Anda di halaman 1dari 4

TUGAS

KETERAMPILAN MENYIMAK

DISUSUN OLEH:
SESTI OKTARINA
A1A022083

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
LENGENDA POHON ENAU
Kisah Putri Sedaro Putih – Asal Mula Pohon Aren (Legenda Bengkulu)

Cerita ini berasal dari Suku Rejang, Bengkulu Utara. Dahulu kala di sebuah desa
terpencil, hiduplah 7 orang bersaudara. Nasib mereka sungguh malang, mereka sudah
menjadi yatim piatu semenjak si bungsu lahir. Tujuh saudara itu terdiri dari enam orang
laki-laki dan seorang perempuan. Si bungsu itulah yang perempuan, namanya Putri sedoro
Putih.
Pada zaman dahulu di sebuah desa terpencil hiduplah tujuh orang bersaudara yang
terdiri dari enam kakak laki-laki dan satu adik perempuan bernama Putri Sedaro Putih.
Mereka bertujuh menjadi yatim piatu sejak si bungsu, adik perempuannya lahir. Mereka
hidup bertani dengan menggarap sebidang tanah di tepi hutan. Si bungsu sangat dicintai
keenam kakaknya. Mereka selalu berusaha melindungi si bungsu dari segala sesuatu yang
akan membahayakan dirinya. Pada suatu malam Putri Sedaro Putih bermimpi sedang
didatangi oleh seorang laki-laki tua yang mengatakan bahwa ia adalah kakek dari tujuh
bersaudara tersebut. Ia memberitahu kepada si bungsu bahwa ajalnya telah mendekat. Oleh
karena itu, ia dinasihati agar mempersiapkan diri. Lalu dikabarkan bahwa dari pusaranya
nanti akan tumbuh sebatang pohon yang belum pernah ada pada masa itu, yang akan
memberi banyak manfaat untuk umat manusia.
Putri Sedaro Putih sangat terkesan akan mimpi tersebut sehingga setiap hari ia selalu
terbayang akan kematiannya. Tubuhnya menjadi kurus dan pucat karena sangat jarang
makan dan minum. Hal tersebut membuat saudara sulung memperhatikan perubahan adik
bungsunya. La mencoba menghiburnya dengan menanyakan apa sebab adiknya sampai
bersedih hati seperti itu. Kemudian Putri Sedaro Putih menceritakan perihal mimpi yang
dialaminya beberapa waktu yang lalu. Ia mengatakan jika mimpi tersebut benar, maka ia
rela berkorban demi kebahagiaan orang banyak.
Hari demi hari berlalu hingga mimipi tersebut terlupakan oleh Putri Sedaro Putih. La
kembali menjadi pribadi yang periang dan rajin membantu pekerjaan rumah. Namun pada
suatu malam, tanpa menderita sakit terlebih dahulu Putri Sedaro Putih meninggal dunia.
Keesokan harinya, keenam saudaranya menjadi gempar dan meratapi adik kesayangannya
tersebut. Mereka menguburkannya tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Suatu ketika, di
tengah pusaranya tumbuh sebatang pohon asing. Mereka belum pernah melihat pohon
tersebut sebelumnya. Pohon tersebut mereka pelihara dengan sangat baik seperti halnya
merawat adik bungsunya, dan diberi nama Pohon sedaro putih. Di samping pohon tersebut,
menyertai pohon kayu kapung yang sama tinggi dengan pohon sedaro putih. Lima tahun
kemudian, pohon sedaro putih mulai berbunga dan berbuah. Jika angin berembus, dahan
kayu kapung selalu memukul tangkai buah sedaro putih sehingga menjadi memar dan
terjadilah peregangan sel-sel yang mempermudah air pohon sedaro putih mengalir ke arah
buah.
suatu hari, seorang saudara Putri Sedaro Putih pergi berziarah ke pusara adiknya. La
beristirahat sejenak sambil memperhatikan pohon kapung yang selalu memukul tangkai
buah pohon sedaro putih ketika angin berembus. Pada saat itu, datang seekor tupai
menghampiri buah pohon sedaro putih dan menggigitnya sampai buah itu terlepas dari
rangkaiannya. Dari tangkai buah yang terlepas, keluarlah cairan berwarna kuning jernih
yang kemudian dijilat oleh tupai. Kejadian tersebut diperhatikan saudara Putri Sedaro Putih
sampai tupai tadi pergi meninggalkan tempat itu. Kemudian saudara Putri Sedaro Putih
mendekati pohon dan segera menampung cairan yang menetes dari tangkai buah dengan
telapak tangan lalu dijilat untuk mengetahui rasa air tangkai buah itu. Rupanya air tersebut
terasa sangat manis. Dengan muka berseri, ia pulang menemui saudara-saudaranya. Semua
peristiwa yang telah disaksikannya, diceritakan kepada saudara-saudaranya untuk
dipelajari. Lalu mereka pun sepakat untuk menyadap air tangkai buah pohon sedaro putih.
Tangkai buah pohon itu dipotong dan air yang keluar dari bekas potongan ditampung
dengan tabung dari seruas bambu yang disebut tikoa. Setelah satu malam, tikoa itu hampir
penuh, dan mereka nikmati bersama sambil merencanakan bagaimana cara memperbanyak
hasil sadapan nanti. Mereka pun sepakat untuk menyadap tangkai buah yang lain. Agar
pekerjaan itu tidak gagal, mereka melakukan berdasarkan urutan kejadian yang disaksikan
oleh saudaranya ketika berziarah ke kubur Putri Sedaro Putih. Pertama, menggoyang-
goyangkan tangkai buah pohon sedaro putih seperti dilakukan oleh angin. Lalu, memukul
tangkai buah itu dengan kayu kapung seperti yang terjadi ketika kayu kapung diembus
angin. Kemudian mereka memotong tangkai buah seperti dilakukan oleh tupai. Tabung
bambu pun digantungkan di atasnya, dan hasilnya sama dengan sadapan pertama.
Perolehan mereka semakin hari semakin banyak karena beberapa tangkai buah yang
tumbuh dari pohon sedaro putih sudah mendatangkan hasil. Akan tetapi, timbul suatu
masalah bagi mereka karena air sadapan itu akan masam jika disimpan terialu lama. Lalu,
mereka sepakat untuk membuat suatu percobaan dengan memasak air sadapan itu sampai
kental. Air yang mengental itu didinginkan sampai keras membeku dan berwarna coklat
kekuningan. Semenjak itu, pohon sedaro putih disebut pohon enau atau pohon aren. Air
pohon yang keluar dari tangkai buah dinamakan nira, sedangkan air nira yang dimasak
sampai mengental dan membeku disebut gula merah.

Anda mungkin juga menyukai