Anda di halaman 1dari 2

DU’A NALU PARE

Pada jaman dahulu, di sebuah desa di Kabupaten Sikka, terjadi musim kemarau yang
panjang atau musim panceklik. Masayarakat di desa tersebut ditimpa bencana kelaparan,
karena persediaan pangan di desa tersebut telah menipis dan bahkan ada beberapa rumah
yang telah habis pangannya. Masyarakat di desa tersebut pun bingung untuk menemukan
solusi dalam mengatasi bencana kelaparan yang menimpa desa mereka.
Pada suatu hari, seorang bapak yang merupakan salah satu warga di desa tersebut
bermimpi. Dalam mimpinya, ia didatangi oleh seorang kakek tua. Kakek tua tersebut
berpesan kepada sang bapak bahwa, jika ia ingin menolong warga di desa tersebut dari
bencana kelaparan tersebut, ia harus mengorbankan seorang gadis untuk dijadikan tumbal
untuk mengatasi bencana tersebut. Anak gadis itu harus dikurbankan dengan cara dipotong
potong atau dicincang dan disebarkan dagingnya di tanah luas atau kebun mereka. Adapun
bapak tersebut memiliki seorang anak gadis, namun ia sangat menyayangi anaknya itu,
karena ia adalah anak tunggalnya. Maka, bapat tersebut membicarakan tentang mimpinya itu
kepada warga desa lainnya dan meminta solusi. Namun sayangnya, tidak seorang pun dari
warga desa yang mau mengorbankan anak gadis mereka. Maka, dengan berat hati, bapak
tersebut mengorbankan anak gadis kesayangannya itu.
Keesokan harinya, ia mengajak anaknya, ke kebun dengan alas an untuk mencari kayu
bakar. Akhirnya, ia dan anaknya pun pergi. Sesampainya di kebun, mereka bersama-sama
mencari kayu bakar. Setelah selesai mencari kayu bakar, bapak tersebut berpesan kepada
anaknya untuk menunggu sebentar, karena ia ingin mencari sesuatu. Akhirnya, ia
meninggalkan anaknya sendirian. Ternyata, bapak itu pergi untuk mengambil parangnya, dan
akhirnya ia pun datang dan langsung menghunus leher anaknya. Ia kemudian mencincang-
cincang anaknya sendiri dan mulai menyebarkan cincangan tersebut ke tanah gersang di
kebunnya tersebut. Ia sangat bersedih karena telah melakukan hal tersebut, namun dalam
hatinya, ia juga ingin membantu masyarakat desa. Akhirnya ia pun pulang.
Ketika ia tiba di rumahnya, ia ditanyai oleh istrinya mengenai keberadaan anaknya. Ia
hanya bisa mengatakan bahwa anak mereka akan pulang sebentar lagi. Akhirnya, istrinya pun
menunggu kedatangan anak mereka. Namun, hari mulai malam dan anaknya pun tak kunjung
datang, istrinya pun bertanya lagi dan ia hanya terdiam. Keesokan harinya, anaknya pun tak
kunjung datang, akhirnya istrinya bertanya lagi, ia pun tak tahan lagi melihat kegelisahan
istrinya, dan ia pun mengatakan bahwa anak mereka telah meninggal, istrinya sangat bersedih
dan berteriak histeris, namun apalah daya, semuanya telah terjadi.
Setelah seminggu, kakek yang datang dalam mimpi bapak tersebut datang lagi,
namun, dalam mimpi tersebut, kakek itu berpesan kepada sang bapak agar pergi dan melihat
kebunnya. Keesokan harinya, bapak tersebut mengajak istrinya intuk pergi ke kebun mereka.
Akhirnya, ia dan istrinya pun pergi. Sesampainya mereka di kebun, betapa terkejutnya
mereka, bahwa kebun mereka telah ditumbuhi padi yang dalam bahasa Sikka disebut “pare”
atau makanan berbiji. Mereka pun memanggil seluruh warga desa untuk bersama-sama
memanen hasil pangan tersebut. Padi – padi tersebut pun dibagikan kepada seluruh warga
desa dan dimasak menjadi bahan pangan mereka. Akhirnya, desa tersebut pun terselamatkan
dari bencana kelaparan. Bapak tersebut pun menceritakan bahwa padi yang dipanen warga
desa tersebut adalah hail kurban dari anaknya sendiri. Warga desa sangat berterima kasih
kepada bapak tersebut dan mereka menyebut padi tersebut dengan sebutan Du’a Nalu Pare
yang artinya beras yang berasal dari seorang putri atau gadis. Oleh karena itu, warga
masyarakat Kabupaten Sikka pada jaman dahulu sangat menghargai sebiji nasi karena cerita
tersebut. Mereka sangat menghargai perempuan, karena perempuanlah yang member
kehidupan awal bagi mereka.
 

Anda mungkin juga menyukai