Dongeng Asal Usul Danau Toba - Toba...! Toba...! Toba....!!! Ayo kita ke
ladang. Hari telah siang! Tak lama Toba keluar dari rumah panggungnya
membawa jala, cangkul dan peralatan lain. Toba menghampiri Parlin
sahabatnya. Ayo, kita pergi kawan! Toba berkata dengan semangat.
Toba dan Parlin tinggal di pedalaman bagian utara pulau Sumatra. Mereka
hidup dari bertani dan menjala ikan di sungai.
Hari itu Toba memutuskan menjala ikan. Dengan semangat, Toba menebar
jaring ke dalam sungai. Setelah menunggu beberapa lama, Toba menarik
jala. Oh... seekor ikan besar, berwarna emas sangat indah, terperangkap di
sana. Toba sangat girang. Dengan hati-hati Toba meraih ikan itu seraya
memasukkannya ke dalam wadah.
Esok paginya Toba bekerja seperti biasa. Pemuda yatim-piatu itu sangat
rajin. Hasil panen padinya kali ini sangat baik, buah dar ketekunannya.
Seusai memanen padi, Toba merasa lelah dan lapar. Ia pun beranjak pulang
untuk bersantap siang.
Ketika sudah di dalam rumah Toba, sangat heran. Lauk-pauk telah terhidang
di atas meja bambu. Aroma masakannya sungguh harum. Belum sirna rasa
herannya, Toba melihat seorang wanita bersimpuh dekat perapian. Wanita
itu sangat cantik. Rambutnya hitam legam panjang terurai. Wajahnya bak
bulan purnama. Dengan rasa takjub Toba menghampiri.
Hah...! Bagaimana mungkin? Toba semakin heran. Kanda telah lama aku
memohon kepada Sang Pemilik Hidup, agar aku berubah menjadi manusia
dan pria yang menemukanku hendaklah menikah denganku, kata si wanita
menjelaskan sambil terisak. Mendengar penuturan wanita itu, Toba sangat
terharu.
Kanda harus bersumpah. Kelak jika kita mempunyai anak, kanda tidak boleh
mengatakan bahwa dia anak ikan!
Karena jarang santap siang, tubuh Toba menjadi kurus dan lemah. Samosir
juga sangat nakal. Dia suka memukul teman sepermainannya hingga
menangis jika kehendaknya tidak dituruti. Nasehat ayah dan ibunya tidak
pernah dihiraukan. Namun, Toba tetap sabar terhadap kelakuan Samosir
yang tidak terpuji.
Saat itu cuaca sangat terik. Toba sangat lelah. Peluh bercucuran pada
wajahnya yang tirus. Panen jagung saat itu berhasil baik. Sambil menunggu
Samosir mengantar santap siang, Toba duduk di bawah pohon jambu yang
rindang.
Samosir, mengapa isi bungkusan ini hanya tinggal tulang-tulang ikan? tanya
Toba kepada anaknya. Wajahnya tampak gusar.
Ayah. Tadi aku merasa sangat lapar dan haus, hingga aku memakannnya,
jawab Samosir.
Tetapi ayah, tadi aku sungguh lapar. Makanan yang disediakan tak cukup
bagiku karena ayah pelit. Ayah sungguh pelit! Samosir berteriak pada
ayahnya.
Melihat tingkah anaknya yang semakin tidak sopan, Toba pun murka.
Tiba-tiba langit mendung, lalu hujan turun sangat deras, petir menyambar-
nyambar, guruh menggelegar. Si wanita lenyap, kembali ke alamnya. Dari
bekas telapak kakinya memancar mata air besar, menggenangi daratan luas
hingga menjadi danau luas dan indah. Danau Toba.