Anda di halaman 1dari 6

NAMA : YOHANES HIDACI

NIM : 16.3143

KELAS : SEMESTER 4 B

MATA KULIAH : PAK Anak

DOSEN : Pdt.

SEJARAH PERKEMBANGAN PIKIRAN & PRAKTEK PENDIDIKAN AGAMA


KRISTEN

BAB I : YOHANES AMOS COMENIUS, Bapak Pendidikan Modern.

Yohanes Amos Comenius bersama bangsanya menjadi korban dalam percaturan politis pada
abad ke-17 di Eropa. Karena mereka menganut iman Kristen yang tidak termasuk dalam Pakta
Augsburg, hak beragama mereka tidak dilindungi oleh hukum Negara. Alhasil, kepada mereka
ditawarkan dua pilihan saja, menyangkal keyakinan keagamaan dan memeluk bentuk agama lain,
atau mengungsi dari tanah airnya. Comenius dan banyak warga sebangsanya memilih alternative
kedua.

Pada pokoknya dasar teologisnya memeluk keyakinan terhadap enam tema, yaitu kedaulatan
Allah, manusia, iman mistis, gereja, disiplin yang sungguh-sungguh dan Alkitab. Ia memaparkan
pandangannya atas 6 isu abadi dibidang pendidikan agama Kristen, sebagai berikut :

1. Tujuannya adalah “agar semua orang muda dari kedua jenis, tanpa kekecualian, secara
pesat, mudah dan selengkapnya dijadikan terpelajar dalam ilmu, murni dalam akhlak,
terlatih dalam kesalehan.
2. Kehidupan sendiri adalah lingkungan luas bagi pendidikan. Untuk hidup berarti belajar-
mengajar. Sesuai dengan keyakinan itu, kehidupan itu sendiri mencakup tujuh “sekolah” :
Sekolah Kelahiran, Sekolah Bayi, Sekolah kanak-kanak, Sekolah Remaja, Sekolah
Pemuda, Sekolah orang Dewasa dan Sekolah Lanjut Usia.
3. Terdapat 4 pengajar pokok, yaitu Allah sendiri, orangtua, guru yang dipersiapkan
mengajar dan masyarakat berupa para pelajar lain, gereja dan masyarakat.
4. Selama hidupnya semua orang adalah pelajar dalam wawasan pendidikan Comenius,
semua pria dan perempuan muda dari semua golongan social perl dberikan peluang
belajar di sekolah.
5. Pada pokoknya, kurikulum berporos pada 3 macam pengalaman yang menghasilkan
kesalehan, kebajikan dan pengetahuan/pengertian. Comenius memandang pendidikan
sebagai keutuhan.
6. Metodologi.

BAB II : JEAN-JACQUES ROUSSEAU, Pelopor Ilmu Jiwa Pendidikan.

Ketika dia kecil, bimbingan yang diterima dari ayahnya menghalangi perkembangan
pribadinya secara sehat. Lalu, ia tidak kunjung mengembangkan hubungan mesra dengan orang
lain, entah laki-laki atau perempuan. Sungguhpun ia hidup bersama dengan Nn. Therese
Levasseur bertahun-tahun lamanya dan menjadi ayah dari lima anak mereka.

Sebagai pelopor di bidang ilmu jiwa pendidikan sebelum ada “ilmu” tersebut, Roesseau
mendorong para pendidik untuk berupaya memahami anak didik sebagaimana ia ada menurut 4
tahap perkembangan : Kelahiran sampai umur 4 tahun (balita) , Masa kanak-kanak umur 5 tahun
sampai 11 tahun, Remaja muda umur 12 tahun sampai dengan 14 tahun, Remaja tua/Pemuda
kira-kira umur 15 tahun sampai dengan 21 tahun.

Lima asas pendidikan, sebagai berikut :

a. Perlu ada pendidikan, karena status “manusia” tidak diperoleh pada saat si bayi lahir,
malahan sebagai hasil terjadinya pendidikan yang selaras dengan alam.
b. Tujuan umum yakni : untuk mengembangkan semua bakat si murid agar ia diperlengkapi
hidup merdeka terlepas dari ketergantungannya pada prakarsa orang lain atau tempatnya
yang khusus dalam masyarakat
c. Guru utama adalah alam sendiri, tetapi secara operasional terdapat guru dan orangtua
yang membimbing anak didik.
d. Si pelajar adalah anak laki-laki dan perempuan, tetapi ruang lingkup pelajaran yang
dipelajari oleh laki-laki, karena perempuan perlu dididik untuk menjadi istri dan ibu
e. Kurikulum yang bersifat kontekstual, dalam arti ia dibahas sesuai dengan setiap golongan
umur.

BAB III : JOHANN HEINDRICH PESTALOZZI, Pendiri Sekolah Dasar Modern.

Pestalozzi boleh menerima julukan “seorang gagal yang amat berhasil”!. Ia gagal dalam
usahanya menjadi seorang pendeta, pengacara dan petani. Tetapi akhirnya, ia menemukan
panggilan hidup yang sesuai dengan bakat dan keprihatinan terhadap nasib kaum jelata.

Ia menemukan beberapa asas belajar. Diantaranya dapat dicatat bahwa anak belajar
memperoleh pengetahuan dan keterampilan berdasarkan prakarsa sistematis dari guru sebagai
berikut :

a. Ia hanya menambahkan pengetahuan baru dalam diri anak kalau anak sudah mengetahui
pengetahuan lama secara baik.
b. Ia menjernihkan tugas belajar agar ruang lingkupnya terbatas dan terarah
c. Ia mempersiapkan tugas belajar yang berporos pada pancaindra dalam arti anak belajar
dari benda nyata yang kelihatan daripada kata-kata yang dihafalkan secara buta di luar
lingkungannya
d. Ia menggolongkan segala pengalaman belajar dibawah tiga kata: jumlah, bentuk dan
bahasa.
e. Ia mengelompokkan bagian pengetahuan yang bersifat sama dan meminta anak
menjawab pertanyaan yang berporos pada perbandingan, gambaran, penjelasan dan
seterusnya, berdasarkan pengalaman langsung si anak
f. Ia memupuk pentingnya perasaan diatas akal, khususnya perasaan dan penghargaan
terhadap keindahan sekitarnya
g. Ia memancing jawaban spontan dan bebas dari anak agar anak belajar berpikir terbuka
dan tidak dogmatis
h. Ia menempatkan pengalaman akal dan jasmani dibawah pengalaman moral dan rohani
Pertama, iman itu ditanam dalam diri anak melalui pengalaman kasih yang ia terima di
rumah tangga, khususnya dari ibu. Dibawah bimbingan ibu si anak belajar banyak tentang dunia
sekitarnya, tetapi senantiasa dalam lingkungan kasih.
Apa itu pendidikan ? Jawabannya dua. Pendidikan adalah usaha sengaja dari pihak orang
dewasa untuk menambah pengetahuan, melatih bakat jasmani dan memupuk perasaan iman dan
akhlak baik dalam diri setiap anak, khususnya anak dari keluarga miskin. Tetapi dari segi lain,
pendidikan perlu menjadi ilmu pengetahuan yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan
dengan pengalaman belajar mengajar.
Apa tujuan pendidikan ? Menghasilkan seorang yang bijaksana dan bajik dalam kehidupan,
manusiawi dalam hubungan dengan sesamanya manusia, mampu dalam penggunaan tubuhnya,
dan yang hidup beriman sebagai makhluk yang bergantung kepada Allah”.

BAB IV : FRIEDRICH W.A. FROEBEL, Pendiri Taman Kanak-Kanak

Pada masa kanak-kanak Froebel tidak bahagia. Ketika berumur 9 tahun ibunya meninggal.
Lalu, ayah dan ibu tirinya tidak dapat mengasihinya dengan tulus. Alhasil, Froebel hidup agak
sendirian. Tetapi ketika berumur 10 tahun, pamannya menyelamatkannya dari rumah tangga
yang tidak sehat itu. Untuk pertama kalinya Froebel merasakan kasih.

Teologi adalah dasar pertama pemikiran Froebel. Keyakinan Froebel akan Allah sebagai
kesatuan asli yang tampak dalam segala ciptaan. Tetapi kesatuan ilahi itu bersifat tritunggal,
dalam arti Dia mengejawantahkan Diri sebagai Pencipta, melalui seorang laki-laki yang
menyerap seluruh keberadaan Allah dalam dirinya, yaitu Anak-Nya dan melalui roh segala
sesuatu, bahkan Allah menyingkapkan diri sebagai Hidup yang Tunggal, yakni Roh-Nya.

Dasar pendidikan kedua adalah ilmu jiwa atau lebih tepat tinjauan terhadap gaya bertindak
anak. Hakikat tinjauan itu dapat diringkaskan dalam dua dalil pokok :

1. Anak berhak diperlakukan sebagai seorang anak dan bukan sebagai seorang dewasa yang
bertubuh pendek dan kecil.
2. Orangtua dan guru wajib member bimbingan kepada anak untuk menolongnya mencapai
prestasi yang sesuai dengan setiap tahap perkembangannya.
Frobel memberi perhatian khusus kepada praktek pendidikan, diantaranya :

1. Tujuan umum mencakup pendidikan yang melibatkan anak dalam pengalaman belajar
supaya ia memecahkan masalah secara cerdas, bertindak moral dan adil terhadap dirinya
sendiri, sesamanya manusia dan dunia alam serta memenuhi panggilannya dalam
masyarakat.
2. Ada kurikulum khusus untuk anak dari golongan usia anak pra-sekolah, anak dari masa
taman kanak-kanak, anak kecil dan anak tanggung. Untuk anak dari usia taman kanak-
kanak, Froebel mempersiapkan “pemberian” yang melatih anak melihat hubungan-
hubungan dan “kerajinan tangan” yang menggiatkan anak untuk mengubah bahan dengan
menggunting, mencat, melem dan sebagainya.
Pendidikan agama Kristen untuk anak dari semua golongan umur berporos pada agama
sebagai pengalaman yang berlangsung secara wajar dalam kegiatan sehari-hari
3. Metodologi
4. Peranan Guru. Dalam pikiran Froebel guru memainkan peranan penting bukan sebagai
seorang yang member jawaban, melainkan sebagai penolong yang membimbing anak
untuk memupuk kemampuannya.
5. Peranan Keluarga. Apabila masyarakat dan guru tidak memperhatikan pengalaman
belajar sebelum anak masuk kelas, maka mereka membuat kekeliruan, karena mutu dasar
pendidikan di dalam rumah tangga sedikit banyak sudah dilalaikan, bahkan diajar secara
salah. Froebel ingin melibatkan keluarga dalam pelayanan pendidikan melalui seri
pengalaman dasariah yang berlangsung dalam suasana kasih.

BAB V : ROBERT RAIKES DAN PERKEMBANGAN SEKOLAH MINGGU

Dengan pertolongan Pendeta Stock ia mendirikan Sekolah minggu bagi anak-anak miskin
yang bekerja di pabrik selama enam hari dalam seminggu. Dari permulaan sederhana itu gagasan
Sekolah Minggu disambut baik oleh banyak warga awam yang merasa sayang pada anak-anak
yang akan jatuh kedalam kejahatan kalau mereka tidak menerima bimbingan dalam iman Kristen
dan dalam keterampilan membaca dan menulis.
Raikes sendiri tidak jarang mengambil bagian langsung dalam Sekolah Minggu. Ia
mengunjungi sekolah dan kadang-kadang mengajar anak-anak dengan alat peraga dan dengan
mengajukan pertanyaan yang memupuk pemikiran anak.

Anak didik Sekolah Minggu pertama diajar oleh seorang ibu dirumahnya. Raikes sendirilah
yang membayar gajinya. Kurikulumnya terdiri atas pengetahuan Alkitab, pelajaran katekismus
dan keterampilan membaca, menulis serta berhitung pada taraf yang sederhana.

Pada hari raya pemimpin dan dermawan Sekolah Minggu tidak hanya mengadakan
perjamuan bagi anak didik, tetapi mereka juga melayani meja. Perjamuan ini, disamping member
pengalaman baru kepada anak dan para pemimpin dan dermawan, juga merupakan kesempatan
bagi mereka untuk menyampaikan perasaannya kepada anak bahwa mereka berharga.

Ada tiga sifat utama dari gerakan Sekolah Minggu yang semula : Pada pokoknya, Sekolah
Minggu adalah gerakan kaum awam, meskipun pendeta sebagai pribadi juga terlibat. Kedua,
organisasinya cenderung hidup diluar struktur formal gereja. Dan ketiga, orang-orang yang
terlibat didalamnya.

Sekolah Minggu bertumbuh pesat karena telah memenuhi kebutuhan mendasar yang tidak
dipenuhi oleh gereja formal. Pada waktu Raikes meninggal, jumlah anak didik Sekolah Minggu
di Inggris saja sudah melebihi 400.000 orang.

Pada tahun 1872 sidang raya nasional memelopori gagasan kurikulum Sekolah Minggu yang
sama sekali baru, yaitu Seri Mata Pelajaran Yang Seragam. Untuk pertama kalinya ada kesatuan
dan ketertiban dalam hal kurikulum Sekolah Minggu. Tiga tahun kemudian, siding raya nasional
itu diubah menjadi sidang raya internasional.

Anda mungkin juga menyukai