Anda di halaman 1dari 6

Cerita rakyat dari wonosobo

Legenda telaga menjer wonosobo.

Dahulu kala, di sebuah daerah di wonosobo tepatnya di desa Menjer, ada


dua orang gadis yang sedang mengumpulkan makanan di ladang. Tiba-tiba
muncul seekor kepiting yang sangat besar. Kedua gadis ini pun sangat
takjub melihat kepiting raksasa tersebut. Hingga akhirnya mereka lupa akan
nasehat orang tua, yaitu jika melihat sesuatu hal yang aneh atau janggal
segera pergi dari tempat tersebutatau pulang kerumah.

Namun, salah satu dari dua gadis itu mendekati si kepiting dan mengusap
kepiting tersebut. Saat sedang mengusap bagian punggung kepiting itu,
tiba-tiba semua kepiting yang ada di daerah sekitar lenyap dan ditempat
mereka berdiri mengaga sebuah lubang besar dan semakin dalam yang
menyerupai sumur dan membawa kedua gadis tersebut. Jadilah sumur
dengan luas 70 ha dan kemudian dinamakan telaga menjer. Bentuknya
semakin mengecil kebagian dalam hingga menyerupai bentuk kerucut atau
terompet. Konon katanya didalam telaga terkadang muncul seekor ikan
raksasa yang tak terhingga ukurannya dan kadang terlihat seperti ada
seseorang yang berjalan diatas telaga.

Telaga ini terlekat di antara desa menjer, maron dan tlogo. Dibagian barat
telaga ada pohon besar yang menyatu dengan batu-batuan besar mirip
sandaran dan diantara batu ada lubang yang seperti pintu yang tertutup
oelh 3 batu. Jika batu itu dibuka, kita akan melihat mata air yang berada
dalam lekukan seperti bak yang luasnya kurang lebih 3m² dan waarga
setempat menyebutnya gua song kamal.

Banyak yang datang ke gua tersebut untuk meminum air yang berasal dari
mata air tersebut. Katanya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit,
dan jika mereka melihat permukaan air tinggi itu pertand akebaikan akan
datang dan jika air surut itu berarti akan mendapatkan hal yg buruk atau
sesuatu yang perlu diwaspadai.
Nilai moral : sesuatu hal yg baru dan aneh itu b elum tentu baik. Ada baiknya
jika kita mencari tahu terlebih dalhulu untuk mengetahui kebenarannya dan
maksudnya.

Nilai agama : suatu amanah hendakya dijalankan dengan baik, karena


amanah yang diberikan pasti sanagt berguna bagi kita.

Nilai budaya : jangan pernah menganggap remeh perkataan orang tua,


karena terkadang ucapan dan nasehat mereka bisa menjadi suatu hal yang
tak pernah terpikirkan oleh kita.
"Asal-Usul-Usil Sindoro Sumbing"
Sindoro dan Sumbing adalah dua nama gunung yang berdiri gagah di
Wonosobo, dua gunung ini bagaikan saudara kembar (kakak beradik),
terlihat dari posisi mereka yang memang sangat berdekatan, apalagi jika
kita berada di daerah Kledung (perbatasan Wonosobo Temanggung), disitu
kita tepat berada dilembah antar kedua gunung. Kedua gunung ini juga
seperti senjata (tameng)nya Wonosobo, makanya Wonosobo punya satu
kata simbol yang terpampang di tiap gapura perbatasan, yaitu; "Pusakaning
Dwi Pujangga Nyawiji", yang artinya 'Dua senjata yang berada dalam satu
wilayah' yaitu Wonosobo.

Tapi ternyata masih banyak nih temen-temen yang belum tau mitos
terjadinya kedua gunung tersebut, ya nggak? , Mau tau mitosnya kaya apa?
Mari kita simak yang satu ini !

Berawal dari kisah sepasang suami istri, mereka hidup sebagai seorang
petani, yang hidupnya selaras dengan ritme alam pedesaan. Pagi diawali
dengan mencangkul, bercocok tanam. Siang, selepas sepenggalah sinar
matahari, istirahat sejenak. Sore menjelang, tiba saatnya untuk pulang ke
rumah. Demikian roda dinamika kehidupan setiap hari, nyaris tanpa
perubahan.

Mereka mempunyai dua orang anak laki-laki, keduanya mempunyai watak


yang saling bertolak belakang, anak yang pertama bersikap kasar, sombong,
angkuh, bertindak tanpa difikirkan terlebih dahulu dan berwajah buruk
dengan sobekan di bibir. Sedangkan anaknya yang kedua, mempunyai sikap
yang halus, berbudi luhur, patuh, bijaksana dan berwajah rupawan.

Suatu saat, mereka berdua diberikan tugas oleh kedua orangtuanya untuk
pergi ke ladang, membantu mereka bercocok tanam. Walaupun berangkat
bersama-sama, namun rupanya sang kakak dengan berat hati
menjalankannya. Di tengah jalan ia mengomel sendiri sembari membabi
buta menebasi tanaman yang tumbuh di kanan kiri jalan.

"Huh ! Lagi enak-enak tidur, malah suruh ke ladang !". Umpatnya.


"Sabar kak, ini kan sudah menjadi kewajiban kita membantu orangtua ".
Adiknya menimpali diiringi senyum.
"Kamu nggak tau apa? Aku ini capek kalau tiap hari harus mondar-mandir
ke ladang terus-terusan".
"Sabar kak, ya daripada dirumah males-malesan, gini kan itung-itung
olahraga". Kata adiknya yang tak digubris sama sekali.

Sampai di ladang, sang adik dengan segera bergegas mengerjakan apa yang
seharusnya dilakukan, seperti mencangkuli tanah, mencabuti gulma-gulma
yang bertumbuhan, dan lainnya. Sementara si kakak hanya mondar-mandir
keliling ladang untuk mencari buah-buahan.

Kesehariannya setiap ada perintah dari orangtua mereka, sang kakak hanya
bersantai-santai saja melihat adiknya dengan tekun menggarap ladang.
Hingga suatu ketika, tanpa sepengetahuan mereka, ternyata sang ayah dari
tadi mengawasi mereka, dan sang ayah jadi tau, ternyata hanya satu
anaknya yang kerja, sedangkan yang satunya malah bermalas-malasan
saja.

Diamati oleh sang ayah ini selama 7 hari berturut-turut, dan hasilnya tetap
sama, sang adik yang bekerja keras dan si kakak hanya bermalas-malasan.
Mengetahui hal ini, ayahnya sangat marah dan dengan serta merta
menampar dan memukul si kakak, hingga bibirnya yang sedang sakit
tambah sakit sampai robek berdarah, namun karena watak si kakak yang
memang keras, ia melawan ayahnya, hingga terjadilah perkelahian yang
tidak seharusnya dilakukan oleh ayah dan anak ini.

Si adik yang mengetahui hal ini, segera bermaksud melerainya, hingga


akhirnya mereka berhenti berkelahi, sang ayah yang sampai tidak tahan
menghadapi keburukan sifat anaknya ini, dengan suara lantang
mengutuknya.

"Sungguh biadap tabiatmu wahai Sumbing, ayah tidak bisa memaafkan


kelakuanmu, ini sudah keterlaluan, ayah kutuk kamu menjadi gunung !".
Sumpah ayahnya sembari menengadahkan tangannya kelangit.

Langit yang semula terang benderang, tiba-tiba menjadi gelap, gumpalan


awan bergemuruh dan tiba-tiba kilat menyambar si sumbing, seketika
sumbing hilang berganti sebuah bukit yang kemudian terus berkembang
menjadi sebuah gunung, dan kutukan sang ayah ternyata jadi kenyataan.

Namun, walau telah menjadi gunung, ternyata sumbing masih saja angkuh
dengan sikapnya, ia mengeluarkan lava panas dari mulutnya terus menerus,
hingga banyak sekali lembah yang terbentuk sebagai akibat lava tersebut.

"Ayah, jika begini terus menerus, tentunya ini akan berbahaya ayah,
ijinkanlah ananda untuk menemani dan menjaga kemarahan kanda
sumbing". Kata si adik pada ayahnya.

"Tapi bagaimana nanti nasib kamu ndoro, jika kamu malah kalah dari
kakakmu itu?". Jawab ayahnya.

"Tidak ayah, jika aku engkau do'akan pula menjadi sebuah gunung, maka
aku yakin, aku bisa menghentikan kemarahan kanda sumbing".

"Baiklah, jika memang ini keputusanmu, maka ayah sangat berterimakasih


sekali padamu ndoro, jagalah dan temanilah kakakmu, jangan biarkan ia
murka lagi, nanti bisa membahayakan orang-orang yang tak berdosa,
baiklah, wahai Tuhan, ijinkanlah anakku ndoro juga menjadi gunung atas
izinmu".
Dan tiba-tiba cahaya putih dari langit, menyilaukan mata sang ayah, hingga
ia menutupkan matanya dan ketika terbuka, ia mendapati sebuah gunung
yang bagus, hijau kebiruan tepat disamping gunung yang sumbing
(berlubang di puncaknya).

Sejak saat itulah, terjadi dua gunung jelmaan 2 anak petani, yang kemudian
dinamai, Gunung Sumbing (dalam jawa sumbing artinya sobek mulutnya,
dan memang jika dilihat dari arah wonosobo bagian timur, gunung ini
berlubang tepat di puncaknya), dan satunya Gunung SiNdoro (Ndoro dalam
jawa berarti, berbudi baik, bijaksana dan lembut).

Anda mungkin juga menyukai