Anda di halaman 1dari 8

DONGENG TENTANG JUJUR

1. Buaya yang Jujur

Pada sebuah Sungai di pinggir hutan. Di sungai itu hiduplah sekelompok buaya. Buaya itu ada
yang berwarna putih. hitam, dan belang-belang. Meskipun wama kulit mereka berbeda. mereka
selalu hidup rukun.

Di antara buaya-buaya itu ada seekor buaya yang badannya paling besar. Ia menjadi raja bagi
kelompok buaya tersebut. Raja buaya memerintah dengan adil dan bijaksana sehingga dicintai
rakyatnya.

Suatu ketika terjadi musim kemarau yang amat panjang. Rumput—rumput di tepi hutan mulai
meneunine. Sungai—Sungai mulai surut airnya. Binatang—Binatang pemakan rumput banyak
yang mati. Begitu juga dengan buaya-buaya. Mereka sulit mencari daging segar. Kelaparan
mulai menimpa keluarga buaya. Satu per satu buaya itu mati.

Setiap hari ada saja buaya yang menehadap raja. Mereka melaporkan bencana yang dialami
warga buaya. Ketika menerima laporan tersebut. hati raja buaya merasa sedih. Untungnya Raja
Buaya masih memiliki beberapa ekor rusa dan sapi. Ia ingin membagi-bagikan daging itu kepada
rakyatnya. Raja Buaya kemudian memanggil Buaya Putih. Dan Buaya Hitam. Raja Buaya lalu
berkata. ‘Aku tugaskan kepada kalian berdua untuk membagi bagikan daging.

Setiap pagi kalian mengambil daging ditempat ini. Bagikan daging itu kepada teman-temanmu!”
‘Hamba siap melaksanakan perintah Paduka Raja,” jawab Buaya Hitam dan putih serempak.
Mu1ai hari ini kerjakan tugas itu!”perintah Raja Buaya Kedua Buaya itu segera memohon diri.
Mereka segera mengambil daging yang telah disediakan. Tidak lama kemudian mereka perei
membagi-bagikan daging itu.

Buaya Putih membagikan makanan secara adil. Tidak ada satu buaya pun yang tidak mendapat
bagian. Berbeda dengan Buaya Hitam, daging yang seharusnya dibagi bagikan, justru
dimakannya sendiri. Badan Buaya Hitam itu semakin gemuk. Selesai membagi-bagikan daging,
Buaya Putih dan Buaya Hitam kembali menghadap raja.

“Hamba telah melaksanakan tugas dengan baik, Paduka,” lapor Buaya Putih. “Bagus! Bagus!
Kalian telth menjalankan tugas dengan baik,” puji Raja. Suatu hari setelah membagikan
makanan, Buaya Putih mampir ke tempat Buaya Hitam. Ia terkejut karena di sana-sini banyak
bangkai buaya.

Sementara tidak jauh dan tempat itu Buaya Hitam tampak sedang asyik menikmati makanan.
Buaya Putih lalu mendekati Buaya Hitam. “Kamu makan jatah makanan temen-teman, ya?,
kamu biarkan mereka kelaparan!” ujar Buaya Putih. “Jangan menuduh seenaknya!” tangkis
Buaya Hitam. “Tapi, Iihatlah apa yang ada di depanmu itu!” sahut Buaya Putih sambil menunjuk
seekor buaya yang mati tergeletak.
“Itu urusanku. engkau jangan ikut campur! Aku memang telah memakan jatah mereka. engkau
mau apa?” tantang Buaya Hitam. “Kurang ajar!” ujar Buaya Putih sambil menyerang Buaya
Hitam. Perkelahian pun tidak dapat dielakkan. Kedua buaya itu bertarung seru. Karena
kekenyangan, Buaya hitam geraknya lamban. Akhimya, Buaya Hitam dapat dikalahkan. Buaya
Hitam lalu dibawa kehadapan Raja. Beberapa buaya ikut mengiringi perjalanan mereka. Di
hadapan Sang Raja.

Buaya Putih segera melaporkan kelakuan Buaya Hitam. Setelah mendengarkan saksi-saksi.
Buaya Hitam lalu mendapat hukuman karena kecuranganya itu. ‘Buaya Putih, engkau telah
berlaku jujur. adil, serta patuh. Maka kelak setelah aku tiada. engkaulah yang berhak menjadi
raja menggantikanku.” demikian titah Sang Raja kepada Buaya Putih.

Demikianlah kejujuran selalu berbuah manis pada mereka yang selalu jujur dalam bertindak dan
berkata

2. KANCIL YANG JUJUR

Pada suatu hari yang cerah, teman – teman si kancil sedang bermain di sebuah lapangan yang
luas. Mereka terlihat gembira, mereka bermain sambil tertawa – tawa. Lalu si kancil mencoba
menghampiri, namun teman – temannya malah lari. Mereka meninggalkan kancil sendirian.
Salah satu temannya berkata “ Ayo kita pergi, tidak usah bermain dengannya, karena ia suka
mencuri. Nanti kita bisa ikut – ikutan jadi pencuri “.

Si kancil lalu berkata “ hei jangan pergi, jangan tinggalkan aku sendiri “. Namun teman –
temannya tidak memperdulikan dan tetap pergi meninggalkan si kancil. Si kancil lalu termenung
sendiri, memikirkan nasibnya, yang tidak disukai teman – temannya karena selama ini si kancil
suka mencuri dan tidak patuh pada pimpinannya.

Si kancil merasa menyesal dengan sikap buruknya selama ini, sedih hatinya karena tidak ada
yang mau berteman dengannya. Sejak saat itu, dia berjanji akan mengubah sikap dan tingkah
lakunya kepada teman dan pimpinannya.

Keesokan harinya, si kancil pergi mendatangi pimpinannya, kebetulan sekali teman – temannya
sedang berkumpul disana. Si kancil berjanji akan berubah, hal itu disambut baik oleh teman –
temannya karena si kancil ingin berubah dan memperbaiki diri.

Si pemimpin berkata kepada semua teman – temannya bahwa “ si kancil akan berubah dan
memperbaiki diri. Seraya berkata “ lihat dan saksikanlah oleh kalian semua bahwa mulai hari ini,
teman kita si kancil berjanji akan berubah menjadi lebih baik.
Teman – temannya pun merasa senang, dan berkata “ wahai kancil, kami semua menjadi saksi
atas janji – janji yang telah kamu ucapkan “.
Lalu pemimpin kancil pun berkata lagi “ aku sebagai pemimpin disini akan mengajukan satu
syarat bagi mu, dan syarat itu harus engkau patuhi”

Lalu kancil pun menjawab “ apakah itu wahai pemimpinku “

“syaratnya mudah sekali, jangan engkau berbohong pada dirimu sendiri kalau kau ingin menjadi
hewan yang baik seperti temanmu” jawab sang pemimpin dengan tegas. Mendengar semua itu,
kancilpun mengangguk tanda setuju.

Setelah selang seminggu, si kancil terlihat mondar – mandir didepan kebun seorang petani di tepi
hutan. Ia memperhatikan disekeliling kebun tersebut, untuk memastikan tidak ada siapa- siapa.
Rupanya si kancil merasa lapar dan hendak mencuri mentimun dari kebun tersebut. Sudah
beberapa kali dia mondar mandir, takut jika ada yang melihat.

Tanpa ia sadari, temannya dari jauh memperhatikan tingkah si kancil yang tengah mondar
mandir. Temannya bersembunyi dibalik semak agar tidak terlihat oleh si kancil. Ia
memperhatikan apakah si kancil akan mencuri lagi atau tidak. Sementara si kancil merasa
bimbang, namun perutnya lapar sekali.

Setelah cukup lama berpikir, si kancil memutuskan untuk tidak mencuri lagi. Lalu ia pergi dari
kebun menuju hutan, walaupun perutnya terasa sangat lapar. Temannya yang dari tadi
memperhatikan dari kejauhan, tersenyum karena si kancil telah menepati janjinya untuk tidak
mencuri dan jujur pada dirinya sendiri.

Temannya bercerita kepada teman – temannya yang lain dan pimpinannya, tentang si kancil yang
tidak jadi mencuri padahal perutnya sangat lapar. Akhirnya, semenjak itu si kancil dikenal
sebagai hewan yang jujur dan dia dapat bermain kembali bersama dengan teman – temannya.

3. BERI si beruang jujur

Di suatu hutan tinggalah sebuah keluarga beruang, ayah bekerja sebagai pencari kayu bakar, ibu
bekerja sebagai pembuat kue untuk dijual di pasar, dan beri sang anak adalah seekor beruang
kecil yang lincah, dia rajin membantu kedua orang tuanya .

Suatu hari ayah pergi ke hutan seperti biasa untuk mencari kayu bakar, beri tidak ikut karena
harus mengantar ibu ke pasar menjual kue buatan ibu. Sekembali dari pasar mereka begitu
gembira karena dagangan ibu habis terjual.

Beri berlari menuju rumah dan berteriak “ayah…ayah…lihat kami pulang bawa uang
banyak….ayaaahh….dicari ayahnya ketempat penyimpanan kayu bakar tetapi tidak ada, lalu beri
berlari pada ibunya…ibu…ibuuu…ayah belum pulang…
Ibu lalu seperti bersedih, beri bertanya, “ibu kenapa bersedih?” ibu menjawab “ahh tidak nak,
ibu hanya lelah setelah seharian berjualan, mari masuk rumah”,

Hingga malam hari ayah beri belum juga kembali, ibu menanti dengan setia dipintu rumah, beri
ikut menanti tetapi karena lelah maka iapun tertidur, ibu dengan gelisah menanti ayah pulang,
hingga pagi ibu dengan setia menati.

Saat matahari terbit, ibu tertidur di pintu rumah, dan samar terlihat sesosok beruang menuju
rumah, ibu bangun dengan gembira menyambut suaminya. Dan berteriak “naaak banguun ayah
pulaang” pada beri. Beri pun terbangun dan berlarian keluar rumah.

Tetapi saat beruang itu mendekat kecewalah hati ibu dan beri karena yang pulang adalah paman
durga adik dari ayah beri, hati ibu was-was karena paman membawa golok kesayangan ayah
beri. Ibu begitu gelisah, beripun bertanya pada paman durga, paman…..pamaan….ayah mana ?

Paman durga tertunduk dan berkata, ayah tertembak senapan pemburu, dan dibawa oleh mereka,
maaf rumin (rumin adalah nama ibu) aku tidak bisa berbuat apa-apa kami sekelompok begitu
takut dengan senapan,, ini golok suamimu sebagai kenang-kenangan…

Ibu menerima golok tersebut lalu pingsan, beripun menagis tersedu-sedu dipelukan paman durga.

Singkat cerita beri sudah cukup dewasa untuk mecari kayu bakar dihutan tanpa ditemani paman
durga, lalu pada suatu hari beri mencari kayu didekat danau…

Saat memotong pohon kering tanpa sengaja golok beri tercemplung kedalam danau…beripun
panik dan menangis tersedu-sedu dipinggir danau.

Lalu tiba-tiba muncul seekor ikan mas ajaib dan berkata, “nak mengapa menagis ? dimana orang
tuamu, sedang apa kamu disini?”

Beri menjawab, “aku sedang mencari kayu bakar lalu golokuuu…..” beri tidak melanjutkan
malah menangis “aduuuh ibuuuu bagaimana ini…golok hanya satu-satunya peninggalan ayah
aku hilangkaaan” beri menangis tersedu-sedu, kerana golok itu adalah sumber mata pencaharian
keluarga, Karena ibu tidak membuat kue lagi setelah sakit-sakitan ditinggal ayah.

Ikan itu berkata “ sudah nak jangan menagis, ayahmu dimana?”

Lalu beri menjawab “ayahku sudah tiada, ditembak manusia, dan dibawa oleh mereka”

Ikan mas ajaib itu kembali bertanya “dimana golokmu terjatuh mari aku ambilkan?”

Lalu beri menjawab di sekitar situ, menunjuk kearah yang tidak jauh dari ikan mas ajaib. Lalu
seketikan ikan mas ajaib menyelam dan kembali kepermukaan membawa golok.

Sebilah golok yang cantik terbuat dari emas berlapiskan batu permata.
“ini golok mu nak ?” beri terperanjat dan berkata “bukan itu bukan golok ku, golok ku tidak
sebagus itu”

“baiklah, aku akan cari lagi” ikan mas berkata lagi lalu menghilang kembali menyelam,

Beri masih menangis ketika ikan mas ajaib kembali, “nak sudah jangan menangis, ini golokmu
sudah ketemu” beri loncat kegirangan, tetapi saat melihat sebilah golok perak yang sangat besar
beri berkata” bukan …itu bukan golok kuuuu.., golokku golok biasa, tetapi itu peninggalan ayah,
aku sangat menyayangi golokku…”

“baiklah akan aku bantu carikan lagi” beri kembali menagis dan memanggil-manggil ibu
“ibuuuu..maafkan akuuu …golok ayah aku hilangkaan”…lalu ikan mas itupun kembali
“nak…nak…golokmu sudah ketemu” sambil menunjukan sebilah golok usang bertangkaikan
kayu mahoni, beri melihat golok nya ditemukan sangat gembira, dan tak henti-hentinya
berterima kasih pada ikan mas ajaib.

Sambil bersujud pada ikan mas ajaib beri mengucapkan “terimakasih ikan yang baik …golok ini
sangat berarti bagi saya dan ibu” tanpa disadari ikan mas ajaib itu hilang….beri terperanjat
mendapati ikan mas ajaib sudah tidak ada. Lalu beri bersiap-siap pulang karena hari sudah
petang.

Tiba-tiba ikan mas ajaib kembali kepermukaan, dan berkata “nak…kamu anak yang baik dan
jujur, dan sangat menyayangi kedua orang tuamu, sebagai imbalan atas kejujuranmu, aku hadiahi
kamu golok emas dan golok perak ini, berikanlah pada ibumu…” beripun menerima golok perak
dan golok emas dan pulang dengan hati gembira, dan berencana akan membahagiakan ibu
dengan hasil penjualan golok tersebut.

4. ridho anak jujur

Di sebuah kampung yang jauh, hiduplah sebuah keluarga kecil bahagia, hidup mereka sederhana
dan selalu taat menjalankan Sholat 5 waktu. Itulah keluarga Pak Farhan, keseharian Pak Farhan
hidup hanya bercocok tanam. Mereka makan apa adanya hasil dari bercocok tanam. Ridho anak
si mata wayang Pak Farhan rajin membantu kedua orang tuanya, anak yang rajin, jujur, dan
berbakti kepada ke dua orang tua. Sejak kecil, Ridho di didik untuk selalu jujur dan bersikap
sopan santun kepada orang lain. Pak Farhan selalu menasehati Ridho dengan sabar jika Ridho
berbuat salah.

Setiap berangkat sekolah, Ridho selalu mencium tangan kedua orang tuanya. Uang saku pun
sangat terbatas sekali, namun Ridho tidak pernah mengeluh sedikit pun, ia tetap bersyukur
kepada Allah SWT, atas semua kenikmatan yang dimilikinya sekarang. Ridho tak pernah
menuntut orang tua nya jika ia ingin membeli sesuatu, ia membelinya dengan uang saku yang ia
tabung setiap hari. Di sekolah Ridho anak yang pintar, ia selalu menjadi juara kelas namun dia
tetap rendah hati dan tidak sombong. Di mata guru-guru, Ridho adalah anak yang jujur dan tidak
suka macam-macam.
Suatu siang saat pulang sekolah, Ridho berjalan dengan sendiri. Di tengah jalan yang dia lalui,
ada sebuah dompet yang jatuh. “Ya Allah, dompet siapa ini jatuh di jalan,” kata ridho. Ia
mengambil dompet itu dan membuka untuk melihat KTP siapa pemilik dompet itu.
“Alhamdulillah, ada KTP pemilik dompet ini. Inikan Pak Parto, tetangga kampung sebelah”
gumam Ridho ketika membaca KTP itu. “Aku harus mengembalikan dompet ini sekarang,
kasihan Pak Parto” kata Ridho sambil berjalan.

Setelah sampai di rumah Pak Parto. “Assalamualaikum, Pak Parto” ucap salam ridho.
“Wa’alaikumsalam, eh kamu Ridho,mau cari siapa?” jawab Bu Parto. “Pak Parto ada bu?” tanya
Ridho. “Iya ada, lagi Sholat, silahkan masuk Ridho” jawab Bu Parto. “Terima kasih, bu” ucap
Ridho sambil masuk rumah Pak Parto. Ridho duduk di ruang tamu sambil menunggu Pak Parto
yang sedang Sholat. “Sebentar ya, Ridho. Ibu buatkan minuman dulu buat kamu” kata Bu Parto.
“Tidak usah repot-repot bu, terima kasih” jawab Ridho. “Tidak apa-apa, Ridho. Hanya minuman
saja kok” sahut Bu Parto.

Setelah beberapa menit, Pak Parto selesai Sholat, dia menemui Ridho di ruang tamu. “Eh kamu
Ridho, ada apa kok tumben mampir ke rumah bapak” sambut Pak Parto. “Iya, Pak Parto. Tadi
waktu pulang sekolah, Ridho di jalan menemukan dompet bapak. Ini dompetnya Pak, mohon
diperiksa lagi” jelas ridho. “Alhamdulillah. Bapak tadi juga bingung cari dompet kok tidak ada di
saku celana, ternyata kamu yang menemukan.” kata Pak Parto. Alangkah senangnya hati Pak
Parto, ia memeriksa dompetnya, karena ada surat-surat penting di dalam dompet itu. “Terima
kasih, Ridho. Semua masih utuh. Kamu memang anak yang jujur.” kata Pak Parto sambil
memeluk Ridho. “Sekali lagi bapak ucapkan terima kasih, Ridho.” ucap Pak Parto

“Iya sama-sama Pak. Dompet ini kan bukan hak Ridho, jadi sudah menjadi kewajiban Ridho
mengembalikan dompet ini.” jelas Ridho. “Ini ada hadiah buat kamu Ridho” kata Pak Parto
sambil mengambil uang. “Tidak usah, Pak. Terima kasih, saya ikhlas kok Pak, bukan karena
ingin mengharap imbalan” tolak Ridho secara halus. “Ini bukan imbalan, Ridho. Ini hadiah dari
bapak karena kejujuranmu” kata Pak Parto. “Tidak, Pak. Terima kasih. Ridho tidak bisa
menerima hadiah ini. Ridho pamit pulang dulu ya, Pak. Orang tua Ridho pasti khawatir
menunggu dirumah” jawab Ridho.

Akhirnya Ridho Pulang kerumah diantar Pak Parto naik mobil, karena Pak Parto memang orang
kaya di kampung sebelah. Sampai dirumah, orang tua Ridho kaget melihat Ridho diantar Pak
Parto naik mobil. Pak Parto pun dipersilahkan masuk kerumah Ridho yang sederhana. Setelah
mendengar penjelasan Pak Parto, orang tua Ridho sangat senang dengan kejujuran anaknya, dan
yang lebih menggembirakan, Pak Parto bersedia menjadi orang tua asuh Ridho, ia akan
membiayai Ridho sekolah hingga cita-citanya tercapai. Mendengar berita itu, Pak Farhan dan
istrinya sujud syukur dan berterima kasih kepada Allah SWT. Tak lupa mereka juga
mengucapkan terima kasih kepada Pak Parto. Allah SWT mempunyai rencana tersendiri untuk
hambaNya yang taat dan bersabar.

5. PETANI TUA YANG JUJUR


Disebuah desa hiduplah seorang petani tua. Dia memiliki sedikit kebun – kebun di dekat
rumahnya. Kebetulan sekali petani tua tersebut memiliki seorang tetangga yang kaya raya yang
memiliki banyak kambing. Petani tua tersebut datang kepada seorang tetangganya yang kaya
raya. Dia mengatakan bahwa kambing – kambingnya telah merusak tanamannya.

Dia berkata kepada tetangganya yang kaya raya “ wahai tetanggaku , sudah beberapa hari ini
kambing – kambing engkau masuk kekebunku dan merusak tanaman – tanamanku. Sepertinya
hasil tanamanku akan berkurang karena tanamannya banyak yang rusak. Oleh karena itu saya
akan meminta ganti rugi sebanyak tanamanku yang rusak”.

Tetangga kaya tersebut menjawab “ wahai tetanggaku sahabatku, aku benar – benar minta maaf,
jika kambing – kambing milikku telah merusak tanamanmu sehingga membuatmu rugi. Untuk
itu sebagai tanggung jawabku, aku siap mengganti semua kerugiannya”.

Kata si petani lagi “ kerugian kebunku diperkirakan sekitar dua juta.”

Kata tetangganya yang kaya : “baiklah saya akan memberikanmu uang sebanyak dua juta
sebagai ganti rugi.”

Lalu, tetangga kaya itu mengambil uangnya sebanyak dua juta dan menyerahkannya kepada
tetangganya petani tersebut. Petani menerima dengan hati senang, lalu ia mengucapkan terima
kasih kepada tetangganya yang kaya.

Beberapa bulan kemudian, tibalah waktu panen. Petani senang hati menyambut waktu panen
tiba. Pagi – pagi sekali ia telah datang ke kebunnya untuk memetik hasil tanamannya. Selesai
panen ia pun pergi ke pasar untuk menjual hasil panennya.

Petani tersebut sungguh tidak menyangka, melihat keuntungan yang diperolehnya. Ia


memperoleh keuntungan yang jauh lebih besar dari sebelumnya. Ia berpikir karena tanamannya
banyak yang rusak akan memperoleh hasil yang berkurang, ternyata tidak sama sekali. Setelah
menghitung semua keuntungannya, ia pun pergi kerumah tetangganya yang kaya raya tersebut
untuk mengembalikan uang ganti rugi atas kerusakan tanamannya.

Petani berkata “ wahai tetanggaku , waktu panen telah tiba. Setelah aku memanen semua hasil
kebunku, ternyata aku tidak rugi sama sekali malah keuntungan yang saya peroleh berlipat ganda
dari sebelumnya. Tanaman yang dirusak kambing – kambingmu ternyata berbuah lebat. Aku
tidak merugi sama sekali. Untuk itu aku datang kemari untuk mengembalikan uangmu sebanyak
dua juta.”

Tetangganya pun berkata : “ wahai tetanggaku yang jujur, simpan sajalah uang tersebut
untukmu. Selain itu, aku akan memberikan uang tambahan atas kejujuranmu itu.”

Tetangga kaya tersebut lalu mengambil sejumlah uang untuk diberikan kepada petani. Petani tua
tersebut kaget bercampur senang menerima pemberian dari tetangga kayanya.
Dengan mengucapkan syukur yang tidak henti – hentinya dan berterima kasih, lalu petani pulang
dengan hari gembira.

Anda mungkin juga menyukai