan judul “Hidangan Khusus Jawa Barat”.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari dukungan berbagai semua pihak.
Oleh karena itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada
1. Dr. Dra. Rina Rifkie Mariana M.P. selaku dosen pengampu matakuliah
Hidangan Khusus.
2. Teman-teman S1 Pendidikan Tata Boga Offering B yang telah
memberikan semangat dalam penyelesaian makalah ini.
Segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini, namun
tidak menutup kemungkinan dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, dibutuhkan kritik dan saran yang dapat dijadikan
masukan. Semoga makalah ini bermanfaat sehingga dapat dijadikan pelajaran bagi
semuanya, baik pembaca maupun penulis.

Malang, 10 November 2017


Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budaya adalah salah satu hidup atau kebiasaan yang berkembang di suatu
kelompok masyarakat di suatu daerah dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya dipelajari bersama-sama oleh sekelompok msyarakat yang menetap di
daerah tersebut. Budaya dapat berupa kesenian, kebiasaan, rumah adat dan
makanan khas.

Makanan tradisional adalah makanan dan minuman yang biasa dikonsumsi


oleh masyarakat tertent, dengan cita rasa dan aroma yang khas. Makanan
tradisional bisa berupa minuman, makanan lengkap, makanan selingan dan
jajanan. Di negara Indonesia banyak sekali daerah yang memiliki makanan dan
minuan khas dari daerah masing-masing. Ragam makanan tradisional di Indonesia
dipengaruhi oleh kebiasaan makan masyarakat dan menyatu didalam sistem sosial
budaya dari berbagai golongan etnik-etnik di Indonesia. Makanan tradisional
dimasakk sesuai aturan yang berkembang pada daerah tertentu.

Jawa Barat merupakan sebuah Provinsi di Indonesia, Jawa Barat terletak


di Pulau Jawa dan memiliki ibukota yang bernama Bandung. Mayoritas penduduk
Jawa Barat adalah suku Sunda. Jawa Barat dikenal dengan daerah penghasil teh
karena daerahnya merupakan daerah bukit dan sangat dingin. Selain itu, Jawa
Barat juga terkenal mempunyai banyak makanan khaanya. Mulai dari makanan
pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran hingga jajanan.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja hidangan khusus pada upacara kelahiran di Jawa Barat?


2. Bagaimana tata cara pernikahan dan hidangan khusus pada upacara
pernikahan?
3. Apa saja hidangan khusus pada upacara kematian di Jawa Barat?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui ragam hidanagn khusus pada upacara kelahiran di Jawa Barat

2. Mengetahui tata cara pernikahan dan hidangan khusus pada upacara


pernikahan

3. Mengetahui hidangan khusus pada upacara kematian di Jawa Barat


BAB II
HIDANGAN KHUSUS JAWA BARAT

A. Upacara Sebelum Kelahiran

1. Upacara Mengandung Empat Bulan


Dulu Masyarakat Jawa Barat apabila seorang perempuan baru mengandung 2
atau 3 bulan belum disebut hamil, masih disebut mengidam. Setelah lewat 3
bulan barulah disebut hamil. Upacara mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan
dilakukan sebagai pemberitahuan kepada tetangga dan kerabat bahwa
perempuan itu sudah betul-betul hamil.
Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada
saat kehamilan menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat
bulan itulah saat ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya
pelaksanaan upacara Mengandung empat Bulan ini mengundang pengajian
untuk membacakan do’a selamat, biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar
bayinya mulus, sempurna, sehat, dan selamat.

Menu yang dihidangkan dalam syukuran 4 bulanan adalah :


1. Buah-buahan empat macam
2. Umbi-umbian empat macam
3. Rujak yang terbuat dari empat macam buah
4. Kain samping (di Jawa disebut sewek atau kemben) empat lembar untuk
mandi
5. Belut empat ekor, dan
6. Bunga empat rupa.
Rujak yang dibuat dalam perayaan ini adalah rujak gobet, atau rujak dari
hasil diserut buahnya. Rujak buah, dan umbi-umbian di hidangkan untuk para
tamu undangan sebagai berkat (oleh-oleh) yang nantinya dibawa pulang setelah
acara selesai.
2. Upacara Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban

Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat


seorang ibu mengandung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam
kandungan dan ibu yang melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata
tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan
tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah
persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah
besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam
upacara ini biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran
surat Yusuf, surat Lukman dan surat Maryam.

Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu


hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-
buahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat
yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar
kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air
kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada
perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat
berjalan lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa
gading yang telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan
golok. Hal ini dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat
berbuat baik lahir dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok,
bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan
bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat.
Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju
ke tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu
menjual rujak itu kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara
itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng
yang sudah dibentuk bundar seperti koin. Sementara si ibu hamil menjual
rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi seperti air sisa dalam
jajambaran, belut, bunga, dsb.
Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga.
Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat
tingkeban.
adat budaya Sunda dengan properti yang harus disediakan yaitu :
a. Rujak Kanistren, yaitu rujak yang dibuat dari tujuh macam atau jenis buah-
buahan.

b. Tujuh lembar kain batik.


c. Belut
d. Kelapa gading (kuning)
e. Talawengkar
f. Bunga tujuh rupa atau macam
g. Air untuk mandi ibu hamil

3. Upacara Mengandung Sembilan Bulan


Upacara sembuilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan
bulan. Dalam upacara ini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang
dikandung cepat lahir dengan selamat karena sudah waktunya lahir. Dalam
upacara ini dibuat bubur lolos, sebagai simbul dari upacara ini yaitu supaya
mendapat kemudahan waktu melahirkan, lolos. Bubur lolos ini biasanya
dibagikan beserta nasi tumpeng atau makanan lainnya.
Bubur Lolos

Bubur lolos adalah salah satu menu yang dijumpai pada acara 9 bulanan
bagi masyarakat Sunda. Bubur ini dianggap sebagai symbol agar proses
melahirkan dapat dimudahkan alias lancer atau lolos. Bubur lolos cenderung mirip
dengan dodol betawi jika dilihat dari tekstur dan warnanya. Bubur lolos berbahan
dasar tepung beras, tepung ketan, serta tepung kanji yang diaduk menjadi satu
bersama dengan gula merah dan juga santan sehingga membentuk adonan yang
kenyal. Bubur ini dibungkus daun pisang yang salah satu sisinya tidak ditutup.
Sebelum dibungkus dengan daun pisang, adonan bubur diberi blondo. Blondo
adalah santan kental yang dimasak hingga hamper membentuk minyak.

B. Upacara Kelahiran dan Masa Bayi

1. Upacara Memelihara Tembuni


Tembuni/placenta dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh
dibuang sembarangan, tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau
menghanyutkannya ke sungai. Bersamaan dengan bayi dilahirkan, tembuni
(placenta) yang keluar biasanya dirawat dibersihkan dan dimasukan ke dalam
pendil dicampuri bumbu-bumbu garam, asam dan gula merah lalu ditutup
memakai kain putih yang telah diberi udara melalui bambu kecil (elekan). Pendil
diemban dengan kain panjang dan dipayungi, biasanya oleh seorang paraji untuk
dikuburkan di halaman rumah atau dekat rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke
sungai secara adat.
Upacara penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat dan
menyampaikan hadiah atau tawasulan kepada Syeh Abdulkadir Jaelani dan ahli
kubur. Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat
bayi lepas dari perutnya.. Upacara pemeliharaan tembuni dimaksudkan agar bayi
itu selamat dan kelak menjadi orang yang berbahagia.

2. Upacara Nenjrag Bumi


Upacara Nenjrag Bumi ialah upacara memukulkan alu ke bumi sebanyak
tujuh kali di dekat bayi, atau cara lain yaitu bayi dibaringkan di atas pelupuh
(lantai dari bambo yang dibelah-belah ), kemudian indung beurang
menghentakkan kakinya ke pelupuh di dekat bayi. Maksud dan tujuan dari
upacara ini ialah agar bayi kelak menjadi anak yang tidak lekas terkejut atau takut
jika mendengar bunyi yang tiba-tiba dan menakutkan.

3 .Upacara Puput Puseur


Setelah bayi terlepas dari tali pusatnya, biasanya diadakan selamatan. Tali
pusat yang sudah lepas itu oleh indung beurang dimasukkan ke dalam kanjut
kundang . Seterusnya pusar bayi ditutup dengan uang logam/benggol yang telah
dibungkus kasa atau kapas dan diikatkan pada perut bayi, maksudnya agar pusat
bayi tidak dosol, menonjol ke luar. Ada juga pada saat upacara ini dilaksanakan
sekaligus dengan pemberian nama bayi. Pada upacara ini dibacakan doa selamat,
dan disediakan bubur merah bubur putih.

Ada kepercayaan bahwa tali pusat (tali ari-ari) termasuk saudara bayi juga
yang harus dipelihara dengan sungguh-sungguh. Adapun saudara bayi yang tiga
lagi ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari, tembuni, pembungkus,
dan kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu empat bersaudara dan
kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya itu harus dipelihara
dengan baik agar bayi itu kelak setelah dewasa dapat hidup rukun dengan saudara-
saudaranya (kakak dan adiknya) sehingga tercapailah kebahagiaan.

4. Upacara Ekah
Sebetulnya kata ekah berasal dari bahasa Arab, dari kata aqiqatun “anak
kandung”. Upacara Ekah ialah upacara menebus jiwa anak sebagai pemberian
Tuhan, atau ungkapan rasa syukur telah dikaruniai anak oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa, dan mengharapkan anak itu kelak menjadi orang yang saleh yang dapat
menolong kedua orang tuanya nanti di alam akhirat. Pada pelaksanaan upacara ini
biasanya diselenggarakan setelah bayi berusia 7 hari, atau 14 hari, dan boleh juga
setelah 21 hari. Perlengkapan yangb harus disediakan adalah domba atau
kambing untuk disembelih, jika anak laki-laki dombanya harus dua (kecuali bagi
yang tidak mampu cukup seekor), dan jika anak perempuan hanya seekor saja.
Domba yang akan disembelih untuk upacara Ekah itu harus yang baik, yang
memenuhi syarat untuk kurban. Selanjutnya domba itu disembelih oleh ahlinya
atau Ajengan dengan pembacaan doa selamat, setelah itu dimasak dan dibagikan
kepada handai tolan.

5. Upacara Nurunkeun

Upacara Nurunkeun ialah upacara pertama kali bayi dibawa ke halaman


rumah, maksudnya mengenal lingkungan dan sebagai pemberitahuan kepada
tetangga bahwa bayi itu sudah dapat digendong dibawa berjalan-jalan di halaman
rumah. Upacara Nurun keun dilaksanakan setelah tujuh hari upacara Puput
Puseur. Pada pelaksanaannya biasa diadakan pengajian untuk keselamatan dan
sebagai hiburannya diadakan pohon tebu atau pohon pisang yang digantungi
aneka makanan, permainan anak-anak yang diletakan di ruang tamu. Untuk
diperebutkan oleh para tamu terutama oleh anak-anak.
6. Upacara Cukuran/Marhabaan
Upacara cukuran dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan
rambut bayi dari segala macam najis. Upacara cukuran atau marhabaan juga
merupakan ungkapan syukuran atau terima kasih kepada Tuhan YME yang telah
mengkaruniakan seorang anak yang telah lahir dengan selamat. Upacara cukuran
dilaksanakan pada saat bayi berumur 40 hari.
Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan
disertai perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang
digantungi perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang untuk mencukur
rambut bayi.

Pada saat itu mulailah para undangan berdo’a dan berjanji atau disebut
marhaban atau pupujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan
membacakan doa yang mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat.
Pada saat marhabaan itulah rambut bayi digunting sedikit oleh beberapa orang
yang berdoa pada saat itu.

7. Upacara Turun Taneuh


Upacara Turun Taneuh ialah upacara pertama kali bayi menjejakkan
kakinya ke tanah, diselenggarakan setelah bayi itu agak besar, setelah dapat
merangkak atau melangkah sedikit-sedikit. Upacara ini dimaksudkan agar si anak
mengetahui keduniawian dan untuk mengetahui akan menjadi apakah anak itu
kelak, apakah akan menjadi petani, pedagang, atau akan menjadi orang yang
berpangkat.

Perlengkapan yang disediakan harus lebih lengkap dari upacara


Nurunkeun, selain aneka makanan juga disediakan kain panjang untuk
menggendong, tikar atau taplak putih, padi segenggam, perhiasan emas (kalung,
gelang, cincin), uang yang terdiri dari uang lembaran ratusan, rebuan, dan puluh
ribuan.
Jalannya upacara, apabila para undangan telah berkumpul diadakan doa
selamat, setelah itu bayi digendong dan dibawa ke luar rumah.
Di halaman rumah telah dipersiapkan aneka makanan, perhiasan dan uang
yang disimpan di atas kain putih, selanjutnya kaki si anak diinjakan pada padi/
makanan, emas, dan uang, hal ini dimaksudkan agar si anak kelak pintar mencari
nafkah. Kemudian anak itu dilepaskan di atas barang-barang tadi dan dibiarkan
merangkak sendiri, para undangan memperhatikan barang apa yang pertama kali
dipegangnya.

Jika anak itu memegang padi, hal itu menandakan anak itu kelak menjadi
petani. Jika yang dipegang itu uang, menandakan anak itu kelak menjadi
saudagar/pengusaha. Demikian pula apabila yang dipegangnya emas, menandakan
anak itu kelak akan menjadi orang yang berpangkat atau mempunyai kedudukan
yang terhormat.

C. Upacara Adat Perkawinan

Susunan (Tata Cara) Upacara Pernikahan Adat Sunda

Pernikahan memang satu upacara sakral yang diharapkan sekali seumur hidup.
Bentuk pernikahan banyak sekali bentuknya dari yang paling simple, dan yang
ribet karena menggunakan upacara adat. Seperti pernikahan adat Sunda ini,
kekayaan budaya tatar Sunda bisa dilihat juga lewat upacara pernikahan adatnya
yang diwarnai dengan humor tapi tidak menghilangkan nuansa sakral dan
khidmat.

Ada beberapa acara yang harus dilakukan untuk melangsungkan pernikahan,


antara lain :
1. Neundeun Omong

Neundeun Omong : (Menyimpan Ucapan): Yaitu, Pembicaraan orang tua atau


pihak Pria yang berminat mempersunting seorang gadis. Dalam pelaksanaannya
neundeun omong biasanya, seperti berikut ini :

 Pihak orang tua calon pengantin bertamu kepada calon besan (calon
pengantin perempuan). Berbincang dalam suasana santai penuh canda
tawa, sambil sesekali diselingi pertanyaan yang bersifat menyelidiki status
anak perempuannya apakah sudah ada yang melamar atau atau masih
(belum punya pacar)
 Pihak orang tua (calon besan) pun demikian dalam menjawabnya penuh
dengan benyolan penuh dengan siloka
 Walapun sudah sepakat diantara kedua orang tua itu, pada jaman dahulu
kadang-kadang anak-anak mereka tidak tahu.
 Di beberapa daerah di wilayah pasundan kadang-kadang ada yang
menggunakan cara dengan saling mengirimi barang tertentu. Seperti orang
tua anak laki-laki mengirim rokok cerutu dan orang tua anak perempuan
mengerti dengan maksud itu, maka apabila mereka setuju akan segera
membalasnya dengan mengirimkan benih labu siam (binih waluh siam).
Dengan demikian maka anak perempuannya itu sudah diteundeunan
omong (disimpan ucapannya).
2. Narosan (Lamaran)

Narosan/ lamaran : Dilaksanakan oleh orang tua calon pengantin beserta keluarga
dekat, yang merupakan awal kesepakatan untuk menjalin hubungan lebih jauh.
Pada pelaksanaannya orang tua anak laki-laki biasanya sambil membawa barang-
barang, seperti yaitu :

 Lemareun, (seperti daun sirih, gambir, apu )


 Pakaian perempuan
 Cincin meneng
 Beubeur tameuh (ikat pinggang sang suka dipakai kaum perempuan
terutama setelah melahirkan
 Uang yang jumlahnya 1/10 dari jumlah yang akan dibawa pada waktu
seserahan

Barang-barang yang dibawa dalam pelaksanaan upacara ngalamar itu tidak lepas
dari simbol dan makna seperti :

 Sirih, bentuknya segi tiga meruncing ke bawah kalau dimakan rasanya


pedas. Gambir rasanya pahit dan kesat. Apu rasanya pahit. Tapi kalau
sudah menyatu rasanya jadi enak dan dapat menyehatkan tubuh dan
mencegah bau mulut.
 Cincin meneng yaitu cincin tanpa sambungan mengandung makna bahwa
rasa kasih dan sayang tidak ada putusnya
 Pakaian perempuan, mengandung makna sebagai tanda mulainya tanggung
jawab dari pihak laki-laki kepada perempuan
 Beubeur tameuh, mengandung makna sebagai tanda adanya ikatan lahir
dan batin antara kedua belah pihak

3. Tunangan : Pada tunangan dilakukan patukeur beubeur tameuh, yaitu


penyerahan ikat pinggang warna pelangi atau polos pada si gadis.
4. Seserahan

Seserahan : Dilakukan 3-7 hari sebelum pernikahan, yaitu calon pengantin pria
membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan dan
lainnya.

Seminggu atau 3 hari menjelang peresmian pernikahan, di rumah calon mempelai


berlangsung sejumpah persiapan yang mengawali proses pernikahan, yaitu
Ngebakan atau Siraman. Berupa acara memandikan calon pengantin agar bersih
lahir dan batin, acara berlangsung siang hari di kediaman masing-masing calon
mempelai. Bagi umat muslim, acara ini terlebih dahulu diawali dengan pengajian.
Tahapan acara siraman adalah:

 Ngecagkeun Aisan.
Calon pengantin wanita keluar dari kamar dan secara simbolis digendong
oleh sang ibu, sementara ayah calon pengantin wanita berjalan di depan
sambil membawa lilin menuju tempat sungkeman. Upacara ini
dilaksanakan sehari sebelum resepsi pernikahan, sebagai simbol lepasnya
tanggung jawab orang tua calon pengantin. Property yang digunakan:

o Palika atau pelita atau menggunakan lilin yang berjumlah tujuh


buah. Hal ini mengandung makna yaitu rukun iman dan jumlah
hari dalam seminggu
o Kain putih, yang mengandung makna niat suci
o Bunga tujuh rupa, mengandung makna bahwa perilaku kita, selama
tujuh hari dalam seminggu harus wangi yang artinya baik.
o Bunga hanjuang, mengandung makna bahawa kedua calon
pengantin akan memasuki alam baru yaitu alam berumah tangga.

Langkah-langkah upacara ini adalah:

 Orang tua calon pengantin perempuan keluar dari kamar sambil membawa
lilin/ palika yang sudah menyala,
 Kemudian di belakangnya diikuti oleh calon pengantin peremupan sambil
dililit (diais )oleh ibunya.
 Setelah sampai di tengah rumah kemudian kedua orang tua calon
pengantin perempuan duduk dikursi yang telah dipersiapkan
 Untuk menambah khidmatnya suasana biasanya sambil diiring alunan
kecapi suling dalam lagu ayun ambing.

5. Ngaras/ sungkem
Permohonan izin calon mempelai wanita kemudian sungkem dan mencuci kaki
kedua orangtua pelaksanaan upacara ini dilaksanakan setelah upacara ngecagkeun
aisan. Pelaksaannya sebagai berikut:

Calon pengantin perempuan bersujud dipangkuan orang tuanya sambil berkata:


“Ema, Bapa, disuhunkeun wening galihnya, jembar manah ti salira.
Ngahapunteun kana sugrining kalepatan sim abdi. Rehing dina dinten enjing
pisan sim abdi seja nohonan sunah rosul. Hapunten Ema, hapunten Bapa hibar
pangdu’a ti salira.”

Orang tua calon perempuan menjawab sambil mengelus kepala anaknya:


“Anaking, titipan Gusti yang Widi. Ulah salempang hariwang, hidep sieun teu
tinemu bagja ti Ema sareng ti Bapa mah, pidu’a sareng pangampura, dadas keur
hidep sorangan geulis”

Selanjutnya kedua orang tua calon pengantin perempuan membawa anaknya ke


tempat siraman untuk melaksanakan upacara siraman.

 Pencampuran air siraman. Kedua orangtua menuangkan air siraman ke


dalam bokor dan mengaduknya untuk upacara siraman.
 Siraman. Diawali musik kecapi suling, calon pengantin wanita dibimbing
oleh perias menuju tempat siraman dengan menginjak 7 helai kain.
Siraman calon pengantin wanita dimulai oleh ibu, kemudian ayah, disusul
oleh para sesepuh. Jumlah penyiram ganjil; 7, 9 dan paling banyak 11
orang. Secara terpisah, upacara yang sama dilakukan di rumah calon
mempelai pria. Perlengkapan yang diperlukan adalah air bunga setaman (7
macam bunga wangi), dua helai kain sarung, satu helai selendang batik,
satu helai handuk, pedupaan, baju kebaya, payung besar, dan lilin.
Pelaksanaan upacara siraman seperti berikut:
1. Sesudah membaca doa, Ayah calon pengantin langsung menyiramkan air
dimulai dari atas kepala hingga ujung kakunya.
Setelah itu diteruskan oleh Ibunya sama seperti tadi. Dan dilanjutkan oleh
kerabat yang harus sudah menikah.
2. Pada siraman terakhir biasanya dilakukan dengan malafalkan jangjawokan
(mantra).

 Potong rambut atau Ngerik.

Calon mempelai wanita dipotong rambutnya oleh kedua orangtua sebagai


lambing memperindah diri lahir dan batin. Dilanjutkan prosesi ngeningan
(dikerik dan dirias), yakni menghilangkan semua bulu-bulu halus pada
wajah, kuduk, membentuk amis cau/sinom, membuat godeg, dan kembang
turi. Perlengkapan yang dibutuhkan: pisau cukur, sisir, gunting rambut,
pinset, air bunga setaman, lilin atau pelita, padupaan, dan kain mori/putih.
Biasanya sambil dilantunkan jangjawokan juga :

Peso putih ninggang kana kulit putih


Cep tiis taya rasana
Mangka mumpung mangka melung
Maka eunteup kana sieup
Mangka meleng ka awaking, ngeunyeuk
seureuh

 Rebutan Parawanten. Sambil menunggu calon mempelai dirias, para


tamu undangan menikmati acara rebutan hahampangan danbeubeutian.
Juga dilakukan acara pembagian air siraman.

 Suapan terakhir. Pemotongan tumpeng oleh kedua orangtua calon


mempelai wanita, dilanjutkan dengan menyuapi sang anak untuk terakhir
kali masing-masing sebanyak tiga kali.
 Tanam rambut. Kedua orangtua menanam potongan rambut calon
mempelai wanita di tempat yang telah ditentukan.

6. Ngeuyeuk Seureuh. Kedua calon mempelai meminta restu pada orangtua


masing-masing dengan disaksikan sanak keluarga. Lewat prosesi ini pula
orangtua memberikan nasihat lewat lambang benda-benda yang ada dalam
prosesi. Lazimnya, dilaksanakan bersamaan dengan prosesi seserahan dan
dipimpin oleh Nini Pangeuyeuk (juru rias). Kata ngeuyeuk seureuh sendiri
berasal dari ngaheuyeuk yang ngartinya mengolah. Acara ini biasanya dihadiri
oleh kedua calon pengantin beserta keluarganya yang dilaksanakan pada
malam hari sebelum akad nikah.
Pandangan hidup orang Sunda senantiasa dilandasi oleh tiga sifat utama
yakni silih asih, silih asuh, dan silih asah atau secara literal diartikansebagai
saling menyayangi, saling menjaga, dan mengajari. Ketiga sifat itu selalu tampak
dalam berbagai upacara adat atau ritual terutama acara ngeuyeuk seureuh.
Diharapkan kedua calon pengantin bisa mengamalkan sebuah peribahasa kawas
gula jeung peuet (bagaikan gula dengan nira yang sudah matang) artinya
hidup yang rukun, saling menyayangi dan sebisa mungkin menghindari
perselisihan. Tata cara Ngeuyeuk Sereuh:

1. Nini Pangeuyeuk memberikan 7 helai benang kanteh sepanjang 2 jengkal


kepada kedua calon mempelai. Sambil duduk menghadap dan memegang
ujung-ujung benang, kedua mempelai meminta izin untuk menikah kepada
orangtua mereka.
2. Pangeuyeuk membawakan Kidung berisi permohonan dan doa kepada
Tuhan sambil nyawer (menaburkan beras sedikit-sedikit) kepada calon
mempelai, simbol harapan hidup sejahtera bagi sang mempelai.
3. Calon mempelai dikeprak (dipukul pelan-pelan) dengan sapu lidi, diiringi
nasihat untuk saling memupuk kasih sayang.
4. Kain putih penutup pangeuyeukan dibuka, melambangkan rumah tangga
yang bersih dan tak ternoda. Menggotong dua perangkat pakaian di atas
kain pelekat; melambangkan kerjasama pasangan calon suami istri dalam
mengelola rumah tangga.
5. Calon pengantin pria membelah mayang jambe dan buah pinang. Mayang
jambe melambangkan hati dan perasaan wanita yang halus, buah pinang
melambangkan suami istri saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri.
Selanjutnya calon pengantin pria menumbuk alu ke dalam lumping yang
dipegang oleh calon pengantin wanita.
6. Membuat lungkun, yakni berupa dua lembar sirih bertangkai berhadapan
digulung menjadi satu memanjang, lalu diikat benang. Kedua orangtua dan
tamu melakukan hal yang sama, melambangkan jika ada rezeki berlebih
harus dibagikan.
7. Diaba-abai oleh pangeuyeuk, kedua calon pengantin dan tamu berebut
uang yang berada di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba
mencari rezeki dan disayang keluarga.
8. Kedua calon pengantin dan sesepuh membuang bekas ngeuyeuk seureuh
ke perempatan jalan, simbolisasi membuang yang buruk dan mengharap
kebahagiaan dalam menempuh hidup baru.
9. Menyalakan tujuh buah pelita, sebuah kosmologi Sunda akan jumlah hari
yang diterangi matahari dan harapan akan kejujuran dalam mebina
kehidupan rumah tangga.

Pada hari yang telah ditetapkan oleh kedua keluarga calon pengantin. Rombongan
keluarga calon pengantin Pria datang ke kediaman calon pengantin perempuan.
Selain membawa mas kawin, biasanya juga membawa peralatan dapur, perabotan
kamar tidur, kayu bakar, gentong (gerabah untuk menyimpan beras). Di daerah
Priangan, susunan acara upacara akad nikah biasanya sebagai berikut:
 Pembukaan:
1. Penyambutan calon pengantin Pria, dalam acara ini biasanya dilaksanan
upacara mapag.
2. Mengalungkan untaian bunga melati
3. Gunting pita

 Penyerahan calon Pengantin Pria:


1. Yang mewakili pemasrahan calon pengantin pria biasanya adalah orang
yang dituakan dan ahli berpidato.
2. Yang menerima dari perwakilan wanita juga diwakilkan
 Akad Nikah:
1. Biasanya diserahkan pada KUA
2. Pada hari pernikahan, calon pengantin pria beserta para pengiring menuju
kediaman calon pengantin wanita, disambut acara Mapag Penganten yang
dipimpin oleh penari yang disebut Mang Lengser.

Calon mempelai pria disambut oleh ibu calon mempelai wanita dengan
mengalungkan rangkaian bunga. Selanjutnya upacara nikah sesuai agama
dan dilanjutkan dengan sungkeman dan sawer.

Setelah akad nikah, masih dilakukan beberapa upacara, yaitu:


1. Saweran.

Merupakan upacara memberi nasihat kepada kedua mempelai yang


dilaksanakan setelah acara akad nikah. Melambangkan mempelai beserta keluarga
berbagi rejeki dan kebahagiaan. Kata sawer berasal dari kata panyaweran , yang
dalam bahasa Sunda berarti tempat jatuhnya air dari atap rumah atau ujung
genting bagian bawah. Mungkin kata sawer ini diambil dari tempat
berlangsungnya upacara adat tersebut yaitu panyaweran.Berlangsung di
panyaweran (di teras atau halaman).

Kedua orang tua menyawer mempelai dengan diiringi kidung. Untuk


menyawer, menggunakan bokor yang diisi uang logam, beras, irisan kunyit tipis,
permen. Kedua Mempelai duduk berdampingan dengan dinaungi payung, seiring
kidung selesai di lantunkan, isi bokor di tabur, hadirin yang menyaksikan berebut
memunguti uang receh dan permen. Bahan-bahan yang diperlukan dan digunakan
dalam upacara sawer ini tidaklah lepas dari simbol dan maksud yang hendak
disampaikan kepada pengantin baru ini, seperti :

1. beras yang mengandung symbol kemakmuran. Maksudnya mudah-mudah


setelah berumah tangga pengantin bisa hidup makmur
2. uang recehan mengandung symbol kemakmuran maksudnya apabila kita
mendapatkan kemakmuran kita harus ikhlas berbagi dengan Fakir dan
yatim
3. kembang gula, artinya mudah-mudah dalam melaksanakan rumah tangga
mendapatkan manisnya hidup berumah tangga.
4. kunyit, sebagai symbol kejayaan mudah-mudahan dalam hidup berumah
tangga bisa meraih kejayaan.

Kemudian semua bahan dan kelengkapan itu dilemparkan, artinya kita harus
bersifat dermawan. Syair-syair yang dinyanyikan pada upacara adat nyawer
adalah Kidung Sawer.

2. Meuleum Harupat ( Membakar Harupat )

Mempelai pria memegang batang harupat,pengantin wanita membakar dengan


lilin sampai menyala. Harupat yang sudah menyala kemudian di masukan ke
dalam kendi yang di pegang mempelai wanita, diangkat kembali dan dipatahkan
lalu di buang jauh jauh. Melambangkan nasihat kepada kedua mempelai untuk
senantiasa bersama dalam memecahkan persoalan dalam rumah tangga. Fungsi
istri dengan memegang kendi berisi air adalah untuk mendinginkan setiap
persoalan yang membuat pikiran dan hati suami tidak nyaman.

3. Nincak Endog (Menginjak Telur)

Mempelai pria menginjak telur di baik papan dan elekan (Batang bambu
muda), kemudian mempelai wanita mencuci kaki mempelai pria dengan air di
kendi, me ngelapnya sampai kering lalu kendi dipecahkan berdua. Melambangkan
pengabdian istri kepada suami yang dimulai dari hari itu.

4. Buka pintu

Upacara ini dilaksanakan setelah upacara nincak endog, mempelai wanita


masuk ke dalam rumah sedangkan mempelai pria menunggu di luar, hal ini
menunjukan bahwa mempelai wanita belum mau membukakan pintu sebelum
mempelai pria kedengaran mengucapkan sahadat. Maksud upacara ini untuk
meyakinkan kebenarannya beragama Islam. Setelah membacakan sahadat pintu
dibuka dan mempelai pria dipersilakan masuk. Tanya jawab antara keduanya
dilakukan dengan nyanyian (tembang) yang dilakukan oleh juru tembang.

5. Ngaleupas Japati ( Melepas Merpati )

Ibunda kedua mempelai berjalan keluar sambil masing masing membawa


burung merpati yang kemudian dilepaskan terbang di halaman. Melambang kan
bahwa peran orang tua sudah berakhir hari itu karena kedua anak mereka telah
mandiri dan memiliki keluarga sendiri.

6. Huap Lingkung (Suapan)

1. Pasangan mempelai disuapi oleh kedua orang tua. Dimulai oleh para
Ibunda yang dilanjutkan oleh kedua Ayahanda.
2. Kedua mempelai saling menyuapi, Tersedia 7 bulatan nasi punar ( Nasi
ketan kuning ) diatas piring. Saling menyuap melalui bahu masing masing
kemudian satu bulatan di perebutkan keduanya untuk kemudian dibelah
dua dan disuapkan kepada pasangan .
Melambangkan suapan terakhir dari orang tua karena setelah berkeluarga,
kedua anak mereka harus mencari sendiri sumber kebutuhan hidup mereka dan
juga menandakan bahwa kasih sayang kedua orang tua terhadap anak dan
menantu itu sama besarnya.

7. Pabetot Bakakak (Menarik Ayam Bakar)

Kedua mempelai duduk berhadapan sambil tangan kanan mereka


memegang kedua paha ayam bakakak di atas meja, kemudian pemandu acara
memberi aba – aba , kedua mempelai serentak menarik bakakak ayam tersebut
hinggak terbelah. Siapa yang mendapatkan bagian terbesar dialah yang akan
memperoleh rejeki besar diantara keduanya. Yang mendapat bagian terbesar,
harus membagi dengan pasangannya dengan cara digigit bersama. Melambangkan
bahwa berapapun rejeki yang didapat, harus dibagi berdua dan dinikmati bersama.

Upacara ini dimaksudkan agar kedua mempelai harus saling memberi tanpa
batas, dengan tulus dan ikhlas sepenuh hati.

Sehabis upacara huap lingkung kedua mempelai dipersilakan duduk di pelaminan


diapit oleh kedua orang tua mempelai untuk menerima ucapan selamat dari para
undangan (acara resepsi).

8. Numbas
Upacara numbas biasa dilaksanakan satu minggu setelah akad nikah. Upacara
numbas mengandung maksud untuk memberi tahu kepada keluarga dan
tetangga bahwa pengantin perempuan “tidak mengecewakan” pengantin laki-
laki. Upacara numbas dilakukan dengan cara membagi-bagikan nasi kuning.

Tumpeng Nasi Kuning

Tumpeng memiliki dua jenis warna, yaitu putih dan kuning. Kedua warna tersebut
sarat akan makna. Tumpeng berwarna putih artinya melambangkan kesucian;
sedangkan yang berwarna kuning melambangkan rezeki yang melimpah
(kekayaan) dan masa depan penuh harapan baik. Tumpeng nasi kuning biasanya
dibuat pada acara kelahiran, ulang tahun, khitanan, pertunangan, syukuran dan
upacara tolak bala (tolak wabah penyakit).

Keduanya sama berbentuk kerucut, namun dari segi kelengkapan


ingredient-nya, memiliki perbedaan. Komposisi bahan tumpeng putih adalah
ayam panggang bumbu arh (ingkung), ikan asin, urap, telur pindang , bacem tahu
dan tempe, sayur kluwih serta dendeng ragi. Sedangkan lauk pauk pada tumpeng
kuning adalah tempe kering, kentang dan teri, sambal goreng hati, dendeng ragi,
ayam goreng, perkedel, udang, dan telur dadar. Tiap komposisi bahan memiliki
arti tersendiri.
Misalnya ikan asin (teri) goreng melambangkan kegotongroyongan atau
kebersamaan; Telur pindang berarti kebulatan tekad; dan sayur-sayuran
melambangkan ketenteraman dan rezeki yang melimpah.

Tumpeng Robyong

Dalam adat Jawa tumpeng robyong dibuat saat upacara siraman pada acara
perkawinan. Ciri dari tumpeng ini diletakkan dalam bakul dengan berbagai
macam sayuran. Kemuncaknya diberi telur ayam, bawang merah, terasi, dan cabai
(lihat gambaran tumpeng robyong di samping kiri). Di dalam bakul, selain nasi
terdapat juga urap, ikan asin, dan telur ayam rebus.

Tumpeng Pungkur

Jenis tumpeng yang dibuat ketika ada kematian. Cirinya tumpeng dibelah
dua, diletakkan saling membelakangi, dan ditaruh di alas (tampah), kemudian
tumpeng dibawa ke pemakaman. Kenapa tumpeng ini diberi nama "pungkur"
karena setelah dipotong vertikal lalu diletakkan saling membelakangi. Tumpeng
ini pun dibuatnya sangat sederhana, yaitu hanya nasi putih yang dihias oleh
sayuran di sekeliling tumpeng.
Tumpeng Nasi Uduk
Tumpeng jenis ini biasanya digunakan saat peringatan Maulid (kelahiran)
Nabi Muhammad dan disebut juga dengan istilah tumpeng tasyakuran. Dibuat
dalam komposisi bahan ayam ingkung bumbu arh, lalapan, rambak goreng, dan
kedele hitam goreng.

Makna Komponen Tumpeng


Urap sayuran mewakili tumbuhan darat. Jenis sayurnya tidak dipilih begitu saja
karena tiap sayur juga mengandung perlambang tertentu. Sayuran yang harus ada
adalah:

Kangkung
Sayur ini bisa tumbuh di air dan di darat. Begitu juga yang diharapkan pada
manusia yang harus sanggup hidup di mana saja dan dalam kondisi apa pun.

Bayam
Sayur ini melambangkan kehidupan yang ayem tenterem (aman dan
damai). Taoge, Di dalam sayur kecil ini terkandung makna kreativitas tinggi.
Hanya seseorang yang kreativitasnya tinggi, bisa berhasil dalam hidupnya.

Kacang Panjang
Kacang panjang harus hadir utuh, tanpa dipotong. Maksudnya agar
manusia pun selalu berpikir panjang sebelum bertindak, selain sebagai
perlambang umur panjang. Kacang panjang utuh umumnya tidak dibuat hidangan,
tetapi hadir sebagai hiasan yang mengeliling tumpeng atau ditempelkan pada
badan kerucut.

Lauk
Karena tumpeng yang bermakna tadi biasanya juga untuk disuguhkan,
maka lauk-lauk di atas masih dilengkapi dengan hidangan lain.

Misalnya, perkedel, tahu dan tempe bacem, dan keringan (seperti kering tempe,
kering kentang, atau kering dendeng). Urapan pun dibuat lebih komplet. Tentu
saja penambahan ini sah-sah saja, yang penting makna dari Tumpeng di atas
sudah dipenuhi. Tetapi sekarang tidak semua lauk-pauk lengkap hadir, kalaupun
lengkap hanya bahan utamanya saja yang ada, masakannya sudah disesuaikan
dengan selera si penyelenggara upacara.

E. Upacara Adat Kematian


Pada garis besarnya rangkaian upacara adat kematian dapat digambarkan
sebagai berikut: memandikan mayat, mengkafani mayat, menyolatkan mayat,
menguburkan mayat, menyusur tanah dan tahlilan, yaitu pembacaan do’a dan zikir
kepada Allah swt. agar arwah orang yang baru meninggal dunia itu diampuni
segala dosanya dan diterima amal ibadahnya, juga mendo’kan agar keluarga yang
ditinggalkannya tetap tabah dan beriman dalam menghadapi cobaan. Tahlilan
dilaksanakan di rumahnya, biasanya sore/malam hari pada hari pertama wafatnya
(poena), tiluna (tiga harinya), tujuhna (tujuh harinya), matangpuluh (empat puluh
harinya), natus (seratus hari), mendak taun (satu tahunnya), dan newu (seribu
harinya).

Upacara Nyusur Tanah “Upacara menyusur tanah”

Setelah selesai penguburan jenazah, di rumah keluarga orang yang


meniggal diadakan upacara nyusur tanah. Penghulu amil da oang-orang yang
mengantar ke kuburan yang mau mengikuti upacara duduk berjejer di ruangan
tengah rumah. Di tengah-tengah telah tersedia hidangan nasi dengan lauk
pauknya atau nasi tumpeng. Maksud dari nyusur tanah sebenarnya ungapan rasa
terima kasih keluarga yang ditinggal mati kepada semua orang yang telah turut
membantu upacara penguburan, etang-etang buruh cape ‘seakan-akan penawar
lelah setelah pulang dari kuburan.

Menurut kepercayaan orang, makanan yang diidangkan dalam upacara


nyusur tanah itu rasanya kurang enak, hambar “tawar”, karena sarinya telah
dimakan arwah orang yang meninggal dan menurut kepercayaan pula bahwa
selama 7 hari arwah tersebut masih berada di lingkungan rumah. Oleh karena itu
perlu diselenggaraakan upacara tahlilan sampai ketujuh harinya.
Karena anggapan yang demikian, banyak diantaranya menjadi tabu untuk
makan makanan pada upacara menyusur tanah dan tahlilan. Walaupun ia ikut
hadir, tapi tidak mau ikut makan, hanya minum saja sebagai penghormatan
kepada keluarga yang menghidangkan makanan tersebut.

Upacara Hari Pertama Meninggal (Poeanana)


Setelah upacaranyusur tanah pada malam harinya dilakukan tahlilan yaitu
upacara pembacaan doa da dzikir sebagai permohonan kepada Tuhan Yang Maha
Esa agar arwah oang yang meninggal diampuni segala dosanya, diterima amalnya
dan mendoakan agar keluarga yang ditinggalkan ddiberi ketanbahan dalam
menghadapi cobaan. Setelah pembacaan doa dihidangkan makanan yang berupa
nasi dengan lauk pauknya atau nasi tumpeng dan setelah makan disediakan kue-
kue atau makanan ringan lainnya.

Upacara kedua hari “Poena”


Pada upacara hari kedua berlangsug sama sepeti upacara hari pertama.
NAmun, bedanaya pada upacara ini tidak dihidangkan makanan nasi atau
tumpeng, melainkan cukup dengan menghidangkan makanan ringan berupa kue-
kue atau umbi-umbian.

Upacara Tiluna “Upacara hari ketiga”


Upacara sama dengan upacara hari pertama, keluarga yang ditinggalkan
menyediakan kue-kue dan juga makan nasi dengan lauk pauknya atau nasi
tumpeng. Biasanya pada siang harinya tetangga yang memiliki persediaan beras
atau uang menyumbang kepada keluarga yang ditinggalkan.

Upacara Opat Poena (Keempat), Kalima Poena (kelima Hari) dan Upacara
Kagenep Poena (upacara kenam harinya)
Pelaksanaannya sama dengan upacara tahlilan hari kedua.

Upacara Tujuhna (upacara ketujuh harinya)


Pelaksanaannya tidak berbeda denga pelaksanaan pada upacara kesatu
sampai keenam namun biasanya pada upacara ketujuh disertai dengan
menyembelih hewan ternak, misalnya ayam.
Setelah selesai pembacaan doa bersama, hadirin disuguhi makan dan
kadang-kadang mereka dan juga tetangga dibekali hidangan atau makanan atau
berkat. Karena pada upacara tujuhna merupakan acara yang agak besar, biasanya
tatangga ikut membantu menyumbang beras atau uang atau bahan keperluan
lainnya.

Upacara Matang Puluh (keempat puluh hari)


Pelaksanaannya sama dengan upacara ketujuh hari.

Upacara Natus (Upacara Keseratus hari)


Dalam pelaksanaannya tidak berbeda dengan upacara-upacara
sebelumnya, namun bagi orang yang mampu upacara ini merupakan upacara yang
paling besar dibandingkan dengan upacara-upacara kematian sebelumnya.
Biasanya dalam upacara ini disembelih hewan ternak seperti kambing, sapi atau
kerbau.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Makanan tradisional adalah makanan dan minuman yang biasa dikonsumsi


oleh masyarakat tertent, dengan cita rasa dan aroma yang khas. Makanan
tradisional bisa berupa minuman, makanan lengkap, makanan selingan dan
jajanan. Di negara Indonesia banyak sekali daerah yang memiliki makanan dan
minuan khas dari daerah masing-masing.
Hidangan khusus pada upacara kelahiran di Jawa Barat terdiri dari
bemacam-macam hidangan, mulai dari tumpeng kuning beserta lauknya, jajanan
pasar, serta bubur merah dan putih yang diletakkan di takir. Hidangan khusus
yang disajikan memiliki makna tersendiri dan cara penyajiannya pun sesuai
dengan ketentuan adat di daerah tersebut. Hidangan khusus pada upacara
pernikahan di Jawa Barat juga memiliki makna dan filosofi dalam setiap tahapan
upacara pernikahan yang dilakukan.
Upacara Kematian di Jawa Barat pada garis besarnya rangkaian
upacaranya dapat digambarkan sebagai berikut: memandikan mayat, mengkafani
mayat, menyolatkan mayat, menguburkan mayat, menyusur tanah dan tahlilan,
yaitu pembacaan do’a dan zikir kepada Allah swt. agar arwah orang yang baru
meninggal dunia itu diampuni segala dosanya dan diterima amal ibadahnya, juga
mendo’kan agar keluarga yang ditinggalkannya tetap tabah dan beriman dalam
menghadapi cobaan.

3.2 Saran
Kita sebagai masyarakat Indonesia wajib untuk melestarikan dan dapat
memasak berbagai macam masakan tradisional yang dimiliki oleh setiap daerah.
Mulai dari makanan pokok,lauk, sayuran dan juga jajanan tradisional perlu kita
pelajari cara pembuatannya serta memahami makna dari setiap hidangan pada
berbagai upacara kelahiran sampai kematian.
DAFTAR RUJUKAN

Herayati, Yetti et.al. 1984-1985. Makanan: Wujud, Variasi dan Fungsinya serta
Cara Penyajiannya pada Orang Sunda di Jawa Barat. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Anonim. 2015. Susunan Tata Cara Upacara Pernikahan di Jawa Barat.


https://salangit.wordpress.com/adat-istiadat-3/susunan-tata-cara-upacara-
nikah-adat-sunda/
Anonim. 2015. Hidangan Kesempatan Khusus Hari Keagamaan.
http://felinairawati20.blogspot.co.id/2016/10/hidangan-kesempatan-
khusus-hari.html
Anonim. Tanpa tahun. Upacara Tradisional Daerah Jawa Barat.
http://enpri.indonesiaheritage.org/uploads/ebook/150/files/mobile/index.h
tml#34. Hak Akses Publikasi Online : Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai