Anda di halaman 1dari 15

A.

TARIAN DAERAH ROTE


1. TARI FOTI LALENDO
 Pengertian Tari Foti Lalendo
Tari Foti Lalendo adalah salah satu tarian tradisional dari Rote Ndao, Nusa Tenggara
Timur (NTT). Tarian ini biasanya ditampilkan oleh para penari wanita berbusana cantik dan
menggunakan kain selimut sebagai atribut menarinya. Dalam tarian ini biasanya juga terdapat
penari pria yang menari dengan gerakan Tari Foti yang khas dan unik. Tari Foti Lalendo
merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di Rote Ndao, dan sering
ditampilkan di berbagai acara seperti penyambutan tamu penting, pernikahan dan lain-lain.
 Asal Mula Tari Foti Lalendo
Tari Foti Lalendo ini merupakan tarian tradisional yang berasal dari pulau Rote Ndao,
Nusa Tenggara Timur. Tarian ini dulunya digunakan untuk menyambut kedatangan para prajurit
yang pulang dari medan perang. Selain itu Tari Foti Lalendo juga digunakan untuk menyambut
tamu penting atau tamu kehormatan yang datang ke sana. Di masa sekarang ini, Tari Foti
Lalendo memiliki fungsi yang lebih banyak lagi. Tarian ini juga sering ditampilkan untuk
memeriahkan berbagai acara seperti pernikahan, pertunjukan seni dan lain-lain.
 Fungsi Tari Foti Lalendo
Tarian foti lalendo ini biasanya ditampilkan sebagai tarian selamat datang atau
penyambutan di berbagai acara. Tarian ini menggambarkan rasa suka cita dan gembira dalam
menyambut kedatangan tamu yang diiringinya. Hal tersebut bisa dilihat dari gerakan dan
ekspresi dari para penari wanita saat mengiringi kedatangan tamu atau pengantin. Selain sebagai
tarian penyambutan tarian ini juga menjadi suatu tontonan yang menghibur. Gerakan penari pria
saat menarikan Tari Foti yang khas dan atraktif kadang sering menampilkan gerakan yang lucu
sehingga dapat memeriahkan suasana.
 Pertunjukan Tari Foti Lalendo
Tari Foti Lalendo ini biasanya dimainkan oleh 4-6 penari wanita dan satu orang penari
pria. Dalam pertunjukannya, diawali dengan penari wanita yang menari dengan gerakan yang
lincah dan khas sambil memainkan kain selimut yang digunakan untuk menari. Sampai di tengah
pertunjukan penari pria muncul ke dalam arena sambil menari dengan gerakannya yang khas
diiringi para penari wanita.
Dalam Tari Foti Lalendo ini gerakan penari wanita dan pria berbeda. Gerakan penari
wanita lebih didominasi dengan gerakan kaki yang menghentak dan gerakan tangan memainkan
kain selimut yang digunakan untuk menari. Dengan mengikuti irama musik pengiring penari
wanita menari dengan gerakan yang lincah namun terlihat anggun.
Sedangkan gerakan penari pria sering disebut dengan gerakan foti. Dalam gerakan foti ini
didominasi dengan gerakan kaki yang sangat cepat menyesuaikan dengan irama musik pengiring
serta gerakan satu tangan memegang topi, dan tangan satunya mengibas-ngibaskan kain
selampang yang dikenakannya. Gerakan foti ini sangat unik, karena hampir seruh badan penari
terlihat seperti bergetar seperti layaknya orang kesurupan. Namun itulah ciri khas gerak Tari
Foti, yang hanya bisa dilakukan orang-orang terlatih.
 Pengiring Tari Foti Lalendo
Dalam pertunjukan Tari Foti Lalendo biasanya diiringi oleh musik tradisional seperti
gong dan gendang khas Rote Ndao. Irama yang dimainkan biasanya merupakan irama yang
bertempo sedang. Para penari biasanya juga dilengkapi dengan gelang giring-giring di kaki
mereka, sehingga saat kaki dihentakan akan terdengar suara gemrincing. Perpaduan suara giring-
giring dan musik pengiring ini menghasilkan suara yang khas dan sangat menyatu dengan
gerakan tarinya.
 Kostum Tari Foti Lalendo
Dalam pertunjukan Tari Foti Lalendo biasanya para penari menggunakan busana
tradisional Rote Ndao. Para penari wanita biasanya menggunakan kain sarung yang diikat dari
atas dada sampai mata kaki. Pada bagian kepala, rambut penari dikonde dan memakai ikat kepala
berbentuk bulan sabit yang sering disebut bula molik. Penari juga dilengkapi seperti pendi, habas
dan tidak lupa kain selimut yang digunakan untuk menari.
Sedangkan para penari pria biasanya menggunakan baju lengan panjang, sarung, dan
selampang. Penari pria juga menggunakan topi khas Rote Ndao yang sering disebut dengan Ti’i
Langga. Untuk aksesoris biasanya menggunakan habas. Dalam tarian ini, setiap penari baik
penari wanita maupun laki-laki menggunakan gelang giring-giring di kaki mereka.
 Perkembangan Tari Foti Lalendo
Dalam perkembangannya, Tari Foti Lalendo masih terus dilestarikan oleh masyarakat
Rote Ndao. Tarian ini masih sering ditampilkan untuk memeriahkan acara seperti penyambutan
tamu penting, pernikahan dan acara adat lainnya. Berbagai variasi dan kreasi juga sering
ditambahkan di setiap penampilannya agar lebih menarik, namun tidak meninggalkan
keasliannya. Tari Foti Lalendo ini juga sering ditampilkan di acara seperti pertunjukan seni dan
festival budaya. Hal ini dilakukan untuk melestarikan dan memperkenalkan kepada generasi
muda dan masyarakat luas akan Tari Foti Lalendo ini.
2. TARI KEBALAI
 Pengertian Tari Kebalai
Tari Kebalai adalah salah satu tarian tradisional dari Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur
(NTT). Tarian ini tergolong tarian bersifat pergaulan atau hiburan yang biasanya dilakukan
secara masal oleh masyarakat di sana. Tari Kebalai merupakan salah satu tarian tradisional yang
cukup terkenal di kalangan masyarakat Rote Ndao dan sudah diwariskan secara turun-temurun
oleh masyarakat di sana.
 Asal Mula Tari Kebalai
Tari Kebalai merupakan salah satu tarian tradisional yang berasal dari Rote Ndao, Nusa
Tenggara Timur.Pada zaman dahulu, tarian ini sering dilakukan setelah acara pemakaman
adat.Setelah upacara pemakaman selesai, para keluarga, kerabat, maupun para tamu yang datang
berkumpul dan melakukan tarian ini.Tari Kebalai ini dilakukan dengan tujuan untuk menghibur
keluarga yang sedang berduka, sehingga keluarga yang ditinggalkan tidak terlarut dalam duka
yang mendalam.
Seiring dengan perkembangan zaman, tarian ini tidak hanya dilakukan pada saat acara
pemakaman saja, namun juga sering ditampilkan di berbagai acara yang bersifat hiburan seperti
acara adat, penyambutan, perayaan serta pertunjukan seni budaya.
 Fungsi Dan Makna Tari Kebalai
Selain berfungsi sebagai hiburan, tarian ini juga dimaknai sebagai dukungan untuk
keluarga yang berduka agar tetap tabah dan bangkit dari rasa duka. Nilai-nilai kebersamaan dan
persatuan sangat terasa dalam tarian ini, dimana mereka berkumpul untuk menyatukan rasa dan
saling mendukung saat salah satu dari mereka sedang berduka. Selain itu tarian ini juga dijadikan
sebagai media untuk mempererat hubungan sosial yang terjalin diantara mereka.
 Pertunjukan Tari Kebalai
Tari Kebalai ini biasanya dilakukan secara masal dan diikuti oleh masyarakat baik pria
atau wanita, tua atau muda, mereka berkumpul menjadi satu dan ikut menarikan tarian ini.
Dalam tarian ini para penari membuat satu lingkaran dengan saling berpegangan dan menari
sesuai dengan irama syair yang dilantunkan oleh pelantun syair (manahelo dan manasimba).
Gerakan dalam Tari Kebalai biasanya lebih didominasi oleh gerakan kaki yang bergerak maju
mundur serta gerakan melangkah kekanan. Gerakan tersebut dilakukan dengan kompak dan
disesuaikan dengan irama syair yang dilantunkan.

 Pengiring Tari Kebalai


Dalam pertunjukan Tari Kebalai biasanya tanpa diiringi musik, namun hanya di iringi
oleh syair-syair yang dilantunkan oleh si pelantun syair sering disebut manahelo dan
manasimba.Syair yang dibawakan oleh pelantun syair biasanya merupakan syair-syair
adat.Selain menjadi pelantun syair mereka ini juga memimpin tarian.
 Kostum Tari Kebalai
Dalam pertunjukan Tari Kebalai biasanya para penari menggunakan pakaian adat khas
Rote Ndao.Untuk penari laki-laki biasanya menggunakan busana seperti selimut selampang,
selimut hafa, dan habas.Selain itu penari pria juga menggunakan topi khas Rote Ndao yang
disebut dengan Ti’i langga.Sedangkan untuk penari perempuan biasanya menggunakan busana
seperti kain sarung, selampang, pendi, dan habas.Selain itu juga menggunakan Bula Molik yang
dipakai di kepala.
 Perkembangan Tari Kebalai
Dalam perkembangannya, tarian kebalai tidak hanya dilakukan saat upacara pemakaman
adat saja, namun juga sering dilakukan di berbagai acara yang bersifat hiburan seperti acara adat,
penyambutan, dan perayaan. Selain itu tarian ini juga sering dipertunjukan di berbagai acara
seperti pertunjukan seni dan festival budaya. Tari Kebalai ini juga menjadi daya tarik bagi
wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke Rote Ndao. Hal ini tentu
merupakan salah satu cara masyarakat Rote Ndao dalam melestarikan dan memperkenalkan
kepada masyarakat luas akan tradisi dan budaya mereka.
3. TARIAN TE’O RENDA
Tarian ini biasanya diperagakan saat upacara suka cita panen di kalangan masyarakat.Tari
yang biasa dibawakan secara masal ini diiringi lagu Te’o Renda, dengan syair yang
menggambarkan wujud ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.Lagu ini dinyanyikan
dengan penuh semangat dan sukacita ketika hasil panen yang berlimpah itu telah dibawa ke
rumah.
Lagu dan tarian Te’o Renda ini juga dibawakan saat menyambut para tamu atau
pembesar yang berkunjung ke daerah itu.Makna dari tarian ini adalah wujud suka cita
masyarakat dalam menyambut para tamu tersebut.

4. TARI KAKA MUSUH


Tari Kaka Musuh/tari perang merupakan tari tradisional daerah Rote.Tarian ini
menggambarkan kesiapan prajurit dalam menghadapi musuh. Selain itu, Kaka Musuh juga
dipakai sebagai tari pengiring pasukan ke medan perang.

Manfaat sekarang biasa dipakai untuk menyambut pembesar yang berkunjung ke daerah
Rote, dan juga dipakai pada acara-acara adat lainnya seperti upacara kematian, pesta perkawinan,
serta rumah baru.Tarian Kaka Musuh sangat populer di Rote Ndao, diciptakan oleh seorang
panglima tradisional dari Kerajaan Thie bernama Nalle Sanggu pada abad ke-17 silam.Saat itu,
Kerajaan Thie menghadapi perang dari beberapa kerajaan di Rote yakni Kerajaan Dengka,
Termanu, dan Keka. Perang saudara terjadi akibat adu domba kolonial Belanda untuk
menguasai Rote.
5. TARI TAI BENUK
Tari Tai Benuk merupakan tari tradisional/tari pergaulan yang sangat popular dalam
masyarakat Rote Ndao.Biasa digelarkan pada acara adat seperti upacara perkawinan
adat/pernikahan, peminangan, pelantikan tokoh adat, pesta rumah baru, dan sebagainya.
6. TARI OVALANGGA
Tari Ovalangga merupakan tari garapan baru daerah Rote. Tari yang sudah popular ini
mengisahkan kenangan pahit nan menyedihkan saat tentara Jepang menguasai Pulau Rote pada
tahun 1942.Kaum laki-laki dipaksa berlayar ke Kupang untuk kerja paksa.Mereka sedih karena
meninggalkan istri, anak, dan keluarga.Tari ini diiringi lagu Ovalangga sebagai lagu kenangan di
masa penjajahan.

Lagu Ova Langga itu sendiri diciptakan pada tahun 1945 di Rote, tepatnya di Pelabuhan
Pantai Baru pada masa penjajahan Jepang.Ketika mereka berkumpul di Pelabuhan Pantai Baru,
sudah menanti kapal atau perahu yang akan membawa mereka ke Kupang. Kesedihan itu muncul
tatkala mengingat kenangan bersama istri, anak dan sanak saudara yang ditinggalkan di kampung
halaman.Dalam suasana hati sedih dan haru itulah terciptalah lagu Ova Langga.Ova Langga
berasal dari kata ovak yang berarti perahu atau kapal dan langga yang berarti Kepala.
7. TARI SAKALITI
Tari Sakaliti menggambarkan para petani sadap lontar yang bersiap-siap menyambut
musim panen.Tari ini menceritakan suasana hati para petani yang merasa senang karena musim
panen gula/tuak yang merupakan penghasilan pokok bagi orang Rote telah tiba.Di balik setiap
lekak-lekuk gerakan tari ini juga menyingkap dinamika kehidupan masa lalu yang patut dikenang
sebagai pelajaran untuk masa depan orang Rote bahkan bangsa Indonesia.

B. PAKAIAN ADAT DAERAH ROTE


Pakaian adat suku Rote merupakan symbol pakaian NTT.Dimana pakaian tersebut
mempunyai model yang khas atau unik.Letak keunikan tersebut yaitu pada laki-laki suku Rote
tersebut menggunakan topi Ti’I langga, penutup kepala yang mirip dengan topi sombrero dar
Meksiko yang terbuat dari daun lontar kering.Ti’I langga juga merupakan symbol kepercayaan
diri dan wibawa pemakaiannya.Topi Ti’I langga merupakan aksesoris utama dari pakaian
tradisional untuk pria Rote.Bagi kaum pria Rote, busana atasannya memakai kemeja putih
berlengan panjang dan untuk busana bawahannya memakai sarung tenun ikat berwarna
gelap.Motif dari sarung tenun bermacam-macam, seperti binatang dan tumbuhan yang ada di
daerah Nusa Tenggara Timur. Selain itu, aksesoris lainnya berupa kain selendang dengan yang
motif sama diselempangkan pada bahu. Sedangkan bagi kaum perempuan Rote, dikombinasikan
dengan kebaya pendek dan bawahan tenun sebagai pakaian tradisionalnya. Kemudian kain
selendang menempel pada bahunya.Untuk rambut disanggul dengan memakai hiasan berbentuk
bulan sabit dengan tiga buah bintang atau disebut dengan bulak molik. Selanjutnya, aksesoris
lainnya menggunakan gelang, anting, kalung susun (habas), dan pending. Untuk hiasan pending
sering muncul dengan motif bunga atau hewan unggas.
Jauh sebelum ditemukan serat kapas, konon masyarakat suku Rote di Nusa Tenggara
Timur telah lama membuat kain tenun dengan menggunakan bahan serat dari sejenis pohon
Palem seperti Lontar dan Gewang.Setelah serat kapas masuk ke nusantara barulah masyarakat
suku Rote mulai membuat kain tenun dari serat kapas.Barang-barang yang dihasilkan dari bahan
tenunan tersebut diantaranya berupa kain lafe tei dan ti’I langga.Kain lafe tei merupakan kain
tradisional Rote yang dimanfaatkan menjadi busana sehari-hari, sedangkan ti’I langga
merupakan topi khas Rote yang bentuknya mirip dengan topi sombrero dari Meksiko.
Sebagai aksesoris dari pakaian tradisional untuk pakaian Rote.Ti’I langga umumnya
dibuat dari daun lontar yang dikeringkan.Sifat alami daun lontar yang semakin lama semakin
mengering. Secara otomatis akan mengubah ti’I langga yang berwarna kekuningan menjadi
semakin kecoklatan. konon bagian yang meruncing pada topi ti’I langga lambat laun akan
mengalami kemiringan dan sulit untuk ditegakkan kembali.
Oleh sebab itulah ti’I langga kemudian dijadikan sebagai perlambang sifat asli orang
Rote yang cenderung keras sekaligus symbol kepercayaan diri dan wibawa pemakainya. Meski
sejatinya topi ti’I langga hanya diperuntukkan bagi kaum pria, namun pada saat-saat tertentu
seperti pada pertunjukan seni tarian tradisional foti.Perempuan juga diperbolehkan menggunakan
penutup kepala ini.
Secara garis besar pakaian adat yang dikenakan oleh pria Rote yaitu berupa kemeja polos
lengan panjang berwarna putih dan sarung tenun berwarna gelap yang menjuntai hingga
menutupi setengah betis sebagai penutup tubuh bawah. Sebagai aksesoris ditambahkan pula
sebilah golok juga diselipkan di pinggang bagian depan serta sehelai kain tenun berukuran kecil
yang diselempangkan di bagian bahu.
Sementara pakaian adat yang dikenakan oleh wanita Rote yaitu berupa baju kebaya
pendek yang dipadukan dengan kain tenun sebagai bawahannya.Salah satu motif yang sering
digunakan untuk menghiasi pakaian adat ini adalah motif pohon tengkorak.
Sebagai pelengkap gaya berbusana ditambahkan pula penggunaan selendang yang
menempel pada bagian bahu serta atau hiasan kepala berna bula molik yang memiliki bentuk
menyerupai bulan sabit dan dilengkapi tiga buah bintang. Bahan yang digunakan untuk membuat
hiasan ini diantaranya berupa emas, perak, kekuningan, atau perunggu yang ditempa dan
dipipihkan.Kemudian dibentuk menyerupai bulan sabit. Selain bula molik ditambahkan pula
aksesoris lain berupa gelang, anting, pending bermotif bunga atau hewan unggas serta kalung
susun (habas). Dalam adat setempat kalung susun atauhabas yang terbuat dari emas atau perak
yang dianggap sebagai benda keramat yang kekuatan gaib.

C. MOTIF-MOTIF KAIN ADAT DAERAH


Sebelum tahun 1940-an tenunan tidak memiliki motif. Benang hanya ditenun menjadi
kain putih polos.Motif mulai diciptakan di era tahun 1940an dan bentuk motif tersebut berakar
dari kepercayaan dan mata pencaharian masayarakat.Pada dasarnya bentuk motif tenun ikat Rote
adalah bangun persegi empat yang disambung-sambung.Motif utama seluruh Rote terdapat pada
kain selimut untuk pria (lafa).Ciri khas motif Rote terdapat pada kepala selimut (lafa langgak)
berupa lambang lilin dan salib (kepercayaan agama Kristen).Kemudian motif selanjutnya setelah
kepala selimut dibedakan berdasarkan wilayah kerajaan.

Motif tenun ikat yang ada di Rote terbagi menjadi 2 aliran utama yaitu Rote bagian barat
(henak anan = anak pandan / hendak) dan Rote bagian timur (lamak nen = anak belalang). Rote
barat meliputi Nusak Ba`a hingga Lelenuk, sedangkan Rote Timur meliputi Nusak Landu hingga
Renggo. Motif Rote Timur terinspirasi dari makanan belalang berupa daun-daun halus
(ngganggu dok = daun kangkung), pada umumnya motif-motifnya berbentuk jalinan daun-daun
kecil (bertalian).

Motif Rote Barat terinspirasi dari daun pandan, motifnya berbentuk daun-daun atau jajar
genjang yang ukurannya lebih besar dari motif Rote Timur. Motif Rote Barat terbagi lagi dalam
3 aliran yaitu:
- Thie, Dengka, Dela, Oenale : motif Pending
- Ndao Nuse : motif Hua Ana Langi dan Mada Karoko (Hua Ana Langi adalah motif Raja)
- Ba`a, Lelain, Keka, Talae, Lole, Bokai, Lelenuk : motif Daun-daun besar (dalam bahasa Ndao:
“ roa`ju ”, dalam bahasa Ba`a: “ su`u dok “)
Motif pending ditiru dari bentuk pending (ikat pinggang tradisional Rote). Motif Ndao
Nuse berasal dari hewan-hewan laut, (hua ana langi: ikan garagahing ; mada karoko: duri laut /
tek). Motif su’u dok berasal dari bentuk daun sukun (sukun adalah makanan rakyat Baa ketika
zaman perang).Hingga saat ini motif terus mengalami modifikasi oleh para penenun, dan
menghasilkan beraneka ragam motif, tetapi jika diperhatikan baik-baik, seluruh motif tersebut
tetap mempertahankan aliran motif Rote (persegi empat yang disambung-sambung berbentuk
daun, jajar genjang dan salib).Sebelum adanya tali rafia, pengikatan motif menggunakan tali dari
daun gewang (heknak).Tali heknak terbagi dua, yang berwarna putih (halus) untuk tenun ikat
dan yang berwarna coklat (kasar) sebagai tali untuk kebutuhan sehari-hari).
Motif terbentuk karena adanya teknik pewarnaan. Ciri khas warna tenunan Rote yaitu
hitam dan putih.Cara mewarnainya dengan bahan-bahan alami yang unik. Orang Rote sudah
dapat menghasilkan warna tenunan yang tidak luntur dengan ramuan yang disebut Pama`a.
Pama`a adalah air rendaman abu dari kulit buah nitas yang dibakar. Untuk menghasilkan warna
hitam, benang direndam dalam Pama’a, kemudian direndam dalam lumpur di danau tempat
berkubangnya kerbau. Benang tersebut direndam di lumpur yang dalam dan ditinggal selama
berbulan-bulan hingga akhirnya menjadi warna hitam.Seiring dengan perkembangan zaman,
sebelum adanya bahan-bahan pewarna sintetik, orang Rote memodifikasi warna motif tenun
ikatnya dengan warna orange dan biru. Orange dihasilkan dari pohon mangkudu (akar mangkudu
ditumbuk halus kemudian direndam bersama-sama benang), sedangkan warna biru dihasilkan
dari pohon nila / tauk (daun nila dicampurkan dengan garam dan diaduk2 dalam air hingga
menjadi biru, kemudian airnya tersebut digunakan untuk merendam benang).
Mulai tahun 1940an, pekerjaan menenun mulai diajarkan kepada rakyat biasa (non
keluarga raja). Setiap gadis yang akan menikah harus dapat menenun. Biasanya kemampuan
menenun si gadis diuji menjelang upacara peminangan (masominta), jika si gadis belum dapat
menenun maka pernikahan tersebut harus ditunda bahkan dibatalkan. Tingkat kehormatan si
gadis dinilai dari berapa banyak kain tenun yang dibuatnya sebelum menikah. Semakin banyak
kain yang dimiliki semakin tinggi nilai gadis tersebut bagi keluarga pria.Rakyat biasa
diperbolehkan menggunakan kain tenun, tetapi dilarang keras menggunakan motif Raja (motif
asli). Jika kedapatan rakyat biasa menggunakan kain tenun yang ada motif rajanya maka saat itu
juga kain tersebut harus dimusnahkan (dicincang dan dibakar). Motif Raja dianggap hal keramat
dan sangat dihormati oleh rakyat biasa.
Ketika semakin banyak wanita di pulau Rote dan Ndao dapat menenun, didukung dengan
mulai adanya benang dan pewarna dari pabrik, pekerjaan tenun mulai ditinggalkan oleh
masyarakat di Pulau Rote.Mereka lebih fokus pada pekerjaan bercocok tanam dari pada
menenun kain.Hanya kaum wanita Pulau Ndao saja yang tetap melakukan pekerjaan
tenun.Mereka biasanya duduk di halaman rumah dan seharian membuat tenun ikat, sedangkan
kaum pria bekerja keras di luar rumah untuk mendapatkan makanan. Oleh karena itu, masyarakat
Rote memberi julukan bagi orang Ndao “ Tou Ndao Loi-loi, Ina Ndao Na`a Mu`dak “ artinya “
pria Ndao membanting tulang (bekerja keras di luar), Perempuan Ndao berpangku tangan
(makan gampang).
Hingga saat ini, pekerjaan tenun hanya dikuasai oleh perempuan-perempuan Ndao.
Jarang sekali ditemukan perempuan Rote yang dapat menenun. Industri tenun ikat terus
berkembang, menggunakan alat yang lebih modern, bahan-bahan yang instan dan proses yang
lebih cepat.Perkembangan zaman menjadikan tenun ikat lebih modern dan nilai-nilai budayanya
semakin pudar.Motif-motif terus dimodifikasi dan warna-warnanya pun mulai berkembang luas,
tidak hanya hitam dan putih.Tenun ikat kini tidak hanya digunakan pada upacara adat atau
sebagai upeti, tetapi berkembang luas menjadi kain fashion, souvenir budaya dan lain-lain.

D. DESTINASI PERIWISATA DI PULAU ROTE


1. Pantai Oeseli
Terletak di Desa Oeseli, Kecamatan Rote Barat Daya, pantai ini akan ramai dikunjungi
oleh anak muda dari desa setempat pada hari libur. Berbeda tipikal dengan Bo’a dan Nemberala
yang berombak, Pantai Oeseli cenderung lebih tenang dengan ombak dan gelombang yang tidak
besar sehingga sangat nyaman untuk melakukan aktivitas berenang atau sekedar bermain air.
Letaknya yang berada di ujung pulau, menjadikan pantai ini sedikit tersembunyi sehingga
letaknya tak cukup diketahui banyak orang. Tak banyak ditemui wisatawan lokal maupun
mancanegara di pantai ini. Karena belum banyak dikunjungi orang, pantai ini masih belum
tercemar. Padahal, ombak di pantai ini tidak besar sehingga nyaman untuk berenang. Masuk ke
dalam desa, Anda bisa melihat sebuah perkampungan yang dipenuhi dengan jemuran rumput
laut. Hampir seluruh penduduk Oeseli berprofesi sebagai petani rumput laut. Selain itu, warga
Oeseli juga membuat air gula. Untuk mencapainya, Anda bisa berangkat dari Nerembala
menggunakan mobil. Jarak yang harus dilalui adalah sekitar 20 kilometer, dengan waktu tempuh
satu jam.
Tak terdapat fasilitas penunjang apapun di sekitar kawasan pantai, hanya terdapat
beberapa warung kecil di desa yang menjual minuman dan makanan ringan. Untuk penginapan
juga tak tersedia di Oeseli, bagi yang hendak bermalam dapat menuju Nembrala karena di sana
lebih banyak pilihan penginapan dengan harga yang bervariatif.
2. Telaga Nirwana

Pemandangan asri nan menyejukan hati pengunjung dikala tiba di pantai indah dengan
telaganya yang begitu mempesona dan memukau bagaikan si gadis cantik yang belum mengenal
dunia luar, itulah Telaga Nirwana, demikian sebutan penduduk desa setempat. Telaga Nirwana
yang berada kurang lebih 200 meter dari bibir pantai Buadale tepatnya di Dusun Kotalai Desa
Oeseli, Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur
Seakan menjanjikan kenangan terindah bagi setiap pengunjung yang datang ke Telaga
Nirwana, karena pemandangannya yang sangat mempesona dengan teluk sepanjang kurang lebih
700 meter dan bermuara pada sebuah telaga yang menjolor tepat ke dalam sebuah gua yang
sangat indah. Suguhan makin indah, di tengah telaga tersebut ada sebuah lempengan batu besar
berbentuk hati yang dikelilingi bentangan pasir putih di dasar air yang tembus pandang, dengan
kedalaman air setinggi pinggang orang dewasa.
Jika hendak ke Telaga Nirwana, pengunjung bisa menyewa sampan milik nelayan di bibir
pantai Buedale dan bertolak dengan mendayung sampan tersebut sekitar 200 meter, hanya butuh
waktu kurang lebih 10 menit sudah sampai di tempat. Jarak tempuh dari Kota Baa ke Desa
Oeseli kurang lebih 35 kilo meter, bisa menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat.
3. Pantai Nembrala

Pantai Nemberala terletak di Desa Nembrala, Kecamatan Rote Barat, Kabupaten Rote
Ndao, Nusa Tenggara Timur.Selain memiliki pantai dan pasir putih yang indah, gulungan ombak
Pantai Nembrala juga sudah mendunia.Karena itulah, setiap musim ombak (bulan Agustus-
Oktober) tiba di Pantai Nembrala dan Bo’a biasanya diadakan event olah raga surfing baik
regional maupun berkelas internasional. Pada waktu tersebut, Pantai Nembrala akan terlihat
sangat ramai sekali oleh para peselancar dari berbagai negara yang hendak mencoba menantang
gulungan ombaknya yang terkenal itu. Pantai Nembrala juga sangat terkenal sebagai penghasil
rumput laut terbesar di Pulau Rote Ndao. Saat menjelang sore haripun, pengunjung juga dapat
menyaksikan keindahan momen matahari tenggelam sambil melihat aktivitas para petani rumput
laut yang semakin menambah keelokan Pantai Nembrala.Akses jalan dari kota Baa menuju
pantai Nemberala dengan kondisi jalanan beraspal halus, dengan berjarak kurang lebih 30 km
dari Kota Ba’a, perjalanan menuju lokasi Pantai Nemberala dapat ditempuh dalam waktu 1-1.5
jam lamanya dengan menggunakan kendaraan bermotor. Di sepanjang jalan menuju lokasi,
pengunjung akan disuguhkan panorama alam khas Pulau Rote dengan hamparan savana dan
birunya laut serta suasana jalanan yang begitu sepi dan damai.
Meskipun keberadaan Pantai Nembrala mampu menarik para pelancong baik dari dalam
maupun luar negeri, namun fasilitas penunjang wisata masih terlihat cukup minim untuk sebuah
destinasi wisata bertaraf internasional.Terlepas dari minimnya fasilitas umum, untuk penginapan
di sekitar Pantai Nembrala cukup banyak pilihan yang tersedia dengan harga bervariatif yaitu
mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
4. Pantai Bo’a
Objek wisata ini terletak di Kecamatan Rote Barat, sekitar 7,5 km dari kota kecamatan.
Pantai Bo’a merupakan lokasi lomba selancar berstandar internasional karena memiliki gulungan
ombak terbesar ke-2 setelah Hawaii.Lomba yang diikuti para penggila selancar dari seluruh
dunia biasanya diadakan antara Oktober-September.Pada saat itulah para peselancar baik dari
dalam maupun luar negeri berbondong-bondong mendatangi Pantai Bo’a. Bo’a pun semakin
istimewa dengan gelombang lautnya yang dikenal dengan “Gelombang G” yang sangat cocok
untuk kegiatan surfing, diving ataupun sailing.Tak hanya ombaknya saja yang diburu, namun
panorama hamparan pasir putih, biru laut dan alamnya yang indah juga menjadi daya tarik
tersendiri bagi para penikmat pantai. Selain berselancar, pengunjung juga dapat melakukan
aktivitas air lainnya seperti berenang, snorkeling, memancing dan mengunjungi Pulau Ndana
(pulau terujung selatan Indonesia).
5. Labirin Pantai Mulut Seribu

Menikmati liburan saat di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, bisa dilakukan dengan
berbagai aktivitas. Salah satu yang patut dicoba ialah menjelajahi kawasan Mulut Seribu.
Gugusan pulau di Kecamatan Landu Leko ini mulai berkembang menjadi tujuan wisata favorit.
Traveler akan menikmati penorama pulau-pulau kecil dikelilingi pasir putih, serta
berjumpa warga yang mengangkut hasil panen rumput laut menggunakan perahu motor.
Berwisata di Mulut Seribu disarankan dengan rombongan sehingga bisa patungan membayar
sewa perahu, dan mobil.Satu perahu berkapasitas antara 5-6 orang termasuk nakhoda. Jangan
lupa membawa topi untuk melindungi kepala dari sengatan matahari serta peralatan untuk
melindungi kamera dari kerusakan karena percikan air laut. Hal yang tidak boleh dilupakan ialah
tidak berwisata di musim barat mengingat perairan di sana terhubung ke Laut Timor sehingga
bergelombang tinggi.
Untuk pengunjung yang baru pertama kali datang ke Mulut Seribu perlu ditemani
pemandu yang berasal dari nelayan setempat dikarenakan jalur masuk maupun jalur keluar
menuju lokasi wisata ini hampir seragam sehingga tanpa pemandu, traveler akan kewalahan
menemukan jalan keluar.
Hanya ada dua pintu masuk ke kawasan ini.Sebelum tiba di tengah, perahu masih melewati
satu pintu lagi, Pintu-pintu berukuran sempit, dan terletak di antara tebing karang. Namun, Anda
akan takjub menyusuri selat antara pulau-pulau kecil ini. Perjalanan wisata Anda berkesan dan
akan selalu dikenang.
6. Pantai Tolanamon
Keindahan Pantai Tolanamon di Desa Inaoe, Kecamatan Rote Selatan, Kabupaten Rote
Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT) belum banyak dikenali wisatawan lokal apalagi wisatawan
asing.Pantai ini baru dikenal warga NTT sebulan lalu setelah seorang warga Desa Inaoe
mengunggah ke media sosial. Langsung saja, setiap hari ribuan wisatawan lokal berkunjung ke
tempat ini.Pesona pantai Tolanamon seakan menyimpan selaksa magnet yang mampu menyedot
perhatian dan mengobrak abrik dinding rasa para pemuja keindahan untuk segera berkunjung dan
menikmati “keperawanan” pantai di tepian Samudera Indonesia itu.Pantai ini berupa teluk
menghadap ke arah Samudera Indonesia yang cukup ganas. Namun, pengunjung tidak perlu
khawatir karena posisi teluk menjorok jauh ke daratan dan diapit tebing-tebing karang kokoh di
kedua sisinya. Pantai itu pun teduh seperti kolam renang yang tenang dan bersih, aman untuk
mandi dan berenang.Sepanjang bibir pantai terdapat hamparan pasir putih yang bersih dihiasi
pepohonan yang rindang dan menghijau, sesekali melintas camar laut sekadar ikut memberi
warna di pantai Tolanamon.Untuk mencapai pantai tersebut pengunjung dapat menggunakan
mobil atau sepeda motor, dengan jarak tempuh dari ibu kota kabupaten Rote Ndao yakni Ba’a
menuju Desa Inaoe sejauh 24 km.Setelah tiba di Desa Inaoe perjalanan menuju pantai ke arah
timur sekitar 4 km, dengan kondisi jalan yang belum diaspal. Tapi, perjuangan akan terbayar
begitu tampak tebing karang seakan tersenyum sembari menyapa selamat datang
di Pantai Tolanamo.
7. Pantai Oesosole

Pantai berpasir putih dan memiliki batu karang berbentuk hati ini terletak di Desa Faifua
Kecamatan Rote Timur – Kabupaten Rote Ndao. Berjarak 55 km dari kota Ba’a, bisa ditempuh
kurang lebih 1 jam 30 menit. Pantai ini belum terlalu dikunjungi sehingga kita seperti berada di
pantai pribadi.
Selain batu karang berbentuk hati ada beberapa batu karang lain yang jika air surut kita
bisa bermain ke karang-karang tersebut dan melihat banyak ikan-ikan kecil dan binatang lainnya
disekitar karang tersebut. Pantai ini juga dikelilingi pohon pinus yang cantik.Belum ada
masyarakat sekitar yang berjualan ditempat ini sehingga disarankan untuk membawa bekal
sendiri.
8. Bukit Mando’o

Satu lagi pesona alam dari ujung selatan Indonesia yang sayang untuk dilewatkan begitu
saja, Bukit Mando’o namanya.Bukit ini menawarkan panorama keindahan yang sangat
menakjubkan dari ketinggian.Hamparan laut biru menyatu dengan hijaunya hutan bakau
menambah sensasi kesejukan bukit ini.
Terletak di Desa Kuli yang kaya akan hasil pertaniannya, Kecamatan Rote Timur,
Kabupaten Rote Ndao, NTT, jaraknya cukup jauh dari pusat Kota Ba’a. Untuk mencapai puncak
bukitnya, pengunjung harus menaiki 488 anak tangga. Namun karena sebelumnya hanya
berjumlah sekitar 300-an saja, jadi bukit ini lebih dikenal dengan sebutan “Bukit Tangga 300”
oleh masyarakat setempat. Sepanjang perjalanan menaiki anak tangga ini terdapat beberapa bale-
bale yang berguna sebagai pos peristirahatan, atau bahkan berlindung dari sengatan matahari dan
hujan. Panorama Perbukitan Lole pun senantiasa menemani perjalanan setiap pengunjung dan
seakan menyemangati dari arah belakang. Rasa lelah nantinya akan terbayar lunas begitu sampai
puncak, karena pemandangan bentang alam di atas sana sangatlah indah. Di atas puncak telah
tersedia beberapa lopo-lopo agar pengunjung dapat beristirahat sejenak sambil menikmati
keindahan bentang alam Rote.
Di sebelah utara, pemandangan Perbukitan Lole yang menemani saat mendaki pun
terlihat dan di sebelah selatan, birunya hamparan Samudera Hindia sangatlah memanjakan
mata.Begitu pula di sebelah timur, pengunjung dapat melihat perpaduan pemandangan
Perbukitan Keka dengan teluk birunya.Dan sejenak alihkan pandangan ke arah barat,
pemandangan Desa Kuli dengan persawahannya terhampar indah menyapa setiap mata yang
memandangnya.Sungguh panorama 360 derajat yang sangat menakjubkan dari atas Bukit
Mando’o. Tempatnya yang berada di ketinggian menjadikan bukit ini menjadi spot favorit bagi
para masyarakat baik dalam atau luar pulau Rote untuk menikmati pemandangan alam Rote dari
atas. Selain dengan pesonanya alamnya yang begitu indah bukit Mando’o juga memiliki sejarah,
dimana pada zaman dahulu Raja Lole pernah mendiami bukit Mando’o dan membangun
kerajaan diatas bukit tersebut.
9. Tiang Bendera dari Zaman Belanda
Tiang Bendera itu memiliki keistimewaan karena didirikan oleh Belanda pada
1942.Kondisinya masih kokoh meski kini sudah berumur 62 tahun.Namun, pemandangan alam
yang ditawarkan juga tak kalah indah.Berada sekitar 5 km saja dari Kota Ba’a, terdapat sebuah
pantai bernama cukup unik yaitu Pantai Tiang Bendera.Batu Tiang Bendera ini sebenarnya
adalah gugusan pulau karang yang berjarak sekitar 500 m dari bibir Pantai Baadale. Pemberian
nama Tiang Bendera dilatarbelakangi oleh peristiwa heroik perjuangan rakyat Rote mengusir
penjajah Belanda. Mengapa disebut Tiang Bendera? Pasalnya di atas bebatuan karang yang
berada di tengah laut tersebut, terdapat sebuah tugu batu beton setinggi 2,5 meter yang sengaja
dibangun oleh Belanda sekitar tahun 1942. Konon katanya, tiang tersebut sebagai penanda tanah
jajahan Belanda pada zamannya.Pengunjung dapat menaiki bukit karang tersebut, namun harus
berekstra hati-hati karena karangnya yang sangat tajam.Sebaiknya pengunjung menggunakan
alas kaki yang memadai.Jika air sedang surut, pengunjung juga dapat memasuki gua-gua batuan
karang yang terdapat di gugusan karangnya.Pantai Tiang Bendera memang merupakan salah satu
tempat andalan terbaik untuk menikmati matahari terbenam (sunset) di Pulau Rote.Menjelang
sore hari, pantai ini nampak dikunjungi oleh pemuda dan pemudi setempat yang hendak
menyaksikan keindahan matahari terbenam.Di pesisir pasir pantainya juga nampak beberapa
lopo-lopo (semacam bale-bale/ gazebo yang digunakan untuk bersantai) serta beberapa fasilitas
lainnya yang sudah dibangun oleh pemerintah setempat.Apabila pengunjung datang di sore hari,
maka keadaan pantainya sedang surut namun pesona keindahan pantai ini tak ikut surut.Dihiasi
sejumlah batu karang cadas dengan bentuk dan ukurannya yang bervariatif menambah pesona
pantai ini.
10. Batu Termanu

Batu Termanu terletak di Nusak Termanu, Kecamatan Rote Tengah.Batu ini terdiri dari
dua batu yaitu Batu Hun dan Su’a Lain. Keduanya juga disebut Batu Mbadar atau Batu Bapa
la.Kini Batu Termanu menjadi objek pariwisata di Pulau Rote. Menurut legenda Batu Hun
adalah laki-laki, sedangkan Su’a Lain adalah wanita. Batu Hun terletak di sebelah barat,
sedangkan Su’a Lain di sebelah timur, keduanya berdekatan dan merupakan sepasang suami
isteri.Kedua batu tersebut merupakan batu pengembara. Asal mereka dari Ti Mau
(Amfoang).Ada yang bilang mereka berasal dari Maluku/Seram. Karena dipicu oleh konflik
masalah harta pusaka maka mereka memilih untuk mengembara. Awalnya mereka mengembara
sampai di Ndao, namun lingkungan hidup disana tidaklah harmonis.Mereka pun diusir. Mereka
mengembara ke Lole dan disana mereka memperanakkan seorang anak yang dinamai Nusa Lai
(kini sebuah pulau di sebelah selatan Lole). Setelah beberapa lama waktunya terjadi pula
pertengkaran dengan lingkungan di Lole. Maka mereka pun mengembara dan sampailah di
Termanu.Di sinilah mereka menetap sampai sekarang. Kedua batu tersebut khususnya Su’a Lain
menjadi tempat berdoa bagi masyarakat Termanu. Dalam ibadah bersama manasonggo (imam
animis) masyarakat biasanya membawa hewan dan bahan pangan/beras sebagai persembahan ke
Su’a Lain.Beras/nasi ditanak dan hewan disembelih serta hati dan bulu hewan dipersembahkan
ke Su’a Lain, sedangkan sisanya mereka makan beramai-ramai. Bahasa adat untuk persembahan
ini adalah ‘leu ke batu’ dengan tujuan untuk memohon kepada Dewata supaya ada curah hujan
yang cukup di Bumi.Nilai moral yang dapat diambil dari cerita ini adalah dimana pun kita
tinggal walaupun bukan di lingkungan keluarga hendaklah kita memandang tetangga sebagai
kaum kerabat kita. Sikap saling menghormati dan menghargai haruslah dipupuk.Sikap
bermusuhan hendaklah dijauhkan sehingga hidup terasa aman.
11. Wisata Dombo

Pantai Dombo yang berada di Desa Kuli, Lobalain, Kabupaten Rote Ndao, NTT, ini
langsung berhadapan dengan laut lepas menghadap Australia.Pantai yang disebut juga Pantai
Salaek Dale tersebut dikelilingi pasir putih, air yang tenang, dan hutan bakau yang indah.

12. Laut Mati

Laut mati ini berupa danau. Disebut laut mati bukan karena lokasi ini mencekam dan
mematikan, tetapi suasananya begitu hening dan nyaris tak ada suara selain nyanyian sendu
aneka burung liar yang hidup bebas di alam.Di sekeliling Laut Mati tumbuh subur pohon bakau
(mangrove) yang selalu memberikan kesejukan di tengah teriknya hari.Beberapa gugusan pulau
kecil berjejer di tengah danau, ditumbuhi ilalang dan pepohonan menyerupai bonsai yang
bergoyang manja saat diterpa angin. Keindahan itu menghipnotis setiap mata yang
menyinggahinya.Eksotika laut mati kian menggoda saat buih keemasan berkejaran ke tepian
danau dihempas embusan angin yang melambungkan angan.Bagi pengunjung yang ingin
menikmati sensasi berjalan tanpa alas kaki di atas batu kerikil, laut mati adalah pilihan tepat.Kali
ini bukan berjalan di atas batu biasa, tetapi berjalan di atas kulit kerang.Betapa tidak, tepian laut
mati didominasi kulit kerang di atas hamparan pasir.Berwisata ke laut mati ibarat kembali ke
alam.Menikmati kedamaian dalam keheningan.Sesekali suara kepakan sayap burung laut
mengusik imajinasi.

Anda mungkin juga menyukai