Anda di halaman 1dari 15

ILMU SOSIAL DAN

BUDAYA DASAR

CARA-CARA PENDEKATAN
SOSIAL BUDAYA DALAM PRAKTIK
KEBIDANAN
Kelompok III
1. A. Fatimah (PO713211191.051)
2. Eka Fitriani (PO713211191.054)
3. Fahdarini Zatkiyah (PO713211191.057)
4. Muliyah Nur Malasari (PO713211191.071)
5. Shilsy Srisugistin (PO713211191.091)

“ASPEK SOSIAL BUDAYA IBU HAMIL TRIMEST I, II, DAN III SUKU BATAK”

2
Suku batak memiliki berbagai macam ritual baik itu dari pernikahan,
kelahiran, kematian dan sebagainya. Kebiasaan- kebiasaan atau adat ini sudah
melekat pada masyarakat suku batak sejak dahulu kala hingga saat ini.
Mangirdak adalah tradisi tujuh bulanan suku Batak. Dimana prosesi ini
dilakukan di rumah keluarga pihak wanita. Biasanya ibu sang wanitalah yang
memasakkan makanan favorit anaknya, tapi ikan mas arsik sebagai makanan
tradisional harus ada dalam acara tersebut. Kemudian, sang ibu akan menyuapi
anaknya langsung sembari didoakan segala yang baik dan bermanfaat untuk
kehamilannya.

3
Mangirdak atau Mangganje, atau Mambosuri Boru, atau Manonggot
merupakan salah satu dari serangkaian upacara adat pada Suku Batak Toba
terhadap calon ibu yang usia kehamilannya sudah mencapai tujuh bulan.
Mangirdak jika diartikan dalam Bahasa Indonesia berarti memberikan
semangat kepada wanita yang menikah yang hendak melahirkan.
Tidak hanya kehamilan tujuh bulan saja, syarat Mangirdak adalah
dilaksanakan pada kehamilan pertama wanita yang telah menikah, atau
disebut juga dengan Buha Baju. Sebagai catatan, upacara ini biasanya
berlaku juga bagi pasangan yang jika salah satunya bukan berasal dari Suku
Batak. Misalnya pria bermarga Naibaho menikah dengan Boru Tionghoa,
atau bisa sebaliknya, lelaki dari Suku Jawa yang menikahi Boru Sitanggang.

4
Prosesinya sendiri yakni :

Selesai kebaktian, 2 keluarga berhadap-hadapan.


Bapak dari calon ibu memberikan ikan mas ditaruh di
meja. Keluarga yang lain memegang piring ikan mas
dengan posisi punggung tangan di atas seperti memegang
biasa. Keluarga dari suami memegang piring ikan mas
dengan posisi tangan terbuka seperti menerima. Setelah itu
calon ibu disuapi ikan mas ditambah nasi 3 kali.
Kemudian kedua orang tua dari calon ibu
memberikan Ulos Sipiritondi dan dimandikan atau
disirami kepalanya dengan beras. Orang tua dari laki-laki
menyerahkan babi utuh yang sudah di masak dan di atur
sedemikian rupa di atas piring. Setelah serah terima babi,
selanjutnya adalah acara potong tumpeng kuning.
5
Kain ulos ini mempunyai makna pemberian perlindungan dari segala cuaca dan
keadaan yang dipercayai oleh suku Batak. Tidak sembarang orang bisa mangulosi
atau memberi ulos. Biasanya yang mangulosi disebut dengan hula-hula atau orang-
orang yang dituakan dalam adat Batak. Ulos mempunyai corak dan motif yang juga
mempunyai makna-makna yang unik. Kain Ulos hanya mempunyai tiga warna dasar
yaitu merah, putih dan hitam.
Hal yang unik lagi dari rangkaian upacara adat Batak adalah upa-upa. Upa-upa
ini artinya pemberian doa. Upa-upa tidak hanya diacara pernikahan, bisa juga dalam
acara selamatan. Dalam upacara pernikahan adat Batak, acara upa-upa ini
menggunakan ikan mas yang hidup di air yang jernih dan mempunyai anak yang
banyak, mengandung makna agar pengantin menjadi keluarga yang bahagia dengan
mempunyai keturunan yang banyak. Upa-upa juga ada dalam acara selamatan atau
syukuran, untuk memberikan selamat pada kelahiran anak atau ketika anak dewasa
dan memperoleh pekerjaan.

6
U PA C A R A K E L A H I R A N D I S U K U B ATA K
a. Upacara menjelang kelahiran
Manusia berada di kandungan selama sembilan bulan, namun menurut keyakinan
suku batak pada zaman dahulu apalagi khususnya dengan Ugamo Malim, terjadinya
manusia menjalani rentan waktu selama dua belas bulan. Di dalam kandungan ibu hanya
sembilan bulan, dan menurut orang batak selama tiga bulan lagi berada di dalam
kandungan ayahnya.
Jika waktu untuk melahirkan sudah tiba maka sanak saudara mamanggil Sibaso
(dukun beranak). Sibaso akan memberikan obat agar si ibu tidak susah untuk melahirkan
yang disebut Salusu (satu butir telur ayam kampung yang terlebih dahulu didoakan
kemudian dihembus, kemudian dipecah lau diberikan kepada si ibu untuk ditelan. Daun ubi
rambat dan daun bunga raya direbus beserta air dari pancuran disaring lalu diminumkan
kepada si ibu mengarah ke bawah).

7
b. Upacara saat terjadi kelahiran
Ketika anak telah lahir, ayah dari si bayi itu akan membelah kayu secara demonstrative
walaupun kelahiran itu terjadi tengah alam. Kegiatan itu dilakukan di depan rumahnya dengan
menuimbulkan suara keras dan jendela rumah pun dibuka lebar-lebar dan asap pun membubung
dari perapian dapur. Inilah yang menjadi tanda bahwa ada terjadi kelahiran, sehingga warga
kampung merasa terpanggil untuk melihat kebahagiaan tersebut.
Setelah ibu melahirkan, Sibaso mengambil buah ubi rambat dan sisik bambu, lalu Sibaso
mematok tali pusat bayi dengan sisik bambu yang tajam dengan beralaskan buah ubi rambat
yang berukuran 3 jari dari bayi. Kemudian penanaman ari-ari bayi pada orang batak biasa
ditaman di tanah yang becek (sawah).
Suku batak meyakini bahwa ari-ari merupakan bagian atau saudara dari anak yang baru
lahir dimana akan ada lagi keturunan berikutnya sehingga ari-ari itu harus dijaga dengan baik
dimana tetap bersih dengan memasukkannya kedalam tandok kecil yang diayam dari pandan
bersama dengan 1 biji kemiri, 1 buah jeruk purut, dan tujuh lembar daun sirih.

8
Setelah bayi lahir, maka Sibaso memecahkan kemiri dan mengunyahnya kemudian
memberikannya kepada bayi, dengan tujuan membersihkan kotoran yang dibawa bayi dari
kandungan sekaligus membersihkan dalam saluran pencernaan makanan pertama yang disebut
Tilan (kotoran pertama). Apabila si bayi tersebut terus menangis, maka dia dimandikan dengan
bahan yang digunakan untuk memotong pusar tadi, yaitu kulit bambu, jeruk purut, dan ubi
rambat.
c. Upacara setelah kelahiran
1) Mangirdak: dalam suku batak apabila seorang putra batak menikah dengan dengan seorang
perempuan baik dari suku yang sama maupun yang beda, ada beberapa aturan atau
kebiasaan yang harus dilaksanakan. Seperti, orangtua dari istri disertai rombongan dari
kaum kerabat datang menjenguk putrinya dengan membawa makanan ala kadarnya ketika
menjelang kelahiran, hal ini disebut dengan istilah Mangirdak (membangkitkan semangat).
Makna spiritualitas yang terkandung adalah kewibawaan dari seorang anak laki-laki dan
menunjukkan perhatian dari orangtua si perempuan dalam memberikan semangat.

9
2) Pemberian Ulos Tondi: kerabat yang datang melilitkan
selembar ulos yang dinamakan ulos tondi, pemberian ulos
ini dilakukan setelah acara makan. Makna spiritualitas
yang terkandung adalah adanya keyakinan bahwa
pemberian ulos ini dapat memberikan ataupun
menguatkan jiwa kepada suami istri yang baru saja
mempunyai kebahagiaan dengan adanya kelahiran.
3) Mengharoani: sesudah lahir, ada kalanya diadakan lagi makan
bersama ala kadarnya di rumah keluarga yang berbahagia itu.
Yang dikenal dengan istilah mengharoani (menyambut tibanya
sang anak). Ada juga yang menyebutnya dengan istilah mamboan
aek si unte karena pihak hula-hula membawa makanan yang akan
memperlancar air susu sang ibu. Makna spiritualitas yang
terkandung adalah yaitu menunjukkan kedekatan dari hula-hula
terhadap si anak yang baru lahir dan juga terhadap si ibu maupun
ayah dari si anak itu.
4) Martutu Aek: pada hari ketujuh setelah bayi lahir, bayi tersebut dibawa ke pancur dan
dimandikan. Dalam acara inilah, sekaligus pembuatan nama yang dikenal dengan pesta
Martutu Aek yang dipimpin oleh pimpinan agama saat itu yaitu Ulu Punguan. Hal ini
telah ditentukan oleh Sibaso tersebut dan dilakukan pada waktu pagi-pagi waktu
matahari terbit kemudian sang ibu menggendong anaknya yang pergi bersama-sama
dengan rombongan para kerabatnya menuju ke suatu mata air dekat kampung mereka.
Setelah sampai disana, bayi dibaringkan dalam keadaan telanjang dengan alaskan kain
ulos. Kemudian Sibaso menceduk air lalu menuangkannya ke tubuh si anak, yang
terkejut karenanya dan menjerit tiba-tiba. Makna spiritualitas
yang terkandung adalah memberikan kekuatan kepada tubuh si anak yang lahir dimana
dengan adanya persembahan-persembahan kepada dewi air, sehingga si anak kelak
mempunyai daya tahan tubuh yang kuat dan tidak mudah terserang penyakit.

11
5) Mengallang Esek-esek: pihak keluarga akan memotong ayam dan memasak
nasi kemudian memanggil para tetangga sekaligus kerabat walaupun tengah
malam ataupun dini hari untuk diundang makan atau syukuran (dibantu
dengan tidakan demonstrative ayah si anak dengan membelah kayu).
Kemudian ibu-ibu sekampung pun segera berdatangan dengan anak-anak
mereka, ini juga bagian dari Mengharoani (menikmati makanan kedatangan).
Sementara itu selama tiga malam, para bapak bergadang atau ”melek-
lekkan” sambil berjudi. Ini bertujuan untuk menjaga bayi dan ibunya dari
kemungkinan ancaman karena setelah melahirkan, ibu dan bayi masih lemah.
Makna spiritualitas yang terkandung adalah sebagai ungkapan sukacita
terhadap warga yang sekampung dengan si anak yang baru lahir sehingga
warga kampung tahu ada kebahagiaan dalam suatu keluarga.

12
6) Mebat atau Mengebati: sesudah anak cukup kuat untuk dibawa berjalan-jalan maka
keluarga pun memilih hari untuk membawanya mengunjungi ompungnya (terutama
ompungbao) dan keluarga lain seperti tulang. Ketika melakukan kunjungan, keluarga ini
membawa makanan (memotong seekor babi) kepada ompung si bayi. Pada kesempatan ini
ompung bao dapat memberikan ulos parompa (ulos kecil untuk menggendong anak bayi).
Bagi komunitas kristen batak modern, tradisi mebat ini tentu baik untuk dipertahankan,
sebab makna yang terkandung dalam tradisi mebat ini adalah mendekatkan si anak secara
emosional kepada kerabatnya terutama ompungbao dan tulangnya. Hal inilah yang
menjadi makna spiritualitas yang terkandung dalam upacara Mebat.
7) Paias Rere: ada kalanya suatu keluarga muda tinggal dirumah atau kampung mertuanya
dan melahirkan anak disana. Ada kebiasaan pada zaman dahulu, keluarga mengadakan
jamuan paias rere (membersihkan tikar) untuk mertuanya sebagai tanda terima kasih atas
kesibukan mertua dalam mengurus bayi yang baru lahir, itulah makna spiritualnya.

13
8) Dugu-dugu: sebuah makanan cirri khas batak pada saat melahirkan, yang
diresep dari bangun-bangun, daging ayam, kemiri dan kelapa. Dugu-dugu ini
bertujuan untuk mengembalikan peredaran urat bagi si ibu yang baru
melahirkan, membersihkan darah kotor bagi ibu yang melahirkan, menambah
dan menghasilkan air susu ibu dan sekaligus memberikan kekuatan melalui asi
kepada anaknya.

Upacara tradisi Batak ini kelihatan rumit tetapi sarat makna dan menimbulkan rasa
keakraban yang muncul dari setiap ritualnya. Sehingga tak heran jika orang-orang Batak
yang masih memegang adat akan selalu mengenal keluarga dan saling menghormati dan
menyayangi satu dengan yang lainnya

14
Thank You
Any Question?

Anda mungkin juga menyukai