Anda di halaman 1dari 30

CERPEN ANAK

1. Pasir dan Batu

Ada dua orang sahabat sedang berjalan di padang pasir. Ketika di tengah perjalanan
mereka terlibat dalam suatu perdebatan. Pertengkaran itu terjadi sampai salah satu
dari mereka menampar yang lainnya.

Sahabat yang ditamapar itu tak berkata apapun tapi menuliskan suatu kata di atas
pasir. Tulisan tersebut berbunyi, “hari ini teman baikku menamparku.”
Walaupun mereka bertengkar, tapi tetap melanjutkan perjalanan bersama. Saat di
perjalanan mereka menemukan sebuah sumber air dan memutuskan untuk mandi.
Namun malang nasib teman yang ditampar tadi, ia tergelincir dan hampir tenggelam
di dalam sumber air tersebut.

Melihat itu, tentu saja teman yang menampar tadi menolongnya dan ia pun selamat.
“Hari ini teman baikku menyelamatkan nyawaku,” ukirnya pada sebuah batu.

Teman yang telah menampar dan menyelamatkan nyawanya tadi bertanya,


“Mengapa saat aku menyakitimu, kamu menulis di atas pasir. Sedangkan saat aku
membantu, kamu mengukirnya pada batu?”

Kemudian ia menjawab, “Ketika seseorang menyakiti kita menulisnya di atas pasir


agar angin dapat menerbangkannya dan hilang sehingga dapat termaafkan. Tetapi
ketika seseorang melakukan hal yang baik, kita harus mengukirnya pada batu.
Dimana angin tidak dapat menghapus tulisannya sehingga kita akan selalu
mengingatnya.”
2. Kisah Badu Si Anak Rajin

Di suatu desa, hiduplah seorang anak laki-laki bernama Badu yang hanya tinggal
bersama ibunya. Pagi itu Badu sedang menggembalakan kambing-kambingnya di
padang rumput yang luas. Sembari menunggu kambingnya makan, Badu
memnfaatkan waktunya untuk membaca buku di bawah pohon rindang.

Kemudian datanglah seorang kakek tua menghampirinya. Kakek tersebut bertanya


padanya “Nak, bolehkan kakek menumpang sebentar duduk di pohon ini?” Tentu
Badu mempersilahkan kakek tersebut untuk duduk, juga menawarkan minum yang ia
bawa.

Badu terlihat asyik membaca buku tersebut hingga tidak menyadari jika kakek tadi
memperhatikannya. “Kamu tidak sekolah, nak?” tanya si kakek lagi. Dengan raut
sedikit sedih ia menjawab kalau dia tidak mempunyai uang untuk sekolah. Buku yang
ia baca pun hanya pinjaman temannya.

Badu juga bercerita kepada kakek kalau ia ingin sukses suatu hari nanti sehingga bisa
membahagiakan ibunya. Melihatnya yang tetap semangatbelajar dan tidak menyerah
pada keadaan membuat kakek tersebut terharu. Lalu kakek itu pun berkata,”Tetaplah
giat belajar ya, nak. Ketekunanmu akan membuahkan hasil dan kamu pasti akan
menjadi orang yang sukses.”

Keesokan harinya ketika Badu ingin pergi merumput, ibunya berteriak kepadanya dan
mengatakan bahwa ia diterima di sebuah sekolah untuk belajar. Lalu mereka
bergegas pergi ke sekolah yang dimaksud. Alangkah terkejutnya Badu ketika
mengetahui bahwa kepala sekolah tersebut adalah kakek yang ditemuinya kemarin.
3. Dheda dan Lima Butir Kentang

Dahulu di tanah Jawa, hiduplah seorang pencari kayu bakar bernama Dheda. Dia
bersama istri dan ketiga anaknya hidup sangat sederhana. Gubuknya juga sangat
sederhana dan terletak di pinggir hutan.

Saat itu sedang musim hujan. Sudah seminggu hujun turun tak kunjung berhenti dan
hal ini membuat Dheda bersusah hati. Pasalnya, ia tidak bisa mencari kayu bakar dan
ia tidak bisa mendapatkan uang untuk makan keluarganya.

Dengan resah kemudian istrinya berkata, “Suamiku, persediaan makanan sudah


sangat menipis. Kita hanya punya lima butir kentang dan itu pun tak cukup untuk
makan kita sekeluarga.”

“Aku tahu, tolong bersabarlah sedikit lagi. Semoga besok tidak hujan dan aku bisa
pergi ke hutan mencari kayu. Sisa kentang itu biarlah untuk anak-anak saja,” jawab
Dheda.

Sore itu, ada seorang pengemis yang kedinginan dan kelaparan mengetuk rumah
Dheda. Pengemis itu terlihat kelaparan dan ia pun tidak tega. Akhirnya ia
memberikan lima butir kentang supaya bisa dimakan si pengemis.

Pengemis itu memakan empat butir kentang lalu berkata pada Dheda untuk
membagi satu kentang yang tersisa menjadi lima. Saat ia membagi kentang tersebut,
kelima irisan tersebut berubah menjadi lima buah kentang. Jika satu butir diiris lagi,
maka akan bertambah terus.

Karena keajaiban tersebut kini keluarganya tidak kekurangan lagi. Bahkan, ia juga
bisa membagikan kentang tersebut kepada tetangganya.
4. Abu Nawas Mau Terbang

Penduduk di suatu kota di salah satu negara di timur tengah sedang gempar.
Pasalnya Abu Nawas mengatakan bahwa dirinya mau terbang. Hal itu tentu
membuat sebagian orang percaya, tapi sebagian lagi tidak.

Berita tersebut cepat sekali menyebar hingga sampai ke telinga Raja. Untuk
memastikan kebenaran berita tersebut, Raja kemudian memanggil Abu Nawas.

Setelah sampai di istana, Raja pun berkata pad Abu Nawas, “Apakah benar kau mau
terbang, Abu? Berita kau mau terbang sangat heboh, bahkan hingga ke luar negeri.”
Dengan lugas ia menajwab dan mengatakan memang dia mau terbang.

Lalu Raja menyuruh para prajurit untuk mengumumkannya kepada rakyat. Apabila
Abu Nawas terbukti berbohong, maka ia akan dihukum mati.

Keesokan harinya, semua warga berkumpul ingin menyaksikan Abu Nawas terbang.
Ia kemudian naik ke atas bangunan paling tinggi. Sesampainya di atap, ia mengepak-
ngepakkan tangannya seperti mau terbang.

Penduduk pun mulai jengkel karena Abu tidak terbang seperti apa yang mereka
pikirkan tetapi hanya seperti mau terbang. Raja pun juga ikut marah karena hal
tersebut. Kemudian Abu Nawas meluruskan bahwa ia benar-benar tidak berbohong.

Abu Nawas memang mengatakan bahwa ia mau terbang, bukannya ia bisa terbang.
Mendengar hal itu Raja tidak jadi menghukum Abu karena apa yang dikatakan
memang benar adanya dan tidak berbohong.
5. Anak Gembala dan Serigala

Di sebuah desa, hiduplah seorang anak gembala yang bekerja pada seorang yang
kaya. Tugasnya adalah untuk merawat dan menjaga domba-domba milik majikannya
itu. Sang majikan berpesan apabila ada serigala datang, ia bisa berteriak sehingga
orang-orang desa akan datang membantu.

Kegiatannya sehari-hari yang hanya menggembalakan domba di dekat hutan


membuat si anak merasa bosan. Selagi menunggu, hal yang dilakukannya hanyalah
memainkan seruling atau bermain dengan anjingnya. Hingga terbesit di pikirannya
untuk melakukan suatu tindakan yang tidak terduga.

Tiba-tiba ia berteriak “Serigala, serigala! Tolong ada serigala.” Mendengar teriakan


anak tersebut warga desa berdatangan dan berniat untuk membantu anak gembala.
Namun, saat mendapati ternyata si anak gembala hanya bercanda dan
melakukannya karena bosan, mereka pun kesal lalu kembali pulang.

Ternyata perbuatan itu tak hanya dilakukan sekali, selang beberapa hari kemudian ia
melakukannya lagi. Saat mendapati si anak gembala malah tertawa terbahak-bahak,
tentu saja itu membuat warga desa marah.

Pada suatu sore, segerombolan serigala benar-benar datang dan memangsa domba
yang digembalakannya. Dengan ketakutan, ia berteriak minta tolong lagi. Namun kali
ini tak ada warga desa yang membantu karena mereka tidak percaya pada lagi.

Akhirnya, sekumpulan serigala tersebut berhasil memangsa banyak domba dan


membawanya masuk ke hutan. Kejadian tersebut membuatnya menyesal dan tak
akan mengulangi perbuatannya yang sembrono lagi.
CERPEN REMAJA

1. Gadis Korek Api

Dulu sebelum tidur orangtuaku sering membacakan sebuah dongeng tentang


‘Gadis korek api’

‘Dahulu kala di Eropa sana hiduplah seorang gadis kecil.


Dengan berdagang korek api lah gadis itu bertahan hidup.

Saat itu tepatnya musim dingin, dengan kelaparan serta kedinginan gadis
tersebut berkeliling dari desa ke desa lain untuk mencari rezeki dengan
berjualan korek api.
Karena kelelahan, Ia mencoba beristirahat di sebuah tempat.

Udara di sana sangat dingin, lantas ia membakar sebatang korek api demi
kehangatan. Dirinya berkhayal tentang makanan yang Banyak, menggiurkan.
Tapi, saat korek api tersebut padam semua khayalan pun sirna.

Berniat membakar lagi korek api kedua, Gadis tersebut kembali berkhayal,
dirinya duduk di perapian menggunakan pakaian tebal, nyaman, dirajut
menggunakan kain wol.
Tapi, Saat korek tersebut padam semuanya pun lenyap.

Tak habis akal, Gadis tersebut membakar semua korek api yang ia punya.
Alhasil datanglah seorang peri menarik tubuhnya ke atas, membawa ke sesuatu
tempat mewah penuh makanan dan minuman. Gadis itu pun nampak gembira
dan senang tiada tara….

Krisman-Sekali lagi memasang wajah muram.


Apalagi mengenai cerita yang sering dibacakan oleh orangtuanya saat
menjelang tidur. (Di waktu kecil)
Sungguh kenangan yang sangat sulit dilupakan.

“Kenapa lo senyum ndiri bro…?” rocos sang sahabat A.K.A Wahyudi


“Gue sedih bro… Masa lo nggak liat..!” Jawab krisman kesal.
Salah satu hal yang harus dihindari adalah bocah yang satu ini.
Walaupun telah menelan asam-manisnya bangku SMA. Kelakuanku dan
sahabatku ini bisa dianggap masih seimbang dengan anak di sekolah dasar.
Tentu saja aku tidak ambil pusing dengan omong kosong tadi.

“Hahahhaa… habis lo sedih ama gembira sama aja..!”


“Sama apanya..?”
“Sama jelek..!” katanya tanpa dosa
“Buset ni anak… Gue brani taruhan kalo lo denger cerita gue, pasti lo nangis..!”
Tantang krisman dengan muka garang.
“Ok… mana ceritanya”

Satu Cerita Kemudian…

“Hahahahaaaa…! Mana ada cerita kayak gitu bikin orang sedih. Yang ada orang
lain ngira lo gila…! Masa cerita Endingnya bahagia dibilang sedih, Aneh lu..!”
Kata Wahyudi mengejek.
“Gue belum selesai cerita…!!!” Balas krisman sengit
“Dari ceritanya aja, udah tahu akhirnya kayak gimana..” Ucap Wahyudi
sombong.
“Nggak asik lu… Mending gue cabut..!!” Sambil menjulurkan lidah krisman
berlalu.

‘Gue masih bingung, dari mana dia dapat korek api yah..!?’ Batin Wahyudi
berkumandang.

Bonus:
‘Keesokan harinya warga setempat menemukan seorang mayat gadis kecil
tersenyum di dekat tempat sampah di sela-sela rumah mereka, sedang
meringkup.
Diduga mayat tersebut meninggal karena kedinginan. Terbukti dengan adanya
bekas korek api yang dibakar untuk menghangatkan tubuhnya…’
2. Anak Jambu Putih

Hari yang mempesona untuk menghadapi berbagai tugas. Itulah awal dari
perkenalanku dengan anak ini, yang tak terkira padaku tentang indahnya
berbicara layaknya teman sejati. Yang awalnya hanya bertanya, “Dimana kamu
tinggal?” membuatku sadar bahwa ini hanya sekadar ocehan biasa. Tetapi dia
menganggap ocehan ini bukan sekadar alunan tak bermelodi yang membuatnya
tak pernah bosan untuk bertanya lagi.

Dia sangat polos, jarang sekali berkata, bergaul dengan sesamanya, maupun
tidak mempedulikan hal yang menurut teman-temannya asik. Dibalik polosnya
tersebut, ia begitu takut dengan lantunan kata tak bermakna, meski banyak
yang telah memberi pukulan mentah pada tubuh kecil dia. dari nama yang
diberikan oleh ibundanya membuatku ingin sekali melindunginya dari pukulan
mentah maupun lantunan kata tak bermakna.

Aku tahu, dia selalu memendam perasaannya. Bilamana dia tahu tentang balas
dendam, mungkin dia bisa menjadi pahlawan di kelas ini, dimana fakta,
ungkapan rasa dan kenyataan berubah menjadi ketentraman. Tetapi ternyata
aku salah, menurut dia hal itu hanyalah angin yang berhembus.

Dia tak merasa seperti keinginan anak remaja jaman sekarang, yang
menginginkan kendaraan untuk bermain atau menghilangkan penat selama
menimba ilmu di sini, ia jua tak menginginkan berbagai macam alat komunikasi
yang mewah, itu semua hanya keinginan yang payah baginya. Dia hanya
merasa anak remaja di bawah pantau orangtua.

Dia suka tertawa, meski hari-harinya sulit dilalui. Ada satu hal yang selalu
kuingat, yaitu ketika teman-temannya membully habis-habisan, dia masih
tersenyum bahkan tertawa di hadapan guru maupun teman yang tidak senang
padanya.
Memang menurutku, dia harus membalas apa yang sudah mereka lakukan.
Namun tak demikian baginya. Senyum ataupun tawa sudah cukup untuk
membuatnya bahagia meski keadaan amat pahit baginya.

Suatu hari, ia tak memiliki sepeser pun uang untuk membeli makanan ringan.
Aku turut penasaran apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
Oh, tak dinyana. Pikirannya yang cerdas menuntun untuk melakukan hal yang
sederhana sekali.
Ia menawarkan tangannya untuk membantu menyelesaikan tugas temannya,
dan ia pun berhasil mendapatkan hasil jerih payahnya. Ia menggunakan
uangnya dengan sederhana, membeli 3 bungkus makanan ringan. Satu untuk
dirinya sendiri dan dua untuk temannya yang tak membawa uang saku.

Tak terkira olehku, ternyata masih banyak kebaikan-kebaikan yang tersimpan


di dalam dirinya. Ia melakukan kebaikan untuk orang-orang di sekitarnya,
meski mereka menganggap ia hanyalah tak pantas.

Benar, dia lebih dari cukup dan dia tak pernah sombong akan itu. Semua itu
seperti layak jambu putih, yang sederhana namun khasiat. Dan hanya khayalan
bagiku untuk dekat dengannya. Itu cuma pantas temannya yang berlagak
punya segalanya namun kelakuan sangatlah tidak memprinsipkan orangtua.
Dan memprihatinkan ketika perkataan dari orang tua yang seharusnya disimpan
hanya dijadikan omong kosong di tempat menimba ilmu.

Dan layaknya jambu putih, yang murah namun khasiat. Itu pantas bagi dia,
yang berawal sederhana tetapi punya kelakuan baik yang penuh kasih sayang
orangtua. dan dia tidak bertindak hal bodoh karena perkataan orangtua
disimpan untuk dijadikan semangat menimba ilmu.
3. Karena Pergaulan

Pagi hari Dinda selalu terlihat semangat untuk berangkat sekolah, ia sekolah di
SMA Negeri dan masuk dengan beasiswa yang ia peroleh. Ketika SMP ia
berjuang keras untuk mendapatkan beasiswa agar masuk ke SMA tanpa biaya
karena ia hidup dengan sebuah keluarga yang tidak berkecukupan, ayahnya
hanya seorang tukang ojek dan ibunya hanya menjadi kuli setrika di rumah
tentangga.

Di sekolah Dinda mempunyai dua orang sahabat bernama Irma dan Putri.
Mereka bertiga dikenal sebagai orang yang disiplin dan berprestasi. Dan di
suatu hari pada jam pelajaran Bahasa Indonesia Bu Yosi memberikan tugas
kelompok kepada muridnya, setiap kelompok terdiri dari 4 orang. Kelompok
tersebut dipilih acak oleh Bu Yosi, biasanya Dinda selalu satu kelompok dengan
Irma dan Putri, tetapi kali ini Dinda tidak sekelompok dengan sahabatnya.
Melainkan Dinda satu kelompok dengan Clara, Jesicca, dan Auliya. Mereka
bertiga terkenal sebagai geng yang sering bolos dan ia bertiga juga anak-anak
dari orang kaya.

Keesokan harinya Dinda menghampiri Clara, Jesicca, dan Auliya. “haiii… tugas
kelompok Bahasa Indonesia mau ngerjain di rumah siapa?” “di rumah lo aja”
Dinda pun ragu jika mengajak Clara, Jesicca, dan Auliya kerja kelompok di
rumahnya karena ia malu dengan kondisi rumahnya yang bisa dibilang buruk.
Dan akhirnya Dinda menjawab. “Rumah aku jelek aku takut kalian enggak
nyaman kalau ngerjainnya di rumahku” Jesicca pun menoleh dan menjawab “ya
udahlah Clar di rumah lo aja kan enak tuh sekalian kita main make up di rumah
lo” “nah iya betul tuh” tambah Auliya “ya udah sip” Clara pun setuju “ya udah
nanti lo pulang sekolah langsung ke rumah gue aja din” Dindapun mengangguk.

Dan pada jam pelajaran berakhir Dinda di luar gerbang sedang menunggu
angkutan umum kota (angkot) untuk pergi ke rumah Clara. Irma dan Putri pun
lewat di depan Dinda “hai Din mau balik?” tanya Irma “enggak aku mau pergi
ke rumah Clara” “ngapain?” “ngerjain tugas kelompok” “oh ya udah hati hati ya
kita pulang duluan bye” Irma dan Putri pun berlalu pergi.

Dan ketika Dinda ingin menaikin angkot tiba-tiba ada sebuah mobil honda jazz
yang berhenti di depannya. “eh lo dinda mau bareng gak naik mobil gue dari
pada ribet naik angkot” “hmm ya udah deh” Dinda pun akhirnya berangkat
bareng dengan Clara, Jesicca dan Auliya menggunakan mobil clara.
Di dalam mobil Dinda hanya diam saja karena Clara, jesicca dan Auliya sedang
asik tertawa-tawa membicarakan entah apa Dinda pun tak tahu.

Ketika sampai di rumah Clara yang begitu besar Dinda dan yang lainnya pun
masuk. Mereka mengerjakan tugasnya di kamar Clara. Clara dan yang lainnya
langsung malas-malasan di kasur sambil memainkan gadgetnya sedangkan
Dinda yang tidak punya gadget pun hanya diam dan dia pun lebih baik
mengerjakan tugas kelompoknya tersebut.

“Clar laptop kamu ada gak? Aku gak ada laptop soalnya” “yelah Din ngomong
aja masih aku kamu kuno banget santai aja sih ngomong pake lo gue aja”
Dinda pun terpengaruh “hehe iya mana laptop lo gue kerjain dulu” “tuh ambil
aja di meja situ” Dinda pun mengambilnya dan mulai mengerjakannya
sedangkan Clara, Jesicca dan Auliya sedang sibuk bermain make up yang Clara
punya.

“eh lo sini gue dandanin Din” ucap Jesicca “ga deh gue lagi ngerjain tugas ini
dulu” “yaelahhh udahh sini ntar aja tugas mah” Dinda pun hanya menurut dan
didandani oleh Jesicca hingga akhirnya Dinda, Clara, Jesicca dan Auliya pun
akrab.

Dan hari hari besoknya Dinda sering main dengan Clara, Jesicca dan Auliya
bahkan ia pun sering ikutan bolos kelas dan sering meminta uang jajan lebih
kepada orangtuanya karena Clara, Jesicca dan Auliya sering berbelanja. Bahkan
Dinda pun sudah jarang bermain atau belajar bareng seperti biasa dengan
sahabatnya Irma dan Putri. Irma dan Putri pun merasa sedih karena Dinda
sudah mulai berubah semenjak Dinda main ke rumah Clara.

Ketika jam istirahat Irma dan Putri menghampiri Dinda “hai Din” “ehh haii”
“entar pulang sekolah aku sama Putri mau belajar bareng di rumah aku mau
ikut gak?” “aduh maaf ya Ir gue mau main ke rumah Jesicca katanya dia mau
ngajak nonton film yang baru dia beli” Irma pun menengok ke arah Putri
mengisyaratkan bahwa Dinda sudah berubah bahkan gaya bahasanya pun
berubah “oh ya udah deh kalo gitu” Irma hanya tersenyum.

Dan saat ujian semester 1 pun tiba, Dinda yang sudah jarang belajarpun
kesulitan saat mengiisi soal soal ujian, bahkan ia pun sering menyontek minta
jawaban ke yang lain. Biasanya Dinda selalu mengerjakannya sendiri ketika
ulangan. Dan saat pembagiaan rapor Ayah nya Dinda datang ke sekolah untung
mengambil rapor. Dinda tidak ikut Dinda hanya di rumah menunggu ayahnya
pulang dan melihat hasilnya. Ketika ayahnya sampai di rumah, Dinda langsung
menghampiri ayahnya dan melihat wajah ayahnya yang murung dan terlihat
kesal tetapi hanya diam “aku liat dong yah rapornya” Ayah Dinda pun
memberikan rapornya kepada Dinda.
Dinda pun membukanya dan melihat banyak nilai merah di rapornya dan nilai
sikapnya pun yang biasanya A kini menjadi C semua. Bahkan Dinda yang
biasanya selalu menempati ranking 1 kini ia turun drastis menjadi rangking 18.
Dinda pun sedih dan menyesal telah mengecewakan kedua orangtuanya. Dilihat
muka Ayah dan ibunya yang kini terlihat sangat kecewa, lalu dinda pun
bersujud di depan Ayah dan Ibunya “maafin Dinda Yah, Bu udah
mengecewakan Ayah sama Ibu, maafin Dinda karena udah salah pilih teman”
Ibu Dinda pun mengakat Dinda untuk berdiri “seharusnya kamu harus lebih hati
hati memilih teman, Ibu dan Ayah tidak melarang kamu untuk berteman
dengan Clara, Jesicca dan Auliya tetapi harusnya kamu tidak mengikuti sifat
yang buruk buruknya” “maaf buu dinda janji akan memperbaiki semuanya”
Ayah pun mengelus rambut Dinda “ayah maafin kamu tapi kamu harus janji
untuk merubah semuanya dan menjadi anak yang baik baik lagi” Dinda pun
mengangguk sambil tersenyum “iya Yah Bu” Dinda pun memeluk Ayah dah
Ibunya.

Dan saat masuk sekolah telah tiba lagi, Dinda menghampiri irma dan putri
“haii” sapa Dinda kepada Irma dan Putri “Irma, Putri maafin aku ya karena aku
sadar selama ini aku salah dan sudah berubah” Putri pun hanya diam tidak
menoleh karena masih kesal dengan Dinda yang lebih memilih bergaul dengan
geng Clara yang berakibat buruk dengan sikap dan nilainya rapornya,
sedangkan Irma menoleh dan tersenyum kepada Dinda “iya aku maafin kok
din” Irma pun menoleh ke Putri yang hanya diam “Put kok diem sihh Dinda
udah minta maaf masa gak dimaafin, gak boleh begitu sama teman” Putri pun
akhirnya luluh dan tersenyum ke Dinda “iya aku maafin juga tapi janji ya
jangan berubah lagi cuma gara gara yang lain sampai nilai rapor kamu jadi
hancur gitu” “iya aku janji kok. Dan pokoknya kita bakalan sering belajar
bareng lagi”.

Dan pada akhirnya merekapun bersahabat dengan baik lagi dan sering belajar
bersama kembali agar membantu nilai rapor Dinda yang sempat turun drastis
agar kembali seperti dahulu dan kelak tidak seperti itu lagi.
4. Purnama

Ini adalah kisahku, yang mungkin tak begitu penting tetapi ingin kutuangkan
dalam sebuah cerita.
Namaku adalah budi (bukan nama asli) hehehe. Aku tinggal di kota antah
berantah di sebuah tempat di muka bumi ini.

Ok cerita ini bermula saat ku mulai masuk ke tingkat ketiga dari level
persekolahanku yaitu SMA. Cukup menyebalkan memang aku harus jauh dari
inang dan tanah kelahiranku, tinggal sendiri tanpa seorangpun yang kukenal.

Hari pertamaku pun tiba, aku melaju bersama motor butut kesayangan kakekku
(bukan kesayanganku karena sering mogok hehehe…), aku pun menerobos
pintu gerbang megah yang bertuliskan nama sekolahku itu. Sejenak kulihat ke
kanan dan ke kiri, dan aku menyaksikan pasang-pasang mata asing yang tak
kukenal sama sekali dan disitulah ku harus menelan ludah hingga menyeka
keringat dingin yang mulai berhamburan panik. Jujur aku ini adalah orang yang
gugup demgan suasana baru.

Singkat saja kini semua siswa baru telah berkumpul di lapangan dipandu oleh
pembina dan kakak osis yang memasang wajah kejam, hingga membuatku
agak jengkel. Kelaspun dibagikan, semua siswa baru dibagi menjadi kwlompok-
kelompok besar, dan yah.. aku pun merapat di kelompok 12 yaitu kelompok
buah bau.

Pertama kali aku masuk ke dalam kelompok itu aku merasa ada yang tidak
beres dengan mataku aku seperti melihat bulan purnama yang bersinar dengan
maha terangnya tepat di depanku padahal ini pagi hari sehingga akupun sempat
terdiam beberapa hari dengan mulut menganga (hhhh.. cuman becanda).

Aku pun coba menegakkan langkah dan meyakinkan diri tetapi yang kulihat
tetap sama, bahkan setelah cuci muka dan memakai insto tetap saja hal itu
yang kulihat. Aku pun bertanya sebenarnya makhluk apakah gerangan, apakah
sebangsa alien, jin atau semacamnya, tentu saja bukan, tetapi dia adalah
seseorang yang berwajah seperti rembulan. Tak lekas hilang dari ingatanku
wajahnya terang menyinari ingatanku di malam itu.
Berhari hari berikutnya aku tak dapat melepaskan pandanganku dari wajahnya
dan membuatku seperti orang kesurupan.
Tetapi ada sesuatu yang ku belum tahu darinya hingga suatu saat setelah
bosan bermain game, kucoba buka fb milikku untuk sekedar melihat berita-
berita yang bertebaran. Entah aku mimpi apa semalam tiba tiba saja aku
melihat si wajah rembulan itu, dan ya tuhan.. akhirnya ku tahu namanya,
hehehe..

Tanpa sadar aku langsung melompat, guling-guling dan salto 9 kali sampai
sampai ku tak ingat kalau aku tak pandai bersalto.

Dan itulah kisah singkatku tentang seseorang yang hingga saat ini masih tak
dapt kulupakan.
5. Secret Admirer

Saat gue masih duduk di kelas 3 SMP, gue adalah orang yang paling sok ngerti
dengan kata cinta, ketimbang ketiga temen gue. Kaliyah, Ajeng dan Tata.
Kaliyah anaknya pinter, Tata yang paling bijaksana diantara yang lain, Ajeng
yang paling galak, sedangkan gue udah otak sedang-sedang, sombong pula.
Satu-satunya yang gue banggain sampe sekarang Cuma modal cantik doang.
Itu juga kata nenek gue. Dan nenek gue udah meninggal setahun yang lalu.
Jadi udah ga ada yang muji gue cantik lagi.

Gue dan temen-temen gue selalu ngobrolin tentang cowok, hampir semua
cowok di sekolah maupun di tempat les selalu jadi topik pembicaraan termasuk
anak kepala sekolah yang gantengnya melebihi shawn mendes kata kaliyah.
Kebetulan anak kepala sekolah satu sekolah sama gue, jadi gue bisa tiap hari
liat pemandang yang indah. Kecuali pas hari libur.

Walaupun gue ngerasa gue lah yang paling sok ngerti tentang cinta di hadapan
temen-temen gue. dan sering kali mereka ngedatangi gue Cuma nanya gimana
caranya ngedeketin cowok yang mereka incar-incar udah lama, kayak intelligent
yang lagi nyari target. Namun, sebenarnya di dalam lubuk hati gue menolak.
“gue ga tau cinta itu seperti apa, gue harus bagaimana ngadepin cinta dan
bahkan gue ga tau bagaimana cinta itu datang”.

Disaat jam istirahat, ketika gue sedang tarik ulur permen karet yang gue
kunyah di DPR (di bawah pohon rindang), dari kejauhan gue ngeliat kaliyah lari
menuju ke arah gue dengan kecepatan tinggi. Kedua tangannya berboyang-
goyang layaknya goyang pinguin tapi dengan versi lari ala kaliyah. Dan
mulutnya agak sedikit komat-kamit. Gue sempet mengira dia mau ngambil
permen karet gue yang ada di mulut gue. Tapi ga mungkin orang sepintar dia
mau ngelakuin hal kayak gitu.

Kaliyah emang pinter dalam urusan pelajaran, tapi gue akui dia ga sepinter
seperti apa yang gue kira dalam urusan percintaan. Kaliyah mendadak linglung
dan blo’on kalo lagi jatuh cinta. Dan bahkan dia sampe lupa caranya tegur sapa
ketika dia berpapasan dengan Vano (cowok yang dia suka) as Revano anak
kepala sekolah yang gantengnya melebihi shawn mendes itu lohh.
“Kenapa ya, val…” kaliyah memberikan pertanyaan sambil memegang
tangannya yang gemeteran.
“gue ga pernah berani nyapa Vano tiap kali gue papasan sama dia”.
“Menurut lo kenapa?” gue mengembalikan pertanyaan yang kaliyah berikan.
“kalo gue tau, gue ga bakal nanya ke lo, vallakk!!” (nama gue Vallerie, Tivalla)
ngomong dalem hati.
“Ya terus?” kata gue dengan cuek.
“Udalah, gue janji mulai besok bakal nyapa Vano kalo papasan.”

Kaliyah selalu memberikan banyak janji sama gue, dan sebenarnya ini bukanlah
janji yang pertama kalinya kaliyah kasih. Mungkin malaikat juga udah males
tiap hari kaliyah ngucapin janji.

Padahal, gue tau banget kaliyah, dia ga pernah ingkar janji. Dia selalu nepatin
janji dia yang telah diucapin. Tapi semua berubah ketika kaliyah bertemu Vano.
Kaliyah sudah mulai melupakan janji-janjinya yang sering banget dia ucapin.

Dan dari situ gue berpikir, betapa pintarnya kaliyah sampe ga bisa tegur sapa
sama cowok yang dia kagumi sejak kelas 1 SMP. Dan tanpa gue sadari,
kepintaran yang dilakukan kaliyah, sama seperti kebodohan yang sering gue
lakuin yang ga bisa memberanikan diri buat nyapa orang yang gue kagumi,
jangankan nyapa, natap aja gue ga berani.

Dan apa yang gue dan kaliyah alami sekarang ini, pasti dialami juga oleh kalian
secret admirer. Yang suka atau kagum tapi ga berani buat nyapa atau pengen
ngelakuin sesuatu buat dia tapi kita takut untuk mencoba. Dan pastinya takut di
PHPin.
CERPEN DEWASA

1. KARTU ATM KU

Sekarang menggunakan kartu ATM kalian!”, perintah Bu Nisa, guru


Agama kami.

ATM itu singkatan dari Aku Tidak Menyontek. Untuk mendapat kartu itu
kami harus mematuhi sebuah peraturan, yaitu tidak menyontek. Kartu
ATM dipakai kala ulangan dan kala latihan. Tapi, saya tidak mempunyai
kartu ATM, sebab saya orangnya tidak pandai dan malas belajar.

Akhirnya, ulangan pun dimulai. Aku mengerjakan soal-soal itu. Tapi,


nomer 1, 3, 4, 7 dan 9, saya kesulitan. Kulihat ke sampingku untuk
bertanya. Sayangnya ia memakai kartu ATM. Kulihat ke arah lain. Mereka
termasuk memakai kartu ATM.

Bu Nisa tersenyum melihatku. Akhirnya, saya pun menanyakan ke Varia


bersama dengan mengancam kalau tidak jawab, ia tidak bakal boleh pulang
denganku. Tapi, ia menyatakan kartu ATMnya. Aku mulai mulai kesal.
Aku pun menjawab soal itu bersama dengan asal-asal.

Saat Pulang…

Aku langsung berlari ke mobil Ayah. Aku biarkan Varia mencariku. Biarin
aja dia mencariku. Siapa suruh ia tidak memberiku jawaban. Aku pun
memasuki mobil Ayah. Kak Fani, kakak perempuanku, telah berada di
dalam mobil.
“Varia mana, Len?”, tanya Ayah. “Mana saya tahu”, ucapku sambil
menyaksikan ke arah Ayah.

“Kita menunggu aja, ya”, kata Ayah.


Aku benci mendengar Ayah bicara begitu. Kulihat Varia mengakses pintu
mobil bersama dengan muka pucat dan penuh bersama dengan keringat.

“Kamu kenapa tinggalin aku, Len?”, tanya Varia.

“Siapa suruh tadi kamu begitu”, ucapku bersama dengan suara sedikit
kasar.

“Varia, kamu menggunakan kartu ATM juga?”, tanya Kak Fani.

“Iya, Kak”, jawab Varia. “Kakak termasuk ada”, kata Kak Fani sambil
menyatakan kartu ATMnya.

“Kartu ATM itu apa?”, tanya Ayah.

Kak Fani dan Varia mengatakan kartu ATM kepada Ayah. Aku hanya
terduduk diam memandangi jendela. Setelah selesai menjelaskan, Ayah
pun mengerti.

“Wah… Helen ada?”, tanya Ayah. “Nggak ada, Yah”, jawabku


menundukkan kepalaku.

“Kamu tahu, gak, Len? Kalau turut ATM, kami bakal bisa kelebihan, loh”,
kata Varia sambil menyodorkan sebuah kertas.

“Wah… Aku senang ikut, Var. Besok saya daftar, deh mirip Pak Stanlius.
Kamu temeni aku, ya, Var”, ucapku tersenyum sesudah membaca kertas
itu. “Ok”, kata Varia.
2. PERTANYAAN MISTERIUS AYAH

Hari ini ayah tidak pergi kerja, saya pun sedang libur sekolah. Kulihat ayah
sedang sibuk membenarkan sepeda motornya. Lantas kudekati ayah,
“butuh bantuan, Yah?”, tanyaku polos.

Saat itu saya masih kecil dan duduk di bangku SD. “eh, tersedia dede’
kecil. Boleh-boleh”, jawab ayah. Kami banyak berbincang selama
membenarkan sepeda motor ayah.

Ayah banyak bercerita perihal sepeda motor padaku, saya menikmatinya.


“kalo dede’ udah besar nanti sudi jadi apa?’, tanya ayah padaku. “dede’
mengidamkan jadi pembalap yah, layaknya Valentino Rossi”, jawabku
secara spontan. “oh ya?, wah hebat.

Tapi pembalap mesti mengerti anggota yang terpenting berasal dari motor,
dede’ tahu?”, tanya ayah padaku. Aku pun berfikir, apa ya yang paling
penting?.

Keesokan harinya kala sarapan, saya menjawab pertanyan ayah kemarin.


Bagian terpenting berasal dari sepeda motor adalah roda, karena tanpa roda
motor tidak mampu berjalan.

Mendengar jawabanku ayah berkata: “wah pintarnya, namun sayangnya


bukan itu sayang”, jawab ayah. Aku pun tidak menyerah, tiap-tiap hari
saya senantiasa mencoba menjawabnya.

Mungkin jawabannya adalah kunci, karena tanpa kunci motor tidak bakal
mampu menyala dan diamankan. Tapi ayah senantiasa berkata: “smakin
hari dede’ smakin pintar ya, namun jawabannya masih belum tepat”.
Aku belum menyerah. Sampai saya duduk SMP pun, Sesekali ayah
bertanya pertanyaan jaman kecilku itu, dan tiap-tiap ku jawab pasti ayah
berkata: “kamu benar-benar cerdas, namun bukan itu jawaban yang tepat,
konsisten mencoba ya”. Karena konsisten layaknya itu, lama-kelamaan
saya jadi bosan. Karena jawabanku senantiasa belum tepat.

Sejak kecil sampai sekarang, ayah tak pernah sudi memberikanku jawaban
yang sebenarnya. “jangan anda suntuk mencoba menjawabnya, karena ini
pertanyaan yang benar-benar mudah, teruslah berusaha”, kata ayah tiap-
tiap kali saya mengeluh.

Sesudah lulus SMP, saya melanjutkan ke SMK dan saya menyita jurusan
otomotif. Kutanyakan pada guruku, anggota terpenting berasal dari sepeda
motor itu apa. Jawaban guruku adalah Accu, karena motor takkan mampu
menyala tanpa Accu. Aku percaya jawaban kali ini pasti benar.

Sepulang sekolah sambil menunggu ayah menjemputku. Ku tanyakan pada


teman-temanku, apa yang paling penting berasal dari sepeda motor.
Bermacam-macam jawaban kudapatkan berasal dari mereka, jadi berasal
dari mesin, busi, rem, lampu, sampai bensin dan oli.

Saat diperjalanan saya menjawab pertanyaan ayah, satu persatu jawaban


yang ku dapat, kuceritakan pada ayah, dan hasilnya senantiasa saja “coba
lagi”.

Aku jadi berpikir ayah pasti mempermainkan aku. Selama perjalanan saya
tak berkata sepatah katapun padanya. Sampai disebuah lampu merah, kami
melihat seorang nenek tua bersama dengan cucunya sedang mengemis
ditepi jalan.

Ayah merogoh kantongnya, mengimbuhkan sejumlah duwit dan berkata:


“tolong berikan ini pada mereka, senyampang kami masih diberi rezeki,
kami mesti saling menopang dan berbagi”. Kuberikan duwit itu pada nenek
yang sedang memelas dan mengemis itu. Hatiku tersentuh melihatnya.
Malam harinya diruang tamu, ayah menyuruhku duduk disampingnya.
Beliau menasehatiku sehingga saya jadi anak yang baik dan ramah
sepertinya.

Akupun mendengarkan bersama dengan cermat. “jadi kau benar-benar


mengidamkan mengerti jawaban berasal dari pertanyaan ayah?”, kata Ayah
secara tiba-tiba. Aku yang sedikit bingung mengangguk, karena saya udah
menyerah dan suntuk dihatui pertanyaan misterius ayah.

“kau tahu, di antara seluruh jawaban yang kau berikan pada ayah,
sebenarnya tidak tersedia satupun yang salah. namun ayah mengidamkan
kau studi suatu hal berasal dari pertanyaan ini. Kau tahu, anggota yang
paling penting berasal dari sepeda motor adalah ‘Sadel’ “, jawab ayah. Aku
sedikit terkejut. “apa alasannya yah?”, tanyaku penasaran.

Ayah tersenyum kearahku dan berkata: “kau mengerti kenapa?, karena


bersama dengan sadel, kami mampu membonceng dan kami mampu
sharing kebahagiaan bersama dengan siapa saja diatas sepeda motor kita.
Seperti itu pula harusnya kami hidup, senantiasa sharing dan berikan
selama kami masih diberi kala dan rezeki untuk hidup diatas bumi ini “.
3. TAKDIRLAH SUTRADARANYA

Andai kau menyatukan sepasang kasih, ga ada luka menyayat lara, ga ada
puitis punya kandungan dusta ga ada air mata terbuang percuma, ga ada
hidup berakhir sia. Tidakkah kau dengar rengkuhan doa memanggil cinta?

Takdir, kutulis kisahku menyentuh ibamu, menghendaki kau satukanku


bersama dengan kasihku.

Disepertiga malam, jaman seakan berhenti. Seakan semua terkesima


mendengar munajatku yang memohon bakal cinta.
Kasihku berawal berasal dari perjumpaanku bersama dengan Rahman, saat
ia jadi guru ngajiku.

Rahman istimewa. Ia tuli berasal dari konsonan kata tak bermakna, ia bisu
berasal dari ucapan kotor berasal dari bibirnya, ia lumpuh berasal dari jalur
mungkar. Ia hafidz. Ia nyaris sempurna. Namun, penglihatan diambilNya,
supaya ia tak terlena oleh kegelimangan dunia fana.

Aku mencintainya.

Suatu hari, Rahman meminagku. Aku bahagia, sampai aku lelah sendiri
supaya semesta tau tentang bahagiaku.

Namun kenyataan menumbuhkan ego, saat orangtuaku menampik


Rahman, bahkan mencacinya.

“Dasar orang buta! Mau kau kasih makan apa anakku. Hidupmu saja di
panti asuhan. Mau kau ajak ngemis nantinya he…”
Cinta. Aku kalap. Orang tuaku murka sampai menumbuhkan penyakit
ginjal didalam diriku.
“Jika kita berjodoh, Insyaallah kita bakal bertemu sebagai pasangan yang
hahal La.”
Ingin hati memeluknya. Menangis, bercerita bakal hidupku yang rapuh
digerogoti asa yang terlanjur bahagia.

“Aku mencintaimu Mas.”

“Aku pun tetap mencintaimu La. Tapi, simpanlah cinta itu untuk pasangan
kita kelak.”

“Mas…” aku menunduk. Pandanganku kabur. Gelap.

Nyeri menusuk igaku. Tarikan nafas seakan mencekikku. Setelah operasi


ginjal tiga hari lalu, aku siuman.
Sebuah mukena dan tape recorder ada di sebelah daerah tidurku.

“Laila terkasih…
Telah kuterima ketulusanmu bersama dengan cintaku. Jaga ginjalku Lalila.
Perkenalan denganmu adalah bahagiaku, aku pergi bersama dengan
tenang, kutunggu kau di surga, bersama dengan kebahagiaan cinta kita.
Insyaallah.”
Aku terseok mengejar saat membawa Rahman pergi. Menghampiri hujan
duwit serasa menjahit kulitku.

Kejam!! Takdir… Kemana kau bawa Rahman? Aku mendambakan


kebersamaan, bukan ginjal…
Sebuah truk melaju kencang. Aku mematung di sedang jalan. Biar kuakhiri
semua disini. Aku siap. Rodanya melaju semakin dekat. Aku memejamkan
mata dan… trus itu menembus tubuhku.

Tubuhku terlihat samar. Terasa mudah terangkat ke udara. “Kau tak harus
melakukan itu Ukhti.” nada Rahman lembut, selanjutnya menggandeng
tanganku menuju titik terang.
Siti menangis tersedu di atas makam putrinya, Laila. Operasi yang dijalani
anaknya gagal. Penyesalannya adalah anaknya meninggal didalam suasana
kecewa bakal cinta yang ditentangnya. Ia hanya sanggup meratap penuh
penyesalan.
“Maafkan ibu nak. Semoga kau suka di surga bersama dengan Rahman…”
doanya.
4. Cinta dan Takdir

Jam dinding terus berputar, gerimis semakin menjadi hujan. Sudah hampir
tiga jam dan sekarang hampir mendekati waktu maghrib, Sika yang sejak
pulang sekolah terus mengurung diri di dalam kamanya.
Kembali sika melirik buku catatan kecilnya seraya buku catatan itu berkata
"baca aku sika!". Namun sebaliknya sika melempar buku itu ke lantai karena
kesal ia berkata "aduhhhh susah banget sihhhh masuk ke otak" keluhnya
karena belajarnya tidak bisa maksimal. Karena sika merasa pusing dan lelah
akhirnya ia menyelonjorkan kaki di kasurnya dan mengambil posisi berbaring.
Sembari berbaring entah kenapa ia teringat dengan mantan kekasihnya "hmm
andai sajaaaa... AHHH jadi tambah males, kenapa sihhh!" seru sika karena
teringat mantan kekasihnya.
Sama seperti perempuan pada umumnya yang pernah merasakan jatuh cinta
dan patah hati. Sika merasakan hal yang serupa ketika masih berpacaran
dengan andri. Dalam hatinya sika menyesal karena telah menyianyiakan andri
"Ah bodoh banget sih aku, kenapa aku dulu harus menyianyiakan andri"
Penyesalan itu terus berlajut ketika ia melihat foto andri yang disimpannya
dalam laci "ih kenapa aku dulu harus membuat kesalahan". "kenapa aku
kurang bersyukur udah punya pacar kayak andri". Meskipun andri bukan laki-
laki yang dewasa dan lebih terkesan kekanak-kanakan namun oada
kenyataanya sika tidak dapat lepas dari andri. Pada saat andri memberikan
sepucuk surat kecil kepada sika tentang perasaanya yang ingin putus sika
tidak tahu lagi harus mengiyakan atau menolak pada saat itu. "kenapa aku
tidak bisa berpikir lebih dewasa sih?" ujar sika. Semenjak putus dengan andri
sika sering melamun seorang diri, berkhayal andaikan waktu dapat diputar
dan ia dapat berpikir lebih dewasa pada saat andri memberikan surat putus
itu.

Meskipun sika hidup dalam keluarga yang lebih terkesan "broken home"
karena memiliki seorang ayah yang ringan tangan tidak membuat sika
menjadi perempuan yang pendiam dan sedih. Sejatinya sika adalah
perempuan yang tegar.

Telolet Telolet! Bunyi bel istirahat di sekolahnya berdering kencang, namun


sika tetap tidak beranjak dari bangkunya. Dengan tatapan kosong dan tanpa
gerakan selayaknya orang tertidur, sika bengong dan melamun hingga salah
seorang temannya membangunkan sika dari lamunannya.

“Sikkk!” sambil memegang tangannya yang menyangga kepala.


“elu kok melamun aja sih, Kenapa?”
“Aduhhh rin, ngagetin dehh, lagi pusing nih.”
“Ohh Pantesan kok keliatan lesu, biasanya juga sholat dhuha sekarang udah
jarang. hihihi.”
“Ihhh itu ada andri tuh sikk", ujar rini sambil menyenggol sika. "Paan sih! Kalo
kamu suka dia ya jangan nyenggol aku!" "Yeeee, yang suka aku apa
kamuuu?" balas rini dengan penuh sindiran. Sejenak guyonan kedua sahabat
itu membuat sika tersenyum kecil hingga ia iangat peristiwa pemukulan
ayahnya yang dilakukan pada ibunya tadi malam. Memang ayah sika adalah
orang yang ringan tangan, meskipun ibu sika hanya sekedar mengingatkan
jangan merokok dan minum miras namun yang didapat malah tamparan dan
pukulan.
"Aku udah putus rin dari andri" ujar rini" sambil menahan ketawa yang
sebenarnya terasa begitu pahit di hati. Bukan tanpa alasan hati sika terasa
pahit karena menahan beban pikiran dan beban kehidupan yang
ditanggungnya melihat ibu sika selalu dipukul.
Hari demi hari terus berlalu, Namun perasaan sika pada andri ternyata tidak
dapat berubah. Sika tidak dapat membohongi perasaanya bahwa sika masih
memendam rasa pada andri. Pada satu siang pada pelajaran matematika,
seperti biasanya sika terlelap dalam lamunannya, membayangkan andai saja
andri masih menjadi pacar sika "hmm andri andaikan kamu masih jadi
pacarku, aku kangen semasa kita pacaran" ujar sika. Hingga salah satu
temannya yang bernama trimo menepuk pundak sika dan berkata "sikkk kok
ngalamun aja sihhh???" tanpa sengaja sika berteriak karena kaget akan
tepukan trimo "ahhhhhhh" teriak sika. Guru matematika sika yang terkesan
galak (karena memang kebanyakan guru matematika galak hehehe) sontak
menoleh ke arah sika yang seperti orang kebingungan. "Sika kenapa kamu?
ayoo maju sini" ujar bu guru. "eee enggak kok bu" balas sika dengan wajah
bingung dan memelas" Seisi kelas menahan rasa ingin ketawa karena jika
mereka ketawa sudah pasti mereka akan jadi korban selanjutnya hehehe.
Terdapat dua orang yang tidak tertawa, justru sebalikanya, malah mereka
berpikir kenapa sika menjadi begini. orang itu tidak lain dan tidak bukan
adalah rini dan andri yang merupakan teman sekelas sika.
"hmmm kenapa ya sama sika, kok makin kesini makin buruk aja dia" ujar
andri.
"apa mungkin karena kita habis putus" "atau karena dia ada masalah" hmmm.

Disisi lain bu yuli selaku guru matematika memarahi sika habis habisan.
Seperti orang yang habis makan cabe rawit 1000 biji. Muka ibu yuli memerah
karena menahan marah "Kamu itu yaaaaa, kalo nggak niat ikut pelajaran saya
ya gak usah ikut. Ngganggu temenmu yang lain tau gak?! bikin susah aja!"
bentak bu yuli pada sika.
Tulilut tulitu tulilulilut......
Bunyi bell sekolah seperti suara es krim campina itu menyelamatkan rini dari
amukan guru paling galak disekolahnya.
"Kamu ketua kelas pimpin doa" perintah bu yuli.
Karena merasa simpatik akhirnya andri menghampiri sika dan menanyakan
perihal permasalahan tadi siang di kelas. "Sik sebenarnya kamu kenapa sih?"
tanya andri. Dengan perasaan berbunga bunga karena sebenarnya sika
masih mencintai andri menjawab "enggak kok enggak nggak papa". "Hmmm
lain kali kamu harus lebih berhati hati kalo jamnya bu yuli. tau sendiri kan bu
yuli kalo marah kek gimana" meskipun andri berceloteh panjang lebar namun
sika tidak memperdulikannya karena yang dilihat sika adalah wajah dan mata
andri yang coklat besar itu membuat sika semakin terpana dan sulit untuk
melupakannya. "sik??? kamu dengerin enggak sih?" tanya andri . "ehhh iya
maaf aku denger kok, jawab sika.
Malam harinya disaat sika tengah berada dikamar tiba-tiba ayah memanggil
sika, "Sik, kesini bapak mau bicara penting". Tidak biasanya bapak sika
mengajak bicara sika. setelah sika berada di depan bapaknya akhirnya
bapaknya menceritakan bahwa pada besok sore dia akan dilamar oleh anak
teman bapaknya "APAA???? aku kan masih sekolah pak? trus gimana
sekolahku?!" tanya sika dengan wajah bingung dan kecewa mendengar berita
yang disampiakan ayahnya. "Yaa kamu kan bisa tunangan dulu, lulus kuliah
nanti baru kamu menikah sama dia, orangnya baik kok" jawab ayah. Sebagai
seorang anak sika tidak bisa melakukan apa-apa karena jika ayahnya
mengajak berbicara itu bukanlah negosiasi melainkan sebuah pemberitahuan
yang tidak dapat diganggu gugat. Yang mampu sika lakukan hanyalah
bercerita sambil menangis pada ibunya. Sang ibu yang penyanyang dan
penyabar sangat mengerti betul sikap suaminya yang keras kepala.
"Sudahlah nakk, turuti dulu apa mau bapakmu" sambil menangis, ibu
memberi nasehat pada sika.
Keesokan harinya sika tidak masuk sekolah, Bukan tanpa alasan sika tidak
mau masuk sekolah karena ia sangat kelelahan menangisi nasibnya
sepanjang malam. Entah karena kebetulan atau bukan, Namun andri juga
tidak masuk sekolah hari itu tanpa pemberitahuan yang jelas.
Jam sudah menunjukkan pukul 16.00 Sika sudah harus bersiap siap untuk
menyambut calon tunangannya. "Buu, aku nggak mau dilamar dulu" pinta sika
sambil merengek pada ibunya" namun ibu sika hanya bisa menggelengkan
kepala sembari menahan kesedihan.
pada pukul 17.00 tepat datanglah iring-iringan rombongan mempelai pria
layaknya acara lamaran pada umumnya. Betapa kagetnya sika ketika melihat
siapa yang keluar dari mobil sedan putih tersebut karena ternyata calon
tunangan yang dijodohkan dengan sika adalah andri sendiri yang merupakan
mantan kekasih sika.
"Kamu????" "kok kamu ada disini sih?" tanya sika setengah tidak percaya.
"Iya ini aku andri" Jawab andri dengan suara lirih.
Tanpa basa basi akhirnya sika memeluk erat andri karena memang sika
sangat mencintai andri
"SIk, maafin aku yaa, sebenernya aku sangat sayang dan cinta sama kamu"
ujar andri karena memang andri masih sangat sayang pada sika.
"Iya ndri, aku juga minta maaf"
Betapa terkejutnya sika dan andri karena takdir mempertemukan mereka
kembali dalam ikatan pertunangan setelah mereka lama berpisah.
5. 9 Frictions

Aku adalah seorang murid disebuah SMA favorit di daerahku. Aku


mempunyai beberapa teman yaitu Cepy, Afif, Rifki, Gery, Riki dan Irfan.
Pada hari jumat kami mendapat tugas IPA untuk membuat percobaan seputar
Bioteknologi, akantetapi kami tidak lekas mengerjakannya pada hari itu! karna
kami memiliki kesibukan masing-masing akhirnya kami sepakat akan
mengerjakan tugas itu pada hari kamis pulang sekolah minggu depan dan itu
juga dilaksanakan berbarengan dengan latihan tari.
Mulanya kami akan ikut latihan tari dulu di sekolah karena memang sedang
diadakan latihan untuk persiapan sendra tari dua bulan lagi, tetapi karna salah
seorang kami yang merayakan ulang tahun Rizal mengundang kami untuk
ikut acara ultahnya. Akhirnya kami ikut merayakannya, yaaa walaupun
sebenarnya tujuan kami hanya ingin mencicipi kue ulang tahunnya saja,
Karena keasyikan makan kue akhirnya kami lupa ada jadwal latihan tari yang
harus dilakukan. hihihi. akhirnya kami bergegas ke rumah Gery tanpa afif
karena dia sedang ada urusan lain.
Sesampainya dirumah Gery aku beristirahat sejenak sembari menunggu Rifki
dan Irfan Tertinggal dibelakang, Tidak lama berselang Irfan dan Rifki sampai
yang berbarengan dengan Gery yang membawakan seikat rambutan dan air
dingin, Sontak kami langsung menikmati suguhan yang diberikan Gery. Tidak
lama sesudahnya Irfan mendapat telfon dari Afif yang katanya minta dijemput
di depan komplek karena ingin ikut mengerjakan tugas. Karena
mempertimbangkan jarak rumah Gery dan depan komplek sangat jauh
akhirnya kami sepakat untuk menjemput Afif dan mengerjakan dirumah Rifki
karena rumah rifki memiliki jarak paling dekat dengan depan komplek.

Bersama dengan Afif kami menuju rumah Rifki, Sesampainya disana kami
beristirahat sejenak dirumah rifki yang berada di lantai atas. Kami bercakap
cakap layaknya sedang mengadakan rapat, padahal hal yang dibahas tidak
begitu penting sih hehehe, Tidak lama berselang Rifki memanggil ibunya
untuk meminta dibawakan makanan dan minuman untuk kami. Bukkk bawain
makanan saa minuman dong, pinta Rifki pada ibunya. Iya-iya bentar. Jawab
ibunya. Jangan lupa fantanya sekalian bisikku pada Rifki, hehehhe..
Akhirnya kami pergi kebawah untuk berlatih tari, sambil sesekali menyantap
makanan yang diberikan ibu Rifki. hehehe.. memang sih pada awalnya kami
hanya bercanda. eh tidak taunya rifki benar-benar meminta makanan pada
ibunya.
Pada saat diperjalanan hujan pun turun kembali kami akhirnya berteduhh di
sebuah saung yang tidakk jauh dari tempat pembuatan roti. Rifki dan Irfan
memutuskan utk pergi ke rumah pembuat roti tersebut agar tugas kami cepat
selesai jadi aku, Ceppy , Gery dan Riki pun menungguu di saung yang juga
merupakan pos ronda. setelah beberapa menit Irfan dan Rifki keluar
menghampiri kami pada saat keadaan masih gerimis, Kami berharap
semuanya sudah beres dan selesai, akan tetapi masih ada proses yakni
mengoven roti, dan ternyata dirumah itu hanya membuat adonan roti saja
yang nanti akan di oven di toko yang letaknya agak jauh dari tempat
pembuatan adonan itu. Kami pun pergi walau keadaan masih gerimis,
sesampainya di toko Rifki mengusulkan agar roti dibentuk seperti kata-kata
9F, akhirnya kami pun setuju ,tetapi Riki mengusulkan kata kata 9 Fiction
yang memiliki arti 9 Fiksi. Jujur saja aku tidak terlalu paham mengapa ia
memilih kata-kata itu namun kami menyetujui usulannya tersebut. karena Rifki
khawatir hujan akan semakin lebat akhirnya ia menyuruh kami untuk pulang
kerumah masing-masing dan sisanya dia yang mengerjakan, maka kami pun
menyetujui dan pulang kerumah kami masing masing.
Keesokan harinya setelah kue jadi, Kami menyerahkannya sebagai tugas
boteknologi kami. Tidak disangka-sangka ternyata kami mendapatkan nilai
terbaik dikelas.

Anda mungkin juga menyukai