karena anak dianggap sebagai salah satu anugerah besar yang diberikan oleh Tuhan. Lahirnya
seorang anak selalu memberi kenangan tersendiri bagi kedua orang tuanya. Peristiwa ini pun
selalu menarik perhatian orang-orang di sekitarnya sehingga muncullah tradisi melayat bayi
(ngalayad orok). Melayat bayi adalah aktivitas yang dilakukan oleh para tetangga atau sanak
saudara setelah kelahiran bayi, yaitu dengan cara mengunjungi bayi yang baru lahir. Masyarakat
Sunda sudah lama melakukan tradisi ini dan tradisi ini pun masih dipertahankan.
Hal yang biasa diperbincangkan dalam tradisi melayat bayi adalah seputar mitos-mitos
kehamilan dan kelahiran bayi. Mitos adalah pengetahuan tradisional suatu masyarakat yang
diyakini kebenarannya secara turun-temurun tanpa memerhatikan nilai kebenarannya secara
empiris. Tradisi melayat merupakan salah satu media terjadinya transfer pengetahuan tradisional
suatu masyarakat dari generasi terdahulu ke generasi selanjutnya. Masyarakat Sunda, baik yang
tinggal di pedesaan maupun yang tinggal di perkotaan, masih memercayai mitos-mitos kelahiran
bayi. Namun, tampaknya kadar kepercayaan masyarakat Sunda yang tinggal di pedesaan
terhadap mitos ini lebih kuat daripada yang tinggal di perkotaan.
Bagi masyarakat Sunda sangat tabu untuk membuang begitu saja ari-ari bayi yang baru lahir.
Ari-ari bayi harus diperlakukan secara khusus atau dipulasara. Biasanya dukun beranaklah
(paraji) yang mengerjakannya. Pertama, ari-ari bayi dibersihkan dengan air panas dengan tujuan
agar anaknya kelak tidak kelihatan kucel atau caletre, misalnya anak selalu ingusan. Setelah
dibersihkan ari-ari tersebut dibungkus dengan kain putih beserta bumbu-bumbu dapur seperti
seperti bawang, cabe, garam, dan gula merah. Selanjutnya bungkusan kain putih tersebut
dimasukkan ke dalam pendil (kendi). Paket pendil dan bumbu-bumbunya biasanya tersedia di
tukang rampe di pasar-pasar tradisional. Pemberian bumbu-bumbu dapur ke dalam pendil
dipercaya dapat membuat bayi berbau wangi sehingga orang lain menyukai si bayi yang baru
lahir sedangkan kain putih melambangkan kesucian jabang bayi dari dosa dan harapan orang tua
kelak anaknya berperilaku bersih. Pendil yang berisi ari-ari dan bumbu-bumbu dapur dikubur
di dalam tanah diiringi dengan jampi-jampi paraji.
Di samping kuburan pendil sebaiknya ditanam pula jawer kotok dan hanjuang. Selain itu, di
atas pendil ditancapkan awi tamiang yang berfungsi sebagai saluran udara dan air. Jika anak
yang lahir adalah laki-laki sebaiknya ari-arinya dikubur di depan. Sebaliknya, jika anaknya
adalah perempuan ari-arinya dikubur di belakang atau di samping rumah. Anak laki-laki yang
ari-arinya dikubur di depan rumah diharapkan jika ia sudah berumah tangga dapat memimpin
keluarganya, sedang anak perempuan yang ari-arinya dikubur di belakang diharapkan dapat taat
kepada suaminya.
Ari-ari yang sudah dikubur di dalam pendil tidak begitu saja dibiarkan. Ari-ari perlu dirawat
agar ari-ari tidak berbelatung atau dikerubuti semut karena hal tersebut dipercaya menyebabkan
anak rewel, sakit-sakitan, dan lamanya puput atau putusnya sisa tali ari-ari di udel bayi. Setiap
hari ari-ari harus disiram air panas melalui awi tamiang yang ditancapkan di atas pendil.
Selanjutnya sebagai penjagaan dari roh-roh jahat seperti kunti, dedemit, atau dari orang yang
sedang mempelajari ilmu hitam dan mencegah bayi sakit-sakitan beberapa hal perlu dilakukan.
Sebagian orang percaya dengan menyulut kain samping yang digulung (dirara) seperti kita
menyulut obat nyamuk dapat membuat bayi aman dari gangguan roh jahat dan tercegah dari
berbagai penyakit. Kain yang telah disulut tersebut digantung di depan rumah sehingga asapnya
menyebar di pekarangan. Sebagian lainnya, mencegah gangguan roh jahat dengan cara
menyematkan bawang putih dan panglay di dada bayi. Ada pula yang membuat sawen yaitu
bumbu-bumbu dapur seperti bumbu dalam pendil yang ditusuki lidi seperti kita membuat sate.
Sate bumbu tersebut di letakkan di dalam kamar tempat bayi biasa tidur. Penjagaan lain
dilakukan dengan cara meletakkan sapu lidi kecil yang terdiri atas tujuh lidi di dekat kepala bayi.
Mitos lainnya adalah jangan membawa bayi keluar rumah setelah magrib karena bayi yang
baru lahir masih sangat berbau darah sehingga dapat menarik perhatian kuntilanak untuk
mencolek si bayi yang dapat mengakibatkan bayi rewel dan sakit-sakitan. Bayi jangan pernah
ditinggal atau tidur sendirian karena bayi dapat diajak bermain oleh roh-roh jahat. Bahkan, di
sebagian tempat banyak orang sengaja menunggui bayi dan ibunya. Jika ada yang mendengar
suara manuk koreak, bayi harus segera digendong. Burung koreak dipercaya sebagai representasi
hantu yang hendak menculik atau mengganggu bayi. Tidak hanya bayi yang diperlakukan
khusus, pakaiannya pun diperlakukan khusus, yaitu jangan menyimpan cucian baju bayi di
kamar mandi atau tidak boleh menyimpan pakaian bayi di luar rumah selepas magrib. Jika hal ini
dilakukan maka bayi akan sering mengamuk. Kemudian, ibu-ibu yang ingin anaknya amis budi
atau murah senyum biasanya mengusapkan cincin emasnya ke mulut bayi.
Ibu yang baru melahirkan dianjurkan juga melakukan beberapa hal di antaranya agar
tubuhnya segera pulih kembali seperti sedia kala dan agar peranakannya cepat kering. Ibu bayi
dianjurkan memotong ayam. Darah ayam yang baru dipotong dicoretkan di jidat si ibu dan
bayinya. Hal ini dipercaya dapat mengganti darah yang dikorbankan selama proses melahirkan
sehingga sang ibu bugar kembali dan si bayi pun dapat cepat menjadi bayi yang kuat. Memakan
cabe rawit (cengek) dan memakan nasi kuning dipercaya pula dapat memulihkan tenaga,
menguatkan lambung, dan memulihkan usus atau menurut istilah paraji ngolotkeun peujit.
Untuk mengeringkan peranakan ibu yang baru melahirkan dianjurkan memakan bawang putih
yang sudah direbus. Bawang putih yang direbus pun dipercaya dapat menjarangkan kelahiran.
Supaya teu tarorek atau khawatir terhadap cerita-cerita negatif tetangga sekitar, ibu yang baru
melahirkan dianjurkan memakan biji-bijian yang sudah digarang api. Seorang ibu yang baru
melahirkan dipantang pula untuk makan sambil menggendong bayi. Jika bayi kejatuhan makanan
si ibu maka hal ini akan mengakibatkan bayi menjadi rondel atau selalu ingin digendong.
http://www.balaibahasajabar.web.id/bli/index.php/artikel/64-mitos-mitos-kelahiran-
bayi-dalam-budaya-sunda
Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak
kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak
dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan
talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin. Sementara si ibu hamil
menjual rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi seperti air sisa dalam jajambaran,
belut, bunga, dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga. Setelah
rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.
4. Upacara Ekah
Sebetulnya kata ekah berasal dari bahasa Arab, dari kata aqiqatun anak kandung. Upacara
Ekah ialah upacara menebus jiwa anak sebagai pemberian Tuhan, atau ungkapan rasa syukur
telah dikaruniai anak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mengharapkan anak itu kelak menjadi
orang yang saleh yang dapat menolong kedua orang tuanya nanti di alam akhirat. Pada
pelaksanaan upacara ini biasanya diselenggarakan setelah bayi berusia 7 hari, atau 14 hari, dan
boleh juga setelah 21 hari. Perlengkapan yangb harus disediakan adalah domba atau kambing
untuk disembelih, jika anak laki-laki dombanya harus dua (kecuali bagi yang tidak mampu cukup
seekor), dan jika anak perempuan hanya seekor saja.
Domba yang akan disembelih untuk upacara Ekah itu harus yang baik, yang memenuhi syarat
untuk kurban. Selanjutnya domba itu disembelih oleh ahlinya atau Ajengan dengan pembacaan
doa selamat, setelah itu dimasak dan dibagikan kepada handai tolan.
5. Upacara Nurunkeun
Upacara Nurunkeun ialah upacara pertama kali bayi dibawa ke halaman rumah, maksudnya
mengenal lingkungan dan sebagai pemberitahuan kepada tetangga bahwa bayi itu sudah dapat
digendong dibawa berjalan-jalan di halaman rumah. Upacara Nurun keun dilaksanakan setelah
tujuh hari upacara Puput Puseur. Pada pelaksanaannya biasa diadakan pengajian untuk
keselamatan dan sebagai hiburannya diadakan pohon tebu atau pohon pisang yang digantungi
aneka makanan, permainan anak-anak yang diletakan di ruang tamu. Untuyk diperebutkan oleh
para tamu terutama oleh anak-anak.
6. Upacara Cukuran/Marhabaan
Upacara cukuran dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari segala
macam najis. Upacara cukuran atau marhabaan juga merupakan ungkapan syukuran atau terima
kasih kepada Tuhan YME yang telah mengkaruniakan seorang anak yang telah lahir dengan
selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat bayi berumur 40 hari.
Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan disertai perlengkapan
bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang digantungi perhiasan emas berupa kalung,
cincin atau gelang untuk mencukur rambut bayi. Pada saat itu mulailah para undangan berdoa
dan berjanji atau disebut marhaban atau pupujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw.
dan membacakan doa yang mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada saat
marhabaan itulah rambut bayi digunting sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat itu.
1. Upacara Gusaran
Gusaran adalah meratakan gigi anak perempuan dengan alat khusus. Maksud upacara Gusaran
ialah agar gigi anak perempuan itu rata dan terutama agar nampak bertambah cantik. Upacara
Gusaran dilaksanakan apabila anak perempuan sudah berusia tujuh tahun. Jalannya upacara,
anak perempuan setelah didandani duduk di antara para undangan, selanjutnya membacakan doa
dan solawat kepada Nabi Muhammad SAW. Kemudian Indung beurang melaksanakan gusaran
terhadap anak perempuan itu, setelah selesai lalu dibawa ke tangga rumah untuk disawer
(dinasihati melalui syair lagu). Selesai disawer, kemudian dilanjutkan dengan makan-makan.
Biasanya dalam upacara Gusaran juga dilaksanakan tindikan, yaitu melubangi daun telinga untuk
memasang anting-anting, agar kelihatannya lebih cantik lagi.
2. Upacara Sepitan/Sunatan
Upacara sunatan/khitanan dilakukan dengan maksud agar alat vitalnya bersih dari najis . Anak
yang telah menjalani upacara sunatan dianggap telah melaksanakan salah satu syarat utama
sebagai umat Islam. Upacara Sepitan anak perempuan diselenggarakan pada waktu anak itu
masih kecil atau masih bayi, supaya tidak malu. Upacara sunatan diselenggarakan biasanya jika
anak laki-laki menginjak usia 6 tahun. Dalam upacara sunatan selain paraji sunat, juga diundang
para tetangga, handai tolan dan kerabat..
Pada pelaksanaannya pagi-pagi sekali anak yang akan disunat dimandikan atau direndam di
kolam sampai menggigil (kini hal semacam itu jarang dilakukan lagi berhubung teknologi
kesehatan sudah berkembang), kemudian dipangku dibawa ke halaman rumah untuk disunat oleh
paraji sunat (bengkong), banyak orang yang menyaksikan diantaranya ada yang memegang ayam
jantan untuk disembelih, ada yang memegang petasan dan macam-macam tetabuhan sambil
menyanyikan marhaba. Bersamaan dengan anak itu disunati, ayam jantan disembelih sebagai
bela, petasan disulut, dan tetabuhan dibunyikan . Kemudian anak yang telah disunat dibawa ke
dalam rumah untuk diobati oleh paraji sunat. Tidak lama setelah itu para undangan pun
berdatangan, baik yang dekat maupun yang jauh. Mereka memberikan uang/ nyecep kepada anak
yang disunat itu agar bergembira dan dapat melupakan rasa sakitnya. Pada acara ini adapula yang
menyelenggarakan hiburan seperti wayang golek, sisingaan atau aneka tarian.
https://salangit.wordpress.com/adat-istiadat-3/upacara-adat-sunda/
ada juga babarit: upacara yng diselenggarakan ketika wanita hamil 7 bulan
http://lanlanrisdiana.blogspot.com/2013/02/makalah-suku-dan-budaya-sunda.html
http://fahsya-diary.blogspot.com/2013/12/nilai-budaya-dan-adat-istiadat-jawa.html
http://khusnul-mylive.blogspot.com/2009/09/pengaruh-kepercayaan-tradisional-
bagi.html