LAPORAN BUKU
OLEH:
Pdt. Ria Tesalonika, S.Th
NIM : 18.06.063
INTISARI:
Dewasa ini istilah mengajar tidak lagi dianggap berdiri sendiri. Artinya, perbuatan
mengajar (teaching) tidak terlepas dari aktivitas belajar (learning). Dengan demikian, ketika
guru mengajar, berarti peserta didiknya juga belajar dan seharusnya demikianlah yang
berlangsung. Mengajar adalah pembelajaran, yaitu upaya mengelola kegiatan belajar. Dengan
demikian, konsep mengajar yang tepat seharusnya lebih mengarah pada belajarnya atau from
teaching to learning.
Belajar merupakan proses perubahan yang dialami seseorang yang melibatkan salah
satu atau keseluruhan dimensi kepribadiannya. Perubahan itu dapat terjadi dalam segi intelek
atau kemampuan berpikir. Perubahan juga dapat terjadi dengan melibatkan dimensi rohani
atau spiritual, dimensi perasaan atau emosi, aspek tingkah laku, dan keterampilan-juga
mencakup segi fisik atau jasmani.
Belajar merupakan proses dinamis. Artinya, perbuatan belajar terjadi terus menerus
dalam kehidupan individu, bahkan berlangsung sepanjang hayat. Aktivitas belajar itu dapat
terjadi baik secara wajar maupun disengaja melalui pengaturan, baik secara
berkesinambungan maupun tidak (aksidental).
226
Tugas mengajar seharusnya senantiasa melibatkan keseluruhan dimensi dan individu,
karena manusia adalah makhluk berdimensi pribadi dan sosial. Proses pembelajaran yang
baik akan melibatkan penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, perabaan, dan
pengalaman, bahkan gerak tubuh (kinestik).
Mengajar peserta didik untuk dapat mengambil keputusan dengan hikmat Allah.
Memberikan bimbingan dan melatih peserta didik dalam melakukan berbagai hal.
Apabila perserta didik melakukan kesalahan, maka akan ada hukuman atas kesalahan
tersebut.
Memberi latihan melalui perkataan yang membangun semangat dan yang menegur.
Mengemukakan informasi, memberitahu, menyampaikan fakta, melaporkan dan
memberikan kabar atau masukan.
Usaha membimbing orang untuk memiliki loyalitas dan pengabdian kepada guru
(Pengajar). Pengajar menyampaikan apa yang didengar dan dipelajari secara saksama
dari apa yang telah dialaminya kepada peserta didiknya.
Perbuatan membangun rohani orang lain sehingga bertumbuh menuju kedewasaan.
326
Upaya mendorong orang belajar melalui tindakan nyata agar bertaat, belajar berbuat
baik dan belajar berbakti.
Upaya mengungkapkan dan menjelaskan fakta secara logis.
Upaya memampukan orang untuk menafsirkan apa yang dipelajarinya sehingga
bermakna dalam kehidupan sehari-hari.
Tugas guru amat penting di dalam kegiatan pembelajaran. Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru mengelola dan memotivasi anak
didiknya supaya aktif belajar sehingga mengalami perubahan atau mencapai tujuan yang
diharapkan. Seorang guru perlu memahami mengapa seseorang mengajar. Guru perlu untuk
memahami aspek sosiologis, psikologis dan spiritual anak didik. Guru perlu untuk mengerti
masalah bahan pengajaran , bagaimana merencanakan dan mengembangkannya. Guru perlu
untuk memahami tujuan yang jelas supaya ia dapat menuntun dan mengarahkan kegiatan
belajar secara efektif. Guru perlu untuk memahami metode interaksi yang efektif dan kreatif
dan guru juga perlu untuk mengerti cara mendapatkan umpan balik dan memahami evaluasi
hasil belajar.
Melalui paparan intisari bacaan di atas, saya mendapatkan pemahaman bahwa mengajar
menjadi suatu tugas yang penting dikarenakan belajar adalah proses yang dialami oleh setiap
orang baik secara formal maupun non formal sehingga perlu ada orang yang bersedia untuk
menjadi pengajar. Selain itu, mengajar juga menjadi penting karena proses belajar sangat
berpengaruh bagi perubahan kehidupan seseorang yang diharapkan menuju ke arah yang
lebih baik. Perubahannya dalam berbagai aspek, baik intelektual, spirirual dan emosional.
Hal yang penting dan menarik dalam proses mengajar adalah, baik pengajar maupun peserta
didik secara bersama belajar berbagai hal. Jadi tidak hanya pengajar yang memberikan
informasi atau pengetahuan, kepada peserta didik, namun peserta didikpun bisa memberikan
pengetahuan dan pengalaman baru kepada pengajar.
Belajar adalah proses yang bersifat dinamis dan berkelanjutan, oleh sebab itu, mengajar
perlu dilakukan dengan melihat kebutuhan dan perkembangan zaman. Dengan demikian,
proses belajar mengajar tidak boleh dilakukan secara kaku dan membosankan. Sebagai
contoh pada tahun 2020 ini yang dikenal dengan era digital. Oleh sebab itu, proses belajar
426
dan mengajar tidak melulu dilakukan dengan bertatap muka langsung atau melalui panduan
sumber pengetahuan berupa buku cetak saja. Proses belajar dan mengajar dapat dilakukan
melalui akses media sosial. Sumber ilmu pengetahuan atau referensi juga dapat diperoleh
melalui akses internet, video dan hal yang bersifat audio visual lainnya dengan
memanfaatkan kemajuan dan kecanggihan teknologi.
Fakta yang penting dan menarik adalah praktik belajar dan mengajar sudah terjadi sejak
masa para nabi dan rasul. Dalam Alkitabpun telah digambarkan beberapa proses belajar dan
mengajar, baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Alkitab memberikan
kesaksian tentang praktik belajar dan mengajar yang tidak jauh berbeda dengan praktik saat
ini. Ada pengajar, ada peserta didik dan tentunya ada bahan ajar atau ada hal topik tertentu
yang diajarkan.
Hal penting yang juga harus diingat adalah guru memiliki peranan penting dalam
proses belajar dan mengajar. Sehingga hal ini menuntut guru untuk bekerja lebih keras dalam
menggali kreativitas ketika mengajar sehingga peserta didik tertarik untuk berperan aktif
dalam proses belajar.
INTISARI:
Salah satu sumber idealisme bagi guru Kristen adalah Alkitab, sabda tertulis dari Allah.
Bagi orang Kristen, Alkitab itu berotoritas , sumber kebenaran iman, moral, dan dimensi
kehidupan lainnya. Banyak inspirasi tentang kasih, kepedulian, dan kebenaran Allah dapat
dipelajari dari Alkitab. Bahkan, perubahan hidup umumnya juga terjadi dalam kehidupan
mereka yang membuka hati dan tekun mempelajari, merenungkan, serta menghayati ajaran di
dalam Alkitab. Tujuan Alkitab ialah menuntun pembacanya mengenal Allah.
526
Informasi dalam Alkitab sangat menarik karena memberi nilai pengajaran yang sangat
luar biasa, apalagi bagi para guru. Misalnya, guru yang baik harus memiliki kesabaran dalam
mendidik serta mengarahkan peserta didiknya. Guru yang baik juga harus dapat
mengomunikasikan isi hati dan pemikirannya kepada peserta didik, bahkan menolong mereka
ketika berada dalam kesulitan.
Tugas mengajar merupakan pekerjaan penting dan sangat mulia, hal itu diperlihatkan
oleh Paulus dengan mengemukakan adanya karunia mengajar yang diberikan Allah kepada
jemaat. Profesi pengajar atau guru harus mendapat penghargaan yang layak dari jemaat atau
orang-orang yang mendapat pengajaran. Untuk itu, Rasul Paulus mengimbau mereka yang
menerima pengajaran agar menopang kehidupan pengajar secara finansial.
Peran dan potensi warga jemaat di dalam kegiatan saling mengajar juga disadari betul
oleh Paulus. Ia tahu bahwa Allah memampukan mereka untuk saling melayani. Perlunya
warga jemaat agar aktif saling mengajar bertujuan untuk mempersiapkan hamba-hamba
Tuhan, diaken, penilik jemaat, atau majelis yang berbobot karena pembentukan pekerja
Kristus itu sendiri berlangsung dalam konteks jemaat. Dengan latihan saling mengajar itu,
warga jemaat semakin mengerti keteraturan peran.
Nilai-nilai pada zaman ini menghadirkan banyak tantangan bagi warga jemaat sehingga
mereka lambat dalam pertumbuhan iman. Kemajemukan kepercayaan dan agama serta nilai
budaya juga kerap membuat jemaat meragukan kemutlakan ajaran dan karya Tuhan Yesus,
sebagaimana yang diungkapkan Alkitab. Oleh sebab itu, pengajaran yang benar, yang
dikelola oleh pengajar yang setia terhadap Firman Allah serta yang terus mengembangkan
keterampilannya dalam mengajar, merupakan kebutuhan yang mendesak.
626
bagi guru Kristen, ialah mengizinkan kreativitas Roh Kudus itu mengalir dan memancar
supaya aktivitas pembelajaran yang kita kelola membawa peserta didik hormat dan taat serta
mengasihi Allah.
Melalui paparan intisari di atas, hal yang penting dan menarik yang dapat saya pahami
adalah bahwa proses belajar dan mengajar merupakan metode yang dilakukan oleh umat
Kristen dalam praktik keagamaan dan penghayatan iman. Proses belajar dan mengajar
berlangsung dalam ibadah dan khotbah. Hal penting yang perlu kita ingat bahwa Allah kita
adalah Allah yang mengajar, Ia adalah Pengajar bagi seluruh umat yang percaya pada-Nya.
Tuhan Yesuspun adalah teladan seorang pengajar. Oleh sebab itu, pengajar adalah suatu
pekerjaan atau tugas yang mulia. Seorang pengajar hendaknya memiliki landasan
pemahaman Alkitab yang kuat dan tepat, sehingga ia dapat mengajar dengan hikmat yang
bersumber dari Allah. Pengajar yang dimaksud di sini adalah Pendeta, Dosen/Guru Agama
Kristen, Guru Sekolah Minggu, Penatua dan Diakon.
Hal yang penting juga untuk diketahui adalah setiap orang memiliki kemampuan
mengajar yang berbeda-beda. Ada yang memang mendapatkan karunia untuk mengajar
sehingga ia dapat mengajar dengan baik tanpa perlu berlatih terlalu keras karena merupakan
bakat bawaan. Namun, bukan berarti kemampuan mengajar tidak dapat dilatih atau diasah.
Kita dapat belajar mengasah kemampuan mengajar kita agar bisa menjadi pengajar yang baik
dengan terus berlatih/praktik mengajar dan tentunya memohon pertolongan Tuhan melalui
kuasa Roh Kudus yang ada di dalam diri setiap umat percaya yang menyerahkan diri menjadi
pengajar.
Hal yang menarik melalui paparan intisari di atas juga adalah himbauan Paulus kepada
jemaat untuk bisa menopang kehidupan pengajar secara finansial. Melalui pernyataan ini,
Pauluspun menyadari bahwa pekerjaan seorang pengajar bukanlah pekerjaan yang mudah,
sehingga layaklah jika jerih lelah seorang pengajar diapresiasi dengan penghargaan berupa
materi. Karena seorang pengajarpun harus memenuhi kebutuhan hidupnya di samping
mempersiapkan apa yang harus ia ajarkan. Hal ini terkadang masih belum disadari oleh
sebagian jemaat, terbukti masih kurangnya kesadaran dalam memberi pada beberapa
tempat/jemaat yang mengakibatkan gajih pendeta tidak terbayarkan. Sebagian berpendapat
bahwa seorang pengajar, dalam hal ini secara khusus pendeta adalah pekerjaan mengajar
726
firman Allah secara “sukarela” dan sukacita, jadi bantuan secara finansial kepada pendeta
dianggap tidak menjadi hal yang wajib untuk dilakukan oleh semua jemaat.
INTISARI:
Guru merupakan unsur terpenting dalam kegiatan mengajar. Guru merupakan jembatan,
sekaligus agen yang memungkinkan peserta didik berdialog dengan dunianya. Dengan
demikian, panggilan penting bagi setiap guru ialah mendorong peserta didik untuk menimba
pengetahuan, pemahaman, atau bahkan memberi kontribusi bagi dunia.
Jika kita ingin memperbaiki mutu pendidikan dan pengajaran di sekolah ataupun di
gereja, sebenarnya tidak cukup hanya memberikan tekanan-tekanan pada latihan-latihan
keterampilan ataupun pada teknik serta mekanisme pembelajaran. Pembentukan wawasan
keguruan dan filsafat mengajarlah yang sangat mendasar (Foundational). Ajaran Alkitab
tentang realitas, Tuhan, manusia, dan alam semesta; keterangan Alkitab tentang pengetahuan
dan kejahatan, keindahan juga tentang panggilan dan tanggung jawab hidup manusia, semua
itu harus kita pertimbangkan berkaitan dengan tugas keguruan.
Guru yang berbobot atau yang berkualitas ialah mereka yang memiliki konsep diri yang
baik, tepat, dan relevan bagi tugas keguruan. Untuk tujuan itu, guru harus bertumbuh dalam
aspek kepribadiannya. Ia perlu mengembangkan pemahamannya tentang proses belajar dan
harus yakin tentang potensi belajar itu sendiri demi pengembangan dirinya.
Sikap penting yang harus dikembangkan oleh guru Kristen ialah pengenalan, jati
dirinya sebagai orang Kristen. Orang Kristen adalah orang “yang memberikan dirinya secara
penuh kepada Yesus Kristus”. Supaya dapat meneladani pribadi Yesus sebagai Pengajar
ideal, guru perlu mempelajari Kitab Injil.
Guru bidang studi apa pun tetap memerlukan kehadiran Roh Kudus di dalam kehidupan
dan pekerjaannya. Bukan karena mengajarkan agama Kristen atau kelompok pemahaman
Alkitab, seorang guru membutuhkan bimbingan Roh Kudus. Bergaul akrab dengan Roh
Tuhan melalui penyerahan diri kepada-Nya, bahkan melalui percakapan dengan-Nya,
menjadi cara kita menikmati tuntunan, hikmat, kekuatan, wibawa, dan kepenuhan kuasa-Nya.
Guru dengan konsep diri yang sehat dan positif, pertama-tama mampu memandang
dirinya dimiliki atau diterima oleh Allah tanpa syarat sebab ia yakin bahwa darah Yesus
826
Kristus yang tercurah di salib merupakan bukti kuat kasih Allah terhadap dirinya. Berikut
dampak-dampak yang dihasilkan oleh konsep diri yang positif:
Guru dapat berkembang secara sehat dalam relasi dengan orang lain, termasuk anak
didik dan rekan sekerjanya. Ia mampu menerima orang lain sebagaimana adanya, sadar
bahwa ia pun memiliki kelebihan dan kekurangan.
Guru dapat bertumbuh dalam penerimaan dirinya, berkaitan dengan potensi-potensi
positif dan negatif (kelemahan). Ia tahu kekuatan dirinya tapi juga mengenal kelemahan
atau kekurangannya.
Guru dapat mengembangkan dirinya dalam segi kesediaan berkorban demi orang lain
serta menempatkan kepentingan orang lain lebih dulu dibandingkan keperluannya
(altruistik).
Guru mampu mengembangkan dan menunaikan tugasnya dengan percaya diri. Dalam
hal itu, ia menyadari bahwa dirinya harus memberi yang terbaik bagi anak didiknya itu
karena kehendak Tuhan. Dengan demikian, kendala kecil maupun besar tetap dihadapi
secara kreatif.
Kemampuan lain yang harus dikembangkan oleh guru ialah kemampuan mengajar,
yanh dewasa dinamakan “kompetensi pedagogis”. Kompetensi Pedagogis itu meliputi 5
(lima) aspek sebagai berikut:
Pemahaman guru terhadap peserta didik mendalam. Guru wajib mengenal perserta
didik dengan baik, hal itu diteladankan oleh Yesus, Guru Agung.
Guru mampu membuat perencanaan pembelajaran, termasuk memahamai landasan
pendidikan untuk kepentingan pembelajaran. Untuk keperluan itu, guru harus
memahami landasan pendidikan, hakikat dan tujuan pendidikan serta aspek apa saja
yang berpengaruh terhadap proses pendidikan.
Guru harus meningkatkan kemampuannya untuk melaksanakan pembelajaran.
Termasuk dalam hal itu adalah kegiatan menata latar (setting) pembelajaran, mengelola
suasana, fasilitas, ruangan, dan mendia pembelajaran.
Guru sanggup merancang serta melaksanakan evaluasi (assesment) proses dan hasil
belajar, menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat
ketuntasan belajar (mastery learning), dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran
untuk perbaikan kualitas pembelajaran secara umum.
Memotivasi peserta didik untuk mengembangkan potensi non akademiknya.
926
Selain kompetensi pedagogis di atas, seorang guru juga hendaknya mengembangkan 6
(enam) segi kemampuan dan keterampilan dalam mengemban tugas mengajar, yaitu:
Guru dalam konteks pendidikan formal (sekolah) pada khususnya merupakan sebuah
profesi. Sebagaimana telah dikemukakan, pekerjaan guru adalah mengajar, mendidik,
menilai, membimbing, melatih, mendampingi dan mengarahkan peserta didiknya mencapai
tujuan belajar. Guru yang profesional adalah pribadi-pribadi yang mampu melihat dirinya
sebagai orang-orang yang terlatih, mengutamakan kepentingan orang lain dan taat pada etika
kerja, serta selalu siap menempatkan diri dalam memenuhi kebutuhan peserta didiknya lebih
dahulu.
1026
Guru bagaikan “tongkat Musa” yang dapat dipakai oleh Allah untuk membina umat
Israel pada zaman dahulu agar lebih mengenal-Nya. Secara manusiawi, tongkat itu hanya
benda kecil dan terbuat dari kayu belaka. Akan tetapi, ketika tongkat itu diserahkan
pemiliknya kepada Allah, tongkat yang kecil itu dapat menghasilkan banyak keajaiban.
Sekolah, gereja, dan masyarakat merindukan guru berkualitas, atau tepatnya guru profesional.
Guru profesional memiliki sesuatu untuk diklaim dan disalurkan. Guru profesional yang
penuh harapan akan semakin bertumbuh dan berkembang, dengan kekuatan kuasa dan
hikmat-Nya.
Berdasarkan paparan intisari di atas, hal penting dan menarik yang dapat saya pahami
adalah guru merupakan profesi yang menuntut kualitas atau profesional. Jadi ketika
seseorang memutuskan untuk menjalani profesi sebagai guru, maka ia harus secara sungguh-
sungguh mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya dengan baik. Seorang guru
harus memiliki konsep diri yang baik terlebih dahulu sebelum ia membantu peserta didik
menemukan konsep diri mereka. Guru yang berkualitas juga memiliki kehidupan sosial dan
spiritual yang baik. Ternyata seorang guru itu tidak hanya cukup dengan pintar, namun juga
memiliki kepribadian yang baik, karena masih ada beberapa fenomena guru atau pengajar
yang intelektualnya tidak perlu diragukan namun memiliki sikap yang kurang baik. Apalagi
saat ini banyak guru dan murid yang memiliki akun media sosial, contohnya Facebook,
Instagram dan lainnya. Guru harus bijak ketika membuat postingan/status di akun media
sosial, karena tentunya murid-murid yang terkoneksi dengannya di akun media sosial tersebut
akan melihat postingannya. Ada beberapa guru atau pengajar yang belum memahami hal itu
sehingga membuat postingan yang tidak pantas seperti ujaran kebencian atau gambar-gambar
yang tidak pantas diposting oleh seorang guru. Sebaiknya guru atau pengajar memberikan
postingan yang bermanfaat, bersifat motivasi atau membangun. Hal itu tentu berdampak pada
penilaian murid-murid dan orang sekitar terhadap dirinya.
Hal yang menarik dari uraian intisari di atas adalah guru yang berkualitas juga adalah
guru yang dapat bersosialisasi atau kalimat sederhananya “pandai bergaul”. Kebanyakan
orang yang pintar secara intelektual memiliki kepribadian yang intorvert atau tertutup,
sehingga ketika ia menjadi pengajar, ia sebatas melakukan tugas sebagai bentuk formalitas.
Oleh sebab itu, hal ini penting untuk diketahui oleh seorang guru, supaya hubungan sosial
antara guru dan murid tidak hanya di ruang kelas saja, namun sesekali mereka bisa membina
1126
keakraban dengan berwisata beramai-ramai, antara guru dan murid-muridnya. Hal tersebut
berpengaruh terhadap semangat murid-murid dalam belajar di kelas.
Pada intisari di atas juga dituliskan hal penting bahwa guru yang berkualitas atau
profesional tidak hanya pandai bersosialisasi atau memiliki hubungan baik dan karib dengan
peserta didik saja, namun juga dengan orang tua peserta didik. Menurut saya hal ini sudah
dipahami dan diterapkan oleh sebagian guru pada masa kini, khususnya di sekolah-sekolah
swasta. Guru memanfaatkan kecanggihan teknologi dengan membuat group di akun sosmed
seperti Whatsapp (disingkat WA). Jadi melalui group WA tersebut, wali murid dapat
mengetahui perkembangan peserta didik yang dikomunikasikan oleh guru atau pengajar.
Pada group tersebut, wali murid juga dapat menyampaikan saran dan kritik yang berkaitan
dengan perkembangan pendidikan.
Guru yang baik atau profesional juga mementingkan atau mendahulukan kepentingan
peserta didik atau kepentingan orang banyak dibanding kepentingannya pribadi. Hal yang
paling utama adalah guru yang berkualitas adalah guru yang taat kepada Tuhan. Ketika
seorang guru memiliki pondasi iman atau ketaatan kepada Tuhan, maka niscaya guru tersebut
akan melaksanakan tugasnya dengan hikmat dari Tuhan, dan ia mampu “menciptakan”
peserta didik yang unggul dan mampu melakukan perubahan yang baik.
INTISARI:
1226
pengetahuan kognitif, melainkan juga pemahaman afektif, moral, serta spiritual. Sebagai
pendidik, guru menaruh perhatian pada pembentukan watak dan moral peserta didik.
Berkaitan dengan perannya sebagai pengajar, guru biasanya relatif tahu banyak tentang
apa dan bagaimana bahan yang diajarkannya. Itulah sebabnya, guru harus selalu
meningkatkan kualitas pengetahuannya. Sebagai pembelajar, guru patut semakin mendalami
bidang studi yang diajarkannya dengan giat membaca atau mengikuti pendidikan nonformal
(seminar, forum diskusi, lokakarya, kursus dan sejenisnya).
Dalam menjalankan perannya sebagai pelatih, guru harus memahami bentuk dan jenis
keterampilan yang harus dikembangkan peserta didik. Kompetensi keterampilan itu harus
jelas diungkapkan berikuti indikator yang menjadi bukti bahwa keterampilan itu sudah
dikuasai. Untuk menjadi pelatih, guru harus mengembangkan kesabaran dan ketekunan serta
harus menumbuhkan ketelitian dan kecermatan. Pelatih yang baik biasanya menerapkan
prinsip reinforcement, yaitu memberikan pujian bagi murid yang berhasil melakukan
kegiatan tertentu sesuai standar untuk memperkuat motivasi berikutnya.
Sebagai fasilitator, guru mempersiapkan berbagai saran dan pra sarana yang menunjang
kegiatan belajar dan mengajar, misalnya menata ruang kelas supaya aman, bersih, serta
nyaman. Ia juga menyediakan alat-alat bantu (audio visual aid), literatur yang relevan, dan
berusaha untuk “menciptakan” kondisi emosional serta sosial yang bermanfaat dalam
peristiwa belajar. Guru juga hendaknya menyediakan waktunya untuk konsultasi-konsultasi
pribadi atau kelompok kecil dengan peserta didik, baik di dalam maupun di luar ruangan
kelas. Dengan begitu, guru membantu peserta didik dalam mengatasi kesulitan belajar dan
merencanakan kegiatan belajar yang lebih efektif.
Peran dan tugas guru sebagai motivator itu sangat mendasar, mengingat peristiwa
belajar pada prinsipnya berlangsung dalam diri peserta didik. Guru hendaknya memberikan
rangsangan dengan menyajikan contoh-contoh sederhana, memfasilitasi suasana belajar yang
aman dan nyaman, membangun relasi bersahabat dan ramah, membangkitkan semangat dan
perasaan mampu dalam diri peserta didik, seperti mengatakan “Ayo kamu bisa!”
Peran guru sebagai pemimpin sudah diteladankan oleh Yesus, Guru Agung. Seorang
pemimpin ialah orang yang memiliki sikap hati dan komitmen untuk melayani serta bersedia
merendahkan hati. Ia berupaya membuat yang dilayani bersih, terbebas dari noda dan
kekotoran (metaforis). Guru juga harus bisa memimpin dirinya sebelum sanggup memimpin
1326
orang lain. Memimpin merupakan tindakan yang dimulai dari dalam diri pemimpin itu
sendiri. Sementara memimpin murid, guru juga memimpin dirinya. Istilah “pengendalian
diri” atau “penguasaan diri” lebih tepat dikemukakan dalam hal itu.
Sebagai komunikator, tugas guru yang utama ialah memberi penilaian atas kemajuan
belajar peserta didik. Dengan bijak, ia menyampaikan informasi yang berguna bagi mereka.
Ia menjaga dirinya agar tetap menyampaikan kritikan dan informasi secara tepat dan jujur.
Sebagai komunikator, guru juga berperan sebagai komentator. Dalam hal itu, ia harus
mengembangkan kemampuan dalam melihat secara objektif kekurangan dan kelebihan
peserta didiknya. Komunikator yang baik selalu mengutamakan pemberian berita dari segi
kebutuhan pendengarnya. Begitu pula dengan guru, ia harus menyampaikan pengajaran
sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya.
Sebagai agen sosialisasi, guru berupaya membantu peserta didik untuk mengalami
interaksi edukatif yang menyenangkan, yang di dalamnya mereka lebih saling mengenal dan
saling mengisi serta kerap melakukan diskusi dan kerja kelompok. Guru harus sadar bahwa
mungkin sewaktu-waktu diperlukan pola pengelompokan homogen dalam kegiatan belajar.
Misalnya, kelompok kerja yang hanya terdiri atas perempuan atau laki-laki, atau kelompok
belajar yang dibentuk oleh murid-murid yang sama kemampuannya. Ia juga harus memahami
bahwa suasana kelompok tidak selalu sama dari waktu ke waktu, selalu ada perubahan selaras
dengan perubahan individu dan interaksinya.
Sebagai pembimbing atau konselor, guru PAK mendengar kegelisahan dan persolan
muridnya, lalu bersama-sama mencari upaya mengatasinya dengan terang firman Tuhan serta
pertolongan Roh Kudus. Konseling bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Oleh sebab
itu, pengetahuan guru tentang psikologi manusia perlu berkembang supaya dapat memahami
dinamika penyimpangan kepribadian dan perilaku.
Sebagai penginjil, guru dapat menjelaskan Injil melalui pendekatan pribadi dan atau
kelompok, yaitu memberitahukan kesaksian Alkitab mengenai fakta bahwa manusia itu
berdosa sehingga terhukum, berada dalam maut, diperbudak hawa nafsu, serta mengalami
penyimpangan moral. Dosa membuat hidup mereka menyimpang dari ukuran (standar) Allah
yang kudus. Namun, kasih Allah telah menyatakan anugerah besar kepada manusia, yaitu
melalui kematian Yesus, disalib dan oleh kebangkitan-Nya pada hari ketiga. Anugerah
keselamatan itu dapat diperoleh dan diterima dengan iman kepada karya agung Sang
Juruselamat.
1426
Sebagai imam, guru melayani anak didik guna menyampaikan berkat Tuhan. Guru
tidak mengharapkan muridnya ditimpa malapetaka, tetapi selalu berharap penuh untuk
memperoleh intervensi Allah. Dengan demikian, pengajaran yang disampaikan merupakan
pesan-pesan yang berisikan berkat dan anugerah Allah Tritunggal kepada anak didik.
Meneladani para nabi, sikap guru dalam menilai anak didik juga harus menampakkan
keadilan dan kejujuran. Murid yang lemah dibantu, bukan disepelekan dan direndahkan.
Murid yang tampak sombong atau seperti membesarkan dirinya diberi nasihat dan teguran
secara tepat supaya mengalami perubahan. Anak didik yang sempit pola pikirnya dibantu
supaya lebih luas sehingga mampu berpikir kritis dan konstruktif. Pelajar yang tidak tertib
hidupnya membutuhkan disiplin dengan cara yang kreatif dari gurunya.
Guru PAK dapat kita anggap sebagai teolog, dalam arti praktisnya, karena ketika ia
mengajar, keyakinan dan pemikiran teologisnyalah yang dikomunikasikan. Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa teologi berbicara tentang pribadi Allah Tritunggal dan karya-Nya
serta nilai-nilai hidup iman Kristen. Untuk membawa peserta didik pada pemahaman teologi
secara benar, wawasan teologi dan pengetahuan Alkitab setiap guru diharapkan terus
mengalami pertumbuhan. Kemampuan berteologi secara konseptual dan praktis diharapkan
bukan hanya dimiliki guru, melainkan juga oleh peserta didik. Hal demikian berkembang
apabila guru memperlengkapi peserta didik dengan latihan refleksi teologis sebagai hasil dari
membaca, memahami, dan menafsirkan firman Allah, dalam mencari kehendak-Nya bagi
situasi dan pergumulan yang sedang dihadapi.
Dari beberapa peran guru yang diuraikan pada intisari di atas, ada 2 (dua) hal yang
penting sekaligus menarik bagi saya. Pertama, guru sebagai komunikator. Guru diharapkan
dapat menyampaikan berbagai hal yang dirasa perlu disampaikan kepada peserta didik secara
jujur atau objektif. Menurut saya yang perlu ditekankan di sini adalah objektivitas, karena
masih ditemukan beberapa guru memperlakukan peserta didik secara subjektif. Sebagai
contoh, jika guru “menganggap” seorang peserta didik itu baik menurut penilaiannya sendiri,
maka, walaupun peserta didik tersebut melakukan kesalahan, maka sang guru tidak melihat
kesalahan tersebut atau menganggap kesalahan tersebut bukan sebagai sesuatu yang berarti
karena ia menyukai peserta didik tersebut. Hal ini tentu tidak baik untuk perkembangan
kemampuan belajar peserta didik tersebut karena ia tidak diajar prihatin atas kesalahannya.
Demikian juga sebaliknya, jika seorang guru merasa tidak senang dengan seorang murid
1526
karena berbagai alasan, maka sebagus apapun peserta didik tersebut dalam mengerjakan tugas
atau melaksanakan pelajaran, sang guru tetap tidak menganggap hal itu sesuatu yang perlu
mendapat pujian. Berdasarkan pengalaman yang saya temui, guru yang demikian malah
berusaha menjatuhkan sang murid dengan “mementahkan” berbagai pendapat dari si murid.
Hal ini tentu sangat tidak baik bagi perkembangan si murid, karena akan menghambat
perkembangan pola pikirnya dan mengurangi semangat belajar peserta didik tersebut. Hal ini
perlu menjadi perhatian khusus bagi seorang guru agar ia dapat berusaha menjadi pribadi
yang memandang segala hal secara objektif.
Hal penting sekaligus menarik yang kedua adalah peran guru sebagai pembimbing atau
konselor, khususnya guru PAK. Pada hampir semua sekolah di Indonesia, telah disediakan
ruang khusus untuk konseling, dan ada orang atau guru khusus yang ditunjuk untuk itu yaitu
guru BP/BK (Bimbingan Penyuluhan/Bimbingan Konseling). Hal ini mengakibatkan
sebagian guru mata pelajaran (bukan guru BK) merasa tidak perlu untuk melakukan
konseling terhadap peserta didik karena ada rekan kerja mereka yang memang sudah
ditetapkan untuk konseling tersebut. Padahal setiap guru dapat bekerjasama untuk hal ini. Hal
ini yang perlu disadari oleh setiap guru, sehingga ia tidak segan untuk melakukan bimbingan
konseling kepada peserta didik walaupun ia bukan pihak yang ditunjuk secara khusus untuk
hal tersebut, ia dapat bekerjasama dengan guru BP/BK yang bersangkutan.
INTISARI:
Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran, amatlah perlu bagi guru untuk
meningkatkan pemahaman komprehensif tentang peserta didiknya. Pemahaman utama
mengenai peserta didik yang perlu terus ditingkatkan oleh guru ialah kedudukan mereka
sebagai makhluk religius. Hal tersebut menjadikan guru PAK dapat berperan banyak untuk
menanamkan pemahaman dan nilai-nilai religius, termasuk sikap bersyukur, hormat dan taat
kepada Tuhan, serta kasih, kepedulian, dan keramahan terhadap sesama. Peserta didik juga
merupakan pribadi-pribadi yang memiliki potensi moral, intelektual, atau mental, bahkan
potensi keindahan (estetis). Dengan pengertian itu, setiap peserta didik harus dimotivasi agar
selalu belajar mengelola potensi dan menguasai dirinya.
Peserta didik sebagai individu dan kelompok berbeda dalam banyak hal. Beberapa
dimensi perbedaan itu menyangkut aspek usia dan perkembangan, seksualitas, prestasi
1626
akademis, gaya belajar, latar belakang sosial dan budaya, serta latar belakang pendidikan
masa lalu. Menyadari, menerima, bahkan mengelola realitas perbedaan, dapat memudahkan
guru untuk mengatasi berbagai kesulitan dalam pembelajaran.
Guru dan peserta didik merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang bersifat holistik. Guru
dan anak didiknya sekaligus memiliki dimensi lahiriah (fisiologis) dan batiniah. Dalam
konsep holistik, belajar bukan saja perbuatan fisik (olahraga), melainkan juga aktivitas emosi
(olah rasa), kegiatan sikap dan pikiran. Aktivitas belajar dapat dikatakan sebagai aktivitas
olah pikiran. Pikiran banyak aktif di dalam kegiatan belajar, termasuk dalam upaya mengerti,
memahami, mempetimbangkan dan di dalam rangka memasukkan informasi ke dalam
ingatan (memori).
Selain sebagai kegiatan olah pikiran dan olah rasa, belajar juga dapat dipahami sebagai
kegiatan rohani sebab manusia memiliki roh. Dengan pemahaman seperti itu, pelajaran
keagamaan (iman Kristen) tidak dapat terlepas dari aktivitas dan pembaruan roh. Apabila roh
guru dan peserta didik mengalami kehadiran Roh Allah karena membuka hati kepada Yesus
Kristus,Tuhan dan Juruselamat, orientasi dan fokus kehidupan pun berubah. Oleh karena itu,
tidaklah tepat bila acara ibadah, persekutuan, dan kegiatan pengajaran agama semata-mata
menekankan upaya memperkaya nalar, akal budi, dan perasaan, tetapi juga rohani.
Hal yang penting dan menarik menurut saya pada paparan intisari di atas adalah
pernyataan bahwa selain sebagai kegiatan olah pikiran dan olah rasa, belajar juga dapat
dipahami sebagai kegiatan rohani sebab manusia memiliki roh. Oleh karena itu, tidaklah tepat
bila acara ibadah, persekutuan, dan kegiatan pengajaran agama semata-mata menekankan
upaya memperkaya nalar, akal budi, dan perasaan, tetapi juga rohani. Pernyataan tersebut
mengajak para guru atau pengajar untuk tidak hanyak fokus menjadikan peserta didiknya
untuk menjadi orang yang pintar secara intelektual namun juga memiliki mental atau sikap
serta kehidupan rohani yang baik. Sistem pendidikan di Indonesia saat ini nampaknya sejalan
dengan pernyataan tersebut, terbukti bahwa penentu kelulusan tidak lagi hanya pada nilai
(secara angka) yang tinggi, namun juga pada akhlak yang baik. Menteri Pendidikan pun
menginstruksikan pendidik-pendidik atau guru-guru pada lembaga pendidikan untuk lebih
menekankan pada pendidikan dan perkembangan moral peserta didik. Sehingga setiap
lembaga pendidikan di Indonesia secara khususnya tidak hanya menghasilkan atau mencetak
peserta didik yang pintar secara intelektual, namun juga baik secara moral dan spiritual.
1726
Karena orang pintar secara intelektual yang memiliki moral dan spiritual yang baik, dapat
menerapkan berbagai ilmu yang dipahamnya dengan baik dan menghasilkan karya yang
berguna atau bermanfaat bagi sekitarnya.
INTISARI:
Ruang lingkup PAK dalam konteks sekolah meliputi 2 (dua) aspek: 1) Allah Tritunggal
(Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus) dan karya-Nya serta 2) Nilai-nilai Kristiani.
Sejak tahun 2004, dalam konteks sekolah, kita mengenal istilah kompetensi di dalam
merumuskan tujuan pembelajaran. Kompetensi merupakan pernyataan kemampuan apa yang
diwujudkan siswa setelah mengikuti kegiatan belajar. Kompetensi itu mencakup
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang dikuasai oleh peserta didik dari hasil
belajarnya serta dapat diwujudkan dalam perilaku kognitif, afektif, dan psikomotoris.
Tujuan pada ranah kognitif adalah tujuan pembelajaran yang menunjuk pada perubahan
dalam segi pengetahuan. Maksudnya, setelah mengikuti kegiatan belajar, pengetahuan peserta
diharapkan bertambah, termasuk dapat menghafalkan sesuatu, mengerti apa yang dihafalkan,
juga mampu mengaplikasikan prinsip yang dipelajarinya.
Tujuan pada ranah afektif adalah tujuan yang menunjuk pada perubahan dalam segi
sikap hidup, emosi, dan kehendak lazim. Peserta didik yang telah mengikuti kegiatan belajar
1826
dapat menerima atau menaruh perhatian terhadap apa yang diperolehnya. Minat dan
motivasinya bangkit. Selain minat yang bertambah, peserta didik dapat memberi respons
(kesan pribadi), baik yang positif maupun yang negatif.
Tujuan pada ranah psikomotoris adalah tujuan yang menunjuk pada perubahan dalam
dimensi keterampilan, kecekatan berbuat, atau tindakan nyata. Sebagai contoh sederhana
tujuan psikomotoris, setelah mengikuti kegiatan belajar menari, diharapkan peserta didik
mampu melakukan gerakan maupun tindakan seperti yang ditunjukkan gurunya.
Sekali lagi ditekankan, bahwa dalam tahap persiapan mengajar, penting bagi seorang
guru untuk mengerti tujuan pembelajaran. Guru harus berlatih merumuskan tujuan supaya
dapat merencanakan bahan pengajaran dan memikirkan strategi serta metode mengajar yang
tepat.
Berdasarkan uraian intisari di atas penting untuk disadari oleh seorang guru atau
pengajar bahwa pengajaran yang diberikan ketika mengajar tidak hanya menyentuh ranah
kognitif atau pengetahuan peserta didik saja, namun juga hendaknya menyentuh hati atau
perasaan peserta didik, serta mendorong peserta didik untuk bergerak;berbuat;bertindak, dan
saya menyetujui isi uraian tersebut.
Saat ini, pada beberapa lembaga pendidikan di Indonesia, dalam proses belajar
mengajar, tidak lagi hanya guru yang menyampaikan teori di kelas namun partisipasi peserta
didik juga dituntut dalam proses belajar dan mengajar di kelas. Sehingga peserta didik tidak
hanya mengerti, namun juga merasakan dan bertindak untuk menjadi manfaat bagi orang dan
lingkungan di sekitarnya.
1926
7. PERENCANAAN MATERI PENGAJARAN
INTISARI:
Satu lagi tugas yang sangat menyita waktu, tenaga, dan pemikiran guru ialah
perencanaan bahan atau materi pengajaran. Menjadi keharusan bagi guru untuk melakukan
persiapan yang matang dan saksama apabila ingin melihat kualitas belajar dan mengajar yang
memuaskan. Ada 4 (empat) kemungkinan upaya yang dapat diwujudkan oleh guru dalam
mempersiapkan materi pengajaran, yaitu:
Guru dapat menetapkan sendiri bahan yang akan diajarkan, sesuai dengan
kehendaknya, karena merasa bahwa dirinya “ahli” dalam bidang studinya.
Guru menetapkan dan mengembangkan bahan pengajaran setelah lebih dahulu
berkonsultasi dan berdiskusi dengan peserta didiknya.
Guru menetapkan bahan pembelajaran bersama-sama dengan peserta didik.
Guru menetapkan dan mengembangkan bahan berdasarkan kurikulum baku, seperti
Garis-Garis Besar Program Pengajaran yang telah ditetapkan oleh pihak berwenang
(mis. pihak sekolah atau sinode jemaat).
Dalam merumuskan bahan pengajaran, seorang guru harus memperhatikan bebera hal,
yaitu: Metode, tujuan, prinsip-prinsip belajar, waktu, kebutuhan peserta, faktor
perkembangan dan masa lalu peserta. Rumusan bahan pengajaran dan segala unsur di
dalamnya tertuang dalam silabus dan bahan pembelajaran/bahan pengajaran. Perumusan
bahan pengajaran di gereja biasanya berkaitan erat dengan pelayanan Sekolah Minggu (anak-
anak dan remaja) dan dengan kelompok-kelompok pembinaan (remaja, pemuda, dewasa).
Guru yang bersemangat senantiasa dicari oleh peserta didik yang “haus” akan
pengetahuan maupun pengertian. Guru yang bersemangat mencintai materi pengajarannya
sehingga ia melakukan persiapan dengan baik sebelumnya. Guru harus mengajar bukan
hanya dengan pikiran (teaching from the mind), melainkan terutama dengan hatinya
(teaching from the heart). Melalui persiapan, guru harus menyerahkan jiwa dan hatinya
kepada Tuhan agar mengobarkan semangat, kasih, dan belas kasihan.
2026
TANGGAPAN (HAL PENTING DAN MENARIK):
Hal yang penting dan menarik bagi saya berdasarkan uraian intisari di atas adalah
pernyataan bahwa Guru harus mengajar bukan hanya dengan pikiran (teaching from the
mind), melainkan terutama dengan hatinya (teaching from the heart). Saya sepakat dengan
hal ini, karena guru yang bekerja tidak hanya dengan pikirannya tapi juga dengan hatinya,
maka guru tersebut akan bersemangat ketika mengajar, sehingga semangat sang gurupun
dapat menular kepada peserta didik, dan proses belajar dapat berlangsung dengan baik dan
mencapai tujuan.
Berdasarkan pengalaman saya, ada beberapa pengajar yang mengajar secara asal-asalan
saja, sebagai bentuk formalitas tugasnya saja. Selain itu ada juga pengajar yang salah
memahami dan menerapkan mengajar dengan hati. Ia mengajar berdasarkan suasana hatinya,
tentu itu adalah hal yang berbeda. Ada pengajar atau guru yang ketika suasana hatinya sedang
baik, maka ia akan mengajar atau melakukan tugasnya dengan baik. Sebaliknya, ketika
suasana hatinya sedang tidak baik, maka guru itu akan mengajar dengan tidak baik, bahkan
melampiaskan kekesalannya kepada peserta didik. Hal ini menurut saya perlu mendapat
perhatian bagi seseorang yang memutuskan untuk menjadi guru atau pengajar, bahwa ia
bekerja dengan hati (semangat) bukan bekerja berdasarkan suasana hati (mood).
8. METODE-METODE MENGAJAR
INTISARI:
Metode mengajar ialah cara atau prosedur dalam mengelola interaksi antara guru dan
peserta didiknya bagi berlangsungnya peristiwa belajar. Belajar itu sendiri merupakan
tindakan mutltidimensi. Artinya, ketika murid belajar, mereka mendengarkan, melihat,
membicarakan, merasakan, memikirkan, menuliskan, atau melakukan dan membentuk
sesuatu. Untuk sebuah kegiatan mengajar, guru perlu memberi kesempatan bagi anak
didiknya untuk melakukan beberapa aktivitas yang bervariasi, bergantung pada tujuan serta
fasilitas dan ruangan belajar. Ada beberapa metode mengajar yang dapat diterapkan, yaitu:
Metode Cerita: Dalam pelayanan gereja melalui Sekolah Minggu, guru kerap
menggunakan metode cerita untuk menyampaikan firman Tuhan kepada peserta
didiknya.
Metode Ceramah: Dalam kegiatan belajar dan mengajar, metode ini merupakan metode
klasik.
2126
Metode pendekatan tugas dan riset (broad-field method) atau (problem-based method):
Metode mengajar ini dapat meningkatkan kemampuan intelektual, sikap, dan
keterampilan peserta didik. Metode ini juga dapat membangkitkan relasi antara guru
dan peserta didiknya serta antarsesama peserta didik, dengan terciptanya kerja sama
dan kompetensi yang sehat dalam menanggapi dan memecahkan masalah.
Berdasarkan semua penjelasan tersebut, guru hendaknya terus lebih aktif bertugas
sebagai pembimbing agar dapat menolong peserta didiknya dalam banyak hal, seperti
merencanakan penggunaan waktu, membaca dan mengingat secara efektif, membina relasi
antarpribadi, membuat karangan dan catatan pembelajaran, berpikir kritis dan kreatif,
mengatasi kekhawatiran, mengambil keputusan moral dan etis, serta meningkatkan
kehidupan spiritual.
Dari paparan intisari di atas, ada satu metode mengajar yang menarik perhatian saya,
yaitu Metode pendekatan tugas dan riset (broad-field method) atau (problem-based method).
Menurut saya metode ini yang sangat cocok dan paling penting dalam proses belajar dan
mengajar. Hal tersebut dikarenakan, peserta didik tidak hanya menerima teori dari guru,
namun juga berpartisipasi dengan melakukan tugas penelitian atau pengamatan secara
langsung.
Dalam praktik berjemaat atau dalam ruang lingku gereja, metode pendekatan tugas dan
riset dapat dilakukan dengan melakukan kunjungan-kunjungan pastoral ke rumah anggota
jemaat yang sedang sakit, panti asuhan, panti jompo atau yang lainnya. Dengan demikian,
kasih dan kepedulian itu tidak hanya menjadi pengajaran dalam ceramah atau khotbah saja,
namun juga dialami dan dilakukan secara nyata oleh umat.
INTISARI:
Sebelum mengajar, guru tentulah memikirkan metode apa yang hendak digunakan
supaya peserta didik belajar secara efektif. Konsep pendekatan dalam kegiatan mengajar
dapat ditinjau dari dua jenis pendekatan: Pendekatan Individual dan Pendekatan Kelompok.
2226
antarpribadi , antara guru dan peserta didiknya. Pendekatan Kelompok melakukan kegiatan
belajar oleh sekelompok peserta didik bersama atau tanpa kehadiran guru.
Pendekatan Individual dan Pendekatan Kelompok juga berlaku bagi guru Sekolah
Minggu dan pembina kelompok pembinaan warga gereja lainnya di dalam jemaat. Misalnya,
aktivitas katekisasi baptisan dan/atau sidi.
Ada 5 (lima) langkah yang dapat dan perlu dikembangkan oleh komunitas pembelajar,
yaitu sebagai berikut:
Menamai nilai, moral, maupun situasi yang menjadi pergumulan sekarang. Guru
bersama dengan peserta didik menyatakan apa yang mereka amati, yang mereka alami
di dalam kehidupan nyata berhubungan dengan konsep nilai dan moral yang menjadi
fokus perhatian.
Melakukan refleksi kritis terhadap keadaan atau tindakan yang sedang terjadi. Guru
bersama-sama dengan murid melakukan kajian dan analisis untuk memahami
permasalahan yang terjadi, mengerti alasan penyebabnya, mengetahui akar persoalan
sumber-sumber masalah itu secara historis dan biografis, serta mengerti akibat yang
ditimbulkan oleh nilai hidup, moral, juga kejadian dan situasi yang berlangsung
maupun ideologi yang berkembang.
Mempelajari secara saksama sumber-sumber iman Kristiani mengenai nilai, moral,
dan situasi yang sedang dibicarakan.
Melakukan dialog antara apa yang diajarkan atau dinasihatkan oleh sumber-sumber
Kristiani yang dipelajari tu dan harapan, kerinduan, keinginan, serta cita-cita peserta
didik pada masa kini terhadap situasinya.
Mengambil keputusan untuk menetapkan respon secara konkret bagaimana
berperilaku sesuai dengan iman yang dimiliki.
Hampir semua paparan intisari di atas merupakan hal yang penting untuk diketahui oleh
seorang guru atau pengajar. Namun yang paling menarik perhatian saya adalah langkah
melakukan refleksi kritis terhadap keadaan atau tindakan yang sedang terjadi. Guru bersama-
sama dengan murid melakukan kajian dan analisis untuk memahami permasalahan yang
terjadi, mengerti alasan penyebabnya, mengetahui akar persoalan sumber-sumber masalah itu
secara historis dan biografis, serta mengerti akibat yang ditimbulkan oleh nilai hidup, moral,
2326
juga kejadian dan situasi yang berlangsung maupun ideologi yang berkembang. Hal ini jarang
dilakukan, secara khusus dalam kehidupan berjemaat. Historis dan biografis dimunculkan
dalam langkah strategi pembelajaran ini. Dua aspek ini pada kenyataannya sering diabaikan
atau dilupakan oleh pelaku pembelajaran. Hal ini terbukti dengan sedikitnya arsip sejarah
atau profil suatu jemaat yang dibukukan, hanya diingat saja, sehingga kehidupan berjemaat
menjadi tidak relevan atau sesuai dengan kebutuhan dan keadaan jemaat tersebut dan
tentunya berpengaruh dalam prose belajar dan mengajar di jemaat, karena metode yang
dilakukan tidak sesuai dengan sejarah terbentuknya jemaat dan kondisi jemaat. Hal tersebut
tentu menyebabkan jemaat sulit berkembang karena metode pembelajaran yang dilakukan
tidak sesuai dengan keadaan dan kebutuhan mereka berdasarkan sejarah dan keberadaan asal
muasal.
2426
TANGGAPAN (HAL PENTING DAN MENARIK):
Ada 2 (dua) hal yang menarik perhatian saya dari uraian intisari di atas. Pertama,
pernyataan bahwa media dalam kegiatan mengajar itu tidak harus mahal harganya, seperti
perangkat overhead projector (OHP) dan infocus yaitu harus berpadanan dengan laptop. Alat
peraga sederhana, seperti gambar, lukisan, tulisan, foto, kertas yang sudah dibentuk (hasil
kerajinan), dapat juga berguna dalam kegiatan mengajar. Masalahnya guru kerap tidak
memiliki waktu dan kemauan untuk mengusahakannya. Saya setuju dengan pernyataan
tersebut, namun sebenarnya yang menjadi masalah tidak hanya guru yang kerap tidak
memiliki waktu dan kemauan untuk mengusahakannya, namun juga karena peserta didik
kurang tertarik jika media yang digunakan hanyalah media yang sederhana. Berdasarkan
pengalaman saya, tidak dapat dipungkiri bahwa media yang berupa audio dan visual, seperti
tayangan film pendek, gerak dan lagu, lebih menarik hati peserta didik, khususnya pada
Sekolah Minggu.
Hal kedua yang menarik perhatian saya adalah adat, tradisi, dan karya seni masyarakat
dapat juga dibawa ke dalam interaksi pembelajaran sebagai sumber dan media. Hal ini
nampaknya sudah dilakukan oleh Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) pada beberapa jemaat.
Ibadah diisi dengan tari-tarian yang menceritakan karya Allah di dalam kehidupan umat-Nya.
2526
disiplin dapat membawa peserta didik dalam kehidupan yang manja atau sulit diatur,
sedangkan disiplin tanpa kasih menuntun peserta didik ke dalam kekasaran.
Motivasi: Secara umum ada 2 (dua) motivasi yang dikenal, yaitu Motivasi Intrinsik dan
Motivasi Ekstrinsik. Motivasi Intrinsik ialah motivasi atau dorongan serta gairah yang
timbul dari dalam peserta didik itu sendiri. Motivasi Ekstrinsik mengacu pada faktor-
faktor luar yang turut mendorong terjadinya gairah belajar, seperti lingkungan sosial
yang membangun dalam kelompok, lingkungan fisik yang memberi suasana nyaman,
tekanan, kompetensi, dan fasilitas belajar yang memadai serta membangkitkan minat.
INTISARI:
Guru perlu tahu keberhasilan tugas yang telah dilaksanakannya. Ia patut mengukur
sejauh mana peserta didik sudah belajar secara efektif. Kerapkali guru yang mengajar di
gereja melalui program Sekolah Minggu, kegiatan pembinaan remaja, pemuda, atau orang
dewasa (katekisasi), enggan merencenakan dan melaksanakan evaluasi program atau kegiatan
pembelajaran yang telah berlangsung.
Mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan kepada peserta didik di akhir aktivitas
pembelajaran.
2626
Guru dapat melakukan wawancara secara ringkas kepada beberapa peserta di akhir
pelajaran.
Memberikan sebuah angket ringkas untuk ditanggapi oleh peserta didik.
Mengamati perubahan sikap dan perilaku peserta didik. Peserta didik yang rajin hadir
dan antusias dalam kegiatan belajar, seperti kerap bertanya dan memberikan pendapat
menunjukkan bahwa kegiatan belajar itu menyenangkan. Peserta didik yang kurang
bergairah, tampak diam saja atau malah mengganggu rekannya, perlu dibimbing oleh
guru. Kepada mereka dapat diajukan sejumlah pertanyaan untuk mengetahui
penyebabnya.
Saya setuju jika setiap lembaga atau wadah tempat berlansungnya proses belajar dan
mengajar melakukan evaluasi terhadap yang sudah dilakukan. Saya pikir GKE sudah
melakukan hal tersebut dengan adanya beberapa program evaluasi wajib tiap tahunnya mulai
dari tingkat jemaat dengan Persidangan Jemaat, kemudian Tingkat Resort dengan
Persidangan Resort/Sinode Resort, hingga yang lebih akbar lagi yaitu Sinode Umum. Pada
beberapa kesempatan tersebut dibahas apa saja program kerja yang sudah dilaksanakan,
apakah mencapai target atau tidak, serta merancang kembali program kerja yang dapat
dilakukan pada masa mendatang. Sedangkan untuk evaluasi terhadap efektivitas pelayanan
kepada jemaat, seperti khotbah, pelayanan anak, remaja, pemuda dan dewasa, yang paling
memungkinkan untuk dilakukan oleh seorang Pendeta adalah dengan pengamatan langsung
seperti yang tertulis pada langkah ke empat di atas berkaitan dengan cara menilai
keberhasilan kegiatan pembelajaran di gereja, yaitu mengamati perubahan sikap dan perilaku
peserta didik. Akan tetapi, berdasarkan pengalaman, banyak guru atau pengajar yang malah
merasa risih dengan peserta didik yang gemar bertanya atau mengemukakan pendapatnya.
Apalagi jika pendapat peserta didik tersebut agak bertentangan dengan teori yang guru
tersebut sampaikan. Nampaknya setiap guru atau pengajar perlu belajar untuk lebih bisa
membuka diri terhadap peserta didik yang kritis. Karena dengan keterbukaan dalam
menerima pendapat satu sama lain dalam proses belajar mengajar, antara pengajar dan
peserta didik, maka tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik, bahkan dapat
memunculkan ide atau gagasan baru yang bermanfaat dalam perkembangan dunia
pendidikan.
2726