Anda di halaman 1dari 5

UPACARA WETONAN DALAM SUKU JAWA

Kategori: Upacara Adat


Elemen Budaya: Ritual
Provinsi: Jawa Tengah
Asal Daerah: Jawa Tengah dan Sekitarnya

Upacara Padha Weton adalah upacara yang dilakukan ketika hari kelahiran dan pasaran dari
bayi yang lahir tersebut sama dengan hari kelahiran dan pasaran orang tuanya, bisa Bapak
atau Ibu. Sebagai contoh si bayi lahir di hari Kamis dengan pasaran Legi, begitu pula dengan
bapaknya. Upacara ini berasal dari Pulau Jawa, terutama daerah Jawa Tengah dan disebut
demikian karena padha berarti ‘sama’ dalam Bahasa Jawa sedangkan weton ialah kombinasi
dari hari dan pasaran Jawa (Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan Pahing.) Akan tetapi, upacara ini
kini sudah jarang dilakukan oleh masyarakat Jawa.

Menurut kepercayaan orang Jawa apabila terjadi padha weton, hal ini akan membawa nasib
buruk karena diyakini bayi tersebut bila sudah tumbuh dewasa akan menjadi orang yang
kasar, galak, dan durhaka kepada orang tuanya. Upacara ini dilaksanakan ketika si anak
masih bayi dan diawali dengan melakukan Upacara Mbucal Bayi (membuang bayi) kemudian
dilanjutkan dengan Upacara Tebusan.

Dari berbagai sumber, Upacara Mbucal Bayi adalah upacara yang dilakukan dengan cara
membuang si bayi tersebut secara simbolis oleh kedua orang tuanya ke pluruhan (tempat
pembuangan sampah) menggunakan ikrak dan selanjutnya ditemukan oleh saudara dari
pihak bapak atau ibu bayi tersebut untuk diurus seperti anak sendiri atau menjadi orang tua
angkat bayi tersebut.

Untuk mengambil kembali bayi tersebut, orang tua bayi harus menyiapkan tukon berupa
tebusan/mahar uang sejumlah yang telah disepakati sebelum dilaksanakan Upacara Mbucal
Bayi. Upacara ini disebut Upacara Tebusan. Upacara Tebusan dipimpin oleh
pinisepuh upacara adat dan dimulai dengan bapak si bayi memberikan sejumlah uang yang
kemudian oleh ayah angkat si bayi tersebut, uang itu diletakkan diatas tanah yang
digunakan untuk memendam ari-ari bayi itu. Disisi lain, ibu si bayi menerima anaknya dari
ibu angkat bayi dan kemudian bisa dibawa pulang ke rumah oleh kedua orang tuanya.

Namun, ada segelintir orang Jawa yang percaya bahwa bayi tersebut baru dapat bisa dibawa
pulang ke rumah ketika sudah dewasa atau sudah dikhitan oleh orang tua angkatnya.
Apabila bayi tersebut berjenis kelamin perempuan, baru dapat dibawa pulang apabila sudah
nggarap sari (akhil baligh) atau sudah menikah.

Dalam tradisi Jawa, seseorang harus dibuatkan selametan weton minimal sekali selama
seumur hidup. Namun akan lebih baik dilakukan paling tidak 3 minggu sekali. Mitosnya,
seseorang yang sering mengalami kesialan, selalu mengalami kejadian buruk, biasanya
dilakukan Selametan weton selama 7 kali berturut-turut ketika pas hari dan weton orang
tersebut. Dengan begitu kesialan akan segera menghilang dan berganti menjadi
keberuntungan serta keberkahan hidup.
Sampai sekarang tradisi seperti ini masih saja dilakukan banyak orang keturunan jawa, baik
yang tinggal di desa maupun para elit yang sudah ada di kota besar. Terlepas dari itu semua,
banyak manfaat yang bisa didapatkan ketika melakukan selamatan weton.

Manfaat dan tujuan Selamatan weton adalah untuk “ngopahi sing momong”, karena
masyarakat Jawa percaya dan memahami jika setiap orang ada yang momong (pamomong)
atau “pengasuh dan pembimbing” secara metafisik. Pengasuh tersebut bertugas selalu
membimbing dan mengarahkan agar seseorang tidak salah langkah.

Faktor – factor penyebab masyarakat melakukan bancakan weton


Adanya anggapan masyarakat, seperti :
· Anak yang sering dibuatkan bancakan biasanya hidupnya lebih terkendali.
· Hidupnya lebih berkualitas dan bermutu.
· Dalam menjalani sesuatu hal lebih hati-hati.
· Tindakan anak tidak liar dan ceroboh.
· Dan jarang sekali mengalami sial.
· berbagi nikmat dengan sesama juga mengikat tali persaudaraan.
· Untuk mempertahankan tradisi yang turun menurun.

Tatacara Wetonan suku jawa

Setiap anak baru lahir, orang tuanya membuat bancakan weton pertama kali biasanya pada
saat usia bayi menginjak hari ke 35 (selapan hari). Bancakan weton dapat dilaksanakan tepat
pada acara upacara selapanan atau selamatan ulang weton yang pertama kali. Anak yang
sering dibuatkan bancakan weton secara rutin oleh orangtuanya, biasanya hidupnya lebih
terkendali, lebih berkualitas atau bermutu, lebih hati-hati, tidak liar dan ceroboh, dan jarang
sekali mengalami sial. Bahkan seorang anak yang sakit-sakitan, sering jatuh hingga
berdarah-darah, nakal bukan kepalang, setelah dibuatkan bancakan weton si anak tidak lagi
sakit-sakitan, dan tidak nakal lagi.

Nasi Tumpeng Putih


Beras dimasak (nasi) untuk membuat tumpeng. Perkirakan mencukupi untuk minimal 7
porsi. Setelah nasi tumpeng selesai dibuat dan di doakan, lalu dimakan bersama sekeluarga
dan para tetangga. Jumlah minimal orang yang makan usahakan 7 orang, semakin banyak
semakin baik, misalnya 11 orang, 17 orang. Porsi nasi tumpeng boleh dibagi-bagikan ke para
tetangga.

Maknanya, dimakan 7 orang dengan harapan mendapat pitulungan yang berlipat tujuh. Jika
11 orang, berharap mendapat kawelasan yang berlipat sebelas. 17 berharap
mendapat pitulungan lan kawelasanberlipat 17. Namun hal ini hanya sebagai harapan saja,
perkara terkabul atau tidak hal itu menjadi “hak prerogatif” Tuhan.

7 Macam Sayuran

Sayur kacang panjang dan kangkung (harus ada), kubis, kecambah/tauge yang panjang,
wortel, daun kenikir, bayam, dll. Semuanya harus 7 macam, kemudian seluruh sayuran
direbus sampai masak, tetapi jangan sampai terlalu matang.

Arti 7 mengandung sinergisme harapan akan mendapat pitulungan (pertolongan) Tuhan.


Kacang panjang dan kangkung tidak boleh dipotong-potong, biarkan saja memanjang apa
adanya. Maknanya adalah doa panjang rejeki, panjang umur, panjang usus (sabar), panjang
akal.

Telur Ayam

Jumlah telur bisa 7, 11, atau 17 butir anda bebas menentukannya. Telur ayam direbus lalu
dikupas kulitnya.

Maknanya ; jumlah telur 7 (pitu), 11 (sewelas), 17 (pitulas) bermaksud sebagai doa agar
mendapatkan pitulungan (7), atau kawelasan (11), atau pitulungan dan kawelasan (17).

Bumbu Urap

Jika yang diberi Selametan weton masih usia kanak-kanak sampai usia sewindu (8 tahun)
bumbunya tidak boleh pedas (mitosnya, agar si bayi tidak nakal dan bisa diatur). Usia lebih
dari 8 tahun bumbu urap/gudangannya boleh pedas. Maknanya : bumbu pedas
menandakan bahwa seseorang sudah berada pada rentang kehidupan yang sesungguhnya.
Kehidupan yang penuh manis, pahit, dan getir. Hal ini melambangkan falsafah Jawa yang
mempunyai pandangan bahwa pendidikan kedewasaan anak harus dimulai sejak dini. Pada
saat anak usia lewat sewindu sudah harus belajar tentang kehidupan yangs sesungguhnya.
Karena usia segitu adalah usia yang paling efektif untuk sosialisasi, agar kelak menjadi orang
yang pinunjul, mumpuni, perilaku utama, bermartabat dan bermanfaat bagi sesama
manusia, seluruh makhluk, lingkungan alamnya.
Empat macam polo-poloan, Makanan Jajan Pasar, Kembang Setaman, Uang logam, bubur
abang putih, Kopi, teh dan Wewangian.

Tujuan Diadakannya Acara Wetonan

Pada umumnya, manfaat dan tujuan dari acara wetonan ini adalah untuk “ ngopahi sing
momong “, karena masyarakat Jawa tersebut percaya dan memahasmi bahwa setiap orang
yang memomong ( pamomong ) atau “ pengasuh dan pembimbing “ secara metafisik.

Pengasuh tersebut juga bertugas untuk selalu membimbing dan mengarahkan agar tidak
sa;ah langkah. Inilah tujuan utama dari acara wetonan tersebut.

Pelengkapan Upacara

 Pluruhan (tempat sampah) yang dibuat sedemikian rupa sehingga tidak akan
mengganggu kesehatan anak/bayi kelak;
 Ikrak (alat untuk membuang sampah) yang bersih;
 Kembang Setaman, yaitu 7 macam bunga yang diletakkan di suatu tempat (biasanya
bokor yang telah berisi air). Ketujuh macam bunga itu harus diusahakan mempunya
tujuh warna, kalaupun kebetulan tidak bisa tujuh warna, paling tidak sedikitnya harus
ada 3 warna yang cerah, yaitu warna merah, warna putih dan warna kuning;
 Lampu Teplok (lampu jaman dulu dimana nyalanya dari sumbu yang dibakar dan
berbahan bakar minyak tanah);
 Kemudian takir (wadah untuk makanan yang dibuat dari daun pisang) yang isinya
berupa ; nasi bucu dan urap serta lauknya, jajan pasar, pala pendem, jenang sengkala,
bubur merah dan bubur putih. Semua itu diletakkan di tempat yang nantinya akan
digunakan sebagai tempat menanam ari-ari (saudara tua dari si anak) serta ditambah
kembang boreh, uang untuk tebusan yang ditaruh di dalam cepuk / bokor kecil,
 Nasi tumpeng dengan lauknya gudhangan yang dilengkapi dengan telur dan ayam
jantan yang dipanggang, masing-masing sebanyak 7 buah;
 Jenang abang (bubur dari beras yang diberi gula merah), jenang putih (bubur dari
beras putih). kupat luar, lepet dan iwel-iwel;
 Pala pendhem, yang terdiri dari bermacam-macam ubi-ubian antara lain : ubi jalar, ubi
kayu, ketela rambat, talas, kentang, gembili dan sebagainya;
 Jajan pasar yang terdiri dari beberapa macam makanan kecil yang biasa dijual di
pasar, antara lain : tiwul, canthel, kacang tanah, kerupuk dan sebagainya.
 Kembang boreh (tiga bunga yang berwarna putih) yang terdiri dari mawar, pandan
dan kenanga;
 Beras kuning yang dibuat dari beras yang diberi pewarna kunyit;
 Kinang dan pisang ayu (pisang raja 2 sisir);

Anda mungkin juga menyukai