Anda di halaman 1dari 10

Dongeng/Tujuh Anak Lelaki

Alkisah, di sebuah kampung di daerah Nanggroe Aceh Darussalam, ada sepasang suami-
istri yang mempunyai tujuh orang anak laki-laki yang masih kecil. Anakyang paling tua berumur
sepuluh tahun, sedangkan yang paling bungsu berumur dua tahun. Untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka, sepasang suami-istri itu menanam sayur-sayuran untuk dimakan sehari-hari dan
sisanya dijual ke pasar. Meskipun serba pas-pasan, kehidupan mereka senantiasa rukun, damai,
dan tenteram.
Pada suatu waktu, kampung mereka dilanda musim kemarau yang berkepanjangan. Semua
tumbuhan mati karena kekeringan. Penduduk kampung pun mulai kekurangan makanan.
Persediaan makanan mereka semakin hari semakin menipis, sementara musim kemarau tak
kunjung usai. Akhirnya, seluruh penduduk kampung menderita kelaparan, termasuk keluarga
sepasang suami-istri bersama tujuh orang anaknya itu.
Melihat keadaan tersebut, sepasang suami-istri tersebut menjadi panik. Tanaman sayuran
yangselama ini menjadi sumber penghidupan mereka tidak lagi tumbuh. Sementara mereka tidak
mempunyai pekerjaan lain kecuali menanam sayur-sayuran di kebun. Mereka sudah berpikir
keras mencarijalan keluar dari kesulitan tersebut, namun tidak menemukan jawabannya.
Akhirnya,mereka bersepakat hendak membuang ketujuh anak mereka ke sebuah hutan yang
letaknya jauh dari perkampungan.
Pada suatu malam, saat ketujuh anaknya sedang tertidur pulas, keduanya bermusyawarah untuk
mencari cara membuang ketujuh anak mereka. “Bang! Bagaimana caranya agar tidak ketahuan
anak-anak?”tanya sang Istri bingung.
“Besok pagi anak-anak kita ajak pergi mencari kayu bakar ke sebuah hutanyang letaknya cukup
jauh. Pada saat mereka beristirahat makan siang, kita berpura-pura mencari air minum di
sungai,” jelas sang Suami.
“Baik, Bang!” sahut sang Istri sepakat.
Tanpa mereka sadari, rupanya anak ketiga mereka yang pada waktu itu belum tidur mendengar
semua pembicaraan mereka. Keesokan harinya, sepasang suami-istri itu mengajak ketujuh
putranya ke hutan untuk mencari kayu bakar. Sesampainya di hutan yang terdekat, sang Ayah
berkata kepada mereka:
“Anak-anakku semua! Sebaiknya kita cari hutan yang luas dan banyak pohonnya, supaya kita
bisa mendapatkan kayu bakar yang lebih banyak lagi,” ujar sang Ayah.
“Baik, Ayah!” jawab ketujuh anak lelaki itu serentak.
Setelah berjalan jauh, sampailah mereka di sebuah hutan yang amat luas. Alangkah gembiranya
mereka, karena di hutan itu terdapat banyak kayu bakar. Mereka pun segera mengumpulkan kayu
bakar yang banyak berserakan. Ketika hari menjelang siang, sang Ibu pun mengajak ketujuh
anaknya untuk beristirahat melepas lelah setelah hampir setengah hari bekerja.
Pada saat itulah, sepasang suami istri itu hendak mulai menjalankan recananya ingin
meninggalkan ketujuh anak mereka di tengahhutan itu. “Wahai anak-anakku! Kalian semua
beristirahatlah di sini dulu. Aku dan ibu kalian ingin mencari sungai di sekitar hutanini, karena
persediaan air minum kita sudah habis,” ujar sang Ayah.
“Baik, Ayah!” jawab ketujuh anak itu serentak.
“Jangan lama-lama ya,Ayah... Ibu...!’” sahut siBungsu.
“Iya, Anakku!” jawab sang Ibu lalu pergi mengikuti suaminya.
Sementara itu, setelahmenunggu beberapa lama dan kedua orangtua mereka belum juga kembali,
ketujuh anak itu mulai gelisah. Mereka cemas kalau-kalau kedua orangtua mereka mendapat
musibah. Akhirnya, si sulung pun mengajak keenam adiknya untuk pergi menyusul kedua
orangtua mereka. Namun, sebelum meninggalkan tempat itu, anak ketiga tiba-tiba angkat bicara.
“Abang! Tidak ada gunanya kita menyusulayah dan ibu. Mereka sudah pergi meninggalkan kita
semua,” kata anak ketiga. “Apa maksudmu, Dik?” tanya si Sulung.
“Tadi malam, saat kalian sudah tertidur nyenyak, aku mendengar pembicaraan ayah danibu.
Mereka sengaja meninggalkan kita di tengah hutan ini, karena mereka sudah tidak sanggup lagi
menghidupi kita semuaakibat kemarau panjang,” jelas anak ketiga.
“Kenapa hal ini baru kamu ceritakan kepada kami?” tanya anak kedua.
“Aku takut ayah dan ibu murka kepadaku, Bang,” jawab anak ketiga.
Akhirnya ketujuh anakitu tidak jadi pergi menyusul kedua orangtuanya, apalagi hari sudah mulai
gelap.Mereka pun segera mencari tempat perlindungan dari udara malam. Untungnya, tidak jauh
dari tempat mereka berada, ada sebuah pohon besar yang batangnya berlubang seperti gua.
Mereka pun beristirahat dan tidur di dalam lubang kayu itu hingga pagi hari.
“Bang! Apa yang haruskita lakukan sekarang? Ke mana kita harus pergi?” tanya si anak kedua.
“Kalian tunggu di sini! Aku akan memanjat sebuah pohon yang tinggi. Barangkali dari atas
pohon itu aku dapat melihat kepulan asap. Jika ada, itu pertanda bahwa di sana ada
perkampungan,” kata si Sulung.
Ternyata benar, ketikaberada di atas pohon, si Sulung melihat ada kepulan asap dari kejauhan. Ia
pun segera turun dari pohon dan mengajak keenam adiknya menuju ke arah kepulan asap
tersebut.Setelah berjalan jauh, akhirnya sampailah mereka di sebuah perkampungan. Alangkah
terkejutnya mereka ketika melihat sebuah rumah yang sangat besar berdiri tegak di pinggir
kampung.
“Hei lihatlah! Besar sekali rumah itu,” seruanak keempat.
“Waaahhh... jangan-jangan itu rumah raksasa,” sahut anak keenam.
Baru saja kata-kata itu terlepas dari mulutnya, tiba-tiba terdengar suara kerasdari dalam rumah
itu meminta mereka masuk ke dalam rumah. Beberapa saat kemudian, penghuni rumah itu pun
keluar. Rupanya, dia adalah raksasa betina.
“Hei, anak manusia! Kalian siapa?” tanya Raksasa Betina itu.
“Kami tersesat, Tuan Raksasa! Orang tua kami meninggalkan kami di tengah hutan,”jawab si
Sulung.
Mendengar keteranganitu, tiba-tiba si Raksasa Betina merasaiba kepada mereka. Ia pun segera
mengajak mereka masuk ke dalam rumahnya, lalu menghidangkan makanan dan
minumankepada mereka. Oleh karena sudah kelaparan, ketujuh anak itu menyantap makanan
tersebut dengan lahapnya.
“Habiskan cepat makanan itu, lalu naik ke atas loteng! Kalau tidak, kalian akan dimakan oleh
suamiku. Tidak lama lagi ia datang dari berburu,” ujar Raksasa Betina.
Oleh karena takut dimakan oleh Raksasa Jantan, mereka pun segera menghabiskan makanannya
lalu bergegas naik ke atas loteng untuk bersembunyi. Tidak lama kemudian, Raksasa Jantan pun
pulang dari berburu. Ketika membuka pintu rumahnya, tiba-tiba ia mencium bau makanan enak.
“Waaahhh... sedapnya!” ucap raksasa jantan sambil menghirup bau sedap itu.
“Bu! Sepertinya ada makanan enak di rumah ini. Aku mencium bau manusia. Di mana kamu
simpan mereka?” tanya Raksasa Jantan kepada istrinya.
“Aku menyimpan mereka di atas loteng. Tapi mereka masih kecil-kecil. Biarlah kitatunggu
mereka sampaiagak besar supaya enak dimakan,” jawab Raksasa Betina.
Si Raksasa Jantan pun menuruti perkataan istrinya. Selamatlah ketujuh anak itu dari ancaman
Raksasa Jantan. Keesokan harinya, ketika si Raksasa Jantan kembali berburu binatang ke hutan,
si Raksasa Betina pun segera menyuruh ketujuh anak lelaki itu pergi. Namun, sebelum mereka
pergi, ia membekali mereka makanan seperlunya selama dalam perjalanan. Bahkan, si Raksasa
Betina yang baik itu membekali mereka dengan emas dan intan.
“Bawalah emas dan intan ini, semoga bermanfaat untuk masa depan kalian,” kata Raksasa
Betina.
“Terima kasih, Raksasa Jantan! Tuan memang raksasa yang baik hati,” ucap si Sulung seraya
berpamitan.
Setelah berjalan jauh menyusuri hutan lebat,menaiki dan menuruni gunung, akhirnya tibalah
mereka di tepi pantai. Mereka pun segera membuat perahu kecil lalu berlayar mengarungi lautan
luas. Setelah beberapa lama berlayar, tibalah mereka di sebuah negeri yang diperintaholeh
seorang raja yang adil dan bijaksana. Di negeri itumereka menjual semuaemas dan intan
pemberian raksasa kepada seorang saudagar kaya. Hasil penjualan tersebut, mereka gunakan
untukmembeli tanah perkebunan. Masing-masing mendapat tanah perkebunan yang cukup luas.
Ketujuh bersaudara itusangat rajin bekerja dan senantiasa saling membantu.
Beberapa tahun kemudian, mereka puntelah dewasa. Berkat kerja keras selama bertahun-tahun,
akhirnya mereka memiliki harta kekayaan yang banyak. Kemudian masing-masing dari mereka
membuat rumah yang cukup bagus. Ketujuh lelaki itu pun hidup damai, tenteram dan sejahtera.
Pada suatu hari, si Bungsu tiba-tiba teringat dan merindukan kedua orangtuanya. Ia pun segera
mengundang keenam kakaknya datang ke rumahnya untuk bersama-sama pergi mencari kedua
orangtua mereka.
“Maafkan aku, Kakakku semua! Aku mengundang kalian ke sini, karena ingin mengajak kalian
untukpergi mencari ayah dan ibu. Aku sangat merindukan mereka, dan aku yakin, merekapasti
masih hidup,” ungkap si Bungsu kepada saudara-saudaranya.
“Iya, Adikku! Kami jugamerasakannya seperti itu. Kami sangat rindu kepada ayah dan ibu yang
telah melahirkan kita semua,” tambah anak keenam. “Baiklah kalau begitu! Besok pagi kita
bersama-sama pergi mencari mereka. Apakah kalian setuju?” tanya si Sulung. “Setuju!” jawab
keenam adiknya serentak.
Keesokan harinya, berangkatlah ketujuh orang bersaudara itu mencari kedua orangtua mereka.
Setelah berlayar mengarungi lautan luas, tibalah mereka disebuah pulau. Di pulau itu, mereka
berjalan dari satu kampung ke kampung lain. Sudah puluhan kampung mereka datangi, namun
belum juga menemukannya. Hingga pada suatu hari, mereka pun menemukan kedua orangtua
mereka di sebuah kampung dalam keadaan menderita. Ketujuh orang bersaudara itu sangat sedih
melihat kondisi kedua orangtua mereka. Akhirnya, mereka membawa orangtua mereka ke tempat
tinggal mereka untuk hidup dan tinggal bersama di rumah yang bagus.
Sejak itu, kedua orangtua itu berkumpul kembali danhidup bersama denganketujuh orang
anaknya. Mereka senantiasa menyibukkan diri beribadah kepada Tuhan Yang Mahakuasa.
Segala keperluannya sudah dipenuhi oleh ketujuh orang anaknya yang sudah cukup kaya.
Dongeng Nenek Pakande

Alkisah, ada nenek sakti bernama Pakande yang suka menculik anak-anak. Warga pun
ketakutan. Namun, ada pemuda bernama La Beddu yang pemberani. Ia mengajak warga untuk
menangkap Nenek Pakande. Ia akan berpura-pura menjadi Raja Bangkung Pitu Reppo Rawo
Ale, raja raksasa yang ditakuti oleh Nenek Pakande.

La Beddu meminta warga untuk menyiapkan garu, busa sabun, kura-kura, belut, batu besar, dan
kulit rebung. Ia menata batu besar di depan rumah, sehingga seperti anak tangga raksasa.
Kemudian, ia meletakkan belut di depan rumah. Ia juga membuat pengeras suara memakai kulit
rebung. Setelahnya, La Beddu bersembunyl di loteng.

Ganti hari, para warga menaruh bayi di suatu rumah pada malam hari. Tak berapa lama, Nenek
Pakande datang dan menghampiri bayi tersebut. Tiba-tiba, ada suara menggelegar menegur
Nenek Pakande. "Aku adalah Raja Bangkung Pitu Reppo Rawo Ale, mau apa kamu ke sini!"

Lalu, La Beddu menumpahkan air busa, garu, dan kura-kura. Nenek Pakande mengira itu ludah,
sisir, dan kutu sang Raja. Ia ketakutan dan lari keluar rumah. Namun, ia menginjak belut,
sehingga jatuh dan terluka parah. Sayang, Nenek Pakande dapat bangun dan melarikan diri.
Hingga sekarang, cerita Nenek Pakande digunakan oleh warga Sulawesi Selatan untuk menakuti-
nakuti anak-anak agar mereka tidak keluar setelah hari mulai gelap.
Dongeng Si Penakluk Rajawali

Dahulu, ada seorang raja di Sulawesi Selatan yang memiliki tujuh orang putri. Konon, jika
memiliki 7 orang anak, salah satunya harus dipersembahkan kepada seekor Rajawali Raksasa
agar keluarga istana terhindar dari mala petaka.

Hal tersebut membuat sang raja sedih dan memutuskan untuk membuka sayembara. Siapa saja
yang berhasil menaklukan Rajawali, jika ia laki-laki maka akan dinikahkan dengan salah satu
putrinya. Apabila ia perempuan, maka akan diangkat menjadi anggota keluarga.

Oleh karena itu, banyak warga yang berbondong-bondong untuk menyelamatkan putri kerajaan.
Namun, tidak ada satupun yang mampu mengalahkan Rajawali.

Saat Rajawali Raksasa mendekat dan hendak memakan sang putri, datanglah seorang pemuda
yang menyelamatkannya dengan seutas tali dan badik. Ia pun sukses menikam dan membunuh
Rajawali. Sang putri pun akhirnya selamat dan bisa kembali ke kerajaan dengan perasaan lega
dan tenang.

Sayangnya, pemuda itu lantas pergi dan tidak datang untuk meminta upahnya. Oleh karenanya,
raja pun membuka kembali sayembara untuk menemukan penakluk rajawali tersebut.

Oleh sebab itu, banyak sekali warga yang mengaku-ngaku telah menyelamatkan sang putri.
Untungnya, sang putri masih mengenali wajah laki-laki yang telah menyelamatkannya. Ia pun
berhasil menemukan penyelamatnya tersebut.

Raja pun bertanya, “kenapa kamu tidak datang ke kerajaan, untuk menagih janji atas
keberhasilanmu menyelematkan anakku?” Anak laki-laki itu pun menjawab, “aku
menyelematkan sang putri bukan karena hadiahnya, tapi hamba tulus. Kalaupun baginda raja
ingin menikahkan kami, hamba ingin semua itu berdasarkan permintaan sang putri.”

Sang putri pun mengatakan jika ia telah menyukai laki-laki tersebut sejak awal bertemu. Pada
akhirnya, mereka hidup bersama dan bahagia selamanya.
Dongeng Timun Mas

Di Jawa Tengah, hiduplah sepasang suami istri yang hidup sederhana tapi bahagia. Hanya saja,
mereka belum dikaruniai seorang anak. Setiap malam mereka berdoa memohon kepada Tuhan
Yang Maha Esa agar diberikan momongan.

Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk datang ke gua menemui raksasa. Konon, raksasa
tersebut bisa memberikan keturunan untuk pasangan suami tersebut.

Benar saja, selang beberapa saat setelah memohon, mereka diberikan sebuah biji-bijian
mentimun, yang nantinya akan tumbuh seorang anak didalamnya. Tetapi raksasa memberikan
satu syarat, jika nanti anak tersebut sudah berumur 17 tahun, raksasa akan mengambilnya untuk
dijadikan makanan.

Pasangan suami istri tersebut merawat pohon mentimun dengan kasih sayang. Beberapa saat
kemudian tumbuhlah buah timun berwarna keemasan. Setelah dibuka, terdapat bayi cantik
didalamnya dan mereka menamainya Timun Mas.

Tahun demi tahun berlalu, Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dan menawan.
Ibu dari Timun Mas pun mulai khawatir, karena sebentar lagi anak kesayangannya akan berusia
17 tahun dan pastinya raksasa jahat akan mengambilnya.

Untuk itu, ia berpesan pada Timun Mas untuk lari dari raksasa tersebut dan memberinya sebuah
benda ajaib dalam kantong. Benda tersebut adalah garam, cabai, dan biji-bijian mentimun.

Pada saat raksasa mengejarnya, Timun Mas melemparkan benda ajaib tersebut secara bergantian
kepadanya . Hingga akhirnya, ia berhasil membunuh raksasa tersebut. Ia pun kembali ke pelukan
ibu dan ayahnya.
Dongeng Legenda Telaga Bidadari

Alkisah, ada seorang pemuda tampan bernama Awang Sukma yang tinggal di hutan. Ia adalah
penguasa daerah hutan tersebut.

Pada suatu hari, Awang mendengar suara wanita dari telaga. Ternyata di telaga tersebut ada 7
orang bidadari cantik yang sedang mandi. Awang mengintip bidadari tersebut dari balik semak-
semak dan mengambil salah satu dari selendangnya.

Ketika selesai mandi, para bidadari tersebut mengambil selendangnya dan kembali ke
khayangan. Namun, si bungsu tidak bisa kembali karena selendangnya diambil oleh Awang
Sukma. Ia pun ditinggalkan oleh keenam kakaknya.

Saat itu, Awang keluar dari persembunyiannya dan membujuk si bungsu untuk tinggal
bersamanya. Karena takut sendirian, ia pun memutuskan tinggal bersama Awang.

Sesampainya di rumah, Awang menyembunyikan selendang milik putri bungsu di balik lumbung
padi. Hal tersebut ia lakukan lantaran tidak ingin bidadarinya memutuskan untuk kembali ke
khayangan.

Setelah lama tinggal bersama, mereka akhirnya memutuskan untuk menikah dan dikaruniai satu
orang anak. Kehidupan mereka sangatlah bahagia dan berkecukupan. Namun, kebahagiaan itu
mulai surut ketika si putri bungsu menemukan selendangnya saat akan mengambil padi di
lumbung.

Ia merasa sangat sedih dan kecewa atas kebohongan Awang selama ini. Dengan berat hati, ia
memutuskan untuk kembali ke khayangan dan meninggalkan Awang serta anaknya. Namun, ia
berjanji akan sering kembali ke bumi untuk menengok putri kesayanganya.

Awang pun menyesal atas perbuatannya selama ini. Ia kini tinggal berdua dengan anaknya dalam
rasa penyeselan yang mendalam.

Oleh karena itu, hingga kini telaga yang ada di Kalimantan Selatan tersebut dinamai dengan
Telaga Bidadari. Cerita rakyat di atas merupakan salah satu contoh dari kumpulan cerita rakyat
nusantara dan legenda yang sarat akan pesan moral.
Dongeng legenda Gunung Bromo

Alkisah, pada jaman dahulu hiduplah seorang pemuda bernama Joko Seger yang jatuh hati
kepada Roro Anteng. Mereka pun menjalin kasih dan memutuskan untuk segera menikah.
Sayangnya, niat tersebut terrhambat oleh orang jahat nan sakti yang ingin merebut Roro Anteng.

Tetapi Roro tidak berani melakukan penolakan karena merasa khawatir jika terjadi hal buruk
yang mungkin akan dilakukan orang jahat tersebut. Gadis cantik itu pun kemudian membuat
sebuah persyaratan. Ia menyuruh orang sakti itu untuk membuat lautan di Bromo dalam waktu
semalam.

Sayangnya, pria jahat itu menyanggupinya dan berusaha membuat sumur di Gunung Bromo
menggunakan tempurung kelapa atau dalam bahasa Jawa disebut dengan batok. Demi
menggagalkan usahanya, Roro Anteng memukulkan alu padi untuk membangunkan para ayam
agar mereka segera berkokok.

Untungnya, usaha tersebut berhasil dan pria jahat itu pun kalah karena ia belum berhasil
membuat lautan. Itulah alasan kenapa Gunung Bromo berbentuk tumpul.

Merasa marah dan mengamuk, ia melemparkan batok kelapa yang digunakan dan sekarang
menjadi Gunung Batok. Setelah itu, Roro Anteng kembali ke pelukan Joko Seger. Mereka pun
hidup bahagia selamanya.

Legenda Gunung Bromo merupakan salah satu dari kumpulan cerita rakyat nusantara yang bisa
dikisahkan untuk anak Anda. Pasalnya, selain untuk memperkenalkan sejarah pada buah hati
Anda, juga untuk mengajarkan nilai moral yang ada pada cerita itu.

Salah satu pesan moral yang bisa dipetik adalah janganlah memaksakan kehendak. Seperti
halnya yang dilakukan oleh pria jahat dalam kisah di atas. Ia berusaha merebut Roro Anteng
yang jelas-jelas sudah memiliki calon suami, Joko Seger.

Tetapi ia tetap ingin mempersunting Roro Anteng meskipun hal tersebut tidaklah mudah. Hal
tersebut bisa Anda ajarkan untuk si kecil untuk tidak memaksakan kehendak atau keinginannya.
Dongeng Legenda Kawah Sikidang Dieng

Pada zaman dahulu, berdiri sebuah kerajaan nan mewah dan indah. Salah satu putri di kerajaan
tersebut bernama Shinta Dewi. Ia terkenal akan kecantikannya yang luar biasa bak bidadari,
sehingga banyak pangeran yang ingin mempersuntingnya.

Salah satu pangeran yang ingin melamarnya adalah Kidang Garungan. Pangeran tersebut
terkenal akan kekayaannya yang luar biasa, hampir semua kemewahan dimilikinya. Selain itu, ia
juga terkenal memiliki kesaktian. Mengetahui akan hal tersebut, Putri Shinta Dewi pun setuju
menikah dengan Kidang Garungan. Meskipun sebelumnya Shinta belum pernah bertemu Kidang,
ia tetap yakin atas keputusannya untuk menikah dengan pangeran kaya raya tersebut.

Pada saat prosesi pernikahan tersebut akan dilangsungkan, Shinta Dewi terkejut melihat wajah
Pangeran Kidang. Walaupun berbadan sangat kuat dan tegar, ternyata wajahnya menyerupai
kepala kijang jantan.

Dalam hati, Shinta Dewi ingin menggagalkan pernikahan tersebut tetapi merasa keputusannya itu
akan mempengaruhi kejayaan kerajaanya. Oleh karena itu, Shinta membuat persyaratan yang
kiranya sulit untuk dilakukan oleh pangeran Kidang. Permintaan itu adalah membuat sumur yang
sangat dalam dan besar.

Namun, pangeran Kidang menyetujui hal tersebut. Dengan semangat yang menggebu, ia
berusaha membuat sumur yang besar tersebut. Ditengah usahanya, Shinta Dewi memerintah para
prajuritnya untuk menutup kembali lubang sumur itu dengan tanah.

Pangeran Kidang pun terkubur dalam tanah tersebut. Dengan kekuatannya yang luar biasa, ia
berusaha keluar dari timbunan tanah tersebut hingga menimbulkan getaran dan permukaan tanah
menjadi panas.

Tetapi, usahanya tersebut sia-sia, ia tidak sanggup lagi keluar dari timbunan tanah tersebut.
Tanah yang bergetar dan menyebabkan permukaanya menjadi panas tersebut kemudian
dinamakan dengan Kawah Sikidang. Atas perbuatan jahat dari Shinta Dewi ke Pangeran Kidang,
ia mendapatkan kutukan berambut gimbal dan berwajah buruk rupa. Kutukan berambut gimbal
tersebut tidak hanya dialami oleh Shinta Dewi saja tetapi juga seluruh keturunannya.

Kisah legendaris dari Kawah Sikidang ini merupakan salah satu dari kumpulan cerita rakyat
nusantara dan legenda yang cocok untuk anak Anda. Selain untuk memperkenalkan sejarah
terjadinya suatu tempat pada buah hati, juga untuk mengajarkan nilai moral.

Anda mungkin juga menyukai