Pada suatu malam, tanpa menderita sakit terlebih dahulu Putri Sedaro Putih meninggal dunia.
Keesokan harinya, keenam saudaranya menjadi gempar dan meratapi adik kesayangannya itu.
Mereka menguburkannya tidak jauh dari rumah kediaman mereka.
Seperti telah diceritakan oleh Putri Sedoro Putih. Di tengah pusaranya tumbuh sebatang pohon
asing. Mereka belum permah melihat pohon seperti itu. Pohon itu mereka pelihara dengan penuh
kasih sayang seperti merawat Putri Sedaro Putih. Pohon itu mereka beri nama Sedaro Putih.
Disamping pohon itu, tumbuh pula pohon kayu kapung yang sama tingginya dengan pohon
Sedaro Putih. Pohon itu pun dipelihara sebagai pohon pelindung .
Lima tahun kemudian. Pohon Sedaro Putih mulai berbunga dan berbuah. Jika angin berhembus,
dari dahan kayu kapung selalu memukul tangkai buah Sedaro Putih sehingga menjadi memar dan
terjadilah peregangan. Sel-sel yang mempermudah air pohon Sedaro Putih mengalir ke arah
buah.
Pada suatu hari, seorang saudara Sedaro Putih berziarah ke kuburan itu. Ia beristirahat
melepaskan lelah sambil memperhatikan pohon kapung selalu memukul tangkai buah pohon
Sedaro Putih ketika angin berhembus. Pada saat itu, datang seekor tupai menghampiri buah
pohon Sedaro putih dan menggigitnya sampai buah itu terlepas dari tangkainya. Dari tangkai
buah yang terlepas itu, keluarlah cairan berwarna kuning jernih. Air itu dijilati tupai sepuas
-puasnya. Kejadian itu diperhatikan saudara Sedaro Putih sampai tupai tadi pergi meninggalkan
tempat itu.
Saudara sedaro putih mendekati pohon itu. Cairan yang menetes dari dari tangkai buah
ditampungnya dengan telapak tangan lalu dijilat untuk mengetahui rasa air tangkai buah itu.
Ternyata, air itu terasa sangat manis. Dengan muka berseri ia pulang menemui saudarasaudaranya. Semua peristiwa yang telah disaksikannya, diceritakan kepada saudara-saudaranya
untuk dipelajari. Cerita itu sungguh menarik perhatian mereka.
Lalu mereka pun sepakat untuk menyadap air tangkai buah pohon sedaro putih. Tangkai buah
pohon itu dipotong dan airnya yang keluar dari bekas potongan ditampung dengan tabung dari
seruas bambu yang disebut tikoa. Setelah sutu malam, tikoa itu hampir penuh. Perolehan pertama
itu mereka nikmati bersama sambil berbincang bagaimana cara memperbanyak ketika berziarah
ke kubur putri sedaro putih.
Tikoa tabung yang di buat dari seruas bambu
Urutanya sebagai berikut. Pertama, menggoyang goyang kan tangkai buah pohon Sedaro Putih
seperti dilakukan oleh angin. Lalu memukul tangkai buah itu dengan kayu kapung seperti yang
terjadi ketika kayu kapung dihembus angin. Akhirnya, mereka memotong tangkai buah seperti
dilakukan oleh tupai. Tabung bambu pun digantungkan disana.
Buah Sedaro Putih yang di kenal sebagai beluluk di tanah rejang
Ternyata, hasilnya sama dengan sadapan pertama. Perolehan mereka semakin hari semakin
banyak karena beberapa tangkai buah yang tumbuh dari pohon Sedaro Putih sudah
mendatangkan hasil.
Akan tetapi, timbul suatu masalah bagi mereka, karena air sadapan itu akan masam jika disimpan
terlalu lama. Lalu, mereka sepakat untuk membuat suatu percobaan dengan memasak air sadapan
itu sampai kental. Air yang mengental itu didinginkan sampai keras membeku dan berwarna
kekuningan.
Semenjak itu, pohon Sedaro Putih dijadikan sumber air sadapan yang manis. Pohon itu kini
dikenal sebagai pohon enau atau pohon aren. Air yang keluar dari tangkai buah dinamakan nira,
sedangkan air nira yang dimasak sampai mengental dan membeku disebut gula merah.
*****
Keterangan :
Pohon enau atau pohon aren termasuk pohon yang banyak jasanya bagi manusia. Oleh karena
itu, untuk memuliakannya banyak versi lain kisah legenda yang berkembang di nusantara tentang
asal mula pohon enau ini, salah satunya Putri Sedaro Putih yang berasal dari cerita rakyat suku
Rejang. Daerah kediaman suku Rejang saat ini mayoritas wilayahnya masuk propinsi Bengkulu
meskipun beberapa daerahnya yang lain masuk Propinsi Sumatera Selatan, Lampung dan Jambi.
Manfaat pohon enau atau pohon aren antara lain sebagai berikut :
1. Buahnya (disebut beluluk atau kolang kaling) dapat dibuat manisan yang lezat atau campuran
kolak.
2. Ijuk di buat sapu, tali untuk mengikat kerbau, keset kaki, atap dan kuas cat, dan dapat
digunakan juga sebagai atap rumah.
3. Tulang daunnya dibuat sapu lidi dan se
nik (tempat meletakkan kuali atau periuk)
Disadur dari :
Arsip Blog Tanah Rejang : http://rejang-lebong.blogspot.com
Cerita lisan Bapak M. Halimi Habib, lahir di Curup 28 Juli 1942, pernah menjadi guru SMPN 1
Curup (1968-1975)
Cerita rakyat dari Bengkulu, Jakarta Grasindo 1993
http://www.zonamobile.net/forums/index.php?
action=viewtpc,6565&sid=AQk0IWRiXLY&page=87
Credit photo oleh author Curup Kami dari desa Sindang Jati