Anda di halaman 1dari 23

Duduk

Diam
Pergi
Berdiri
Selamat malam
Selamat pagi
Selamat sore
Selamat siang
Selamat datang
Sampai jumpa
Tolong
Awas
Lihatlah
Pergilah
Tunggu
Selesaikan
Masuklah
Kerjakan
Biarkan
Rapikan

Ani menanam bunga


Andi bernagkat ke sekolah
Ibu dan Ayah pergi ke rumah Nenek
Kami sekeluarga pergi bertamasya
Siswa sedang belajar di sekolah
Para siswa sedang berupacara
Adik makan permen
Petani menanam padi
Ayah pergi ke kantor
Ibu memasak di dapur
Adik bermain dengan temannya
Kakak sedang tidur
Adik diajak Paman bermain
Upacara tadi dipimpin kepala sekolah
Mereka menonton pertandingan bola basket
Ibu mengajak adik ke pasar
Irwan mempunyai sepatu baru
Semua siswa belajar dengan rajin
Para pedagang ramai berjualan di pasar
Semua peserta lomba bersiap di garis start

Kancil dan Buaya


Cerita Kancil dan Buaya - Suatu hari, ada seekor kancil sedang duduk bersantai di
bawah pohon. Ia ingin menghabiskan waktu siangnya dengan menikmati suasana
hujan yang asri dan sejuk. Beberapa waktu kemudian, perutnya keroncongan. Ya,
kancil yang konon katanya cerdik itu lapar. Ia sedang berpikir untuk mendapatkan
mentimun yang letaknya berada di seberang sungai. Tiba-tiba terdengar suara
kecipak keras dari dalam sungai. Ternyata itu adalah buaya.
Kancil yang cerdik itu pun punya ide jitu untuk menghilangkan rasa laparnya. Ia
bangkit dari duduknya dan berjalan cepat ke arah sungai untuk menghampiri
buaya. “selamat siang buaya, apakah kau sudah makan?” Tanya kancil berpura-
pura. Namun buaya itu tetap diam, nampaknya ia tertidur pulas sehingga tidak
menjawab pertanyaan kancil. Si kancil pun mendekat. Kini jaraknya dengan buaya
hanya satu meter saja “hai bbaya, aku punya banyak daging segar. Apakah kau
sudah makan siang?” Tanya kancil dengan suara yang dikeraskan. Buaya itu tiba-
tiba mengibaskan ekornya di air, ia bangun dari tidurnya. “ada apa? Kau
mengganggu tidurku saja” jawab buaya agak kesal. “sudah kubilang, aku punya
banyak daging segar. Tapi aku malas untuk memakannya. Kau tahu bukan kalau
aku tidak suka daging? Jadi aku berniat memberikan daging segar itu untukmu dan
teman-temanmu” jawab kancil polos. “benarkah itu? Aku dan beberapa temanku
memang belum makan siang.
Hari ini ikan-ikan entah pergi kemana, sehingga kami tak punya cukup makanan”
jawab buaya kegirangan. “kebetulan sekali, kau tidak perlu khawatir akan
kelaparan buaya. Selama kau punya teman yang baik sepertiku. Benarkan?
Hehehe” ujar kancil sembari memperlihatkan deretan gigi runcingnya. “terimaksih
kancil, ternyata hatimu begitu mulia. Sangat berbeda dengan apa yang dikatakan
oleh teman-teman di luar sana. Mereka bilang kalau kau licik dan suka
memanfaatkan keluguan temanmu untuk memenuhi segala ambisimu” jawab
buaya yang polos tanpa ragu-ragu. Mendengar itu, kancil sebenarnya agak kesal.
Namun, ia harus tetap terlihat baik demi mendapatkan mentimun yang banyak di
seberang sungai “aku tidak mungkin sejahat itu. Biarlah. Mereka hanya belum
mengenalku saja, sebab selama ini sikapku terlalu cuek dan tidak peduli dengan
omong kosong seperti itu. Cerita kancil dan buaya.

Sekarang, panggilah teman-temanmu” ujar kancil. Buaya itu pun tersenyum lega,
akhirnya ada jatah makan siang hari ini. “teman-teman, keluarlah. Kita punya jatah
makan siang daging segar yang sangat menggoda. Kalian sangat lapar bukan?”
Pekik buaya dengan suara yang sengaja dikeraskan agar teman-temannya cepat
keluar. Tak lama kemudian, 8 ekor buaya yang lain pun keluar secara bersamaan.
Melihat kedatangan buaya itu, kancil berkata “ayo berbaris yang rapi. Aku punya
banyak daging segar untuk kalian”. Mendengar itu, 9 ekor buaya itu pun berbaris
rapi di sungai. “baiklah, aku akan menghitung jumlah kalian, agar daging yang aku
bagikan bisa merata dan adil” tipu kancil.
Kancil pun meloncat-loncat girang melewati 9 ekor buaya sembari berkata ‘satu,
dua, tiga, empat, lima, enam, tuju, delapan, dan sembilan” hingga akhirnya ia
sampai di seberang sungai. 9 buaya itu berkata “mana daging segar untuk makan
siang kami?”. Kancil terbahak-bahak lalu berkata “betapa bodohnya kalian,
bukankah aku tak membawa sepotong pun daging segar di tangan? Itu artinya aku
tak punya daging segar untuk jatah makan siang kalian. Enak saja, mana bisa
kalian makan tanpa ada usaha?”. 9 ekor buaya itu pun merasa tertipu, salah satu
diantara mereka berkata “akan ku balas semua perbuatanmu”. Kancil pun pergi
sembari berkata “terimakasih buaya bodoh, aku pamit pergi untuk mencari
mentimun yang banyak. Aku lapar sekali”.
Demikian cerita dan dongeng fabel kancil dan buaya sebagai dongeng anak
sebelum tidur anda. Semoga bermanfaat.
SEMUT DAN KEPOMPONG

Di suatu hutan yang rindang, hidup berbagai binatang


buas dan jinak. Ada kelinci, burung,kucing, capung, kupu-kupu dan yang lainnya.
Pada suatu hari, hutan dilanda badai yangsangat dahsyat. Angin bertiup sangat
kencang, menerpa pohon dan daun-daun. Kraak! terdengar bunyi dahan-dahan
berpatahan. Banyak hewan yang tidak dapat menyelamatkandirinya, kecuali si
semut yang berlindung di dalam tanah. Badai baru berhenti ketika pagimenjelang.
Matahari kembali bersinar hangatnya.

Tiba-tiba dari dalam tanah muncul seekor semut. Si semut terlindung dari badai
karena ia bisa masuk ke sarangnya di dalam tanah. Ketika sedang berjalan, ia
melihat seekor kepompong yang tergeletak di dahan daun yang patah. Si semut
bergumam, "Hmm, alangkah tidak enaknya menjadi kepompong, terkurung dan
tidak bisa kemana-mana". "Menjadi kepompong memang memalukan!". "Coba
lihat aku, bisa pergi ke mana saja ku mau", ejek semutpada kepompong. Semut
terus mengulang perkataannya pada setiap hewan yang berhasil ditemuinya.

Beberapa hari kemudian, semut berjalan di jalan yang berlumpur. Ia tidak


menyadari kalau lumpur yang diinjaknya bisa menghisap dirinya semakin dalam.
"Aduh, sulit sekali berjalan di tempat becek seperti ini," keluh semut. Semakin
lama, si semut semakin tenggelam dalam lumpur. "Tolong! tolong," teriak si
semut.
"Wah, sepertinya kamu sedang kesulitan ya?" Si semut terheran mendengar suara
itu. Iamemandang kesekelilingnya mencari sumber suara. Dilihatnya seekor kupu-
kupu yang indah terbang mendekatinya. "Hai, semut aku adalah kepompong yang
dahulu engkau ejek.Sekarang aku sudah menjadi kupu-kupu. Aku bisa pergi ke
mana saja dengan sayapku.Lihat! sekarang kau tidak bisa berjalan di lumpur itu
kan?" "Yah, aku sadar. Aku mohon maafkarena telah mengejekmu. Maukah kau
menolongku sekarang?" kata si semut pada kupu-kupu.
Akhirnya kupu-kupu menolong semut yang terjebak dalam lumpur penghisap.
Tidak berapalama, semut terbebas dari lumpur penghisap tersebut. Setelah
terbebas, semutmengucapkan terima kasih pada kupu-kupu. "Tidak apa-apa,
memang sudah kewajiban kita untuk menolong yang sedang kesusahan bukan?,
karenanya kamu jangan mengejek hewanlain lagi ya?" Karena setiap makhluk pasti
diberikan kelebihan dan kekurangan oleh yangMaha Pencipta. Sejak saat itu, semut
dan kepompong menjadi sahabat karib.

Emas dan Batu


Berkat kerja keras dan selalu menabung, petani itu akhirnya kaya raya. Karena tak
ingin tetangganya tahu mengenai kekayaannya, seluruh tabungannya dibelikan
emas dan dikuburnya emas itu di sebuah lubang di belakang rumahnya. Seminggu
sekali digalinya lubang itu, dikeluarkan emasnya, dan diciuminya dengan penuh
kebanggaan. Setelah puas, ia kembali mengubur emasnya.
Pada suatu hari, seorang penjahat melihat perbuatan
petani itu. Malam harinya, penjahat itu mencuri seluruh emas
si petani.

Esok harinya petani itu menangis meraung-raung


sehingga seluruh tetangga mengetahui apa yang terjadi. Tak seorang tetangga pun
tahu siapa yang mencuri emasnya. Jangankan soal pencurian, tentang lubang berisi
emas itu saja mereka baru tahu hari itu. Kalau tidak ada pencurian, tak ada yang
tahu bahwa petani itu memiliki emas yang dikubur di belakang rumahnya.
Sebagian orang ikut bersedih atas pencurian itu, sebagian yang lain mengejek dan
menganggap petani itu bodoh.

“Salah sendiri menyimpan emas di rumah. Mengapa tidak dijual saja dan
uangnya dipakai untuk membangun rumah. Biar rumahnya lebih bagus, tidak reot
seperti sekarang. Itulah ganjaran orang kikir. Kalau dimintai sumbangan, selalu
saja jawabannya tidak punya. Sekarang, rasakan sendiri!”

Tetapi tak seorang pun yang berani terus terang mengejek atau mengumpat
petani yang ditimpa kemalangan itu. Semua ejekan dan umpatan hanya diucapkan
di antara sesama mereka saja, tidak di hadapan si petani. Hanya seorang lelaki tua
miskin yang berani bersikap jujur kepada petani itu. Lelaki tua itu tinggal tak jauh
dari rumah si petani.

“Sudahlah, begini saja. Di lubang bekas emas itu kuburkanlah sebongkah


batu atau apa saja dan berlakulah seperti sebelum kau kecurian.”

Mendengar itu, si petani marah.

“Apa maksudmu? Kau mengejekku, ya? Yang hilang itu emas, bukan batu.
Kau sungguh tetangga yang jahat. Kau memang orang miskin yang cuma bisa
mengubur batu. Aku bisa mengubur emas atau apa saja semauku. Kini aku
kehilangan emas dan kau enak saja menyuruhku mengubur batu. Kau pikir batu
sama dengan emas?!”

Suasana pun gaduh. Orang-orang melerai.

Dengan tenang lelaki tua itu menjawab:

“Apa bedanya emas dan batu? Kalau kau bisa mengubur emas, seharusnya
kau juga bisa mengubur batu. Tahukah kau, dengan mengubur emas berarti kau
telah menjadikan logam mulia itu sebagai barang yang tidak berharga. Lalu, apa
salahnya kau mengubur batu dan berkhayal yang kau kubur itu adalah emas.”

Sunan Drajat
Sunan Drajat adalah putera Sunan Ampel dengan Dewi
Candrawati. Adiknya bernama Raden Makdum Ibrahim yang
dikenal dengan nama Sunan Bonang. Nama Asli Sunan Drajat
adalah Raden Qosim diminta ayahnya untuk berdakwah di
sebelah barat Gresik. Di sana belum ada ulama yang
menyebarkan agama Islam. Sebelum memulai perjalanan, Raden Qosim singgah di
pesantren Sunan Giri di Gresik untuk memohon restu. Ia kemudian naik perahu
menuju ke arah barat. Semula angin laut mendorong perahu dengan tenang. Tiba-
tiba topan bertiup kencang. Dalam sekejap mata, topan itu menjadi badai yang
dahsyat. Kilat sambung-menyambung.

Raden Qosim tak henti-hentinya berzikir. Perahu yang ditumpangi Raden Qosim
akhirnya di hantam gelombang besar. Perahu itu oleng, lalu menghantam batu
karang dengan keras. Ketika perahu menghantam karang, datanglah seekor ikan
talang menghampiri Raden Qosim. Tadinya, ikan itu dikira serpihan badan kapal
yang hancur. "hamba datang karena melihat perahu Raden Qosim mengalami
musibah. Hamba hendak mengantar Raden ke tempat tujuan. Ke manakah Raden
akan pergi"? tanya ikan talang. Raden Qosim menjelaskan bahwa ia kan pergi ke
desa Jelag di daerah Banjarwati. "Baiklah, hamba akan mengantarkan Raden," kata
ikan talang,. Raden Qosim berterima kasih seraya naik ke punggung ikan talang.
Akhirnya ia tiba dengan selamat di daerah Banjarwati, kecamatan Paciran,
Kabupaten Lamongan.

"Terima kasih wahai ikan talang, semoga Allah membalas


kebaikanmu. Aku berjanji agar anak keturunanku tidak
mengganggumu apalagi makan dagingmu. Bila mereka
melanggar janji ini, mereka akan terkena penyakit yang tak tersembuhkan," ujar
Raden Qosim. Sesampainya di darat, Raden Qosim bersujud syukur atas
perlindungan Allah.

Kedatangan Raden Qosim disambut dengan gembira oleh masyarakat, lebih-lebih


setelah mengetahui bahwa ia adalah putera Sunan Ampel. Raden Qosim lalu
mendirikan surau sebagai tempat berdakwah. Caranya berdakwah luwes dan
ramah. Setelah menetap selama setahun, Raden Qosim melanjutkan kegiatan
dakwahnya ke sebelah selatan. Tiga tahun kemudian, ia mendapat petunjuk Allah
untuk membangun tempat berdakwah yang lebih besar. Tempat yang dipilihnya
agak tinggi, karena itu dinamai Dalem Dhuwur. Kalau Raden Qosim kemudian
disebut Sunan Drajat, hal itu bukan saja karena pesantrennya yang ada di atas
bukit, namun juga karena derajat ilmunya yang tinggi.

Sunan Drajat adalah wali yang hidupnya sangat sederhana. Walaupun demikian, ia
tetap berusaha mencari rizki, yang kemudian digunakannya untuk membantu
orang-orang yang lebih membutuhkan. Maka ia dikenal sebagai wali yang sangat
dermawan. Di antara ajaran-ajarannya, yang terkenal adalah sebagai berikut :

Berilah tongkat bagi yang buta


Berilah makan bagi yang kelaparan
Berilah pakaian bagi yang telanjang
Berilah tempat berteduh kepada yang kehujanan
Sunan Drajat menggunakan kesenian daerah untuk berdakwah.
Di museumnya, tersimpan seperangkat gamelan yang pernah
dipakainya. Sunan Drajat juga telah menciptakan Gending
Pangkur yang hingg kini masih disukai orang-orang Jawa.

Maksud ajaran Sunan Drajat itu adalah : Pertama, agar kita sebagai manusia suka
memberi petunjuk kepada yang tidak tahu atau tidak mengerti suatu hal.
Memberikan pengertian dengan sabar dan telaten adalah satu cara yang harus
digunakan orang tua dan guru untuk mendidik anak-anak.

Kedua, hendaklah kita dengan tulus ikhlas memberi pertolongan kepada yang
miskin atau kekurangan makan, tanpa memperhatikan suku, agama, asal usul dan
keturunan. Bantuan itu, Insya Allah, akan menghindarkan orang dari perbuatan
jahat yang dilarang agama.

Nasihat ketiganya ialah ajakan bagi orang-orang yang belum berperilaku sopan
santun dan lemah lembut. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu sering menemu
orang yang kasar, kurang sopan, tidak acuh pada orang lain dan suka
mementingkan diri sendiri. Menjadi tugas kitalah untuk memberi contoh
bagaimana bersikap sayang, sopan dan menghargai orang lain.

Nasihat keempat Sunan Drajat ialah bila ada orang yang ditimpa bencana,
kesulitan atau menderita kekurangan, hendaklah kita dengan senang hati memberi
bantuan dan perlindungan.

Sesungguhnya, empat ajaran Sunan Drajat adalah hal yang perlu dilaksanakan
setiap orang. Pemeluk agama apa pun seyogianya berusaha untuk melaksanakan
ajaran itu. Terlebih para orang tua, guru maupun para pemimpin, agar mereka
dapat menjadi teladan bagi anak-anak dan rakyat kecil.

Moral : Bila hidup di tengah masyarakat, hendaklah kita selalu menunjukkan sifat
dermawan, kasih sayang, mau membantu orang yang menderita dan bersedia
memberikan bimbingan kepada orang yang belum mengetahui kebenaran.
Ular Hitam Bukit Kangin

Di daerah pedalaman pulau Bali terdapat sebuah desa yang


subur, makmur, aman dan damai bernama desa Tenganan.
Namun, pada suatu hari penduduk desa dikejutkan oleh
kedatangan seorang lelaki yang berpakaian compang-camping
seperti layaknya pengembara yang kehabisan bekal. "Siapakah
namamu? Darimana asalmu?" tanya seorang pemuka mayarakat bernama Jero
Pasek Tenganan. "Nama saya I Tundung. Saya orang miskin, tidak punya tempat
tinggal tetap," jawab lelaki itu.

Jero Pasek Tenganan merasa iba melihat keadaan I Tundung. Lantas ia


memberikan makanan dan minum secukupnya. Ucapan terima kasih tak henti-
hentinya disampaikan I Tundung kepada Jero Pasek Tenganan. "Maaf, tuan. Kalau
tuan berkenan, saya ingin mengabdikan diri kepada tuan," pinta I Tundung.
"Pekerjaan apapun yang tuan berikan, akan saya kerjakan dengan senang hati,"
tambah I Tundung. Karena kasihan Jero Pasek menerima permintaan I Tundung.
Maka, mulai saat itu I Tundung tinggal di rumah Jero Pasek.

I Tundung sangat rajin bekerja. Selain bercocok tanam di sawah dan di ladang, ia
pun memelihara ternak. Hasil taninya sangat memuaskan. "Hem, dia mempunyai
tangan dingin. Sehingga tanaman apa pun yang ia tanam tumbuh subur dan
hasilnya melimpah," kata seorang petani kepada temannya. "Dan ia mempunyai
bakat beternak. Sehingga ternak jenis apa pun cepat menjadi gemuk dan beranak
pinak," ucap teman petani itu.
Melihat hasil kerja yang berlimpah itu, I Tundung tidak sombong. Ia bahkan
menularkan ilmu taninya kepada petani lain. Namun, kunci keberhasilannya adalah
harus tekun dan rajin bekerja. Pada suatu hari, Jero Pasek memanggil I Tundung.
"Melihat hasil pekerjaanmu, aku akan menyerahkan sebidang tanah di Bukit
Kangin. Tanah itu tandus dan gersang, sehingga tidak ada orang yang mau
mengolahnya," kata Jero Pasek kepada I Tundung. "Aku yakin, kau mampu
menggarapnya dan hasilnya pun akan melimpah," tambah Jero
Pasek.

Sejak saat itu, I Tundung pindah tempat tinggalnya ke Bukit


Kangin. Ia menggarap lahan yang tandus dan gersang itu bukan hanya dengan
tenaga yang digunakan, tetapi akal. I Tundung melihat ada sebuah mata air di
lereng gunung. "Hem, mata air itu akan kualirkan kemari. Dengan begitu, aku akan
lebih mudah menggarap lahan ini," gumam I Tundung penuh keyakinan. Dengan
segala daya upaya yang tiada henti, akhirnya air dari mata air di lereng gunung itu
berhasil dialirkan ke Bukit Kangin. Ia mulai bercocok tanam padi, jagung dan
sayur mayur.

Tibalah saat panen. Hasilnya melimpah ruah. Jero Pasek memuji keberhasilan I
Tundung. "Aku sangat bangga dengan usahamu yang tak kenal lelah. Kau bisa
membuktikan kecakapanmu bertani. Maka mulai saat ini, kau kuberi tugas untuk
menggarap lahan di seluruh bukit," kata Jero Pasek kepada I Tundung. Ternyata I
Tundung bisa mengolah lahan di Bukit Kangin menjadi tanah pertanian dan
peternakan yang maju.

Setelah Jero Pasek dan I Tundung menikmati hasil dari lahan di


Bukit Kangin, terjadilah musibah. Hampir setiap malam hasil
lahan pertaniannya banyak yang hilang. Bukan hanya itu. Ternak
yang dipelihara di lahan itu pun satu demi satu hilang dari
kandangnya. Betapapun I Tundung sudah menjaga sekuat tenaga,
namun tetap saja terjadi pencurian.
"Aku sangat kecewa dengan kejadian yang sangat merugikan itu. Mungkin, kau
sudah bosan merawat atau menjaga lahan pertanian dan ternak, sehingga sering
terjadi pencurian itu," kata Jero Pasek kepada I Tundung. Tentu saja, perasaan hati
I Tundung bagaikan tertusuk pisau mendengar ucapan Jero Pasek itu.

I Tundung sangat malu dengan Jero Pasek, karena tidak bisa mengatasi pencurian
yang berada di lahan garapannya. Setiap malam ia merenung sambil memutar otak
bagaimana cara mengatasi pencuri yang lihat itu. Di tengah malam yang hening, I
Tundung masuk ke sebuah pura di lahan garapannya. Pura itu bernama Pura Naga
Sundung. Ia berdoa sangat khusuk mohon agar dapat mengatasi pencurian yang
sangat merugikan itu. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara gaib yang terngiang-
ngiang ditelinganya.

"Permohonanmu dikabulkan, asalkan kau mau mengikuti perintahku," bunyi suara


gaib. Kau harus rela berubah menjadi ular hitam, tambah suara gaib itu. Jadikanlah
diri hamba apa saja, asalkan hamba dapat menghapus rasa malu dan dapat
mengabdi pada tuan Jero Pasek," ucap I Tundung. Setelah mengucapkan kata-kata
itu. I tundung merasakan kaki dan lehernya bertambah panjang dan
berubah menjadi seekor ular hitam yang besar.

Pada suatu hari, Jero Pasek ingin menemui I Tundung di lahan


Bukit Kangin. Namun, setelah ia menyusuri seluruh bukit, ternyata
ia tidak menemukan I Tundung. Jero Pasek tak putus asa mencari I Tundung.
Tibalah ia di Pura Sundung. Betapa terkejutnya ia melihat ada seekor ular hitam
legam yang sangat besar. "Jangan takut, tuan Jero Pasek. Hamba adalah I Tundung
yang telah menjelma menjadi ular hitam. Hamba berjanji tetap mengabi pada tuan
dan bersedia menjaga lahan Bukit Kangin ini. Bila ada yang berani mencuri hasil
lahan dan ternak, mereka akan ku usir," ucap I Tundung.

"Maafkan aku, I Tundung. Bukannya aku tidak mempercayaimu. Melainkan aku


ingin memberi kepercayaan sepenuhnya kepadamu untuk mengolah, merawat dan
menjada hasil lahan di Bukit ini," kata Jero Pasek mantap. "Nah, mulai sekarang
kau kuberi tugas untuk menjaga lahan ini sampai anak keturunanmu," lanjut Jero
Pasek. Mendengar tugas itu, ular hitam legam yang dinamai Lelipi Selem Bukit itu
perlahan-lahan masuk ke semak-semak. Sejak itu, di Bukit Kangin tidak ada lagi
pencurian.

Moral : Sebuah kesetiaan yang tulus, diperlukan pengorbanan apa pun bentuknya.
Hal ini telah dibuktikan oleh I Tundung yang mengabdi kepada Jero Pasek
Tenganan.
Anak Katak yang Sombong dan Anak Lembu
Di tengah padang rumput yang sangat luas,
terdapat sebuah kolam yang dihuni oleh
berpuluh-puluh katak. Diantara katak-katak
tersebut ada satu anak katak yang bernama
Kenthus, dia adalah anak katak yang paling besar
dan kuat. Karena kelebihannya itu, Kenthus
menjadi sangat sombong. Dia merasa kalau tidak ada anak katak lainnya yang
dapat mengalahkannya.

Sebenarnya kakak Kenthus sudah sering menasehati agar Kentus tidak bersikap
sombong pada teman-temannya yang lain. Tetapi nasehat kakaknya tersebut tidak
pernah dihiraukannya. Hal ini yang menyebabkan teman-temannya mulai
menghindarinya, hingga Kenthus tidak mempunyai teman bermain lagi.

Pada suatu pagi, Kenthus berlatih melompat di padang rumput. Ketika itu juga ada
seekor anak lembu yang sedang bermain di situ. Sesekali, anak lembu itu
mendekati ibunya untuk menyedot susu. Anak lembu itu gembira sekali, dia
berlari-lari sambil sesekali menyenggok rumput yang segar. Secara tidak sengaja,
lidah anak sapi yang dijulurkan terkena tubuh si Kenthus.

"Huh, berani makhluk ini mengusikku," kata Kenthus dengan perasaan marah
sambil coba menjauhi anak lembu itu. Sebenarnya anak lembu itu pula tidak
berniat untuk mengganggunya. Kebetulan pergerakannya sama dengan Kenthus
sehingga menyebabkan Khentus menjadi cemas dan melompat dengan segera
untuk menyelamatkan diri.

Sambil terengah-engah, Kenthus sampai di tepi kolam. Melihat Kenthus yang


kelihatan sangat capek, kawan-kawannya nampak sangat heran. "Hai Khentus,
mengapa kamu terengah-engah, mukamu juga kelihatan sangat pucat sekali,”
Tanya teman-temannya.
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya cemas saja. Lihatlah di tengah padang rumput itu.
Aku tidak tahu makhluk apa itu, tetapi makhluk itu sangat sombong. Makhluk itu
hendak menelan aku." Kata Kenthus..

Kakaknya yang baru tiba di situ menjelaskan. " Makhluk itu anak lembu.
sepengetahuan kakak, anak lembu tidak jahat. Mereka memang biasa dilepaskan di
padang rumput ini setiap pagi."

"Tidak jahat? Kenapa kakak bias bilang seperti itu? Saya hampir-hampir
ditelannya tadi," kata Kenthus. "Ah, tidak mungkin. Lembu tidak makan katak atau
ikan tetapi hanya rumput." Jelas kakaknya lagi.

"Saya tidak percaya kakak. Tadi, aku dikejarnnya dan hampir ditendang olehnya."
Celah Kenthus. "Wahai kawan-kawan, aku sebenarnya bisa melawannya dengan
mengembungkan diriku," Kata Kenthus dengan bangga.

" Lawan saja Kenthus! Kamu tentu menang," teriak anak-anak katak beramai-
ramai.

"Sudahlah Kenthus. Kamu tidak akan dapat menandingi lembu itu. Perbuatan
kamu berbahaya. Hentikan!" kata Kakak Kenthus berulang kali tetapi Kenthus
tidak mempedulikan nasehat kakaknya. Kenthus terus mengembungkan dirinya,
karena dorongan dari teman-temannya. Sebenarnya, mereka sengaja hendak
memberi pelajaran pada Kenthus yang sombong itu.

"Sedikit lagi Kenthus. Teruskan!" Begitulah yang diteriakkan oleh kawan-kawan


Kenthus. Setelah perut Kenthus menggembung dengan sangat besar, tiba-tiba
Kenthus jatuh lemas. Perutnya sangat sakit dan perlahan-lahan dikempiskannya.
Melihat keadaan adiknya yang lemas, kakak Kenthus lalu membantu.

Mujurlah Kenthus tidak apa-apa. Dia sembuh seperti sedia kala tetapi sikapnya
telah banyak berubah. Dia malu dan kesal dengan sikapnya yang sombong.
Si Kancil dan Siput
Pada suatu hari si kancil nampak ngantuk sekali.
Matanya serasa berat sekali untuk dibuka.
“Aaa….rrrrgh”, si kancil nampak sesekali menguap.
Karena hari itu cukup cerah, si kancil merasa rugi jika
menyia-nyiakannya. Ia mulai berjalan-jalan menelusuri
hutan untuk mengusir rasa kantuknya. Sampai di atas
sebuah bukit, si Kancil berteriak dengan sombongnya, “Wahai penduduk hutan,
akulah hewan yang paling cerdas, cerdik dan pintar di hutan ini. Tidak ada yang
bisa menandingi kecerdasan dan kepintaranku”.

Sambil membusungkan dadanya, si Kancil pun mulai berjalan menuruni bukit.


Ketika sampai di sungai, ia bertemu dengan seekor siput. “Hai kancil !”, sapa si
siput. “Kenapa kamu teriak-teriak? Apakah kamu sedang bergembira?”, tanya si
siput. “Tidak, aku hanya ingin memberitahukan pada semua penghuni hutan kalau
aku ini hewan yang paling cerdas, cerdik dan pintar”, jawab si kancil dengan
sombongnya.

“Sombong sekali kamu Kancil, akulah hewan yang paling cerdik di hutan ini”, kata
si Siput. “Hahahaha……., mana mungkin” ledek Kancil. “Untuk membuktikannya,
bagaimana kalau besok pagi kita lomba lari?”, tantang si Siput. “Baiklah, aku
terima tantanganmu”, jawab si Kancil. Akhirnya mereka berdua setuju untuk
mengadakan perlombaan lari besok pagi.

Setelah si Kancil pergi, si siput segera mengumpulkan teman-temannya. Ia


meminta tolong agar teman-temannya berbaris dan bersembunyi di jalur
perlombaan, dan menjawab kalau si kancil memanggil.
Akhirnya hari yang dinanti sudah tiba, kancil dan siput pun sudah siap untuk
lomba lari. “Apakah kau sudah siap untuk berlomba lari denganku”, tanya si
kancil. “Tentu saja sudah, dan aku pasti menang”, jawab si siput. Kemudian si
siput mempersilahkan kancil untuk berlari dahulu dan memanggilnya untuk
memastikan sudah sampai mana si siput.

Kancil berjalan dengan santai, dan merasa yakin kalau dia akan menang. Setelah
beberapa langkah, si kancil mencoba untuk memanggil si siput. “Siput….sudah
sampai mana kamu?”, teriak si kancil. “Aku ada di depanmu!”, teriak si siput.
Kancil terheran-heran, dan segera mempercepat langkahnya. Kemudian ia
memanggil si siput lagi, dan si siput menjawab dengan kata yang sama.”Aku ada
didepanmu!”
Akhirnya si kancil berlari, tetapi tiap ia panggil si siput, ia selalu muncul dan
berkata kalau dia ada depan kancil. Keringatnya bercucuran, kakinya terasa lemas
dan nafasnya tersengal-sengal.

Kancil berlari terus, sampai akhirnya dia melihat garis finish. Wajah kancil sangat
gembira sekali, karena waktu dia memanggil siput, sudah tidak ada jawaban lagi.
Kancil merasa bahwa dialah pemenang dari perlombaan lari itu.

Betapa terkejutnya si kancil, karena dia melihat si siput sudah duduk di batu dekat
garis finish. “Hai kancil, kenapa kamu lama sekali? Aku sudah sampai dari tadi!”,
teriak si siput. Dengan menundukkan kepala, si kancil menghampiri si siput dan
mengakui kekalahannya. “Makanya jangan sombong, kamu memang cerdik dan
pandai, tetapi kamu bukanlah yang terpandai dan cerdik”, kata si siput. “Iya,
maafkan aku siput, aku tidak akan sombong lagi”, kata si kancil.
Kucing yang Terlupakan

Di sebuah perumahan, hiduplah seekor kucing


berwarna hitam. Nama kucing itu Molly. Ia tinggal di
rumah keluarga Jones. Molly selalu memburu dan
memakan tikus-tikus yang suka mencuri makanan di
dapur keluarga Jones.
Molly memang seekor kucing yang lucu dan
menggemaskan. Matanya berwarna hijau dan kumisnya panjang berwarna putih. Ia
suka mendengkur dan sangat senang bila tubuhnya dibelai.
Namun, tidak seorang pun di keluarga Jones suka membelai Molly. Kedua anak di
keluarga Jones kurang menyukai binatang, sedang nyonya Jones sering membentak
Molly jika ia mengeong waktu nyonya Jones sedang memasak ikan.
Di samping rumah keluarga Jones, hiduplah seorang anak bernama Billy. Billy
adalah anak yang baik dan sangat menyayangi binatang. Karena itu ia juga sangat
menyayangi Molly. Setiap sore Molly melompat dari pagar keluarga Jones untuk
mencari Billy dan minta dibelai. “Alangkah senangnya aku jika Molly ini
kucingku,” kata Billy kepada ibunya. “Aku ingin memelihara kucing juga, bu!”
Tetapi ibu Billy tidak ingin memelihara binatang di rumahnya, walaupun
sebenarnya ia juga suka kepada Molly.

Pada suatu hari kuarga Jones pergi ke luar kota. Saat hendak berangkat, anak-anak
keluarga Jones berpamitan kepada Billy. Rupanya mereka hendak pergi berlibur
selama sebulan.
Setelah memasukkan semua barang ke dalam taksi, keluarga Jones berangkat.
“Molly pasti diajak juga,” pikir Billy. Namun ia keliru. Ia sangat terkejut saat
melihat Molly masih ada di halaman rumah keluarga Jones. Billy lalu
menceritakan hal itu kepada ibunya. “Pasti ada orang yang diberi tugas untuk
merawat dan memberi makan Molly setiap hari,” kata ibu Billy.

Molly bertanya-tanya ke mana tuannya pergi. Setelah lama menunggu ia


menggaruk-garuk pintu dapur dengan cakarnya berharap dibukakan pintu. Tetapi
tampaknya tidak ada orang di dalam rumah. Molly lalu memeriksa kalau-kalau ada
jendela yang terbuka sehingga ia bisa masuk, tapi ternyata semua jendela terkunci
rapat.
Molly merasa kesepian. Tetapi ia berharap tuannya akan pulang nanti sore.
Tetapi setelah lama menunggu tuannya tidak juga pulang. Molly mulai merasa
kelaparan. Ia juga kedinginan karena harus tidur di luar. Walaupun bersembunyi di
dalam semak-semak, ia tetap basah karena kehujanan. Molly mulai sakit.

Dua hari telah berlalu. Karena kelaparan Molly memakan tulang kering yang
ditemukannya dan juga daun-daun kering yang ada disekitar rumah. Penyakitnya
juga semakin parah. Ia bersin-bersin dan lemas.

Pada hari keempat Molly sudah menjadi sangat kurus. Ia bahkan hampir tidak bisa
berjalan karena sangat lemah. Ia lalu teringat kepada Billy, anak yang tinggal di
rumah sebelah. Siapa tahu Billy bisa memberinya makanan.
Ia lalu berjalan pelan menuju rumah Billy. Saat melihat Molly, Billy hampir tidak
mengenalinya lagi. “Astaga!, kaukah itu Molly?” seru Billy terkejut. Ia berlutut
dan membelai Molly. “Oh kasihan, kau sangat kurus, pasti kau kelaparan. Apakah
tidak ada orang yang diberi tugas untuk memberimu makan?”
Billy segera mengambilkan ikan dan susu untuk Molly. “Oh kasihan,” kata ibu
Billy. Untuk sementara biar saja ia tidur di dapur kita.”
Molly sangat senang. Setelah makan dengan lahap, ia lalu tidur dengan nyenyak di
dapur ibu Billy. Billy bahkan memberinya tempat tidur dari kotak kayu. Billy juga
membersihkan badannya yang kotor karena beberapa hari tidur di semak-semak.

Malamnya, Molly benar-benar terkejut. Ternyata dapur ibu Billy banyak sekali
tikusnya. Maka ia pun menangkap tikus-tikus itu, karena ia ingin membalas
kebaikan Billy dan ibunya.

Keesokan harinya ibu Billy terkejut karena melihat banyak sekali tikus yang telah
ditangkap oleh Molly. Ibu Billy sangat senang. Molly pun menjadi semakin
disayang di keluarga itu.
Sebulan kemudian, keluarga Jones pulang dari berlibur. Dengan berat hari Billy
mengantar Molly pulang ke rumah keluarga Jones. Tapi, setiap diantar pulang,
Molly selalu melarikan diri dan kembali ke rumah Billy. Molly tahu bahwa Billy
dan ibunya sangat menyayanginya, tidak seperti keluarga Jones yang tega
menelantarkannya.
Karena keluarga Jones tidak terlalu memperdulikan Molly akhirnya mereka pun
memberikan kucing itu kepada Billy.

Akhirnya Molly pun tinggal bersama Billy dan ibunya. Ia sangat bahagia karena
selalu disayang dan dibelai. Ibu Billy pun senang karena dapurnya menjadi bebas
dari gangguan tikus.
Si Kancil Dan Siput

Suatu hari angin berhembus semilir-semilir membuat penghuni hutan mengantuk.


Begitu juga dengan si kancil. Untuk mengusir rasa kantuknya si kancil berjalan-
jalan di hutan sambil membusungkan dadanya.

Sambil berjalan si kancil berkata, “Siapa yang tak kenal kancil. Si pintar, si cerdik
dan si pemberani. Setiap masalah pasti selesai olehku.”

Ketika sampai di sungai, si kancil segera minum untuk menghilangkan rasa


hausnya. Air yang begitu jernih membuat si kancil dapat berkaca. Si kancil
berkata-kata sendirian.

“Buaya, gajah, harimau semuanya binatang bodoh, jika berhadapan denganku


mereka dapat aku perdaya.”

dongeng si kancil dan siput


Si kancil tidak tahu kalau ia daritadi sedang diperhatikan oleh seekor siput yang
sedang duduk di bongkahan batu yang besar.

Si siput berkata, “Hei kancil, kau asyik sekali berbicara sendirian. Ada apa? Kamu
sedang bergembira?”

Kancil mencari-cari sumber suara itu. Akhirnya si kancil menemukan letak si siput.

“Rupanya sudah lama kau memperhatikanku ya? Siput yang kecil dan imut-imut.
Eh bukan! Kamu memang kecil tapi tidak imut-imut, melainkan jelek bagai
kotoran ayam,” ujar si kancil.

Siput terkejut mendengar ucapan si kancil yang telah menghina dan membuatnya
jengkel.
Lalu siput pun berkata, “hai kancil! kamu memang cerdik dan pemberani karena
itu aku menantangmu lomba adu cepat.”

Akhirnya mereka setuju perlombaan dilakukan minggu depan. Setelah si kancil


pergi, siput segera memanggil dan mengumpulkan teman-temannya.

Si siput meminta tolong teman-temannya agar waktu perlombaan nanti semuanya


harus berada di jalur lomba.

“Jangan lupa, kalian bersembunyi di balik bongkahan batu, dan salah satu harus
segera muncul jika si kancil memanggil, dengan begitu kita selalu berada di depan
si kancil,” kata siput.

Hari yang dinanti tiba. Si kancil datang dengan sombongnya, merasa ia pasti akan
sangat mudah memenangkan perlombaan ini. Siput mempersilahkan kancil untuk
berlari duluan dan memanggilnya untuk memastikan sudah sampai mana ia
sampai.

Perlombaan dimulai. Kancil berjalan santai, sedang siput segera menyelam ke


dalam air.

Setelah beberapa langkah, si kancil memanggil siput. Tiba-tiba siput muncul di


depan kancil sambil berseru, “hai kancil! aku sudah sampai sini.”

Si kancil terheran-heran, segera ia mempercepat langkahnya. Kemudian ia


memanggil si siput lagi. Ternyata siput juga sudah berada di depannya.

Akhirnya si kancil berlari tetapi ia panggil si siput, ia selalu muncul di depan


kancil. Keringatnya bercucuran, kakinya terasa lemas dan nafasnya tersengal-
sengal.

Ketika hampir finish, ia memanggil siput, tetapi tidak ada jawaban. Si kancil
berpikir siput sudah tertinggal jauh dan ia akan menjadi pemenang perlombaan.
Si kancil berhenti berlari, ia berjalan santai sambil beristirahat. Dengan senyum
sinis kancil berkata,” kancil memang tiada duanya.”

Si kancil dikagetkan ketika ia mendengar suara siput yang sudah duduk di atas batu
besar.

“Oh kasihan sekali kau kancil. Kelihatannya sangat lelah, capai ya berlari?” ejek
siput.

Tidak mungkin! Bagaimana kamu bisa lebih dulu sampai, padahal aku berlari
sangat kencang,” seru si kancil.

“Sudahlah akui saja kekalahanmu,” ujar siput.

Si kancil masih heran dan tak percaya kalau ia dikalahkan oleh binatang yang lebih
kecil darinya. Si kancil menundukkan kepala dan mengakui kekalahannya.

“Sudahlah tidak usah sedih, aku tidak minta hadiah kok. Aku hanya ingin kamu
ingat satu hal, janganlah sombong dengan kepandaian dan kecerdikanmu. Semua
binatang mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, jadi jangan suka
menghina dan menyepelekan mereka,” ujar siput.

Siput segera menyelam ke dalam sungai. Tinggalah si kancil dengan rasa menyesal
dan malu.

Anda mungkin juga menyukai