Anda di halaman 1dari 7

Pada masa anak-anak

syukuran tedak siten


Tedak berarti turun, dan siten berasal dari kata siti , yang berarti tanah. Dalam tradisi
Jawa, saat seseorang menginjakkan kakinya pada bumi, Sang Ibu Pertiwi, untuk
pertama kalinya, amatlah penting.
Upacara ini dilakukan pada saat bayi berumur pitung lapan , atau 7 lapan, atau 7 X
35 hari, dijatuhkan pada hari weton si bayi; jika bayi lahir pada Senin Kliwon , maka
tedak sitennya dilaksanakan pada Senin Kliwon juga.
Uba rampe yang disiapkan adalah:
1. Jadah (ketan sudah dimasak, lalu ditumbuk), 7 warna, yaitu: hitam, merah,
putih, kuning, biru, hijau, dan ungu. Setiap warna, ditempatkan dalam piring
kecil, lalu ditempatkan membentuk garis lurus menuju kurungan ayam.
2. Tangga yang dibuat dari tebu wulung (kulitnya berwarna wulung , ungu),
dengan 9 anak tangga; tangga ini disandarkan pada kurungan ayam. Dipilih
angka 9, karena merupakan angka maksimum. Tebu wulung merupakan
singkatan ‘ante ping kalbu wu juding lelung an’.
3. Kurungan ayam, yang dihias secukupnya, di dalamnya berisi barang
kebutuhan sehari-hari, misalnya alat tulis, uang, mainan anak, dan
sebagainya
4. Kembang setaman , dimasukkan ke dalam bokor yang berisi air.
5. Beras kuning yang dicampur uang receh (koin)
6. Tumpeng, bubur abang putih , dan jajan pasar
Urutan upacara adalah seperti berikut.

1. Dengan dituntun ibunya (Jawa dititah atau ditetah ), si bayi menginjakkan kaki
pada jadah aneka warna, menuju tangga tebu wulung , langsung menaiki
tangga itu. Upacara menginjak jadah aneka warna ini melambangkan, bahwa
si ibu mendidik anaknya mengarungi samudera kehidupan yang beraneka
warna; si ibu juga membimbing anaknya menaiki tangga tebu, agar anaknya
mampu meningkatkan harkat dan martabatnya..
2. Kurungan ayam dibuka, si bayi dimasukkan ke dalamnya, lalu kurungan
ditutup lagi. Biarkan si bayi mengambil barang-barang atau permainan yang
ada di dalamnya. Benda apa yang diambil si bayi, dianggap apa yang menjadi
cita-citanya. Jika si bayi mengambil uang, dianggap ia akan bekerja di bank,
jika mengambil alat tulis, dianggap ia akan menjadi cerdik pandai.
3. Setelah itu,bayi dimandikan atau cuci muka dengan air kembang setaman.
4. Beras kuning ditaburkan, di sekitar kurungan. Para tamu boleh merebut atau
mengambil uang recehnya. Ini melambangkan, semoga setelah dewasa, si
bayi mempunyai sifat dermawan, suka memberi.
5. Terakhir adalah kembul bujono.

Pada syukuran-syukuran itu, lazimnya disajikan nasi tumpeng, bubur merah putih,
dan jajan pasar. Setelah doa, tumpeng dimakan bersama. Ada juga yang
mengirimkan nasi gudangan ke tetangga.

7. Khitanan
Zaman dulu, ada yang dinamakan tetesan , yaitu memotong sebagian klitoris organ
kelamin anak perempuan, pada saat dia berumur 8 tahun (1 windu). Lalu, berubah,
yang diiris hanya kunyit. Sekarang, tampaknya tradisi ini sudah hilang sama sekali.
Jika tetesan dilakukan pada anak perempuan, maka khitanan (sunatan ) dilakukan
pada anak laki-laki. Umur anak yang dikhitan bervariasi; ada orang tua yang
mengkhitan anak lelakinya pada umur 4 tahun; ada juga yang menyerahkan kepada
anaknya kapan mau dikhitan.
Ada yang menterjemahkan kata ‘khitanan’ menjadi ‘meng-islam-kan’. Sebenarnya,
tradisi khitan bukan hanya ada pada orang Islam, orang Yahudi juga melakukan
tradisi ini. Khitanan adalah memotong kulup (praeputium ) yang ada di ujung alat
kelamin anak laki-laki. Khitanan ini baik bagi kesehatan karena alat kelamin menjadi
selalu bersih.
Khitanan dapat dilakukan oleh juru khitan, atau dukun sunat; sekarang dilakukan
oleh petugas medis (dokter), dan paramedis (mantri). Di kota-kota, dijumpai ‘khitan
center’.
Khitanan dapat dilakukan di rumah, di rumah sakit, klinik, atau khitan center.
Bahkan, ada juga khitanan masal.
Ada berbagai variasi upacara khitan; ada yang sekedar ke klinik, lalu pulang,
selesai. Ada juga yang lebih rumit; anaknya memakai pakaian kejawen (dari
blangkon sampai nyampingan), ada acara sungkeman, dan sebagainya.
Kiranya, urutan upacara dan ramainya upacara khitanan, tergantung pada orang tua
si anak.

http://st300852.sitekno.com/article/68647/upacara-sejak-ibu-hamil-sampai-anak-khitanan.html
KEHAMILAN MENURUT ADAT JAWA

Advertisements

ADAT ISTIADAT JAWA PADA MASA KEHAMILAN DAN KELAHIRAN ANAK

A. Pengertian Kebudayaan

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya merupakan suatu pola hidup menyeluruh.
budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-
Determinism.

Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma


sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan
lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan
cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu
yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat
dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

B. Pengertian Adat Istiadat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat didefinisikan sebagai aturan (perbuatan) yang lazim
diturut atau dilakukan sejak dahulu kala. Adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas
nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan yang lainnya berkaitan
menjadi satu sistem atau kesatuan. Sementara istiadat didefinisikan sebagai adat kebiasaan. Dengan
demikian, adat istiadat adalah himpunan kaidah-kaidah sosial yang sejak lama ada dan telah menjadi
kebiasaan (tradisi) dalam masyarakat. Sebagai contoh, dalam masyarakat Jawa terdapat adat istiadat
untuk melakukan upacara Selapanan ketika seorang bayi telah berumur 40 hari. Upacara ini sudah
menjadi kebiasaan masyarakat Jawa sejak lama.

C. Adat Istiadat Jawa Pada Masa Kehamilan dan Kelairan Anak

Macam-Macam Upacara Adat Jawa Saat Prosesi Kehamilan

Kehamilan merupakan masa-masa yang tidak terlupakan bagi seorang ibu, di adat Jawa terdapat
beberapa upacara saat prosesi kehamilan yang sudah turun-temurun diwariskan oleh nenek
moyang, upacara-upacara tersebut antara lain sebagai berikut:

Upacara Tiga Bulanan Upacara ini dilaksanakan pada saat usia kehamilan adalah tiga bulan. Di usia
ini roh ditiupkan pada jabang bayi, biasanya upacara ini dilakukan berupa tasyakuran.

Upacara Tingkepan natau Mitoni Upacara tingkepan disebut juga mitoni, berasal dari kata “pitu”
yang berarti tujuh, sehingga upacara mitoni dilakukan pada saat usia kehamilan tujuh bulan, dan
pada kehamilan pertama.

Dalam pelaksanaan upacara tingkepan, ibu yang sedang hamil tujuh bulan dimandikan dengan air
kembang setaman, disertai dengan doa-doa khusus. Berikut ini adalah tata cara pelaksanan upacara
tingkepan antara lain:

Siraman dilakukan oleh sesepuh sebanyak tujuh orang. Bermakna mohon doa restu supaya suci lahir
dan batin. Setelah upacara siraman selesai, air kendi tujuh mata air dipergunakan untuk mencuci
muka, setelah air dalam kendi habis, kendi dipecah.

Memasukkan telur ayam kampong ke dalam kain (sarung) calon ibu oleh suami melaluo perut
sampai pecah, hal ini merupakan harapan supaya bayi lahir dengan lancar tanpa suatu halangan.
Berganti nyamping sebanyak tujuh kali secara begantian, disertai kain putih. Kain putih sebagai dasar
pakaian pertama, yang melambangkan bayi yang akan dilahirkan adalah suci, dan mendapat berkah
dari Tuhan YME. Diiringi dengan pertanyaan “sudah pantas atau belum” sampai ganti enam kali
dijawab oleh ibu-ibu yang hadir “belum pantas” sampai yang terakhir ke tujuh kali dengan kain
sederhana dijawab “pantas”. Adapun nyamping yang dipakaikan secara urut dan bergantian
berjumlah tujuh dan diakhiri dengan motig yang paling sederhana, urutannya adalah sebagai
berikut:

Sidoluhur

Sidomukti

Truntum

Wahyu Tumurun

Udan Riris

Sido Asih

Lasem sebagai kain

Dringin sebagai kemben

D. Beberapa Pantangan Dalam Prosesi Kehamilan Adat Jawa

Berikut ini adalah pantangan bagi calon ibu dan calon ayah menurut tradisi Jawa, antara lain sebagai
berikut:

Ibu hamil dan suaminya dilarang membunuh binatang, sebab jika itu dilakukan bisa menimbulkan
cacat pada janin sesuai dengan perbuatannya itu.

Membawa gunting kecil / pisau / benda tajam lainnya di kantung baju si ibu agar janin terhindar dari
marabahaya.

Ibu tidak boleh keluar malam, karena banyak roh jahat yang akan mengganggu janin.

Ibu hamil dilarang melilitkan handuk di leher agar anak yang dikandungnya tidak dililit tali pusar.

Ibu hamil tidak boleh benci kepada sesorang secara berlebihan, nanri anaknya jadi mirip seperti
orang yang dibenci tersebut.

Ibu hamil tidak boleh makan pisang yang dempet, nanti anaknya jadi kembar siam.

“Amit-amit” adalah ungkapan yang harus diucapkan sebagai “dzikir”-nya orang hamil ketika melihat
peristiwa yang menjijikan, mengerikan, mengecewakan dan sebagainya sebagai harapan janin
terhindar dari kejadian tersebut.

Ngidam adalah prilaku khas perempuan hamil yang menginginkan sesuatu, makanan atau sifat
tertentu terutama diawal kehamilannya. Jika tidak dituruti maka anaknya akan mudah
mengeluarkan air liur.
Dilarang makan nanas, nanas dipercaya dapat menyebabkan janin dalam kandungan gugur.

Jangan makan ikan mentar agar bayi tidak bau amis.

Untuk sang ayah dilarang mengganggu, melukai, bahkan membunuh hewan. Contohnya memancing,
membunuh hewan, memburu, dan lain-lain.

Serta masih banyak pantangan-pantangan lain yang harus dihindari oleh calon ibu maupun ayah.
Namun sebenarnya pantangan-pantangan tersebut dapat dinalar apabila ditelaah menurut ilmu
pengetahuan, hanya saja beberapa kemungkinan tidak tertuju langsung dengan keberlangsungan
hidup si jabang bayi kelak.

E. Macam-Macam Upacara Adat Untuk Bayi

Bukan hanya pada saat kehamilan saja upacara adat atau ritual dilaksanakan. Ketika bayi itu pun
lahir masih ada ritual dan upacara adat. Upacara ini pun berlangsung hingga si anak menginjak usia
satu tahun. Namun, pelaksanaan upacaara ini dilaksanakan hanya di usia tertentu saja, berikut jenis-
jenis upacara adat Jawa yang berkaitan dengan kelahiran anak.

Upacara Adat Barokahan

Barokahan memiliki makna adalah pengungkapan rasa syukur dan rasa sukacita atas kelahiran yang
berjalan lancar dan selamat. Ditinjau dari maknanya barokahan juga bisa berarti mengharapkan
berkah dari Yang Maha Pencipta.

Tujuan dari upacara ini adalah untuk keselamatan dan perlindungan bagi sang bayi. Selain itu
harapan bagi sang bayi agar kelak menjadi anak yang memiliki prikaku yang baik.

Rangkaian upacara ini berupa memendam ari-ari atau olasenta bayi. Setelah itu dilanjunkan dengan
membagikan sesajen barokahan kepada sanak saudara dan para tetangga.

Upacara Adat Sepasaran atau Pupuk Pusar

Sepasaran merupakan salah satu upacara adat bagi bayi berumur lima hari. Upacara ini umumnya
diselengarakan secara sederhana, tetepi jika bersamaan dengan pemberian nama pada si bayi
upacara ini bisa dilakukan secara meriah.

Acara ini biasanya dilaksanakan dengan mengadakan hajatan yang mengundang saudara dari
tetangga. Suguhan yang disajikan biasanya berupa minuman serta jajanan pasar. Selain itu juga
terkadang pula ada yang dibungkus tapi menggunakan besek (tempat makanan terbuat dari
anyaman bambu) ataupun lainnya untuk dibawa pulang
Upacara Adat Selapan

Dalam bahasa Jawa, selapan berarti tiga puluh lima hari. Tradisi ini dilakukan pada peringatan hari
kelahiran. Setelah 35 hari dari hari dimana bayi dilahirkan, maka diadakan perayaan dengan nasi
tumpeng, jajan pasar dan berbagai macam makanan sebagai symbol dari makna-makna yang tersirat
dalam tradisi Jawa.

Namun dalam perkembangannya, saai ini selapan sebagai ungkapan syukur atas kesehatan dan
keselamatan bayi, diwujudkan cukup dengan nasi tumpeng beserta lauk seadanya. Kemudian
mengundang tetangga untuk kendurenan (selamatan), berdoa besama-sama dan diujung acara,
tumpeng dibagi rata untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Selapansebagai harapan orang tua dan
keluarga agar bayi selalu sehat, jauh dari marabahaya, dan apa yang diharapkan bisa terlaksana.

Upacara Adat Mudhun Siti

Upacara ini dilakukan untuk bayi yang telah berusia 7 bulan. Di Yogyakarta, upacara ini disebut
dengan tedhan siten. Upacara ini sebagai pelambang bahwa si anak telah siap untuk menjalani hidup
lewat tuntunan dari si orang tua. Acara ini dilaksanakan pada saat anak berumur 7selapanatau 245
hari. Prosesi upacaranya adalah tedhak sega pitung warna, mudhun tangga tebu, ceker0ceker, sebar
udik-udik, dan siraman.

https://satrialokajaya.wordpress.com/2016/08/14/adat-istiadat-jawa-pada-masa-kehamilan-dan-
kelahiran-anak/amp/

Anda mungkin juga menyukai