Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap pesta gembira orang dawan selalu diramaikan dengan tarian lingkaran BONET,
yang biasanya dilaksanakan pada malam hari. Alunan suara pria dilatarbelakangi oleh suara
halus para wanita, yang diapit oleh lelaki dari keluarga atau kenalannya, di tengah malam
kelam menimbulkan suasana romantis, yang mengharukan hati setiap orang dawan yang
mendengarnya dari kejauhan. Suara-suara itu bagaikan deburan gelombang laut yang
menghempas ke pantai. Suara itu timbul tenggelam dalam kesenyapan dan lagi gemuruh
penuh riak ombak dan gelombang yang susul-menyusul memecah di pantai yang berbatu,
pun berpasir. Di sana orang-orang Dawan akan menghabiskan waktu pada malam hari hingga
siang tanpa tidur sekejapun.
Literatur tentang tarian ini hampir tidak sedikit, bahkan hampir tidak ada. Bapa
Dominikus Nitsaè BA, pada tahun 1983/84 membuat sebuah analisa tentang BONET orang
Dawan. Naskah pekerjaan itu bisa diperoleh di Perpustakaan Sekolah Tinggi Filsafat Teologi
Katolik Ledalero, Maumere, Flores.
Pada tahun 1929 Pendeta Pieter Middelkoop mengarang sebuah artikel berjudul
BONET (MNZ XXIII; 47-59) tentang kegiatan tersebut di wilayah di Put’ain, Timor Tengah
Selatan. Pendeta, yang juga penulis sangat kreatif ini, mengatakan bahwa „in dit ‘bonet’
flitsen zijn van de Timoreeschen geest, die uit het binneste der Atonis oplichten en daarom
belangwekkend,“ (dalam bonet terpercik kecemerlangan budi / semangat orang Dawan yang
paling dalam, karenanya menarik perhatian). Bagi setiap orang yang bergerak dalam bidang
pastoral parokial adalah sangat perlu mengenal pola hidup umat. Dalam pantun-pantun
Bonet, kita menemukan getaran-getaran pikiran serta perasan jiwa dan budi orang Dawan
umumnya.
Kami sangat berterima kasih atas bantuan guru Petrus Ena, yang memahami seluk
beluk bahasa Dawan. Kumpulan bahan-bahan berupa ungkapan-ungkapan, yang adalah
syair-syair mengenai bonet ini, adalah hasil usahanya. Kami hanya berusaha untuk
melengkapinya dengan catatan-catatan tambahan berdasarkan pendapat dari berbagai pihak
lainnya.

1
B. Maksud
1. Untuk mengetahui arti kata bonet
2. Untuk mengetahui cara bonet
3. Untuk mengetahui jenis-jenis bonet
4. Untuk mengetahui pantun-pantun dalam bonet
5. Untuk mengetahui Kepedulian Para pemerhati Budaya

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

Tari Bonet atau Bonet adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Tarian ini dianggap sebagai tarian masyarakat pulau
Timor yang paling tua. Bonet ini melambangkan semangat serta kebersamaan.
Tarian ini dilakukan oleh banyak orang, sekitar 20 orang. Mereka sambil berpegangan
tangan membentuk lingkaran dan mengikuti syair dalam bahasa Dawan atau bahasa lokal
masyarakat NTT. Setelah beberapa kali mengucapkan syair, mereka menggerakkan kaki ke
depan, belakang, kiri, dan kanan lalu berputar sambil terus bernyanyi. Terkadang ada orang
yang kemudian bergabung untuk ikut menari, tapi hal itu tidak mengubah irama tariannya.
Tanpa iringan musik, mereka berpegangan tangan sambil menari dan menyanyi.
Keriangan dalam tarian bonet inilah yang menunjukkan semangat masyarakat di sana. Setiap
daerah kabupaten di NTT memiliki kekhasan masing-masing, termasuk jenis tarian adat atau
daerahnya. Walaupun memiliki nama yang berbeda, sejumlah tarian adat itu memiliki
kesamaan dalam makna. Tarian bonet adalah tarian persatuan.
Tari bonet biasanya ditampilkan saat masyarakat bersuka cita, antara lain dalam
pesta pernikahan atau ulang tahun. Selain itu, tarian ini sering dijadikan ajang mencari jodoh
untuk kaum muda. Selain menari, mereka saling berbalas pantun.
Pada tanggal 4 Oktober 2017, tari bonet dinyatakan sebagai Warisan Budaya Tak
Benda Indonesia dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan RI.

3
BAB III
PEMBAHASAN

A. Arti kata bonet


Dalam bahasa pergaulan, kata kerja bo en berarti mengeliling, membagi. Kata itu
sinonim dengan kata: nfun atau nafùn. Misalnya: Asu nboèn metan anjing mengelilingi
musang. „Tok tol bonet“ artinya duduk dalam bentuk lingkaran. Bonet maksudnya
membungkus atau dibungkus. Kata benda bonet dalam penggunaan seperti ini berarti tarian.
„Bah tol bonet“ artinya membangun pagar dalam bentuk lingkaran.
Kata benda bonet artinya tarian atau menari dalam bentuk lingkaran. Untuk kata kerja
membuat lingkaran seperti bonet dipakai kata-kata : salan-helin- silit sakut dll.

B. Cara bonet
a. Sikap penari.
Penari berdiri berdampingan sambil bahu-membahu atau berpegangan tangan, bagi para
pemula. Ada paling kurang tiga cara. Makehen atau manehen adalah cara dipakai oleh
orang Beunsila yang berasal dari daerah Oekusi. Cara ini juga dipakai oleh kelompok
masayarakat dari daerah lain. Misalnya bonet nitu di Maubesi. Cara lain ialah sambil
berpegang tangan: matopu niman.
b. Gerak-gerik.
1. Bonet mnutu-baok kolo-hae mesa.
Penari mengangkat kaki ke kiri ke kanan sekali. Sesudah itu kaki kanan ke kiri sekali
dan kaki kiri lagi ke kiri. Jadi 3 x 1.
2. Bonet naèk
Baok salan baok haè mnanu atau bonet haè nua. Kaki kiri ke kanan dua kali dan kaki
kanan ke kiri sekali. Cara ini sekarang kurang dikenal dan kurang dipakai. Di daerah
Amanatun masih terdapat beberapa cara bonet lain dengan variasi cukup kaya.
c. Peserta-peserta bonet
Bonet merupakan tarian khas bagi pria, karena membutuhkan gerakan yang terkadang
cukup keras. Pada masa dahulu para wanita muda dan tua juga ikut, tetapi selalu
berdekatan dengan pria yang berkeluarga dan terlebih yang masih berhubungan keluarga.

4
Sekarang wanita boleh memilih teman dan tempat sesuka hati. Para pastor-pastor pernah
pada waktu-waktu dahulu melarang para wanita untuk ikut aktif dalam tarian tersebut.
Bagi kaum wanita ada bonet khusus yang bisa diikuti, dan jenis bonet itu biasanya
disebut boennitu.
d. Jalannya bonet.
Beberapa orang membentuk sebuah lingkaran bulat yang sederhana sambil menyanyikan
lagu bonet dengan syair yang menarik, sebagai salah satu cara untuk menarik perhatian
dan keikutsertaan aktif orang atau laki-laki lain. Dalam keadaan seperti itu orang
mengharapkan bahwa lingkaran akan segera ditutup, walaupun masih berukuran kecil.
Peserta yang ingin menggabungkan diri meminta tempat kepada mereka yang
dikehendakinya. Bonet yang berhasil tidak boleh terlalu besar lingkarannya, agar syair
bisa didengar, diikuti dan dinyanyikan oleh kelompoknya dengan baik dan lancar.
Mulanya terdapat hanya satu kelompok. Tetapi ketika lingkaran semakin besar, kelompok
secara automatis dibagi dua, yang terdiri dari kelompok penyanyi syair atau pantun dan
kelompok penyanyi bait ulangan atau refren. Misalnya mereka akan mengulangi kalimat
lagu berikut: Kolo nema kolo.Peserta lain juga mengulangi yang sama terus menerus
kalimat lagu itu.
Contoh:
1. Kolo ne ma kolo, tebes kolo koa. burung yang terbang ke arah kita adalah
burung koak.
2. Matani no’on on klaote no’on. Daun kayu merah bentuknya seperti isi anak panah.
3. Pilu besa no-nok et noon ma-mabe. Destar penutup kepala juga turun pada sore
hari.
4. Bafkeun kase koa kase maut he nem Biarkan kayu asing dan burung (teriakan)
asing datang.
5. Umbe nkae on sene hanan Kicauan burung dara bagaikan bunyi gong.
6. Umu nkae kakae natbok. Sambil berkicau burung dara itupun terbang meninggalkan
tempatnya.
7. Hele le o he tuka nema bien. Ya, kami menanti jawaban dari pihak sebelah.
Setelah Kelompok pertama merasa sudah cukup memperdengarkan pantunnya,
kesempatan diberikan kepada kelompok kedua untuk memperdengarkan pantunnya

5
dengan mengulangi refren berikut ini, yang berarti ingin menyambung apa yang sudah
dirintis:
Oko tuik ana on hen tuik man.
Tempat sirih yang kecil bisa ditukar.
Maksudnya kelompok pertama sudah selesai tugasnya dan kini menanyakan kesediaan
kelompok kedua untuk mengambil alih tugas pembawa pantun atau syair.
Bonet biasanya dilangsungkan pada malam hari dan bahkan sepanjang malam hingga
siang. Terbitnya matahari di ufuk Timur mengandung perintah untuk menghentikan
tarian bonet dan mendesak peserta-peserta bonet untuk bergegas ke rumah untuk
selanjutnya ke kebun atau bekerja.

C. Jenis-jenis bonet
1. Upacara memperkenalkan anak kepada masyarakat: "tapoin liana/anah".
2. Pesta Rumah baru: Ume feu
3. Perayaan pemasukan persembahan kepada raja: Tatama ‘maus
4. Pesta syukur panen atau hasil kebun baru: Mnahat feu
5. Menyongsong kembalinya seorang pahlawan perang: ote nakan / nis nakan
6. Orang mati: boen nitu di Maubesi dan marga [kanaf] Nismuti
7. Pesta Kenduri: Talasi nitu

D. Pantun-pantun dalam bonet


Banyaknya pantun-pantun bonet sama seperti orang ingin menghitung pasir di pantai.
Jumlahnya sangat banyak dan variasinyapun tidak kurang. Dari satu pihak dunia pantun
Dawan masih sangat terselubung dan cukup asing di depan mata orang bukan Dawan, karena
itu belum dikenal dan dipahami orang-orang luar. Di dalam pantun-pantun itu terungkaplah
kemampuan bersastra orang Dawan. Dalam hal ini sastra puisi, tanpa harus menyebut
kehebatan mereka dalam bersastra prosa. Di sini dicantumkan beberapa macam pantun guna
menyingkap tabir dunia bonet, walaupun hanya beberapa hal saja.
Pada Kesempatan Sabung Ayam (Fut manu seif manu) Sering terjadi bahwa bonet
dibuka dengan pantun-pantun khusus yang dinamakanFut manu ma seif manu, mengikat

6
ayam dan melepaskan ayam. Bonet memakaifutmanu untuk peserta-peserta yang berasal dari
dua kampung misalnya tarian bonet diadakan di kampung Tuatenu, daerah Maubesi, Insana.
Pemuda-pemudi dari kampung Naip datang sebagai tamu ke kampung Tuatenu.
Pemuda-pemuda kampung Tuatenu sebagai tuan rumah membuka bonet dengan
menggunakan pantun futmanu, sebagai tanda menyalami tamu-tamunya. Secara harafiah
ungkapan itu mengandung pengertian mengikat ayam. Lalu tamu-tamu tersebut memberikan
jawaban dengan mengangkat pantun-pantun seif manusebagai balasan terhadap para
penerima tamu atau tuan rumah. Secara harafiah ungkapan itu mengandung pengertian
membuka atau melepaskan ayam. Dengan cara demikian tuan rumah memberi isyarat bagi
tamunya bahwa komunikasi antar mereka baik dan tidak ada kesulitan atau halangan
sehingga kegiatan itu bisa dilanjutkan. Apakah artinya atau latar belakang dari kiasan-kiasan
tersebut di atas?
Maksud kiasan itu diperjelas dengan menyuguhkan sirih pinang sebagai tanda
penghormatan tuan rumah kepada tamu-tamu mereka. Pada umumnya pantun-pantun tersebut
berisikan tata adat sopan santun yang selalu diulang terus menerus yaitu minta maaf dengan
berbagai alasan seperti pinang kami tidak bagus, kekurangan sirih, kurang ini, kurang itu, dan
seterusnya.

E. Kepedulian Para pemerhati Budaya


Almarhum Pastor Vincenz Lechovic SVD dan Almarhum Pater Stefanus Mite SVD
berusaha mengumpulkan berbagai jenis pantun dari beberapa daerah. Ternyata dari
kumpulan yang telah diperoleh terdapat banyak persamaan, di samping variasi-variasi kecil
pada setiap tempat. Kalau seandainya kita memiliki juga kumpulan pantun-pantun dari setiap
daerah, maka lengkaplah dan jelaslah gambaran ini.
Yang menarik perhatian ialah cara penggunaan nama-nama kampung dalam bentuk
singkatan yang berlainan dari struktur administrasi kepemerintahan. Dari daerah Kabupaten
Timor Tengah Utara kami mendapat beberapa contoh menarik:
 Eban disebut BiKati; Nilulat disebut BiNilu; Oèolo disebut BiNili; Bijaepasu disebut
BiLipu; Oèkusi disebut BiLoki atau juga BiBesi; Biloto disebut BiJoba atau BiSoni;
Benlutu disebut BiLutu; Boèntuka disebut BiTuka. Beberapa nama diambil dari nama
batu yang merupakan simbol penghuni-penghuni daerah itu. Di daerah Amanuban

7
ditemukan nama yang biasa dipakai oleh pemerintah. Apa maksudnya kata bi? Dugaan
semula bahwa bi, di, menunjukkan tempat. Tapi ternyata dugaan itu tidak mendekati
kebenaran isi dan maksud penggunaan kata itu. Barangkali bi ini berhubungan erat
dengan bi yang dipakai untuk menyapa dengan sopan nama seorang wanita seperti: bi
Tefa; bi Kusi. Melihat kedudukan wanita dalam adat sebagai makluk yang selalu
merendahkan diri dan selalu menjadi penjaga rumah, sementara kaum lelaki pergi ke luar
untuk mencari kebutuhan kehidupan keluarganya, maka pemakaian bi untuk nama
kampung menunjukkan kerendahan hati si pembicara kepada tuan rumah. Orang Benlutu
memperkenalkan dirinya dengan menggunakan ucapan puitis ini: hai bi lutsin, kami
orang-orang Benlutu.
Penggunaan atribut “Bi” dan “Ni” di depan setiap nama tempat atau nama pribadi
manusia menunjuk pada klasifikasi jenis kelaminnya. “Bi” selalu dirangkaikan dengan
nama pribadi wanita atau perempuan dan sebaliknya “Ni” selalu dirangkaikan dengan
nama pribadi laki-laki. Hal yang sama berlaku juga dalam penggunaannya pada nama
tempat sebagaimana lasimnya bagi masyarakat Dawan umumnya. Dengan demikian
menjadi jelas bahwa atribut itu digunakan untuk menjelaskan status kata di depannya.
Pada umumnya nama tempat dirangkaikan dengan atribut “Bi”, yang menunjuk pada
klasifikasi jenis kelamin feminis.
Sedang orang lain menyapa orang-orang Benlutu dengan menggunakan ungkapan
berikut: Hi muin lut, kamu adalah orang-orang Benlutu. Jadi bukan hi bi lutsin. Hi muin
Lut artinya kalian, para pemuda dan pemudi dari Benlutu. Hi adalah orang kedua jamak:
kamu. Muin berasal dari kata munif yang berarti muda, orang muda.Sin semacam kata
kerja bantu „adalah“. Selalu digunakan dalam bentuk jamak. Ada pantun juga yang
bersifat ejekan dan teguran.

F. Pantun Ejekan Dan Teguran


Dalam masyarakat yang mengenal dan menggunakan pantun-pantun, terdapat juga
pantun yang sifatnya mengejek atau menegur orang atau kelompok lain, karena sikap atau
prilakunya yang tidak sesuai dengan tata adat yang berlaku umum dalam kalangan budaya
Dawan umumnya. Jenis pantun seperti itu sebut pantun provokasi atau Nel (Ne) màsiu
(artinya pantun yang memprovokasi orang lain). Di Amanatun pantun seperti itu disebut Nel

8
(Ne) klaib. Sementara itu di tempat lain seperti di Beunsila (.) disebut Nel (Ne) khata, yang
artinya bersifat mengganggu atua mengusik bahkan bersifat ejekan. Di daerah Noemuti
disebut Nel (Ne) Makaleat, yang juga mengandung persertian yang hampir sama dengan
pantun khata; di Maubesi disebut Nel (Ne) makhaba. Pantun perkara di Amanuban Nel
(Ne) lasi. Setiap wilayah dialek Dawan terdapat istilah atau ungkapannya masing-masing
untuk menyebut hal atau maksud yang sama.

G. Pesan-Pesan Dari Pantun


1. Pantun Bersifat Sejarah
Disebut bersifat sejarah karena pantun-pantun tersebut diciptakan untuk mengenang dan
menghormati seseorang dari antara mereka, yang mati sebagai pahlawan, dalam arti dan
kalangan yang sempit. Pantun seperti dibagi dua macam yakni pantun yang berkaitan
dengan tanah atau disebut Nel (Ne) pah dan yang lainnya berkaitan dengan pantun pujian
atau pengagungan, yang biasa disebut Nel (Ne) matoula (Matuna) <mengagungkan> atau
Nel (Ne) mapules <memuji>.
2. Pantun Teka-Teki: Nel matekan
Satu kelompok peserta bonet membawakan suatu teka-teki yang harus diterka oleh
kelompok lain. Di sini kita dapat mengenal kecerdasan dan ketelitian orang Timor dalam
memperhatikan hal-hal kecil. Di dalam teka-teki sering terselip humor dan ironi yang
halus maupun kasar. Kemajuan di dalam bidang teknik juga tak luput dari perhatian
mereka.
Contoh:
* In he ntup nok manas in he nbe nok fai.
Dia ingin tidur waktu siang berjaga-jaga pada malam hari.
Jawaban: Lampu-lampu mobil/ kendaraan.

* Otbes nem neik loko Otbes nem neik sulat


Mobil yang satu datang membawa rokok.
Yang lain membawa surat/pos.
Jawaban: Daun muda pohon beringin, waktu masih muda kelihatannya tergulung seperti
rokok, kemudian terbuka seperti surat, ketika sudah semakin mendapat panas matahari.

9
Suatu contoh lain tentang teka-teki yang disampaikan dalam bonet. Kelompok pertama
mengangkat pantun:
Kaesle ntup mone ka ntao sonaf
Pangeran yang menginap di luar rumah tidak membutuhkan istana.

Feotnai ntup sonfa ma ntae kean


Permaisuri tidur di istana dan melihat dan mempersiapkan kamar.
Kelompok kedua berusaha menerka isinya. Jika mereka tidak dapat menerka isinya, maka
mereka balik bertanya kepada kelompok pertama yang memberikan teka-teki itu:

Nisbi sao nmonit une saan


Pohon apakah yang daunnya demikian?

Mabe nput-putu nsae ntui lalan


Rumput yang terbakar memberikan petunjuk arah jalan.

Toit palmis he mtu’in kau fe kleo


Saya meminta kepada kalian untuk memberikan pendasaran sedikit kepadaku.
Menyusul setelah pertanyaan ini, pengangkat teka-teki dari kelompok pertama berusaha
untuk memberikan penjelasan sedikit:

Lim lim besi na naik aon bian-bian


Pisau yang berkilat itu tajam sebelah menyebelah
Kelompok kedua harus berusaha lagi untuk menerka. Jika ternyata tidak bisa, mereka
harus menyerah.

Arti dari teka-teki tadi ialah bahwa batu asah (akik) yang besar biasanya diletakkan di
luar rumah. Sedangkan batu asah (akik) yang kecil selalu disimpan di saku atau di dalam
tempat sirih laki-laki.

10
Sebuah contoh lain lagi:
Lus sun fatu nanuin tain mautuf
Rusa bertanduk keras seperti batu tidak makan perut halus

Muknit ma’u mtao neu sa?


Kemanakah rumput disimpan setelah dikunyah?
Jawaban: Perkakas pemisah biji kapas ( bahasa Dawan bninis) dari isinya.

Di samping teka-teki umum, sering dipakai juga teka-teki yang diambil dari Kitab Suci.
Umat Protestan di TTS suka mengisi waktu menjaga jenasah dengan memakai teka-teki
semacam ini. Orang-orang saling menguji pengetahuan tentang Kitab Suci dan
kecerdasan.

Kumpulan Bonet ini sebenarnya terdiri dari dua jilid. Tetapi yang dikerjakan ulang
sekarang ini hanyalah jilid kedua. Dalam jilid I sudah dimuat banyak teka-teki tentang
Kitab Suci. Jilid II juga memuat lagi beberapa contoh lain yang bagus dari Kitab Suci.

Pete nao nitu nsi.


Peti mayat yang menyanyi.
Jonas yang hidup di dalam perut ikan.

11
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keanekaragaman budaya suku bangsa merupakan suatu acuan terhadap nilai
kehidupan yang lebih positif, ini terjadi diakibatkan berbagai macam faktor baik itu alam,
lingkungan, pola pikir masyarakat, peradaban masyarakat,pendidikan, warisan budaya serta
teknologi dan informasi yang berkembang dalam masyarakat tersebut.

B. Saran.
Kita sebagai manusia yang berbudaya harus dapat berprilaku sesuai norma atau aturan
yang menjadi kebudayaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita. Kita juga wajib
menghormati kebudayaan dengan selalu menjaga dan memelihara kebudayaan tersebut.
Sebagai manusia yang tidak ingin tertinggal oleh zaman tentu kita selalu mengikuti
kemajuan teknologi namun kita sebagai manusia yang mempunyai budaya juga harus mampu
menyaring setiap dampak positif dan negative dari masuknya kebudayaan asing sehingga
kita bisa menjaga kebudayaan asli kita.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Bonet
http://makalahkebudayaan.blogspot.co.id/2015/03/makalah-kebudayaan-ips.html
https://bloggerntt.blogspot.co.id/2017/05/mengenal-bonet-orang-dawan-di-pulau.html

13

Anda mungkin juga menyukai